DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. AHMAD M. SEWANG, M.A
Dr. HAMZAH FATHANI, S.Ag., M.Pd.I
DISUSUN
OLEH:
JAMALUDDIN
NIM: 90156123036
NASRIADI
NIM: 90156123015
الَحْم ُد ِهلِل َر ِّب الَع اَلِم ْيَن َو الَّص اَل ُة َو الَّس َالُم َع َلى َأْش َر ِف اَالْنِبَياِء َو الُم ْر َسِلْيَن َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد َو َع َلى
َاَّم ا َبْعُد. َاِلِه َو َأَص َح ا ِبِه َأْج َم ِع ْيَن
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk
kebenaran untuk seluruh umat manusia dengan mengajarkan ajaran Agama Islam
menjadi sebuah makalah sesuai yang diharapkan. Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk dan arahan dari
berbagai pihak, Terutama Bapak Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A dan Dr.
Hamzah Fathani, S.Ag., M.Pd.I, selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah
TTD
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Integrasi Pendidikan dan Prinsip Dasar Pendidikan Islam..........5
B. Intgerasi Pendidikan Islam di Indonesia......................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
telah melalui rangkaian proses sejarah yang panjang. Pada masa awal
sekuler dan tidak mengenal ajaran agama yang merupakan warisan pemerintah
kolonial Belanda. Kedua, sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh
dan berkembang di kalangan masyarakat Islam sendiri. Dalam hal ini, terdapat
dua corak, yakni (1) isolative tradisional (menolak segala yang berbau Barat) dan
akan berbasis science dan tidak berbasis hafalan lagi. Mendikbud M Nuh
1
Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan
Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), h. 256
2
Achmad Mukhsin, Integrasi Sains dan Agama: Peluang dan Tantangan bagi Universitas
Islam Indonesia, ABHATS: Jurnal Islam Ulil Albab 2.1 (2021), h. 50
1
menyatakan yang paling esensial dari 2013 yang kita rancang, untuk SD itu
pendekatan yang kita gunakan semua berbasis science, anak dikenalkan, mulai
seminggu.3
pembinaan daya intelektual dan pembinaan daya moral, Mensinergikan sains dan
Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan keharusan, karena
akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa. Dampak negatif dari
emperik pada perilaku korup dan lain sebagaianya yang dilakukan oleh manusia
umum artinya proses pembelajaran antara pendidikan umum dan agama menjadi
poros utama dalam menciptakan sumber daya manusia yang berwawasan imtak
dan iptek, sehingga nilai tambah yang didapatkan siswa dengan diterapkannya
3
Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam
Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), h. 11-12
4
Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam
Masa Depan, h. 13
2
dan prilaku yang lebih baik, dapat menumbuhkan minat dan kesadaran siswa yang
strategis? Dalam lingkup yang luas, masih adanya anggapan masyarakat yang
menyatakan bahwa tidak terdapat kaitan antara ilmu pengetahuan umum dengan
agama, keduanya bekerja pada wilayah yang berbeda. Inilah salah satu bentuk
dikotomi ilmu yang sudah meresap pada ‘peredaran darah’ masyarakat yang
yang dialami anak-anak menjadi paradoks, disatu sisi mereka mendapatkan materi
amoral seperti kekerasan, porno aksi dan pornografi. Hal ini terjadi secara
secara menyeluruh.
5
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam abad 21,
(Malang: Bayumedia, 2004). h. 101
6
Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2005), h. 19
3
sampai pada pembinaan komitmen moral mereka yang dalam bahasa agama kita
agama. Inilah permasalahan utama pendidikan agama dan umum di sekolah yaitu
agama yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat sebagai suatu kesatuan sistem.7
dalam meningkatkan kualitas (nilai) tanggungjawab moral dan akhlak siswa? Hal
di sekolah umum dari sudut pandang keterpaduan antara sekolah, keluarga dan
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
7
Imran Siregar, Pendidikan Agama Terpadu: Studi Kasus SMU Kraksaan Probolinggo
Jawa Timur, Riset, (t.tp.: t.p., t.th.), h. 76
4
BAB II
PEMBAHASAN
kesatuan yang utuh. Tipologi hubungan antara sains dan agama menurut Ian. G.
