Anda di halaman 1dari 17

PARADIGMA PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Kapita Selekta Pendidikan
Dosen Pengampu: Ummi Nova Yanti, S.AG, M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
Bahagia Kurniawan ( 22.00.4140 )
Fajar Kurniawan ( 22.00.4146 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
HUBBULWATHAN DURI
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb…

Alhamdulillah hirobbil ‘alamin, segala puji hanya milik Allah Tuhan

semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada penghulu para

Rasul Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, kerabat dan sahabatnya.

Rahmad dan magfirah senantiasa mengalir kepada para guru, masyaikh,

pembelajar dan siapapun pencinta Alquran.

Tiada keberhasilan yang penyusun peroleh tanpa adanya bantuan dari

pihak lain.Karena itu, pada kesempatan ini izinkan penyusun menyampaikan

rasa terimakasih kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan Dukungan dan Doa kepada

saya

2. Ummi Nova Yanti, S.Ag, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah “ Kapita

Selekta Pendidikan “

SD/MI/SMP/MTs/SMU/MA/SMK”.

3. Teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

Adapun tujuan utama penulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

mata kuliah semester dua.

2
Semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagian dan menuntun

pada langkah yang lebih baik lagi kedepannya.Meskipun penulis berharap isi

dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan namun tak ada gading

yang retak, penulis senantiasa mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua pembaca.

Wassalamu‘alaikum Wr.Wb

Duri, 12 Mei 2023

Penul

is

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................4
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
A. Paradigma Tradisional....................................................................................6
B. Paradigma Modern..........................................................................................8
C. Paradigma New Modernis...............................................................................9
D. Paradigma Liberal ( Aliran Kiri )..................................................................12
E. Liberalisme dalam Pendidikan Islam............................................................14
F. Paradigma Pemikiran Pendidikan Islam.......................................................15
BAB III.......................................................................................................................16
PENUTUPAN.............................................................................................................16
A. Kesimpulan.......................................................................................................16
B. Saran.................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam khususnya menjadi perhatian dalam kehidupan individu,
masyarakat dan berbangsa. Pendidikan yang baik dan maju turut menentukan
majunya bangsa. Sebaliknya, bangsa yang mundur adalah wujud dari mundurnya
pendidikan yang ada pada bangsa itu. Pendidikan adalah proses seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan tingkah laku di dalam masyarakat tempat ia
hidup, juga pendidikan itu adalah proses sosial yang terjadi pada orang yang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang
datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh pengembangan kemampuan
sosial dan kemampuan individu yang optimal.1

Dasar paradigma pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Hadis yang


digunakan sebagai rujukan utama dalam membuat dan mengembangkan konsep,
prinsip, teori, dan teknik pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa ideologi atau
paradigma pendidikan merupakan gambaran utuh antara ketauhidan, akhlak, alam
semesta dan tentang manusia yang dikaitkan dengan teori pendidikan Islam. Dalam
catatan sejarahnya, pendidikan benarbenar mampu membangun peradaban, sehingga
adanya sebuah paradigma pendidikan Islam merupakan sebuah keniscayaan.

Dunia Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan teknologi dan
mencapai puncaknya pada masa khalifah Abbasiyah. Pada masa itu seluruh aktivitas
intelektual dilandasi dengan nilai-nilai agama, tujuan akhir dari seluruh aktivitas
adalah menegakkan agama dan adanya perimbangan antara disiplin ilmu agama serta
pengembangan intelektual dalam kurikulum pendidikan. Namun sayangnya
kemajuan-kemajuan Islam saat itu tidak sempat dilanjutkan dengan sebaik-baiknya
oleh generasi berikutnya, sehingga tanpa sadar umat Islam telah melepaskan
kepeloporannya.
1
Nanang Fattah, Landasan Menejemen Pendidikan (Cet IX; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 4.

