Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

POTRET SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN DALAM IDEOLOGI


PENDIDIKAN KONTEMPORER
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepsantrenan
Dosen Pengampu : M.Kanzul Fikri, SE.,MEI

Disusun Oleh :
1. Lutfiyatul Khikmah (2113111024)
2. Septia Nuraini (2113111028)
3. Zuni Maulidia (2113111059)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTASEKONOMI DAN BISNIS (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAIDA)
BLOKAGUNG TEGALSARI BANYUWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “POTRET
SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN DALAM IDEOLOGI PENDIDIKAN
KONTEMPORER”
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas diberikannya tugas
pembuatan makalah ini, karena kita mendapatkan informasi dan pengetahuan
secara lebih luas. Kami berharap semua pihak dapat mendukung pembuatan
makalah ini, kepada Bapak M.Kanzul Fikri, SE.,MEI selaku dosen mata kuliah
Kepesantrenan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.

Banyuwangi,01 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................…....…….……..….............…i

DAFTAR ISI...................................................………..…………...........…..ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang................................................................…….……..........1

B.Rumusan Masalah.....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer...........................................2

B.Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer.....................................….........3

C.Jenis Pendidikan Islam Kontemporer.....................................................4

D.Tantangan Pendidikan Islam Kontemporer............................................7

E.Problematika Pendidikan Islam Kontemporer........................................8

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan...........................…...............................................................13

B.Saran.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fenomena munculnya ide “pesantren terpadu” dalam dunia pendidikan
pesantren,sebagaimana juga pendidikan formal menghadirkan sosok “sekolah
unggul” sebagai andalan penyelesaian problematika out put (produk) institusi
pendidikan dewasa ini, pada awalnya merupakan dampak dari pertikaian
ideologi dan perspektif pendidikan. Pertikaiantersebut tanpa disadari telah
menyeret eksistensi institusi itu mengalami transisi dari model pendidikan yang
sama sekali tidak menghiraukan perubahan masyarakat menuju model
pendidikan pembangunan di mana pendidikan berorientasi pada penguatan
pembangunan tanpa dipersoalkan apa hakikat ideologi yang menjadi dasar bagi
pembangunan itu sendiri.
Pesantren sebagai sub-kultur masyarakat saat ini sedang diuji untuk
mampu memberikan solusi jernih terhadap hentakan perkembangan dunia
pendidikan masa kini yang cenderung mengarah kepada proses dehumanisasi
akibat Kapitalisme, dan nyaris tidak lagi berpijak pada hakikat pendidikan itu
sendiri yakni untuk memanusiakan manusia. Institusi pendidikan Islam paling
awal di Indonesia, yang secara kultural diwakili oleh Pesantren dituntut untuk
bisa memberikan jawaban terhadap persoalan yang pelik dan menyulitkan, yakni
antara memelihara sistem dan struktur sosial yang ada atau harus berperan kritis
dalam melakukan perubahan sosial dan tranformasi menuju dunia yang lebih
adil, yakni mensejajarkan sekaligus mensinergikan eksistensi dan esensinya
dengan perkembangan zaman. Dilema peran tersebut akan terjawab melalui
pemilihan paradigma dan ideologi pendidikan yang mendasarinya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pendidikan islam kontemporer
2. Apa tujuan pendidikan islam kontemporer
3. Apa saja jenis pendidikan islam kontemporer
4. Apa saja antangan pendidikan islam kontemporer
5. Apa problematika pendidikan islam kontemporer
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer


Pendidikan Islam Kontemporer Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an dan As-sunah. Menurut
Mohammad Hamid an- Nasyir dan Kulah Abd Al-Qadir Darwis
mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan
manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku,kehidupan
social dan keagamaan yang diharapkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.
Pendidikan Islam Kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik
berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.

B. Tujuan pendidikan islam kontemporer


Tujuan Pendidikan Islam Kontemporer Tujuan Pendidikan Islam
Kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang sesuai
dengan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman.