Barbour, sebagai tokoh pengkaji hubungan sains dan agama telah memetakan
bersahabat dari pandangan yang terdahulu. Yakni, doktrin yang dimiliki sains dan
agama sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren (bersangkut paut)
dari bukti tentang desain alam, yang dengan keajaiban struktur alam membuat
manusia semakin menyadari dan meyakini alam ini sebagai karya Allah swt.
b. Theology Of Natural, yaitu Pada pandangan ini, terdapat klaim bahwa sumber
utama teologi bersumber diluar sains, namun pendangan ini juga berpendapat
bahwa doktrin tradisional harus tetap dirumuskan ulang dalam pandangan sanis
terkini.
8
Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Quran Pergulatan Membangun Tradisi
dan Aksi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Press, 2004), h. 32
5
c. Sintesis Sistematis, yaitu Merupakan cara pandang dalam hubungan antara
sains dan Agama dengan hubungan yang lebih sistematis dapat dilakukan jika
sains dan agama memberikan kontribusi kearah pandangan dunia yang lebih
dasar pandangan dan keyakinan, pemegang, atau pendirian untuk melakukan suatu
terlihat variatif dan nuansif, namun demikian, kesemuanya merupakan usaha yang
meliputi: Pertama Pendidikan Islam adalah bagian dari proses rubbubiyah Tuhan.
menggambarkan dasar dan tujuan pendidikan Islam, dan sekaligus menjadi arah
9
Achmad Mukhsin, Integrasi Sains dan Agama: Peluang dan Tantangan bagi Universitas
Islam Indonesia, h. 56
10
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1990), h. 148
6
pandangan tentang pemaknaan manusia yang dijadikan prinsip dasar pendidikan
Islam yaitu:
a. Prinsip keterbukaan
d. Prinsip integralitas11
dilakukan oleh dan untuk manusia. Karena itu pemahaman tentang manusia baik
pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan, dan hal ini merupakan
a. Ketuhanan
b. Keterpaduan
c. Kesinambungan
d. Keaslian
e. Bersifat ilmuah
f. Bersifat praktikal
g. Kesetia kawanaan
h. Keterbukaan12
11
Zulkabir dkk, Islam Konseptual dan Kontekstual, (Bandung: Itqan, 1993), h. 54
12
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Al
Husna,1988), h. 137
7
Dari pendapat tersebut ditemukan beberapa struktur ide dasar yang
prinsip tersebut merupakan prinsip dasar yang ideal, dan inilah yang membedakan
pendidikan islam tetap hidup, pendidikan Islam diorganisasikan oleh umat Islam
sendiri melalui sekolah swasta dan pusat-pusat pelatihan, hingga kini, lembaga
pendidikan seperti pesantren, sekolah umum berciri khas Islam, dan madrasah
ajaran islam, juga dalam konteks Indonesia dijadikan sebagai bahan mata
pelajaran dengan istilah “Pendidikan agama islam” dalam hal ini pendidikan Islam
dilepaskan dari kehidu pan bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama islam,
bahkan pendidikan Islam itu berkaitan erat dengan agama islam sendiri, oleh
13
Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikn Islam Antara Hasan Al-Banna dengan
Muhammad Natsir, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2011), h. 96
14
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Rosdakarta, 1995), h.
54
8
karena itu, setelah pendirian departemen agama yang sekarang lebih dikenal
dengan istilah Kementrian Agama RI pada tanggal 3 januari tahun 1946 maka
mulai saat itu pendidikan islam di sekolah diatur secara resmi oleh pemerintah. 15
bab VI pasal 30 ayat 1-5. Berangkat dari keistimewaan dan karakteristik yang
melekat dalam pendidikan islam itu serta kondisi bangsa Indonesia yang
Indonesia menempati posisi stretegis dan berada di deretan yang paling utama.