5
Dalam konteks pendidikan Islam, fokus pembelajaran tidak hanya pada aspek
intelektual, akan tetapi ada aspek lain yang dijadikan pilar pendidikan yaitu spiritual.
Pilar spritual yaitu manusia dapat terdidik untuk menghayati dirinya sebagai makhluk
Allah yang kehadirannya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah swt. Aktivitas
apapun yang dilakukan manusia selamanya bernuansa pengabdian, baik sebagai
pelaku ekonomi, politik, profesional dan lain sebagainya nilai-nilai pengabdian yang
menghiasi dirinya. Pilar spritual memberikan efek kejiwaan bagi setiap orang berupa
merasakan ketenangan dalam hidup, menghilangkan egoisme, membangun hubungan
harmonis di antara sesama manusia dan makhluk lain, memiliki kepastian kehidupan
di masa depan, dan memberikan rasa aman dan damai bagi semua manusia dan
makhluk lain di muka bumi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Paradigma Tradisional, Paradigma Modern, Paradigma
New Modernis, Paradigma Liberal ( aliran kiri ), Liberalisme dalam
Pendidikan dan Paradigma pemikiran Pendidikan Islam ?
2. Sebutkan isi pokok apa saja paradigma tersebut ?
3. Bagaimana pengaruh paradigm tersebut terhadap pemikiran pendidikan islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengetahuan dari paradigma tersebut
2. Untuk mengetahui teori paradigma yang disampaikan diatas
3. Untuk menjelaskan pentingnya paradigm pendidikan tersebut

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Paradigma Tradisional
Konsep Islam tradisional masih sangat urgen bagi kehidupan masyarakat,
mengingat Islam tradisional dapat menyatukan antara praktek ajaran Islam dengan
sumber ajaran Islam. Keberadaan Islam tradisional sudah menjadi budaya di dalam
kehidupan masyarakat lokal maupun masyarakat non lokal, dan keberadaan Islam
tradisional merupakan perpaduan antara budaya lokal dengan Nilai-nilai ke-Islaman.
Sehingga Islam tradisional dapat hidup sejalan antara realitas kehidupan masyarakat
secara universal dengan Nilai-nilai ke-Islaman. Maka dari itu Islam tradisional dapat
digolongkan sebuah gagasan mendekatkan antara teks dan konteks dalam Ilmu Ke-
Islaman saat ini, untuk itu dibutuhkan kajian yang mendalam tentang Islam
tradisional yang tumbuh kembang di tengah-tengah realitas kehidupan masyarakat
saat ini.
Ada dua model pendidikan sebagai representasi pendidikan Islam yang
berkembang di Indonesia sejak masuknya Islam hingga memasuki abad ke-20, yaitu,
yaitu model pesantren dan surau. Model pesantren tumbuh dan berkembang di Jawa,
sedangkan surau di Sumatera. Kedua model pendidikan ini masih sangat tradisional,
konservatif, kolot dan tidak memenuhi standar pendidikan Eropa. Dari aspek
manajemen, pesantren ataupun surau dipimpin oleh seorang Kiyai. Kiyai adalah figur
tunggal dan sentral yang memiliki otoritas penuh dalam segala hal terhadap murid
atau santrinya, bahkan masyarakat luas.
Dari aspek proses pendidikan, hampir dipastikan metode pembelajaran dengan

menggunakan metode ceramah yang monoton, tanpa dialog. Materi yang diajarkan

hanya terfokus pada pelajaran agama seperti tertuang dalam kitab Islam klasik,

misalnya terkait dengan praktik salat lima waktu, khutbah, salat jumat dan lainnya.

Jika diklasifikasikan, kitab yang dipelajari di pesantren dapat dibagi menjadi


8, yaitu: nahwu, sharaf, fikih, usul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta
cabang-cabang yang lain seperti tarikh, dan balaghah Dari 8 jenis kitab tersebut,
pengajaran fikih, nahwu, sharaf dan akidah menjadi prioritas. Sedangkan pengajaran
tasauf, tafsir al-Qur'an, dan juga hadis sebagai ilmu yang bersifat sophisticated, yang
hanya dapat dipelajari oleh orang-orang tertentu. Tidak ditemukan kitab/buku umum
sebagai bahan ajarnya.
Dalam studi kependidikan, sebutan "Pendidikan Islam" pada umumnya
dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang

7
keagamaan. Dapat juga digambarkan bahwa pendidikan yang mampu membentuk
"manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan anggun dalam
moral". Hal ini berarti menurut cita-citanya pendidikan Islam memproyeksi diri untuk
memproduk "insan kamil", yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun
diyakini baru (hanya) Nabi Muhammad SAW yang telah mencapai kualitasnya
Maka di dalam pendidikan Islam tujuan yang dapat digambarkan adalah

pendidikan yang bertujuan untuk memberikan suplai pengetahuan yang berbasis pada

ilmu Islam itu sendiri, yang kemudian mampu diaktualisasikan ke dalam kehidupan

sosial bermasyarakat. Dengan itu ilmu bisa dikatakan sebagai alat yang mampu

memberikan nilai-nilai praktis bagi manusia itu sendiri.

