Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

DI PESANTREN
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan pemikiran pendidikan islam

Dosen pengampu:
Dr. M. Miftakhul Ulum, M.Ag.

Oleh:
Lutfi Mar’atus Sholikhah (201200116/PAI D)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penulisan makalah ini yang
berjudul “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Di Pesantren.”
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih atas segala pihak yang telah
mendukung pada proses pengerjaan makalah ini.
1. Dr. M. Miftakhul Ulum, M.Ag. selaku dosen Sejarah Pemikiran dan
Kelembagaan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
2. Rekan mahasiswa yang telah memberikan banyak masukan terhadap makalah
ini.
Penulis berharap agar tugas makalah ini dapat dipergunakan dengan baik dan
berguna kedepannya. Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik atau saran yang bersifat membangun dari pembaca, besar
harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Ponorogo, 17 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pendidikan Islam Di Pesantren .................................................................... 3
B. Pengembangan Kurikulum Islam Di Pesantren ........................................... 4
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11
A. Kesimpulan ................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam sangat memberikan kepentingan dalam pendidik, karena
kalau umat muslim sudah mengetahui tentang agama akan memberi kesan
yang baik terhadap kehidupan untuk mengankat kualitas umat muslim dan
pendidikan juga membuat umat muslim jadi manusia yang sempurna
menjaga dan meninggalkan kejahatan dan menjadi hamba Allah yang baik
dan taat terhadap ajaran agama.
Proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan agama Islam dan sosial budaya
dalam masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan agama Islam bukanlah
suatu usaha yang sederhana, sebab banyak aspek yang terkait dengan mutu
pendidikan tersebut. Berbagai cara untuk meningkatkan mutu agama Islam
dilakukan, salah satunya melalui penataan kurikulum. Kualitas
pembelajaran agama Islam sangat dipengaruhi oleh bagaimana lembaga
pendidikan dapat mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat tentunya menjadikan peserta didik sebagai penerus umat yang
unggul
Pembelajaran pendidikan agama Islam harus menyeluruh dalam sendi-
sendi kehidupan. Azizy mengemukakan bahwa esensi pendidikan yaitu
adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan ketrampilan dari generasi
tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena
itu ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal,
(a) mendidik siswa untuk berprilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak
Islam; (b) mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam-
subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.
Konsep pembelajaran pendidikan agama Islam mengandung maksud
bahwa peranan guru sebagai panutan dan contoh sangat penting dalam
pembelajaran di sekolah dalam memberikan pengeruh positif kepada
mahasiswa untuk mempelajari, memahami serta mengaplikasikan nilai-
nilai ajaran agama Islam disegala aspek kehidupan. Kemudian menjadikan
Islam sebagai jalan hidupnya yang mengatur hablumminallah,
hablumminannas wa hablumminal ’alam. pengembangan nilai-nilai ajaran
Islam juga dapat dilihat dari kepandaian kepala sekolah, guru dan
perangkat yang lainnya dalam menyiapkan dan menyusun kurikulum yang
jelas.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pendidikan islam di pesantren?
2. Bagaimana pengembangan kurikulum pendidikan islam di
pesantren?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat tujuan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan islam di pesantren
2. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum pendidikan islam
di pesantren.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Di Pesantren
Istilah kata pesantren, secara bahasa berasal dari kata santri dengan
awalan pe- dan akhiran -an (pesantrian), yang memiliki arti yaitu sebuah
tempat tinggal para santri.Sedangkan menurut KBBI pesantren adalah
asrama tempat santri atau murid-murid untuk belajar mengaji dan
sebagainya. Sedangkan kata santri sendiri berasal kata sastri,yaitu sebuah
kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya melek huruf.
Menurut pendapat dari Zamakhsari Dhofier, sebagaimana dikutip Haidar
Putra Daulay, bahwasanya ada lima unsur pesantren, yaitu pondok, santri,
masjid, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.1
Sejak awal pertumbuhannya, fungsi utama pesantren adalah
menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih
dikenal tafaqquh fiddiyn, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader
ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia dan melakukan
dakwah menyebarkan agama Islam serta benteng pertahanan umat dalam
bidang akhlak.2 Sejalan dengan fungsi tersebut, materi yang diajarkan
dalam pondok pesantren semuanya terdiri dari materi agama yang diambil
dari kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan
kitab kuning. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki akar
kuat (indigenous) pada masyarakat muslim Indonesia, dalam
perjalanannya mampu menjaga dan mempertahankan keberlangsungan
dirinya (survival system) serta memiliki model pendidikan multi aspek.
Santri tidak hanya dididik menjadi seseorang yang mengerti ilmu agama,
tetapi juga mendapat tempaan kepemimpinan yang alami, kemandirian,
kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, kesetaraan, dan sikap positif
lainnya. Modal inilah yang diharapkan melahirkan masyarakat yang
berkualitas dan mandiri sebagai bentuk partisipasi pesantren dalam
menyukseskan tujuan pembangunan nasional sekaligus berperan aktif
dalam mencerdaskan bangsa sesuai yang diamanatkan oleh Undang-
undang Dasar 1945.2
Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah
muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua dan dianggap
sebagai produk budaya Indonesia. Pesantren merupakan lembaga

