Anda di halaman 1dari 28

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

DI PESANTREN, MADRASAH DAN SEKOLAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Kurikulum PAI
yang dibina oleh Zaini Miftah, MA.

Oleh
FAIQOTUL HIMMAH 2017.5501.01.04223

SITI NUR AFIFAH 2017.5501.01.04250

Kelompok : 9
Semester : VB

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah ‘ala Ni’matillah, Puji syukur senantiasa selalu kita haturkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat, Taufiq dan
HidayahNya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tugas
makalah sebagaimana semestinya. Shalawat dan salam tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang menjadi tuntunan umat serta yang akan dinantikan
Syafa’atnya kelak.
Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas matakuliah Pengembangan
Kurikulum PAI dan juga sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan yang semoga
bermanfaat. Makalah ini telah terselesaikan dengan segenap kemampuan dengan
semaksimal mungkin, dan tidak akan berjalan dengan seharusnya apabila tanpa
adanya dukungan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Namun selayaknya
manusia biasa, penyusun menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak
kekurangan serta kesalahan yang mungkin diluar sepengetahuan. Maka dari itu
sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca terutama
Dosen Matakuliah Pengembangan Kurikulum PAI yang kami harapkan sebagai
bahan koreksi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bojonegoro, 9 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Pengembangan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasah dan Sekolah
1. Definisi Pesantren, Madrasah dan Sekolah.............................. 3
2. Pengembangan Kurikulum PAI ............................................... 4
3. Model Pengembangan Kurikulum PAI.................................... 8
B. Konsep Dasar PAI di Pesantren, Madrasah dan Sekolah
1. Konsep Bentuk Pendidikan Islam yang Ideal ........................ 12
2. Muatan Kurikulum PAI ......................................................... 14
3. Karakteristik PAI ................................................................... 17

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam adalah suatu studi yang kajiannya sangat amat
penting terhadap eksistensi umat Islam.1 Karena umat Islam akan terus ada jika
agamanya selalu dijaga, salahsatunya dengan cara mengembangkan keilmuan
berdasarkan agama Islam. Pengembangan keilmuan keagamaan tidak dapat
berlangsung tanpa adanya suatu rancangan dalam proses penyampaian ilmu
tersebut. Kurikulum adalah salah satu faktor yang menjadikan kesuksesan dalam
proses Transfer of Knowledge maupun Transfer Of Values.
Guru sebagai pendidik adalah bagian dari kerangka sistem pendidikan yang
selalu dituntut untuk mengembangkan keterampilan mengajar yang sesuai dengan
kemajuan zaman dan lingkungan lokal dimana proses pendidikan itu dilakukan.
Jika guru bersikap statis maka proses pendidikan itu akan stagnan bahkan mundur.2
Pada makalah ini membahas tiga perbandingan pengembangan kurikulum
PAI yang ada di pesantren, madrasah dan di sekolah. Dalam implementasi PAI di
Indonesia telah ada sejak pemerintah meresmikan madrasah melalui SKB 3 Menteri
pada tahun 1975 sebagai lembaga pendidikan yang diakui sebagaimana sekolah
umum. Lalu pesantren pasca disahkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 juga telah
mendapat tempat yang sejajar dengan lembaga pendidikan lainnya di mata
pemerintah. Mesikipun keberadaan pesantren di mata pemerintah diletakkan pada
jalur pendidikan nonformal.3

1
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), hlm. 35.
2
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran; Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2009),
hlm. i.
3
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003
Beserta Penjelasannya, (Jakarta: Cemerlang, 2003), hlm. 4.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasah dan
Sekolah?
2. Bagaimana Konsep Dasar PAI di Pesantren, Madrasah dan Sekolah?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengembangan Kurikulum PAI di Pesantren, Madrasah
dan Sekolah.
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar PAI di Pesantren, Madrasah dan Sekolah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI PESANTREN, MADRASAH


DAN SEKOLAH
1. Definisi pesantren, madrasah dan sekolah
a. Definisi Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata dasar “santri,” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata pesantren berarti asrama tempat santri atau tempat murid-murid
belajar mengaji atau bisa diartikan sebagai “pondok.” Adapun menurut Mujamil
Qomar istilah pondok bisa menjadi pembeda dengan pesantren tatkala di dalamnya
terdapat asrama. Makna pondok sebagai asrama itu pada kenyataannya telah
mengalami pergeseran “fungsi.” Awalnya untuk memperlancar proses belajar dan
adanya keterjalinan hubungan peserta didik dengan ustad atau Kyai, pada akhirnya
hanya sebagai tempat tidur semata bagi pelajar atau mahasiswa yang belajar di
lembaga (umum) lain.4

b. Definisi Madrasah
Madrasah adalah sekolah atau satuan kelembagaan pendidikan yang
didasarkan pada agama Islam. Jenjang pendidikan yang terdapat didalam madrasah
meliputi: Madrasah Ibtidaiyah (MI) yaitu sekolah agama Islam tingkat dasar,
Madrasah Tsanawiyah (MTs) yaitu sekolah agama Islam tingkat menengah
pertama, dan Madrasah Aliyah (MA) yaitu sekolah agama Islam pada tingkat
menengah atas.
Sedangkan bila ditinjau dari aspek sejarah, setidaknya ada dua faktor
penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah. Pertama, adanya
penggugatan atas sistem pendidikan Islam tradisional yang kurang bisa memenuhi
kebutuhan pragmatis masyarakat. Kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya

4
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga, t.t.), hlm. 1.