B. Paradigma Modern
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat,
maka pendidikan Islam dituntut untuk bergerak dan mengadakan inovasi-inovasi
dalam pendidikan. Mulai dari paradigma, sistem pendidikan dan metode yang
digunakan. Ini dimaksudkan agar perkembangan pendidikan Islam tidak tersendat-
sendat. Sebab kalau pendidikan Islam masih berpegang kepada tradisi lama yang
tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan IPTEK, maka pendidikan Islam
akan buntu.
Adapun agar pendidikan Islam terus berkembang dan selalu sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu adanya integrasi antara
pendidikan Islam Tradisional dan pendidikan Islam modern. Selain itu juga perlu
adanya rekonstruksi metode atau model pembelajaran yang digunakan di dalam
pendidikan Islam. Ini diharapkan dapat mengikuti tuntutan anak modern yang selalu
kritis dan lebih berpikiran maju dari anak zaman dahulu yang cenderung manut dan
tunduk terhadap apa yang disampaikan guru.
Pendidikan Islam ke depan harus lebih memprioritaskan kepada ilmu terapan
yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan tetapi juga dalam
bidang teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan
Islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrawi, ada
pemisahan antara keduanya. Sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan
umat Islam belum mau ikut andil atau berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda
yang tidak ada hubungannya dengan agama, begitu juga sebaliknya. Agama
mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif (bagaimana
seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana
adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering kali umat Islam phobia dan merasa
sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada pemisahan
antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya
berorientasi dunia saja.

8
Pendidikan modern, memiliki beberapa karakteristik tersendiri bila
dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Hal ini dikarenakan pendidikan modern,
jelas lebih mengarah mengikuti perubahan zaman. Ciri khas pendidikan Islam
modern, bukan hanya bersifat ukhrawi saja, tetapi juga berbicara tentang duniawi,
sehingga pendidikan modern ini mengarah kepada 2 kebahagiaan, yaitu kebahagiaan
dunia dan kebahagiaan akhirat. Proses pembelajarannya pun bukan hanya terfokus
kepada guru, tetapi seluruh komponen merupakan pusat pembelajaran termasuk
lingkungan dan murid. Hal ini diarahkan, siswa bukan hanya hebat di sisi kognitif
saja, tetapi juga dari segi afektif dan psikomotorik juga mengena kepada siswa.
Apabila ingin merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan
pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha
mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi,
pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan
Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk
mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi
bagaimana memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan
eksistensinya di dunia ini. Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu
mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan
manusia yang memahami eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan
dunia sesuai dengan kemampuannya.
C. Paradigma New Modernis
Secara sederhana neo-modernisme dapat diartikan dengan “paham

modernisme baru”. Neo-modernisme dipergunakan untuk memberi identitas pada

kecenderungan pemikiran ke-Islaman yang muncul sejak beberapa dekade terakhir

yang merupakan sintesis, setidaknya upaya sintesis antara pola pemikiran

tradisionalisme dan modernisnme

Neo-modernisme diintrodusir oleh seorang tokoh gerakan pembaruan Islam


asal Pakistan, Fazlur Rahman (1919-1988 M). Ia membagi dialektika perkembangan
pembaruan yang muncul di dunia Islam ke dalam empat model gerakakan yaitu
revivalis, modernisme klasik, revivalisme pasca modernisme atau neo-
fundamentalisme dan neo-modernisme. Neo-modernisme yang dikumandangkan oleh
Fazlur Rahman memberikan model pembaharuan (tajdîd) dalam fenomena fase
perkembangan dunia Islam. Neo-modernisme menawarkan bentuk pembaharuan
dalam tubuh Islam yang masih tetap memegang teguh tradisi atau ajaran-ajaran pokok
agama Islam. Substansi neo-modernisme yaitu menjawab tantangan modernisme
Barat dan tidak mau mengekor budaya westernisasi. Akan tetapi Fazlur Rahman juga
mampu menunjukkan identitas ke-Islaman. Walaupun demikian, neo-modernisme
juga masih mengakomodasi pemikiran Barat dengan proses filterisasi. Dengan