Bahkan lebih dari itu, pendidikan islam ini hendaknya menjadi mainstream dan
pola formal yang dipunyai Negara, pendidikan Islam selama ini mempunyai nilai-
15
Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikn Islam Antara Hasan Al-Banna dengan
Muhammad Natsir, h. 99
16
Tim penyusun, undang-undang sisdiknas (System Pendidikan Nasional) No 20 tahun
2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 16
17
Kasinyo Harto, Arah Pengembangan Pendidikan Islam, (Palembang: Perspektif balai
diklat keagamaan Palembang, 2008), h. 16
9
nilai luhur semisal nilai demokrasi, karena memberikan kesempatan belajar bagi
kepada pemerintah.18
Islam dalam sistem pendidikan nasional, secara implisit, dari catatan sejarah
rumah penduduk yang dilakukan oleh para penyebar agama Islam, kemudian
Ketetapan Tap MPRS Nomor 2 Tahun 1960 oleh Chaerul Saleh selaku kaetua dan
pada semua tingkat pendidikan, mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan
18
Tilar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka cipta, 2002), h. 79-80
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 182
10
tinggi, di samping pengakuan bahwa pesantren dan madrasah sebagai lembaga
dan kebudayaan adalah unsur mutlak dalam nation and caracter building,
dan wajib diikuti oleh setiap peserta didik sesuai dengan agama masing-masing.
Akhirnya, Tap MPR Nomor 2 Tahun 1988 tentang Asas Tunggal yang menetapkan
undang Nomor 20 Tahun 2003 (juga tentang Sistem Pendidikan Nasional). usaha
20
Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Wacana Logos
ilmu, 2005), h. 17
21
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Edisi Revisi (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2007), h. 204
22
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers. 1996), h. 28
11
Pendidikan Islam dan pendidikan nasional terdapat 3 segi yang dapat
itu sendiri. Kedua, dari hakikat pendidikan islam dan kehidupan beragama kaum
satu bentuk realisasi dari UU Sisdiknas tersebut, Integrasi adalah alternatif yang
holistik).24
mengingat pendidikan selama ini dipengaruhi oleh dualisme yang kental antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum atau sekuler yang menyebabkan dikotomi
Bukti nyata dari kebutuhan adanya panduan dan model integrasi ilmu ini
dengan reintegrasi ilmu, sampai pada kebijakan dari pemerintah, seperti kebijakan
12
tahun 1989, madrasah mengalami perubahan “sekolah agama” menjadi “sekolah
Pendidikan Nasional”.
satu atap” sistem pendidikan nasional dan memiliki status serta hak yang sama.
“pendidikan Islam”.25
menjadi Jargon yang mendapat sambutan luar biasa dari cendikiawan Muslim,
mulai Al-Maududi 1930-an, S.H. Nasr, Naquib Al-Attas dan Ja’far Syaikh Idris
Sardar. Islamisasi sains tersebut tidak lain adalah sebuah reintegrasi ilmu, dalam
menangkal ilmu (sekuler) yang disertai isme-isme yang datang dari luar yang
belum tentu sesuai dengan peredaran darah dan tarikan nafas yang kita anut, yang
ataupun umum misalnya terbit buku Integrasi Ilmu; sebuah rekonstruksi holisitk
25
Wahjudin Sumpeno, Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral,
(Bandung: University Press IKIP Bandung, 1996), h. 27
13
karangan Mulyadi Kertanegara, yang diharapkan menjadi buku dasar untuk UIN
walaupun masih bersifat umum. Melacak jejak Tuhan: Tafsir Islami atas Sains
karangan Mehdi Golshani yang sekarang menjadi hak paten milik negara dan oleh
kebersamaan dan kekompakan interaksi atau apa yang disebut Piaget sebagai
dorongan moral komponen pembentukan struktur itu sangat penting. Oleh karena
itu, pendidik seharusnya tidak hanya sekedar membekali dan menjejali siswa
dengan pengetahuan tentang tujuan serta analisis dari hubungan antara tujuan
dengan alat.27
26
Wahjudin Sumpeno, Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral, h.
28
27
Wahjudin Sumpeno, Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral, h.
28-29
14
mengenai Islam dalam konteks kehidupan modern. Kedua, membekali anak didik
berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah. Kelima,
membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan
satu sisi, harus berhadapan dengan ‘subjek-subjek sekuler’, dan pada sisi lain
biasanya terdiri dari jenis keilmuan umum seperti matematika, fisika, biologi,
28
Wahjudin Sumpeno, Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral, h.