C. Jenis pendidikan islam kontemporer


Jenis pendidikan islam kontemporer :
1. Pondok Pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu
agama Islam. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa
arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam
pesantren Indonesia, khusunya pulau jawa, lebih mirip dengan
pemondokkan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana

3
4

yang dipetak- petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama


santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an
yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari
seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren. Jika mencari lembaga
pendidikan yang asli Indonesia dan berakar kuat dalam masyarakat, tentu
akan menempatkan pesantren di tangga teratas. Namun, ironisnya lembaga
yang dianggap merakyat ini ternyata masih menyisakan keberbagaian
masalah dan diragukan kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman,
terutama ketika berhadapan dengan arus modernisasi. Untuk mengubah
image yang agak miring ini tentunya memerlukan proses yang panjang dan
usaha tidak begitu mudah. Pada saat ini, pesantren berhadap-hadapan
dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Ketika pesantren tidak mau
beranjak ke modernitas, dan hanya berkutat dan mempertahankan otentisitas
tradisi pengajarannya yang khas tradisional, dengan pengajaran yang melulu
bermuatan Al-Qur’an dan Al-Hadis serta kitab-kitab klasiknya, tanpa
adanya pembaharuan metodologis, maka selama itu pula pesantren harus
siap ditinggalkan oleh masyarakat. Pengajaran Islam tradisional dengan
muatan-muatan yang telah disebutkan di muka, tentu saja harus lebih
dikembangkan agar penguasaan materi keagamaan anak didik (baca: santri)
dapat lebih maksimal, di samping juga perlu memasukkan materi-materi
pengetahuan non-agama dalam proses pengajaran di pesantren. Pondok
pesantren yang ideal adalah pondok pesantren yang mampu mengantisipasi
adanya pendapat yang mengatakan bahwa alumni pondok pesantren tidak
berkualitas. Oleh sebab itu, sasaran utama yang diperbaharui adalah mental,
yakni mental manusia dibangun hendaknya diganti dengan mental
membangun.
2. Sekolah Islam Terpadu Seperti diketahui khalayak umum, sekolah Islam
Terpadu (IT) berbasis pada keterpaduan antara ilmu sains dan Islam. Dalam
kurikulum dicantumkan Tahfizul Qur’an atau mata pelajaran menghafal Al
Qur’an serta sisipan muatan spiritual dalam mata pelajaran umum.
Pendidikan tahfidzul Qur’an tradisional masih diselenggarakan oleh TPA
(Taman Pendidikan Al Qur’an).Namun seiring dengan makin tersibuknya
5

siswa siswi SD, SMP, dan SMA membuat mereka tak lagi sempat dan mau
pergi ke TPA. Sedangkan untuk menghafal Al Qur’an secara menyeluruh
dan khusus harus dilakukan di podok pesantren yang belum mengakomodir
kebutuhan mereka memperdalam ilmu sains secara bersamaan. Sedangkan
keluarga pengafal al-qur’an di Indonesia bisa dihitung dengan jari. Seiring
dengan berjalannya waktu dan pesatnya sekolah berbasis IT maka semakin
banyaklah penghafal Al Qur’an (belum taraf seluruhnya, hanya sebagian juz
saja). Walaupun begitu sekolah IT mampu mengembalikan budaya
menghafal Al Qur’an di tengah masyarakat Indonesia yang lebih
mengutamakan dan menghargai pendidikan akademis. Sayangnya
kebanyakan siswa sekolah IT tak melanjutkan jenjang yang lebih tinggi di
sekolah yang sama, ada yang memilih sekolah negeri karena dipandang
lebih memiliki prospek ke depan. Siswa yang meninggalkan bangku sekolah
IT memiliki kesulitan dalam memelihara hafalannya karena budaya
menghafal al qur’an tidak di bawa ke rumah rumah mereka. Maka tak heran
banyak siswa lulusan IT yang menurun jumlah hafalannya padahal pernah
menguasai 5 juz lancar diluar kepala. Terlepas dari hal itu kita harus
mengakui pentingnya sekolah IT dalam membumikan Al Qur’an di
Indonesia. Perannya sebagai lembaga sekolah formal yang diakui
pemerintah dalam hal mutu juga patut menjadi pelajaran bagi sekolah
sekolah Islam pada umumnya. Dalam menghadapi era global tentu
kebutuhan akan ilmuan yang tak hanya pandai dalam hal akademis tapi juga
dalam akhlaq dan spiritualitasnya menjadi kebutuhan yang pokok. Karena
teknologi yang berkembang sedemikian pesatnya takkan mampu mengubah
peradaban manusia menjadi lebih baik tanpa individu-individu yang
memiliki keterpaduan pengetahuan sains dan Islam.
3. Madrasah adalah tempat pendidikan yang memberikan pedidikan dan
pengajaran yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Yang
temasuk kedalam kategori madrasah ini adalah lembaga ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu;allimat serya diniyyah. Madrasah
tidak lain adalah kata Arab untuk sekolah, artinya tempat belajar. Istilah
madrasah ditanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum,
6