9
demikian, neo-modernisme bisa diartikan dengan dua hal: Pertama, sebagai gerakan
intelektual yang mendialogkan antara tradisi dan modernisasi. Kedua, sebagai fase
atau masa pembaharuan setelah tidak puas dengan hedonisme dalam era modern yang
sudah menjauh dari tradisi dan pandangan ketuhanan.
Neo-modernisme merupakan gerakan kritis yang hendak melawan
kecenderungan neo-revivalis, juga menutup kekurangan modernisme klasik. Bagi
Rahman, meskipun modernisme klasik telah benar dalam semangatnya namun ia
memiliki dua kelemahan mendasar. Pertama, ia tidak menguraikan secara tuntas
metode pembaruannya. Kedua, karena problem yang ditangani adalah masalah-
masalah ad hoc yang ada di Barat maka ada kesan kuat mereka itu telah terbaratkan.
Neo-modernisme mempunyai karakter utama pengembangan suatu metodologi
sistematis yang melakukan rekonstruksi Islam secara total dan tuntas serta setia pada
akar spritualnya dan dapat menjawab kebutuhan- kebutuhan Islam modern secara
cerdas dan bertanggung jawab
Selanjutnya pemikiran neo-modernisme Islam di Indonesia dapat
ditipologikan menjadi tiga yang masing-masing memiliki karakter tersendiri.
Pertama, “Islam rasional” yang berorientasi pada penemuan pengetahuan yang
mendasar mengenai ilmu ke-Islaman rasional, untuk mendapatkan keyakinan yang
rasional dan tingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan secara epistemologis.
Kedua, “Islam peradaban” yang beraksentuasi pada kepentingan praktis untuk
mendapatkan makna dari perwujudan konkrit Alqur’an. Karena itu, di samping
analisis hermaneutis dalam mengintrpretasi Alqur’an, merekapun memberi perhatian
besar pada Islam kaum salaf. Ketiga, “Islam transformatif” yang berpijak pada kata
kunci “emansipatoris”. Mainstream yang selalu menjadi dasar dalam menafsirka
Alqur’an adalah visi transformasi. Mereka yakin bahwa ada proses yang bersifat
empiris dan struktural yang telah menyebabkan suatu penindasan. Misi pokok yang
diemban adalah upaya membebaskan masyarakat muslim dari kemiskinan,
keterbelakangan dan ketertindasan
Berdasarkan bahasan di atas, secara garis besar, neo-modernisme Islam

Indonesia memiliki babarapa karakter yaitu pemikiran yang menggali kekuatan

normatif agama, mampu mengapresiasi secara kritis warisan khazanah intelektual

Islam klasik, responsif terhadap masalah-masalah aktual dan memiliki basis pada

ilmu-ilmu sosial profetik

1. Konsep Neo-modernisme dalam Rekonstruksi Pendidikan Islam: Sebuah


Tawaran

10
Secara konseptual dalam rangka pengembangan pendidikan Islam,
neo-modernisme menawarkan konsep holistik dalam memahami ajaran-ajaran
keagamaan. Konsep holistik yang dimaksud adalah upaya memahami ajaran
dan nilai-nilai yang mendasar dalam Alqur’an dan al-Sunnah dengan
mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual Islam klasik
serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang
ditawarkan oleh dunia teknologi modern. Dengan kata lain, neo-modernisme
selalu mempertimbangkan Alqur’an dan al-Sunnah, khazanah pemikiran
Islam klasik, serta pendekatan-pendekatan keilmuan yang muncul pada era
modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-Muhâfazhah ‘ala al-
Qadîm al-Shâlih wa al-Akhzu bi al-Jadîd al-Ashlah”, yakni memelihara hal-
hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang
lebih baik

Dengan demikian jargon yang dikumandangkan oleh neo-modernisme


tersebut menggaris bawahi perlunya pemikir pendidikan Islam untuk
mendudukkan nilai-nilai ilahi dan insani yang telah dibangun oleh pemikir
terdahulu, sebagai pengalaman mereka dan dalam konteks ruang dan
zamannya (kontekstualisasi). Kemudian setelah itu perlu dilakukan uji
falsifikasi ,agar ditemukan relevan atau tidaknya dengan konteks sekarang dan
yang akan datang. Sementara hal-hal yang dipandang relevan akan
dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan dicarikan alternatif lainnya
atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam konteks pendidikan masyarakat
muslim kontemporer.