3
perkembangan sekolah yang dipelopori oleh Belanda, sehingga bisa menimbulkan
pemikiran yang sekuler di Masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah
tersebut masyarakat Muslim modernis berusaha melakukan reformasi melalui
upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.5
Sehingga dapat disimpulkan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan
yang diakui secara hukum yang orientasi utamanya untuk mengadakan
pembaharuan pendidikan Islam, baik segi keilmuan, manajemen, sistem
pembelajaran, dan sebagai pemenuhan ijazah formalitas. Pendidikan di Madrasah
dimaksudkan guna tercapainya generasi islam yang mampu menguasai ilmu
pengetahuan agama sekaligus ilmu pengetahuan umum secara seimbang.

c. Definisi Sekolah
Kata sekolah memiliki arti “bangunan atau lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.” Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan secara sederhana bahwa pendidikan sekolah diselenggarakan
tidak hanya dikhususkan untuk mempelajari satu ilmu atau ilmu pengetahuan
umum saja. Akan tetapi sebuah usaha untuk menuntut kepandaian dan
pembelajaran pada semua aspek ilmu pengetahuan, termasuk agama.
Dalam tataran sejarah, sekolah bukan merupakan produk asli sistem
pendidikan di Indonesia, karena pada perjalanannya sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang didirikan oleh Kolonial Belanda. Oleh sebab itu wajar bila
lembaga sekolah diposisikan secara istimewa, sehingga tidak memberikan ruang
bagi umat Islam Nusantara untuk mngembangkan potensinya.6

2. Pengembangan Kurikulum PAI


a. Pengembangan Kurikulum PAI di Pesantren
Didalam pengembangan kurikulum di Pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam, dalam wilayah sebagai institusi sosial ia dihadapkan kepada
bagaimana ia melakukan respon terhadap tuntutan yang berkembang di masyarkat.

5
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hlm. 183.
6
Agus Sholeh, Posisi Madrasah di Tengah Tuntutan Kualtas, dalam Sejarah Sosial Pendidikan
Islam, ed. Suwito, Fauzan, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 243.

4
Tuntutan tersebut tidak bisa dielakkan karena pesantren dan lingkungan
disekitarnya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.7
Secara umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk,
yaitu: Pendidikan Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan
pendidikan umum serta, ketrampilan dan kursus.8
Pertama, kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam dunia
pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim disebut
sebagai ngaji atau pengajian. Kegiatan ini pada praktiknya dibedakan menjadi dua
tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji sangatlah sederhana, yaitu para santri belajar
membaca teks-teks Arab, terutama Al-Qur’an yang harus dikuasai oleh para santri.
Tingkatan berikutnya adalah para santri memilih kitab-kitab islam klasik dan
mempelajarinya dibawah bimbingan kyai. Adapun kitab-kitab yang dijadikan
bahan referensi untuk ngaji meliputi bidang ilmu: fikih, aqidah atau tauhid, nahwu,
sharaf, balaghah, hadits, tasawuf, akhlak, ibadah-ibadah seperti sholat doa, wirid,
dan lain sebagainya9
Kedua, kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Kegiatan
keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah kesalehan dan komitmen
para santri terhadap lima rukun Islam. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan
mampu menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral
yang di ajarkan pada saat ngaji. Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan
dipesantren adalah persaudaraan Islam, keikhlasan, kesederhanaan dan kesaudaraan
Islam.
Ketiga, kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesantren
memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada pendidikan nasional yang
dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan kurikulum Madrasah
mengacu kepada pendidikan Agama yang diberlakukan oleh Departemen Agama.
Keempat, kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren
memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara

7
Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi,
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2002), hlm. 72.
8
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Mulltikulturalisme di Pesantren: Telaah Kurikulm Pondok
Pesantren Islam Assalam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 184
9
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing,
2012), hlm. 134.

5
terencana dan terpogram melalui kegiatan ekstrakulikuler. Adapun kursus yang
popular dipesantren adalah bahasa inggris, computer, setir mobil, reparasi sepeda
motor, dan lain sebagainya. Kurikulum seperti ini diberlakukan di pesantren karena
mempunyai dua alasan, yaitu alasan politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren
yang memberikan pendidikan ketrampilan dan kursus kepada para santrinya berarti
merespon seruan pemerintah untuk peningkatan kemampuan sumber daya manusia
(SDM). Sementara dari segi promosi terjadi peningkatan jumlah santri yang
memliki pesantren-pesantren modern dan terpadu, dengan alasan adanya
pendidikan ketrampilan dan kursus di dalamnya.
Binti Ma’unah menyatakan, dalam perkembanganya ada tiga sistem
pembelajaran yang dikembangkan di pesantren, yaitu:10
1) Sistem klasikal
Pola penerapan sistem klasikal adalah dengan pembentukan kelas-kelas dan
tingkatan, kluster pembelajaran yang disesuaikan pada pengelompokan yang
didasarkan atas kemampuan dan pemahaman selama di pesantren tersebut.
2) Sistem kursus (tahassus)
Pengajaran sistem kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri-santri
yang mandiri dalam menopang ilmu-ilmu agama yang mereka terima dari Kyai
melalui pengajaran sorogan dan bandongan. Sebab pada umumnya para santri
diharapkan tidak tergantung kepada pekerjaan di masa mendatang, melainkan harus
mampu menciptakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.11
3) Sistem pelatihan
Pola pelatihan ini dikembangkan untuk menumbuh kembangkan
kemampuan praktis seperti pelatihan, pertukangan, perkebunan, perikanan,
manajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan yang mendukung tercinptanya
kemndirian integratif.12

b. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah dan Sekolah


Kurikulum PAI di madrasah dan sekolah bertujuan mengantarkan peserta
didik menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,

10
Binti Ma’unah, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm. 185
11
Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Prasasti, 2002), hlm. 32.
12
Op.Cit., hlm. 186.

6
berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata
mengalami perubahan-perubahan paradigma. Hal ini dapat dicermati dari fenomena
berikut:
1) Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari
ajaran-ajaran agama Islam kepada pemahaman untuk direalisasikan kedalam
kehidupan sehari-hari.
2) Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir
historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-
ajaran dan nilai-nilai agama Islam
3) Perubahan dari tekanan pada hasil pemikiran dari para pendahulunya kepada
proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.13
Adapun prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum PAI yaitu:
1) prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai
budaya.
2) prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada
sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur
dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.14
3) prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan
peserta didik serta tuntutan lingkungan.15
4) prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika.16
5) prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan
kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi keanekaragaman itu tidak
boleh membuat perpecahan, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika.