namun di Indonesia ditukan untuk sekolahsekolah Islam yang mata


pelajaran utamanya adalah mata pelajaran agama Islam. Lahirnya lembaga
ini merupakan kelanjutan sistem di dunia pesantren yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur pokok dari suatu psantren. Sedangkan pada sistem
madrasah, tidak harus ada pondok, masjid dan pengajian kitab-kitab Islam
klasik. Unsur-unsur yang diutamakan di madrasah adalah pimpinan, guru,
siswa, perangkat keras, perangkat lunak, dan pengajaran mata pelajaran
Islam. Bertitik tolak dari prinsip madrasah ini, maka pendidikan dan
pengajarannya diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang
pancasilais yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan penuh tenggang rasa,
dapat menyburkan sikap demokrasi, dan dapat mengembagkan kecerdasan
yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan
mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
UUD 1945. Adapun beberapa ciri dari madrasah adalah:
a. Lembaga pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan
sekolah.
b. Mata pelajaran agama Islam di madrasah dijadiakan mata pelajaran
pokok, di samping diberikan mata pelajaran umum.

D. Tantangan Pendidikan Islam Kontemporer


Tantangan Pendidikan Islam Kontemporer Sistem pendidikan Islam di
Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu diberlakukan upaya
pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu antara lain:
1. Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence
bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek
dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2. Mampukah system pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan
pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa
mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
7

3. Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang


benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan lengkap dengan
kemammpuan bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.

E. Problematika Pendidikan Islam Kontemperer


Problematika pendidikan islam kontemporer :
1. Faktor Internal
a. Relasi kekuasaan dan orientasi pendidikan islam tujuan pendidikan pada
dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau mengangkat
harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu menjadi khalifah
di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan
kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama
ini diorientasikan memang sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal,
tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik. Orientasi
pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional, barangkali
dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau kabur
kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola kehidupan pragmatis
dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi bahwa
globalisasi bukan semata mendatangkan efek positif, dengan
kemudahankemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan
kehidupan yang disebabkan olehnya menjadikan disorientasi pendidikan.
Pendidikan cenderung berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau
kebutuhan pasar lapangan, kerja, sehingga ruh pendidikan islam sebagai
pondasi budaya, moralitas, dan social movement(gerakan sosial) menjadi
hilang.
b. Pendekatan/Metode Pembelajaran Peran guru atau dosen sangat besar
dalam meningkatkan kualitas kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam
mengajar, ia harus mampu membangkitkan potensi guru, memotifasi,
memberikan suntikan dan menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola
pembelajaran yang kreatif dan kontekstual (konteks sekarang
menggunakan teknologi yang memadai). Pola pembelajaran yang
8

demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang unggul dan kualitas


lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan zaman. Siswa atau
mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki pengalaman.
Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam ternyata ia
miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus kritis
membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari kondisi
ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak
yang senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah,
didikte, karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.
c. Profesionalitas dan Kualitas SDM Salah satu masalah besar yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde Baru adalah
profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum memadai.
Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya
sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih
belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih
unqualified, underqualified,dan mismatch, sehingga mereka tidak atau
kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang
benar-benar kualitatif.
d. Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan
tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang
bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat konstitusi
sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN
dan APBD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum
terpenuhi. Bahkan, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan
genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yang dirancang dalam
anggaran strategis pendidikan.
2. Faktor Eksternal
a. Dichotomic Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalah
dichotomy dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu
Umum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam.
9

Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah


berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada
masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak
ilmu pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul
persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat
julukan sebagai mahkota semua ilmu.
b. Too General Knowledge Kelemahan dunia pendidikan islam berikutnya
adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan
kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem
solving). Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi
dan kurang selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein
Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai
permasalahan, mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari
jalan keluar/pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu
yang mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri
terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya
kemampuan untuk berfikir dan tidak mampu untuk melihat
konsekuensinya.
c. Lack of Spirit of Inquiry Persoalan besar lainnya yang menjadi
penghambat kemajuan dunia pendidikan islam ialah rendahnya semangat
untuk melakukan penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk
kepada pernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al
Afghani, Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat
intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan
kemunduran Islam di Timur Tengah.
d. Memorisasi Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara
gradual dari standarstandar akademis yang berlangsung selama berabad-
abad tentu terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku
yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan
untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat menguasai
materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-aspek
tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang.
10

Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi
tekstual daripadapemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini
menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan
(memorizing) daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan
menunjukkan bahwa abadabad pertengahan yang akhir hanya
menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-
karya yang pada dasarnya orisinal.
e. Certificate Oriented Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal
Islam, yaitu thalab al’ilm, telah memberikan semangat dikalangan
muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh
resiko, guna mendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari guru
diberbagai tempat, dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat
bahwa karakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam
mencari ilmu adalahknowledge oriented. Sehingga tidak mengherankan
jika pada masa-masa itu, banyak lahir tokoh-tokoh besar yang
memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulamaencyclopedic,
karya-karya besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan
pola yang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan
kecenderungan adanya pergeseran dari knowledge oriented menuju
certificate oriented semata. Mencari ilmu hanya merupakan sebuah
proses untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah saja, sedangkan
semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas berikutnya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pesantren sebagai lembaga pendidikan menjadi sangat potensial dan
memiliki arti yang sangat istimewa bukan hanya bagi usaha transformasi ilmu
pengetahuan tetapi juga bagi objektivikasi sebuah ideologi pada diri santri
sebagai elemen sentral selain kiai dalam sebuah ranah pendidikan pesantren.
Ideologi pendidikan pesantren yang tertanam dalam jiwa para pengikutnya
sangat kuat dan mengakar sekali. Strategi penyebaran ideologi dilakukan
melalui kepiawaian kiai dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, menjadikan dia
sebagai sentral figur bagi komunitasnya dalam mengarungi jejak kehidupan ini.
Jaringan yang dibangun antar para alumni dan masyarakat menjadikan nilai-
nilai ideologi semakin subur tertanam dan sangat merakyat sehingga dalam
praktik pun tidak mengalami kesulitan.

B. SARAN
Sebagai penulis, saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kelemahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca untuk mengoreksi segala
hal yang telah saya tuliskan agar kedepannya dapat menulis makalah dengan
lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi


(Yogyakarta:LKiS, 2004), h. 31.
Aly, Noer, Hery dan Suparta, Munzier, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang,
Jakarta, CV. Triasco, 2010
Journal;Daud M Al Husain;Ideologi Pendidikan Pesantren Kontemporer;2012

Anda mungkin juga menyukai