Demikian pemikiran Neo-modernisme memiliki beberapa langkah


dalam kerangka pengembangan pendidikan Islam. Pertama, berusaha
membangun visi Islam yang lebih modern dengan sama tidak meninggalkan
warisan intelektual Islam, bahkan menggali akar-akar pemikiran tradisional
Islam yang tetap relevan dengan kemodernan Kedua, menggunakan
metodologi pemahaman yang lebih modern terhadap Alqur’an dan al-Sunnah
dengan metode historis, sosiologis dengan pendekatan kontekstual. Ketiga,
untuk mensosialisasikan pemikirannya, kalangan Neo-modernisme Muslim
lebih dahulu melakukan kritik ke dalam diri (self critism) dan diikuti dengan
suatu terapi kejut (shock therapy) terhadap kejumudan pemikiran dan sikap
hidup umat Islam. Kritik kalangan neo-modernis diantaranya tertuju pada
fenomena formalisme, apologia, skripturalisme, puritanisme,
internasionalisme (pan-Islamisme) yang terdapat pada sebagian umat Islam

11
D. Paradigma Liberal ( Aliran Kiri )
1. Liberalism dalam Diskurs

Kamus Besar Bahasa Indonesia liberalisme adalah usaha perjuangan

menuju kebebasan. Istilah asing liberalisme diambil dari bahasa Inggris,

yang berarti kebebasan. Kata ini kembali kepada kata ‚liberty‛ dalam

bahasa Inggrisnya , atau ‚liberte‛ menurut bahasa Perancis, yang bermakna

bebas

Liberalisme merupakan faham kebebasan, di mana manusia memiliki


kebebasan untuk mengembangkan pemikirannya sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan dalam pemikirannya.Liberalisme adalah
faham pemikiran yang optimistis tentang manusia, di mana prinsipnya
adalah menyangkut tentang kebebasan dan tanggung jawab.
Di lihat dari aspek sejarahnya, paham liberalisme ini berasal dari
Yunani kuno, yang merupakan salah satu elemen terpenting dari
peradaban Barat. Namun, jika dilacak hingga Abad Pertengahan,
liberalisme dipicu oleh kondisi sistem ekonomi dan politik yang
didominasi oleh sistem feodal. Di dalam sistem ini, raja dan bangsawan
memiliki hak-hak istimewa, sedangkan rakyat jelata tidak diberi
kesempatan secara leluasa untuk menggunakan hak-hak mereka, apalagi
hak untuk ikut serta dalam mobilisasi sosial yang dapat mengantarkan
mereka menjadi kelas atas

2. Liberalisme dan Kebebasan Manusia dalam Islam


Salah satu anugerah terbesar kepada manusia adalah kemampuan
berpikir. Manusia diberi kebebasan dalam menuangkan gagasan dan
pemikiran dalam hidupnya. Dengan begitu, manusia harus secara terus
menerus membuat berbagai pilihan dalam suatu kehidupan yang selalu
menentangnya untuk merubahnya. Dia mempunyai kebebasan untuk
memilih antara yang baik dan yang buruk, dan bertanggung jawab
sepenuhnya bagi setiap pilihan yang dilakukannya.
Islam mengakui, bahwa fitrah manusia secara ontologis adalah
menjadi subjek yang bertindak sesuatu dan selalu megubah dirinya.
Dengan demikian, bergerak menuju kemungkinankemungkinan yang
selalu baru bagi kehidupan yang lebih kondusif dan relistis. Dengan
demikian pendidikan seharusnya selalu memberikan opsi-opsi kebebasan
pada manusia guna menata dan menetapkan cara-cara berfikir dan prilaku
yang konstruktif, inovatif dan produktif.

12
Tetapi yang terjadi sekarang adalah, bahwa umat manusia kehilangan

dinamika, kreativitas dan progresivitas. Kajian yang kritis dan mendalam

terhadap pemikiran-pemikiran keislaman tidak dapat berkembang secara

alami. Hal ini terjadi karena adanya sikap penolakan terhadap pemikiran

manusia yang kreatif

E. Liberalisme dalam Pendidikan Islam


Harus diakui bahwa dunia Barat berkepentingan untuk melakukan

liberalisasi dalam dunia pendidikan Islam. Hal ini dilakukan untuk

mencetak intelektual muslim yang pro terhadap pemikiran dan

kepentingan Barat dalam segala aspeknya. Modus intervensi Barat dalam

liberalisasi pendidikan Islam diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Intervensi Kurikulum
Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk produk
pemikiran dan perilaku pelajar/mahasiswa menjadi salah satu
sasaran intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu
maupun syariah Islam menjadi obyek liberalisasi yang
tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada
penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme
agama yang memandang semua agama adalah benar. Liberalisasi
konsep wahyu ditujukan untuk menggugat otentisitas (keaslian) al-
Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah.
Adapun liberalisasi syariah Islam diarahkan pada

penghancuran hukum-hukum Islam dan penghapusan keyakinan

umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi

permasalahan kehidupan manusia.