13
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 10-11.
14
Muhaimin, dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 61.
15
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
151-152.
16
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 116.

7
6) prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. mendorong siswa untuk mampu
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berpikir dan belajar
dengan baik.17
7) prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan empat
keterampilan yang harus di miliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan
kebutuhan di lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill),
keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik
(academic skills) dan keterampilan vokasional (vocational skills). Dengan
keterampilan tersebut, siwa dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan
pilihan masing-masing.18
8) prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan kurikulum di
madrasah, yaitu learning to know, learning to do, learning to bedan learning
to live together.19
9) prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus disusun secara
berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan bahan
kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar kelas, antar
jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.20
10) prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education.21

3. Model Pengembangan Kurikulum PAI


a. Model Pengembangan Kurikulum PAI di Pesantren
Didalam pendidikan di pesantren terdapat beberapa unsur meliputi: kyai,
santri, pondok, masjid, pengajian kitab dan sebagainya.22 Kyai sebagai tenaga
pendidik yang membimbing para peserta didik (santri) untuk mempelajari ilmu-

17
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
152.
18
Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama
Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 62.
19
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangankurikulum-tingkat-
satuan-pendidikan, diakses pada 5 November 2019 pukul 21.03.
20
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hlm. 32.
21
Mulyasa, Op.Cit., hlm. 153
22
Zamachsary Dlofier, Tradsi Pesantren: Studi tentang Pandagan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,
1985), hlm. 44.

8
ilmu, baik berasal pada pembiasan akhlak, pengajian kitab-kitab timur tengah, Al-
Qur’an, dan lain sebagainya yang bertempat di pondok/asrama/masjid.23
Abdurrahman Wahid menjelaskan terdapat beberapa ciri khas pesantren
dalam sistem penataan model pendidikan, yaitu:
1) Kepemimpinan kyai, baik hubungan antara kyai dengan masyarakat maupun
kyai dengan kyai lainnya yang menunjukan adanya hubungan sejawat didalam
pesantren (Peer Realtionship). Dalam hal ini aspek pemeliharaan tradisi Islam
muncul dengan kekuatan ulama’ sebagai pemangku keilmuan agama Islam
yang kemudian diwariskan kepada santri-santrinya.24
2) Literatur universal yang dipelihara dan diwariskan dari generasi ke generasi
yang langsung berkaitan dengan konsep unik tentang kepemimpinan kyai.
Kitab kuning menciptakan kesinambungan tradisi yang benar dalam
memelihara ilmu-ilmu agama sebagaimana yang diwariskan dalam masyarakat
islam oleh imam-imam terdahulu.
3) Sistem nilai kepesantrenan yang unik. Sistem nilai ini yang jelas tidak akan
pernah lepas dari unsur sistem nilai yang lainnya yaitu kepemimpinan kyai dan
literatur universal, pembakuan ajaran-ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari
bagi kyai dan santri melegitimasikan 2 hal, yaitu kitab-kitab sebagai sumber
tata nilai dan kyai sebagai model dari implementasinya dalam kehidupan nyata
sebagai jalur utama dari sistem nilai.25
Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, akan
tetapi berbagai tantangan dari luar pesantren menyebabkan pola pendidikan yang
ada didalamnya sedikit terbuka. Sebagai contoh yakni sistem nilai didalam
pesantren harus menyesuaikan dengan pendidikan umum dalam hal ujian dan ijazah
sebagai syarat untuk dapat melanjutkan ketahap jenjang berikutnya serta
mendapatknya pengakuan dari pemerintah terkait status pendidikan setara dengan
pendidikan umum. Oleh karena itulah berbagai tantangan lain bermunculan, seperti
halnya kitab literatur yang digunakan didalam pesantren bersaing dengan materi-

23
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam: Studi atas Daya Tahan Pesantren
Tradisional, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 99.
24
Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren ditengah Arus
Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hlm. 13.
25
Abdurrahman Wahid, Prospek Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: P3M, 1988),
hlm. 268-270.

9
materi umum sebagai bahan ujian. Selain itu, peran kyai didalam pengelola dan
pengendali telah sedikit bahkan banyak tercampuri dengan peraturan-peraturan
pemerintah yang tentunya perubahan-perubahan tersebut menjadikan pola dan
sistem pengembangan kurikulum dipesantren sedikit rancu dan terjadi ambiguitas
jika tidak dipahami dengan dalam hakikat pendidikan yang ada di pesantren.26

b. Model Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah dan Sekolah


Dalam pasal 55 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dalam hubungan ini,
setiap satuan pendidikan termasuk madrasah dan sekolah mempunyai kedudukukan
yang sama dalam sistem pelaksanaan kurikulum, evaluasi pendidikan dan standar
nasional pendidikan
Berdasarkan hal di atas, madrasah dan sekolah memiliki tujuan untuk
menghasilkan pendidikan yang khas yaitu manusia muslim yang menghayati dan
mengamalkan ajaran agamanya dengan menjadikan semua mata pelajaran sebagai
wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama. Mata pelajaran yang
dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Penjaskes, Muatan
Lokal dan lain-lain. Semua mata pelajaran ini diberikan nuansa keagamaan atau
pelaksanaannya dijiwai oleh pendidikan agama.
Kurikulum madrasah dan sekolah perlu dikembangkan secara terpadu
dengan menjadikan ajaran dan nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi
bagi pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat
dikembangkan dengan cara mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam ke dalam
bidang studi umum. Model pembelajaran yang cocok adalah team teaching yaitu
guru bidang studi umum bekerja sama dengan guru bidang studi agama Islam untuk
menyusun desain pembelajaran yang aplikatif dan detail, untuk diimplementasikan