1
H. P. Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2004), 31.
2
Amin Haedari, et al, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, Cet. I (Jakarta: IRD Press, 2004), 3.
3
pendidikan Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di
Nusantara.3
Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam di Indonesia yang pada
umumnya menyelenggarakan berbagai satuan pendidikan, baik dalam
bentuk sekolah maupun madrasah, juga seyogyanya menjadikan prinsip
pengembangan kurikulum yang bermuatan nilai-nilai multikultural
tersebut dalam kegiatan perencanaan, implementasi, dan evaluasi
kurikulumnya. Namun dalam praktiknya, butir ini tidak mudah dilakukan
oleh pesantren, terutama pesantren tradisional (salafiyah). Bagi pesantren
tradisional, kegiatan perencanaan, implementasi dan evaluasi kurikulum
merupakan kegiatan yang belum populer di kalangan pengelola pesantren.
Kegiatan pendidikan pesantren tradisional pada umumnya merupakan
hasil improvisasi dari seorang Kiai secara intuitif yang disesuaikan dengan
perkembangan pesantrennya.4 Secara garis besar pesantren menghadapi
tantangan makro dan mikro. Pada dataran makro, pesantren ditantang
untuk
menggarap “triumvirat” kelembagaan, yakni keluarga, lingkungan kerja
dan pesantren itu sendiri. Sedangkan pada dataran mikro, pesantren
dituntut untuk menata ulang interaksi antara santri dan Kiai, konsep
pendidikan yang digunakan serta kurikulum yang diterapkan. Baik
tantangan makro maupun mikro keduanya harus direspon pesantren
melalui langkah-langkah strategis, sehingga dapat membuahkan hasil yang
memuaskan.5

B. Pengembangan Kurikulum Islam Di Pesantren


Dalam beberapa penelitian terhadap pesantren, ditemukan bahwa
pesantren mempunyai kewenangan tersendiri dalam menyusun dan
mengembangkan kurikulumnya. Menurut penelitian Lukens-Bull dalam
bukunya Abdullah Aly, secara umum kurikulum pesantren dapat
dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan Agama, pengalaman
dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum, serta ketrampilan
dan kursus.
Pertama, kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam
dunia pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim disebut

3
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, Cet. II (Jakarta: Prenada Media, 2005), 5-6.
4
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), 6.
5
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi (Jakarta: Erlangga, 2007), 76.
4
sebagai ngaji atau pengajian. Kegiatan ngaji dipesantren pada praktiknya
dibedakan menjadi dua tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji sangatlah
sederhana, yaitu para santri belajar membaca teks-teks Arab, terutama
sekali Al-Qur’an. Tingakatan ini dianggap sebagai usaha minimal dari
pendidikan agama yang harus dikuasai oleh para santri. Tingkatan
berikutnya adalah para santri memilih kitab-kitab islam klassik dan
mempelajarinya dibawah bimbingan kyai. Adapun kitab-kitab yang
dijadikan bahan untuk ngaji meliputi bidang ilmu: fikih, aqidah atau
tauhid, nahwu, sharaf, balaghah, hadits, tasawuf, akhlak, ibadah-ibadah
seperti sholat doa, dan wirid.
Kedua, kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral.
Kegiatan keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah
kesalehan dan komitmenpara santri terhadap lima rukun Islam. Kegiatan-
kegiatan tersebut diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para santri
untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang di ajarkan pada saat ngaji.
Adapun nilai-nilai moral yang ditekankan dipesantren adalah persaudaraan
Islam, keikhlasan, kesederhanaan dan kesaudaraan Islam.
Ketiga, kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum.
Pesantren memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada pendidikan
nasional yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional.
Keempat, kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren
memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara
terencana dan terpogram melalui kegiatan ekstrakulikuler. Adapun kursus
yang popular dipesantren adalah bahasa inggris, computer, setir mobil,
reparasi sepeda motor, dan lain sebagainya. Kurikulum seperti ini
diberlakukan di pesantren karena mempunyai dua alasan, yaitu alasan
politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren yang memberikan
pendidikan ketrampilan dan kursus kepada para santrinya berarti merespon
seruan pemerintah untuk peningkatan kemampuan sumber daya manusia
(SDM). Hal ini berarti hubungan antara pesantren dengan pemerintah
cukup harmonis. Sementara itu dari segi promosi terjadi peningkatan
jumlah santri yang memiliki pesantren-pesantren modern dan terpadu,
dengan alasan adanya pendidikan ketrampilan dan kursus di dalamnya.
Kurikulum dalam pendidikan pesantren merupakan bahan-bahan
pendidikan agama Islam yang diajarkan di dalam sebuah pesantren yaitu
berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan
sistematis diberikan atau diajarkan kepada seluruh para santri untuk
mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
Kurikulum pendidikan pesantren merupakan alat untuk mencapai
tujuan Pendidikan Agama Islam. Sedangkan lingkup materi pendidikan