2. Bantuan Pendidikan dan Beasiswa


The Asia Foundation telah mendanai lebih dari 1000 pesantren
untuk berpartisipasi dalam mempromosikan nilai-nilai pluralisme,
toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di

13
seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF memberikan pelatihan
kepada lebih dari 564 dosen yang mengajarkan pelatihan tentang
pendidikan kewarganegaraan yang kental dengan ide liberalis-
sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS dan
Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih
mengembangkan pendidikan Indonesia.
F. Paradigma Pemikiran Pendidikan Islam
1. Pengertian Paradigma Pendidikan Islam
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir

seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra

subyektif seseorang dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang

menaggapi realita tersebut.

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak

terputus dari generasi ke generasi dimana pun di dunia ini. Upaya

memanusiakan manusia melalui pendidikan, itu diselenggarakan sesuai

dengan pandangan hidup setiap masyarakat.Landasan dan tujuan pendidikan

itu sendiri sifatnya filosofis normatif (Mansyur, 2018).

Pendidikan Islam sering diartikan secara sempit yaitu merupakan

upaya melalui berbagai kegiatan pembelajaran agar ajaran Islam dapat

dijadikan pedoman bagi kehidupannya sebagai bekal untuk menjadi hamba

Allah yang mengabdi dan beribadat kepada-Nya

Pada sisi lain secara luas diartikan sebagai usaha sadar untuk

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi

yang dianugerahkan Allah kepadanya agar mengemban amanat dan tanggung

14
jawab sebagai khalifah Allah di bumi dalam pengabdiannya kepada Allah

Swt.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang
belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan
wilayahnya. Paradigma adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya,
yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan.
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit tak terbantahkan
untuk bisa merambah ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah
pendidikan. Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak
berpijak pada tiga alasan :
1. Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif,
karena ia terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-
nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan norma dalam Ilmu
Pendidikan.
2. Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan,
para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah
Pendidikan Barat. Falsafah Pendidikan Barat lebih bercorak
sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan.
Sedangkan masyarakat Indonesia lebih bersifat religius. Atas dasar
itu, nilai-nilai ideal Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan
acuan dalam mengkaji fenomena kependidikan.
3. Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai
Paradigma, maka keberadaan Ilmu Pendidikan memiliki ruh yang
dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang

15
hakiki. Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan
ideologinya.
4. Tak terbantahkan lagi bahwa Islam adalah agama yang sempurna.
Segala aspek kehidupan manusia di atur di dalamnya. Tak
terkecuali masalah pendidikan. Pendidikan di dalam Islam,
diarahkan untuk memanusiakan manusia, dengan bahasa lain
untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Manusia adalah
makhluk yang taat, tunduk patuh kepada aturan, selalu condong
kepada kebenaran.Maka jelas di sini bahwa ketika Islam dijadikan
paradigm Ilmu Pendidikan, produk dari pendidikan itu sendiri
akan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

B. Saran
Tentunya dengan keterbatasan ilmu yang kami punya, penulis sudah
menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman
dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca

16
DAFTAR PUSTAKA

Nanang Fattah, Landasan Menejemen Pendidikan (Cet IX; Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2008), h. 4.
ZA Tabrani, Ilmu Pendidikan Islam Antara Tradisional dan Modern ( Kuala Lumpur:
Al-Jenderami Press, 2009 ), hal 5-10
Takdir Mohammad, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral ( Yogyakarta: Ar-ruz,
2012 ), hal 39-40
L Stoddard, The New World of Islam, terj. H.M. Muljadi Djojomardjono, dkk., Dunia
Baru Islam ( Jakarta: tp, 1996 ), hal 18
Budhy Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalism,
Dan Pluralism Paradigma Baru Dunia Islam Indonesia ( Jakarta: Paramadina, 2010 )
h 33-34

17

Anda mungkin juga menyukai