26
Abdurrahman Wahid, Prospek Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: P3M, 1988),
hlm. 270-271.

10
dalam pembelajaran.27 Dari mengintergrasikan pelajaran yang umum dengan Islam
sekolah umum juga dapat melaksanakan pengembangan kurikulum dengan
mengitergasikan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran PAI agar dapat
memberikan corak keagamaan yang menonjol dan membangun kepribadian akhlak
yang baik.
Studi PAI yang meliputi Aqidah Akhlak, Fiqih, Al-Quran Hadits, Sejarah
Kebudayaan Islam dengan penciptaan suasana lingkungan yang relegius harus
menjadi komitmen bagi setiap warga madrasah dalam rangka mewujudkan
madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktek keislaman. Bidang studi
rumpun agama Islam merupakan inti sehingga bahan-bahan yang termuat dalam
bidang studi umum PKN, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya, Penjaskes, Muatan
Lokal, Keterampilan dan Bahasa harus dijiwai oleh pendidikan agama Islam.
Bidang studi rumpun Agama Islam juga menjadi motivator dan dinamisator bagi
pengembangan kualitas IQ (intelegent Quotient), EQ, (Emotional Quotient), CQ
(Creativity Quotient) dan SQ (Spritual Quotient). 28
Pengembangan Madrasah maupun sekolah bidang Keagamaan juga dapat
ditandai dengan adanya berbagai kegiatan seperti meningkatnya program
pendidikan agama secara optimal, yakni penambahan jam pelajaran agama, ini
dapat dimaksukkan dalam bentuk pemberian ekstrakulikuler terkait kajian kajian
ibadah atau praktek ibadah, seperti dalam organisasi yang bernuansakan Islam atau
badan yang mengurusi segala hal yang berhubungan dengan keislaman dimana
guru-guru yang bertangung jawab sekaligus sebagai pembina adalah guru mata
pelajaran agama. Dari situlah kegiatan keagamaan akan berjalan dengan baik, dan
kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari besar Islam dapat terealisasikan
serta diadakannya bimbingan khusus bagi siswa-siswi yang belum bisa baca Al-
Qur’an.
Kegiatan ini dapat memberikan perhatian lebih sehingga peserta didik dapat
mengikuti pelajaran agama dengan baik di jam-jam formal. Hal ini diwujudkan
dengan saling berkoordinasi antara guru mata pelajaran untuk meningkatkan setiap
materi yang ada, misalnya dalam pelajaran IPA ketika membahas tentang teori-teori

27
Muhaimin, dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama
Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 209.
28
Ibid., hlm. 217.

11
penciptaan alam semesta, guru IPA mengaitkan dengan keesaan Allah. Demikian
pula ketika pelajaran PAI ketika membahas tentang ketentuan perhitungan zakat,
juga perlu motivasi peserta didik untuk semangat mempelajari ilmu hitung atau
matematika, agar bisa maksimal dalam melakukan perhitungan zakat, dan integrasi-
integrasi yang lainnya.

B. KONSEP DASAR PAI DI PESANTREN, MADRASAH DAN SEKOLAH


1. Konsep Bentuk Pendidikan Islam yang Ideal
a. Konsep PAI di Pesantren
Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua di Indonesia yang hingga
saat ini masih ada dan tidak tergerus dengan dinamika zaman. Salah satu yang
menjadi ciri menarik dalam sistem pendidikan di pesantren adalah terdapat
keintegrasian antara keislamaan dengan budaya, kesederhaan, dan hubungan kyai
dengan santri yang begitu erat.29
Keungulan pesantren dalam karekter kehidupan adalah melatih peserta didik
untuk istiqomah (disiplin), beradab unggul (berkarakter), dan adanya keberkahan.30
Selama ini pesantren dikesankan sebagai lembaga pendidikan tradisional yang tak
tersentuh dinamika masyarakat sehingga terselimuti oleh bentuk pembelajaran yang
bersifat monoton. Dalam konteks sistem pendidikan Nasional sekarang ini,
pernyataan itu tidak sepenuhnya benar karena banyak pesantren yang telah
melakukan transformasi baik dari segi kurikulum, manajeman serta pengelolaan,
metode pengajaran, dan metode serta pendekatan terhadap zaman.

b. Konsep PAI di Madrasah


Pesantren dan madrasah kini tampil percaya diri dalam melakukan
perubahan-perubahan bahkan dikatakan madrasah menjadi pengendali atau sebagai
model bukan sekedar sebagai pengikut arus pendidikan di Indonesia.31 Oleh karena

29
http://kaltim.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=22574, diakses tanggal 08 Oktober 2019
pukul 20.37.
30
http://www.lirboyo.net/keunggulan-pembelajaran-pesantren-salaf/, diakses tanggal 08 Oktober
2019 pukul 20.57.
31
http://beritasore.com/2014/09/22/menag-madrasah-kini-jadi-trendsetter/, diakses tanggal 08
Oktober 2019 pukul 21.05.

12
itulah upaya pembaharuan madrasah harus terus dilakukan, baik kurikulum, sarana-
prasarana, akuntabilitas, pelayanan, dan sebagainya guna menjadi madrasah yang
sesuai dengan semangat awal berdirinya, yaitu semangat pembaharuan.
Masyarakat sebagai individu maupun organisasi telah membangun
madrasah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama sekaligus pendidikan
formal, di mana hal itu sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas 2003 Pasal 55 ayat
1 yang menyatakan bahwa “Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan
kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.”32
Kurikulum madrasah perlu dikembangkan secara terpadu dengan
memposisikan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi
pengembangan berbagai mata pelajaran umum. Secara operasional, guru mata
pelajaran umum berkerjasama dengan guru PAI untuk menyusun disain
pembelajaran secara konkret dan detail. Dengan kata lain, didalam madrasah perlu
dilakukan upaya spirtualisasi pendidikan atau menginternalisasikan nilai-nilai
agam Islam melalui proses pendidikan ke dalam seluruh aspek pendidikan
Madrasah. Hal ini untuk mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan umum dan
seni dengan keimanan dan kesalehan dalam diri siswa.33

c. Konsep PAI di Sekolah


Terdapat dua presepsi terkait dengan sekolah yakni, Pertama, sekolah
didudukan sebagai sekolah umum yang menyelenggerakan pembelajaran ilmu
umum dan juga diwajibkan untuk memberikan sedikit mata pelajaran PAI. Kedua,
sekolah didudukan sebagai sebuah lembaga Pendidikan Islam, yakni lembaga
sekolah yang bercirikan nilai-nilai Islam secara penuh. Misalkan Sekolah berbasis
Pesantrean seperti Ar-Risalah Lirboyo Kediri. Menurut Mujamil Qomar terdapat
dua latar belakang timbulnya sekolah umum di pesantren:
1) Bentuk adaptasi pesantren terhadap perkembangan sistem pendidikan nasional,
atau karena dampak global dari pembangunan nasional serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

32
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hlm. 184.
33
Ibid., hlm. 209-210.