5
pesantren adalah al Qur’an dan hadits, keimanan akhlak, fiqh atau ibadah
dan sejarah. Dengan kata lain, bahwa cakupan materi dalam kurikulum
pendidikan di pesantren terdapat keserasian dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah Swt dan juga diri sendiri sesama manusia dengan
makhluk yang lainnya maupun dengan lingkungannya. yang mana hal itu
bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan pesantren tersebut, perlu
adanya rekonstruksi kurikulum agar lebih riil. Rumusan tujuan pendidikan
pesantren yang sudah ada selama ini dan saat ini masih bersifat general
dan kurang match dengan realitas masyarakat yang terus mengalami
transformasi. Rekonstruksi disini dimaksudkan dengan tujuan untuk
meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan pendidikan pesantren dengan
persoalan riil yang dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya.
Adapun dalam pengembangan Kurikulum pendidikan islam pesantren
terdapat beberapa prisip yang ada didalamnya. Prinsip pengembangan
kurikulum pendidikan islam di pesantren secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Prinsip umum yang meliputi prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas,
prinsip kontinyuitas, prinsip praktis dan prinsip efektifitas, prinsip
efisiensi.
2. Prinsip khusus, yaitu yang menjelaskan bahwa di dalam
pengembangan kurikulum pendidikan islam di pesantren
mencakup prinsip yang terkait dengan tujuan pendidikan pesantren
dan pemilihan isi pendidikan pesantren, juga yang berkenaan
dengan metode, strategi proses pembelajaran dan alat evaluasi dan
penilaian pendidikan pesantren. Secara praktis, Mastuhu
memberikan konsep tentang model dan paradigma pendidikan
pesantren yang diharapkan menjadi orientasi dan landasan dalam
kurikulum lembaga pendidikan pesantren, yaitu:
a. Dasar pendidikan-pendidikan pesantren harus mendasarkan
pada teosentris dengan menjadikan antroposentris sebagai
bagian esensial dari konsep teosentris
b. tujuan pendidikan kerja membangun kehidupan duniawiyah
melalui pendidikan sebagai perwujudan mengabdi kepada-
Nya. Adapun Pembangunan kehidupan duniawiyah ini bukan
menjadi tujuan final, tetapi merupakan suatu bagian dari
kewajiban atau hal yang harus dipercayai atau diimani dan
terkait kuat dengan kehidupan ukhrawiyah, tujuan final adalah
kehidupan ukhrawi dengan ridha Allah Swt
c. konsep manusia pendidikan Islam memandang manusia
memiliki fitrah yang harus dikembangkan

6
d. nilai pendidikan pesantren berorientasi pada iptek sebagai
kebenaran relatif dan imtaq sebagai kebenaran mutlak