30
15
Sementara subjek-subjek keagamaan terdiri dari jenis sains wahyu seperti
pembelajarannya bersifat parsial dan terfragmentasi antara sains wahyu ilahi dan
wahyu yang tertulis dalam lembaran buku yang dibaca oleh ummat Islam setiap
hari: dan al-Qur’an yang terhampar (created quran), yaitu alam semesta, jagat raya
knowledge
Action Consistency
29
Wahjudin Sumpeno, Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral, h.
32
16
irannya bisa menyatukan ketiga kutub ilmu tersebut. Berangkat dari pola
pikir integratif, yaitu menyatukan arti kehidupan dunia dan akhirat, maka
pendidikan umum pada hakikatnya adalah pendidikan agama juga, begitu pula
sebaliknya, pendidikan agama adalah juga pendidikan umum. Idealnya tidak perlu
secara padu. Perpaduan itu harus terjadi sebagai proses pelarutan dan bukan
adanya penyatuan ilmu/ sains dengan nilai-nilai ajaran Islam, persoalan dikotomi
akan dapat dicarikan jalan keluarnya. Wawasan ilmu tidak lagi dipisahkan secara
dikotomis dalam pembagian ilmu-ilmu ‘agama’ dan ilmu-ilmu ‘umum, tetapi akan
tanziliyyah (ayat-ayat yang tersurat dalam alQur’an/ hadits) dan ilmu tentang ayat
nilai Islami pun disusun mencakup seluruh wawasan keilmuan sehingga akan
institusi pendidikan yang disiapkan. Begitu pula secara spesifik strategi belajar
30
Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1991), h.
114
17
mengajar termasuk model, metode dan pendekatan pembelajaran sebagaimana
Kurikulum Baru (subdirektorat kurikulum 2006), antara lain meliputi: agama dan
memahami bahwa ilmu Allah itu terdiri dari ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat
qouliyah, sebenarnya Allah telah mengisyaratkan adanya dua kategori ilmu yang
berbeda yaitu ilmu mengenai cakrawala (afaq) dan ilmu mengenai diri manusia
َس ُنِر ْيِهْم ٰا ٰي ِتَنا ِفى اٰاْل َفاِق َو ِفْٓي َاْنُفِس ِهْم َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُهْم َاَّن ُه اْلَح ُّۗق َاَو َلْم َيْك ِف ِبَر ِّب َك َاَّن ٗه َع ٰل ى ُك ِّل
32
َش ْي ٍء َش ِهْيٌد
Terjemahnya:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa (Al-Qur’an) itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. (Q.S.
Fushshilat: 53).
Jadi, Menurut al-Qur’an ilmu itu bukannya dua macam, kauniyah (ilmu-
ilmu alam, nomothettic) dan qouliyah (ilmu-ilmu theological), tetapi tiga macam.
Katakan yang ketiga itu adalah nafsiyah. Kalau ilmu kauniyah berkenaan dengan
31
Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, h. 115
32
Kementerian Agama RI, Al-Qur’anul Karim, (Surabaya: Al-Hikmah Press, 2012), h.
385
18
hukum alam, ilmu qauliyah berkenaan dengan hukum Tuhan, dan ilmu nafsiyah
berkenaan dengan makna, nilai dan kesadaran. Ilmu nafsiyah inilah yang disebut
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
pendidikan Islam tidak terlepas dari universalitas keilmuan yang harus diterapkan
antara pelajaran umum dan agama terintegrasi dalam bentuk: common matter
33
Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, h. 116
19
integrated with religious matter (mengintegrasikan materi pelajaran umum dengan
tersebut antara lain: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian;
pembelajaran mengarah pada proses leader (mampu memilih bola yang harus
dijemput) dan manager (tahu bagaimana mengelola bola) tanpa terlepas dari
20
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Edisi Revisi, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2007.
21
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1990.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam abad 21,
Malang: Bayumedia, 2004.
Mukhsin, Achmad, Integrasi Sains dan Agama: Peluang dan Tantangan bagi
Universitas Islam Indonesia, ABHATS: Jurnal Islam Ulil Albab 2.1. 2021.
Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas
Islam Masa Depan, Malang: Bayumedia, 2004.
22