13
2) Kepentingan menyelamatkan pesantren dari keredupan selamanya. Bentuk
penyelematan pesantren ini merupakan tindakan yang strategis dan spontan.34
Dengan adanya sekolah yang berbasis pesantren tersebut para Kyai bisa
menempuh kebijakan dua jalur. Pertama, Santri dilibatkan dalam pendidikan umum
(sekolah) agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya (mendapat
ijazah/pengakuan). Kedua, Siswa pada pendidikan umum (sekolah) diwajibkan
mengikuti kegiatan pesantren. Kedua jalur tersebut memadukan antara kelebihan
dan kekurangan masing-masing, sehingga bisa saling melengkapi. Santri dari
pesantren bisa menyerap ilmu pengetahuan umum sedangkan siswa SD, SMP, dan
SMA dapat menyerap ilmu agama yang cukup mendalam dari pesantren.35

2. Muatan Kurikulum PAI


a. Muatan Kurikulum PAI di Pesantren
Terdapat dua sistem pengajaran yang terkenal di Pesantren, yaitu sistem
sorogan dan sistem wekton (Bandongan). Sistem sorogan adalah sistem dimana
aktivitas pembelajaran dilakukan secara individual tatap muka dengan bergilir
kepada ustadz atau kyai, dengan cara santri lebih dahulu membaca (kitab kuning
dan Al-Qur’an au keilmuan lainnya) untuk di sima’ oleh ustadz atau kyai yang
kemudian ditahsin berdasarkan yang telah dibacakan tadi. Metode Sorogan ini biasa
disebut dengan metode tutorship atau metode mentorship.36 Metode Sorogan ini
merupakan metode yang paling efektif dan intensif digunakan didalam
pembelajaran, karena pada prosesnya santri telah melakukan pengamatan,
penalaran dan olah pikiran lainnya secara mandiri dan juga mendapatkan
kesempatan untuk mendapatkan jawaban apabila yang dibacakannya terdapat
kesalahan.37
Sedangkan wekton yaitu pengajian atau sistem pemberian suatu ilmu
dengan kolektif (tidak individu) yang diberikan oleh ustadz atau kyai secara

34
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi
(Jakarta: Erlangga, t.t), hlm. 98.
35
Ibid., hlm. 99.
36
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam: Studi atas Daya Tahan Pesantren
Tradisional, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 97.
37
Marwan Sadirjo, dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti, 1982),
hlm. 32.

14
langsung kepada santri seperti halnya pengajian atau pembelajaran pada umumnya.
Metode ini di Jawa Barat dikenal dengan sebutan bandongan sedangkan di Sumatra
dikenal dengan istilah Halaqoh.38
Madrasah diniyah di pesantren sebagaimana pendidikan di madrasah (MI,
MTs, MA) telah dibakukan dan disetarakan oleh departemen agama dan
departemen pendidikan dan kebudayaan melalui SKB 3 menteri atau sekolah yang
diselenggarakan oleh pondok pesantren menggunakan kurikulum yang sama
dengan kurikulum di madrasah atau sekolah lain. Lembaga formal lain yang
diselenggarakan oleh pondok pesantren selain madrasah dan sekolah, kurikulumnya
disusun oleh penyelenggara pondok pesantren yang bersangkutan.39
Departemen agama selanjutnya menyatakan bahwa, berbeda dengan
pesantren khalafiyah, pada pesantren salafiyah telah dikenal kurikulum dalam
pengertian seperti kurikulum pada lembaga pendidikan formal. Kurikulum pada
pesantren salafiyah disebut dengan manhaj yang dapat diartikan sebagai arah
pembelajaran tertentu. manhaj pondok pesantren salafiyah ini tidak berbentuk
jabaran silabus, tetapi berupa penjabaran funun kitab-kitab yang diajarkan kepada
santri.40
Berikut adalah macam-macam muatan kurikulum mata pelajaran PAI yang
disajikan di Pesantren, meliputi: Al-Qur’an, Tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Ulumul
Hadits, Nahwu, I’lal, I’rob, Shorof, Balaghoh, Arudl, Tauhid, Mantiq, Fiqih,
Qowaidh Fiqih, Ushul Fiqh, Falaq, Akhlak, Tasawuf, Tajwid, Tarikh, dan lain
sebagainya.
Kurikulum dan pengajaran di pesantren tidaklah di standarisasi karena
setiap pesantren mengajarkan kombinasi kitab yang berbeda-beda, dan banyak kyai
terkenal ahli dalam kitab atau mempunyai spesialisasi bidang keilmuan
tertentu.41 Beberapa santri yang berkelana mencari ilmu kepada kyai yang

38
Marwan Sadirjo, dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bakti, 1982),
hlm, hlm 32.
39
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: Departemen Agama RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam), hlm. 31
40
Marwan Sadirjo, Op.Cit., hlm. 31
41
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren Dan Tarekat,(Yogyakarta: Gading Publishing,
2012), hlm.123