Pengembangan kurikulum pendidikan islam di pesantren secara terus


menerus menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu mutlak untuk
dilakukan agar tidak kehilangan relevansi dengan kebutuhan riil yang
dihadapi komunitas pendidikan Islam yang kecenderungan terus
mengalami proses dinamika transformatif. Pendidikan pesantren dibangun
atas dasar pemikiran Islami yang bertolak dari pandangan hidup dan
pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan
yang dilandasi kaidah-kaidah Islam.
Dalam perkembanganya pendidikan islam di pesantren tidak semata-
mata tumbuh atas pola lama yang bersifat tradisional dengan hanya
menggunakan pola sorogan dan bandongan. Binti Ma’unah menyatakan,
dalam perkembanganya ada tiga sistem, pembelajaran yang dikembangkan
di pesantren, yaitu:
1. Sistem klasikal Pola penerapan sistem klasikal adalah dengan
pembentukan kelas-kelas dan tingkatan, kluster pembelajaran yang
disesuaikan seperti pada sekolah dalam pendidikan formal. Dalam
banyak pesantren pola ini sudah banyak di gunakan di sebagai
madrasah diniyah atau kegiatan dalam pesantren sebagai
pengelompokan pembelajaran yang didasarkan atas kemampuan
dan pemahaman selama di pesantren tersebut.
2. Sistem kursus (tahassus) Pengajaran sistem kursus ini mengarah
kepada terbentuknya santri-santri yang mandiri dalam menopang
ilmu-ilmu agama yang mereka terima dari Kyai melalui
pengajaran sorogan dan bandongan. Sebab pada umumnya para
santri diharapkan tidak tergantung kepada pekerjaan di masa
mendatang, melainkan harus mampu menciptakan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan mereka.6
3. Sistem pelatihan Pola pelatihan ini dikembangkan untuk
menumbuh kembangkan kemampuan praktis seperti pelatihan,
pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen koperasi dan
kerajinankerajinan yang mendukung tercinptanya kemndirian
integratif.7 Dalam banyak pesantren sudah banyak digodog
(diusahakan dan dididik pengalaman dan pembelajaranya secara
intensif) agar para santrinya mempunyai kemampuan
entrepreneur. Hal ini erat kaitanya dengan kemampuan yang lain

6
Ma’unah Binti, Landasan Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), 23.
7
Ibid.
7
yang cenderung melahirkan santri yang intelek dan ulama yang
mumpuni.8
Menurut Muhaimin terdapat empat pendekatan dalam penyusunan
kurikulum pendidikan agama yaitu: pendekatan subyek akademis,
pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, dan pendekatan
rekosntruksi social:
1. Pendekatan subyek akademis adalah mendasarkan penyusunan
kurikulum pada system disiplin keilmuan masing-masing. Di
madrasah, aspek al-Qur’an dan al-Hadits, keimanan, akhlak,
ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam dijadikan sebagai
sub-sub mata pelajaran al-Qur’an-Hadits, fikih, akidah akhlak, dan
sejarah (kebudayaan) Islam. Pendekatan subjek akademis dalam
menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan
sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya, untuk aspek keimanan
ataumata pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid,
ibadah/syari’ah/ muamalah menggunakan sistematisasi ilmu fikih
dan seterusnya.
2. Pendekatan humanistis berangkat dari ide tentang memanusiakan
manusia. Dalam hal ini, pengajar dapat memberikan porsi
memanusiakan peserta didik dengan mengajak berdiskusi
mengenai tema-tema Pendidikan Agama Islam yang akan dikaji di
kelas.
3. Pendekatan teknologis adalah penyusunan kurikulum berdasar
pada asumsi analisa kompetensi untuk menyelesaikan tugas-tugas
tertentu. Pendekatan ini menekankan pada kemampuan praktis
pelajar seperti tata cara berwudlu, tata cara shalat, tata cara
memandikan mayyit, dan seterusnya.
4. Pendekatan rekonstruksi social adalah penyusunan kurikulum
mengacu pada kebutuhan pemecahan problem yang ada di
masyarakat. Dalam hal ini Pendidikan Agama Islam yang
diberikan di Madrasah harus selalu berkembang dan reaktif
terhadap problematika yang banyak terjadi di masyarakat sehingga
pelajar atau siswa dapat menggunakan ilmu agama yang
didapatkannya di madrasah dengan tanggap dan menjadi manfaat
untuk masyarakat sekitarnya. Misalnya, apabila masyarakat di
sekitar belum mampu membaca al-Qur’an dengan baik, maka