15
mempunya kemampuan dan keahlian dalam keilmuan tertentu yang sudah
tersohor.42

b. Muatan Kurikulum PAI di Madrasah dan Sekolah


Terdapat beberapa perbedaan antara madrasah dan sekolah, didalam
madrasah, mata pelajaran pendidikan Agama Islam terbagi dalam beberapa sub
mata pelajaran yaitu Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlaq, Fiqih, Sejarah kebudayaan
Islam, dan bahkan ditambah mata pelajaran bahasa Arab dari tingkat MI sampai
MA, sehingga porsi mata pelajaran agama Islam lebih banyak. Sementara di
sekolah umum, mata pelajaran pendidikan Agama Islam digabung menjadi satu dan
porsinya hanya dua jam per minggu. Tetapi pada dasarnya didalamnya meliputi
materi yang sama dengan yang ada di madrasah.43 Kurikulum di sekolah pada
umumnya berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan, material dan fisikal,
waktu pembelajaran kurikulernya juga sangat terbatas sehingga melatarbelakangi
sistem pendidikan di sekolah sangat berorientasi pada kognitif.44
Pada proses pembelajaran berlangsung siswa membaca do’a dan ketika
memulai dan mengakhiri pembelajaran mengucapkan salam. Subtansi perubahan
kebijakan madrasah dari sekolah mengkhususkan diri pada kajian agama Islam
dalam rangka mengarahkan, membimbing, membina dan melahirkan pendidikan
madrasah yang qualified mampu mengembangkan kognitif, akfektif dan
psikomotor. Namun nampak berbeda ketika di Sekolah pada umumnya, para
peserta didik mengenakan pakaian pendek dan dibebaskan untuk memakai pakaian
panjang dan mengenakan jilbab.45 Jika kita melihat dari perbedaan tersebut, struktur
kurikulum madrasah didalamnya memuat pelajaran PAI yang pendekatannya tidak
hanya secara keagamaan, tetapi juga didekati secara keilmuan.
Kementerian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan
terhadap sistem pendidikan madrasah, merasa perlu menentukan kriteria pada

42
Kareel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern,
(Jakarta: LP3ES, 1986), hlm.74.
43
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 199-200.
44
Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: SUKA Press
UIN Sunan Kalijaga, 2010), hlm. 172.
45
Muhaimin, Op.Cit., hlm. 200.

16
madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah yang
adalah keharusan memberikan pelajaran agama sebagai pelajaran pokok paling
sedikit enam jam seminggu.46
Madrasah dikelola oleh Kementerian Agama, setelah kemerdekaan bangsa
Indonesia yang mengupayakan untuk menjembantani kensenjangan antara model
pendidikan sekolah dengan pesantren. Pada tahun 1975 munculnya Surat keputusan
Bersama (SKB) 3 Menteri yang terdiri dari menteri agama, pendidikan dan
kebudayaan serta menteri dalam negeri yang memuat materi pelajaran pada
madrasah 70% umum dan 30% agama. Karena keputusan dari pemerintah inilah,
materi agama yang pada awalnya madrasah menganut sistem pesantren secara
penuh menjadi terbatas karena ditambah dengan ketentuan yang membebani
muatan pelajaran umum lebih banyak daripada pelajaran agama.47

3. Karakteristik PAI
Proses pendidikan banyak dipengaruhi oleh dinamika politik, budaya, dan
masyarakat luas sehingga corak atau karakteristik pendidikannya juga mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk mempertahankan eksistensi
atas keberlangsungan proses pembelajaran, setiap lembaga pendidikan tengah
menyiapkan nilai-nilai sebagai identitas (simbol) tertentu yang dapat menjadi basis
pendukung sehingga dapat mempertahankan diri dari intervensi luar.
Pesantren pada awal mula berdirinya adalah suatu lembaga yang
didalamnya mengkhususkan pada aspek pendidkan keagaaman. Pesantren seiring
dengan waktu disesuaikan berdasarkan kebutuhan masyarakat berkembang menjadi
2 macam, yakni pesantren salaf dan pesantren modern. Setiap pola dan sistem
pendidikan yang diterapkan antara pesantren salaf dan modern masing-masing
memberikan keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu sama lain. Pertama,
keunggulan pola pesantren salaf adalah fokus perhatian sekaligus penghafalan Al-
Qur’an dan upaya pengkajian kitab kuning bisa terlestarikan. Adapun
kelemahannya adalah sulit bersaing dengan lembaga lain yang berbentuk sekolah

46
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 171.
47
Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: SUKA Press
UIN Sunan Kalijaga, 2010), hlm. 170

17
umum dan dalam pengembangan Ilmu pengetahuan teknologi. Kedua keunggulan
pola pesantren modern adalah mampu bersaing dengan lulusan sekolah unggulan
umum. Akan tetapi kelemahannya adalah dalam bidang bahasa dan kajian kitab
kuning (kitab klasik) tidak optimal. Namun demikian adanya keberagaman pola
pendidikan pesantren tersebut membuat kekayaan khazanah pendidikan Islam
semakin nampak.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa corak atau model
pesantren modern dengan pesantren salaf akan menghasilkan kompetensi (corak)
peserta didik yang berbeda pula. Dengan adanya keragaman tersebut, diharapkan
akan terjadi pengembangan-pengembangan terbaru, yakni bisa menemukan solusi
atas permasalahan yang tepat bagi kebutuhan masyarakat.
Fenomena unik pada dunia pendidikan yang salah satu faktornya adalah
terdapat adaptasi yang berlebihan agar lembaga tersebut tetap diminati dan bisa
diterima oleh masyarakat. Implikasinya, secara simbol (identitas) atau corak terjadi
pengkaburan batas antara madrasah, pesantren, dan sekolah umum. Adanya difusi
tersebut menyebabkan sulit membedakan bentuk pendidikan yang disuguhkan,
kecuali yang menjadi ciri khas (hakikat) perjuangan masing-masing lembaga, nama
(label), dan kurikulum tersembunyi (hidden curiculum) secara detail-operasional.
Sehingga dapat disimpulkan sebagai kasus atau fenomena unik, yakni
banyak lulusan dari madrasah, pesantren, dan sekolah yang sangat sulit dibedakan
kemampuannya. Artinya, ada lulusan pesantren yang menguasai ilmu umum serta
di sisi lain banyak sekolah yang menguasai dan menerapakan nilai-nilai Islam
dengan baik. Bila itu terjadi, masyarakat akan sulit membedakan mana lulusan dari
madrasah, mana yang dari pesantren, dan mana yang dari sekolah. Secara kasat
mata semua seakan sama saja.