8
A. Arifai, “Pengembangan Kurikulum Pesantren, Madrasah dan Sekolah,” Jurnal
Tarbiyah Islamiyah, vol. 3, no. 2, 2018, 15.
8
materi ini dapat diberikan pada siswa agar mengatasi problem
tersebut di masyarakat. 9
Sedangkan menurut SKB Mentri bahwasanya yang dimaksud dengan
madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran
agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan
sekurangkurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Sementara itu
madrasah mencakup tiga tingkatan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah setingkat
dengan SD, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP danMadrasah Aliyah
setingkat SMA. Dan didalam mengembangkan kurikulum di Madrasah ini
terdapat beberapa langkah-langkah pokok yang harus dilakukan dalam
pengembangan kurikulum madrasah yang meliputi empat langkah, yaitu:
1. perumusan tujuantujuan institusional
2. penentuan struktur program kurikulum,
3. penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masing-masing
dari setiap bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksional
dan identifikasi pokokpokok bahan yang dijadikan program
pengajaran, penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran,
program penilaian, program bimbingan dan penyuluhan, program
administrasi serta supervise.10
Langkah-langkah tersebut di atas telah mendasari sifat-sifat dalam
rangka pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan
sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Masalah-masalah pokok yang
dihadapi dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum madrasah secara
nasional agar madrasah dapat menjalankan SKB dan mencapai cita-cita
agama Islam dalam pembentukan insan yang berkepribadian muslim, yang
antara lain perlu diperhatikan adalah tentang ragam bidang studi yang akan
disampaikan di dalam suatu madrasah.
Dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB tersebut,
digunakan dua macam cara atau strategi, yaitu strategi umum dan strategi
khusus. Pada strategi umum, gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam
pengembangan dan pembaharuan kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi
seorang muslim warga negara yang baik, sanggup menyesuaikan diri di
dalam masyarakat, bertanggungjawab, memiliki keterampilan,
kemampuan, pengetahuan umum agar anak didik mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal ini merupakan salah satu yang dapat menunjukkan
ciri khas antara warga negara yang memperoleh pendidikan di madrasah.
Gagasan pokok tersebut membawa akibat adanya klasifikasi aspek-aspek

9
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam diSekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 142.
10
Z. Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 137-139.
9
pada pendidikan di madrasah, yaitu aspek-aspek pendidikan dasar atau
umum yang dimaksudkan untuk membina sebagai muslimwarga negara
yang baik, sesuai dengan pedoman dan pengamalan Pancasila, serta agar
memiliki kecakapan, keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sesuai
dengan tingkat pendidikanya. Kedua adalah aspek-aspek pendidikan
khususyang dimaksudkan agar siswa sebagai muslim warga negara yang
baik, bertakwa kepada Allah Swt dan mengamalkan ajaran agamanya
secara teguh agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.11

11
A. Mustofa, Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren,
Madrasah dan Sekolah (Jombang: STIT Urwatul Wutsq, 2001), 160

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengembangan kurikulum pesantren ialah tempat atau lembaga yang
mengajarkan serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari agar
anak atau orang yang didik dapat menjadi orang yang baik dan diterima di
kalangan masyarakat. Kurikulum dalam bahasa Arab sering disebut
dengan istilah manhaj yang berarti jalan yang dilalui atau dilewati
manusia. Manhaj dalam istilah lain juga dapat diartikan sebagai jalan yang
lurus dan terang benderang yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik
guna mengembangkan pengetahuannya. Selain itu kurikulum pesantren
memiliki fungsi yang utama, yakni sebagai pedoman untuk pendidik
dalam membimbing para santrinya mengarah kepada tujuan utama
pendidikan Islam dengan melalui pengetahuan, keterampilan, dan akhlak
guna menjadi manusia ulul albab dengan melaksanakan kurikulum yang
tersusun sistematis dan terencana. Dalam proses mengembangkan
kurikulumnya, pesantren membentuk lembaga pendidikan yang
mengakomodir kepentingan masyarakat yaitu lembaga pendidikan
madrasah dan sekolah. Pengembangan Kurikulum Berbasis
Sekolah/Madrasah merupakan pengembangan suatu kurikulum oleh satu
orang guru atau lebih untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang ada di
sekolah, yaitu untuk memecahkan permasalahan yang dialami dengan
kurikulum yang ada. Dari aspek kurikulum, dinamika yang dilalui
madrasah setidaknya dapat dikelompokkan ke dalam tiga periode, yaitu
periode pertumbuhan, periode perkembangan dan periode penguatan
eksistensi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar. 2011.

Arifai, A. Pengembangan Kurikulum Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Jurnal

Tarbiyah Islamiyah. vol. 3. no. 2. 2018.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia. Cet. II. Jakarta: Prenada

Media. 2005.

Binti, Ma’unah. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras. 2009.

Daradjat, Z. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.

Daulay, H. P. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. 2004.

Haedari, Amin. et al. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Komplesitas Global. Cet. I. Jakarta: IRD Press. 2004.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005.

Mustofa, A. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren.

Madrasah dan Sekolah. Jombang: STIT Urwatul Wutsq. 2001.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi

Institusi. Jakarta: Erlangga. 2007.

12

Anda mungkin juga menyukai