a. Karakteristik PAI di Pesantren


Membicarakan pesantren tidak akan pernah lepas dari sosok seorang Kyai
yang posisinya laksana jantung bagi kehidupan santri. Intensitas peran Kyai yang
begitu kuat dalam membina pesantren disebabkan karena umumnya menjadi

18
perintis, pendiri, dan bahkan juga pemilik tunggal dari pesantren.48 Oleh karena itu
wajar bila pola kepemimpinan pesantren didasarkan pada keturunan dari pendiri
pesantren tersebut karena pesantren merupakan hak pribadi. Meskipun demikian,
Kyai dengan kharismanya mampu menggandeng masyarakat untuk ikut
membangun dan mengembangkan pesantren.
Pesantren juga erat kaitannya dengan paradigma dikotomi dalam
memandang ilmu agama dan ilmu umum. Keduanya diyakini memiliki derajat,
hukum, dan fungsi yang berbeda. Menurut Muhammad Kholid Fathoni paradigma
tersebut bisa terjadi karena dilandasi oleh pola fikir sebagai berikut:
1) Pesantren merupakan benteng terakhir bagi keutuhan agama dan budaya Islam
di Indonesia.
2) Pengaruh politik penjajahan, yakni penolakan atas corak pendidikan umum
(sekolah) yang notabene produk yang dibawa oleh Belanda.
3) Doktrin-doktrin pesantren yang mengutamakan ilmu agama (Wajib) dari pada
ilmu umum (fardu kifayah). Termasuk di dalamnya terdapat anti cinta dunia
secara berlebihan.49
Karakteristik pesantren yang terkesan kaku tersebut bukan berarti
sepenuhnya tidak memiliki nilai positif sama sekali. Bahkan, berdasarkan fakta-
kongkrit di masyarakat menunjukkan bahwa pesantren dapat memajukan mutu
pendidikan dengan kompetensi lulusan sesuai dengan ciri khas pesantren masing-
masing. Kepatuhan lembaga pendidikan terhadap aturan dari pemerintah mereka
nilai berdampak pada fenomena pendidikan yang bertumpu pada birokrasi.
Dampaknya, visi dan misi yang dibangun sejak awal terjadi penumpulan sehingga
bukan kemauan atau keinginan masyarakat yang sebenarnya.50
Budaya didalam pesantren menerapkan pada nilai-nilai tauhid,
kesederhanaan, kemanusiaan, keadilan, kejujuran, kepedulian, kemandirian, dan
sebagainya. Bagi pesantren ukuran keberhasilan bukan semata-mata dilihat dari
seberapa banyak harta terkumpul dan karir apa yang tercapai. Akan tetapi dijangkau
dari seberepa dekat diri manusia kepada Tuhan. Pesantren tidak perlu ditarik-tarik

48
http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323, diakses pada tanggal
08 Oktober 2019 pukul 21.38.
49
Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru)
(Jakarta: Depag RI Dirjend Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 160.
50
Ibid., hlm. 98-99.

19
ke dalam budaya hidup hedonis, materialis, dan kapitalis yang cenderung menindas
rakyat kecil yang menjadi mayoritas.51
Dapat disimpulkan bahwa pesantren dikesankan hanya melatih santri untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan ibadah melalui pembelajaran agama,
sedangkan mempelajari ilmu pengetahuan umum (kecuali praktik ilmu sosial:
komunikasi, antropoligi dan sosiologi untuk kepentingan dakwah agama) belum
ada. Padahal dengan menyingkap alam beserta fenomenanya secara komperhensif
bisa menghantarkan manusia dekat kepada Tuhannya, yang pada akhirnya bisa
mewujudkan pengembangan IPTEK secara produktif sehingga bermanfaat bagi
umat Islam. Peran inilah yang selanjutnya bisa diambil oleh Madrasah secara utuh.

b. Karakteristik PAI di Madrasah


Madrasah merupakan lembaga pendidikan pembaharuan dari pola
pendidikan pesantren. Pembaharuan ini pada awalnya hanya sekedar mekanisme
dan tampilannya saja sedangkan kurikulumnya 100% masih berisi pelajaran agama.
Perbedaannya dengan pesantren adalah di Madrasah terdapat bangku, papan tulis,
ulangan, ujian, dan adminstrasi lainnya. Akibatnya, karena kurikulumnya berbeda
maka lulusan atau siswa dari madrasah pada masa itu tidak dapat melanjutkan atau
pindah ke sekolah umum. Adapun orang tua yang ingin anaknya mendapat ilmu
agama sekaligus ilmu umum harus menyekolahkan anaknya di dua tempat, di
sekolah umum dan di madrasah.52
Jika dbandingkan dengan pesantren, madrasah relatif terorganisasi baik
dalam hal tujuan, kurikulum, kepemimpinan, dan proses belajar mengajarnya.53
Pada perkembangan selanjutnya, pembaharuan pada madrasah selanjutnya
dilakukan dengan cara pengkombinasian pemikiran, konsep, kurikulum, dan
manajemen dari lembaga pendidikan pesantren dengan sekolah. Masyarakat seiring
perkembangan zaman tidak hanya membutuhkan pengkaderan dalam bidang
keagamaan saja tetapi di sisi lain juga butuh pengkaderan dalam bidang ilmu umum.

51
Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an: Pergulatan Membangun Tradisi dan
Aksi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang, 2004), hlm. 224.
52
http://www.pendidikanislam.net/index.php/makalah/41-makalah-tertulis/293-pemberdayaan-
madrasah-, diakses tanggal 08 Oktober 2019 pukul 21.36.
53
Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm
8.

20
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan pesantren saja dirasa tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, begitu pula hanya pendidikan sekolah
umum juga tidak akan cukup. Di sinilah peran madrasah dimunculkan sehingga bisa
menjadi daya tarik tersendiri, utamanya bagi masyarakat Islam modern.

c. Karakteristik PAI di Sekolah


Sekolah dalam pendidikan Islam memiliki kewajiban untuk membimbing
peserta didiknya dalam mendalami Pendidikan Agama Islam. Peran trilogi
pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat, dimana pendidikan agama
Islam di sekolah hanya sebagian dari upaya pendidikan. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan agama harus ada jaringan kerja sama antar tiga
wilayah tersebut. Setidaknya sejauh mana hubungan antara sekolah dengan
keluarga.54
Sekolah yang murni warisan budaya Belanda sekaligus warisan kebijakan
dan ideologi pendidikan kolonialismenya yang diskriminatif belum sepenuhnya
hilang. Sebagai buktinya adalah terdapat kesan seakan-akan kebijakan pemerintah
lebih mengutamakan sekolah dari pada bentuk pendidikan lain. Sebab secara
tersirat, pemisahan antara sekolah dengan madrasah dan pesantren yang didukung
oleh masyarakat masih terus berlanjut.55

54
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 44.
55
Nunu Ahmad An-Nahidl, dkk., Posisi Madrasah dalam Pandangan Masyarakat, (Jakarta: Gaung
Persada, 2007), hlm. 14-15.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengembangan Kurikulum di Pesantren dihadapkan kepada bagaimana
melakukan respon terhadap kebutuhan masyarakat lokal dengan berbagai
capaian dan strategi yang dikendalikan oleh kyai secara penuh. Pengembangan
Kurikulum di Madrasah dan Sekolah berdasarkan SKB 3 menteri, madrasah
menjadi lembaga yang diatur oleh menteri agama, diharapkan untuk menjawab
tantangan zaman dengan memadukan antara materi umum IPTEK 70% dengan
IMTAQ pada pelajaran agama 30%, minimal 6jam/minggu, dengan pemisahan
materinya. Sedangkan pengembangan kurikulum PAI di sekolah diatur melalui
menteri pendidikan dengan ketentuan jam operasional 2 jam/minggu dan
materi yang diajarkan adalah gabungan dari sub-sub mata pelajaran PAI di
madrasah.
2. Konsep dasar PAI di Pesantren adalah integrasi antara keislamaan dengan
budaya, kesederhaan, dan hubungan kyai dengan santri yang begitu erat.
Konsep dasar PAI di madrasah adalah pendidikan berbasis formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya
untuk kepentingan masyarakat. Sedangkan konsep dasar PAI di sekolah adalah
pendidikan berbasis formal untuk mewujudkan keseimbangan realisasi antara
pendidikan umum dan agama.

B. Saran
Sebagaimana yang telah diuraikan, kurikulum selalu akan menjadi topik
menarik untuk dikaji. Karena keterbatasan penyusun, didalam makalah ini terdapat
kekurangan dalam hal penjabaran terkait pola khusus pengembangan kurikulum
sehingga menjadi acuan pengembangan daripada kurikulum tersebut. oleh karena
itu, sangatlah perlu untuk diadakan studi lanjutan dengan pembahasan yang lebih
sempurna.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah, 2011, Pendidikan Islam Mulltikulturalisme di Pesantren: Telaah


Kurikulm Pondok Pesantren Islam Assalam Surakarta, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar),
An-Nahidl, Nunu Ahmad, dkk., 2007, Posisi Madrasah dalam Pandangan
Masyarakat, (Jakarta: Gaung Persada).
Asifuddin, Ahmad Janan, 2010, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: SUKA Press UIN Sunan Kalijaga).
Azra, Azyumardi, 2002, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan
Demokratisasi, (Jakarta: Kompas Gramedia).
Bagir, Zainal Abidin, 2005, Integrasi Ilmu dan Agama, (Bandung: Mizan Pustaka).
Bawani, Imam, 1993, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam: Studi atas Daya
Tahan Pesantren Tradisional, (Surabaya: Al-Ikhlas).
Bruinessen, Martin Van, t.t, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat, (Yogyakarta:
Gading Publishing).
Daulay, Haidar Putra, 2006, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional
di Indonesia, (Jakarta: Kencana).
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan
dan Perkembangannya, (Jakarta: Departemen Agama RI Dirjen
Kelembagaan Agama Islam).
Dlofier, Zamachsary, 1985, Tradsi Pesantren: Studi tentang Pandagan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES).
Fathoni, Muhammad Kholid, 2005, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional
(Paradigma Baru) (Jakarta: Depag RI Dirjend Kelembagaan Agama Islam)
Ghazali, Bahri, 2002, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Prasasti).
Hamalik, Oemar, 2001, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara).
Hasbullah, 1995, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara).
http://beritasore.com/2014/09/22/menag-madrasah-kini-jadi-trendsetter/,
http://kaltim.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=22574,
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-ngembangankurikulum-
tingkat-satuan-pendidikan
http://www.lirboyo.net/keunggulan-pembelajaran-pesantren-salaf/,
http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323
http://www.pendidikanislam.net/index.php/makalah/41-makalah-tertulis/293
pemberdayaan-madrasah-,
Ma’unah, Binti, 2009, Tradisi Intelektual Santri, (Yogyakarta: TERAS).
Maksum, 1999, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu).
Muhaimin dkk, 2005, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di
Perguruan Tinggi Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo).
Mulyasa, 2009, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya).
Nasir, Ridwan, 2005, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok
Pesantren ditengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,).
Qomar, Mujamil, t.t, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga).
Rahman, Nazarudin, 2009, Manajemen Pembelajaran; Implementasi Konsep,
Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum,
Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Felicha).
Sadirjo, Marwan, dkk, 1982, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta:
Dharma Bakti).
Sagala, Syaiful, 2010, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta).
Sholeh, Agus, 2005, Posisi Madrasah di Tengah Tuntutan Kualtas, dalam Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, ed. Suwito, Fauzan, (Jakarta: Kencana).
Steenbrink, Kareel A, 1986, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam
Dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES).
Suprayogo, Imam, 2004, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an: Pergulatan
Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang).
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional 2003 Beserta Penjelasannya, (Jakarta: Cemerlang).
Wahid, Abdurrahman, 1988, Prospek Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan,
(Jakarta: P3M).

Anda mungkin juga menyukai