Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT DAN PENDIDIKAN

MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN

PENYUSUN

KELOMPOK 2

LAURA RENITA (2205010146)

WAHYU SATRIA (2205010198)

INTAN ANDRIANA SAPUTRI (2205010153)

DOSEN PENGAMPU :

ANISA NOVERITA, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AL MAKSUM

LANGKAT

TAHUN AJARAN 2023-2024


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur sudah sepatutnya kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat Dan
Pendidikan” secara tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada sayyidul Alam Rasullulah Muhammad SAW yang telah membawa peradaban
manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang ini dengan
melimpahkan ilmu yang bermanfaat.

Penyusunan makalah ini kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media intenet guna memenuhi tugas Mata kuliah Filsafat
Pendidikan. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu dalam pemahaman
Filsafat Dan Pendidikan.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing
kami, dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal.
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan yang Maha
Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan
makalah kami selanjutnya.

Demikianlah makalah ini kami buat, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penyusun. Oleh sebab itu
penyusun mengharapkan adanya kritikan dan saran untuk memperbaiki makalah ini menjadi
perkembangan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Stabat, 20 April 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................1


B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................3
C. TUJUAN........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4

A. KONSEP FILSAFAT...................................................................................4
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN..................................................................6
C. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN PENDIDIKAN...............................7
D. FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI DASAR
UNTUK PELAKSANAAN PENDIDIKAN YANG HUMANIS..............10

BAB III PENUTUP..................................................................................................15

A. KESIMPULAN.............................................................................................15
B. SARAN..........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Filsafat humanisme adalah sebuah aliran filsafat yang menempatkan
kebebasan manusia baik berfikir, bertindak dan bekerja sebagai segala-galanya,
berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya peradaban modern. Selain itu
filsafat humanisme juga merupakan aliran yang membentuk basis untuk filsafat
pendidikan khususnya dalam pengajaran bagian psikologi, teoriteori psikologi
merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi
sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran.
Orientasi-orientasi pengajaran pada umumnya berhubungan dengan
pemahaman kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan pengajaran efektif, yang
paling utama yaitu orientasi-orientasi psikologis yang telah
mempengaruhi filsafat-filsafat pengajaran terutama psikologi humanistik.
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam perannya di masa yang akan
datang. (Hamalik, 2011: 2)
Pendidikan juga merupakan aspek universal dalam proses mengubah sikap
sekelompok orang melalui upaya pendidikan, pengajaran dan pelatihan,
berdasarkan UUSPN No.20 tahun 2003 pendidikan yaitu usaha terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang menjadikan peserta
didik lebih aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai kecerdasan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
bangsa dan negara. Satu sisi pendidikan merupakan interaksi antarmanusia secara
terus menerus, disisi lain pendidikan merupakan interaksi manusia dengan
lingkungan dalam meningkatkan dan merubah psikomotorik, kognisi, dan efektif.
Pendidikan yaitu tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan
kesadaran dan wawasan antar manusia demi kelangsungan kehidupan. Usaha
dalam meningkatkan kesadaran, kepribadian anak, serta pengembangan
kreativitas melahirkan pendekatan pendidikan yang disebut dengan “humanisasi”
dalam proses pendidikan sekarang. Pendidikan harus Kembali pada wajahnya

1
asli, yaitu suatu proses transformasi nilai yang memanusiakan manusia.
(Baharudin & Makin, 2014:15) Humanis pada kamus ilmiah popular adalah
doktrin yang menekankan pada kepentingan-kepentingan manusia dan ideal (Al-
Barry & AT, 2008: 134).
Humanisme merupakan salah satu aliran filsafat yang modern atau
“antireligius”, pada satu sisi humanis merupakan dukungan yang optimistik
terhadap kemampuan manusia atau kemungkinan yang akan terjadi. Filsafat
humanisme mempunyai beberapa pandangan hidup yang berpusat pada
kebutuhan dan ketertarikan manusia (Mas‟ud, 2002:129). Dari sisi Historis
“Humanis” berarti suatu gerakan intelektual dan kasustraan yang pertama kali
muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 Masehi (Abidin, 2002:25).
Gerakan ini disebut juga dengan gerakan kebudayaan modern, khusus pada
kebudayaan Eropa. Tokoh yang disebut sebagai pelaksana gerakan ini antara lain
Dante, Boccaceu, Michelangelo, dan Petrarca. Penyimpangan pemahaman antara
pemimpin agama dan filosof di masa renaissance mengakibatkan terjadinya
pertentangan dan perpisahan antara agama dan humanisme di Barat. Pendidikan
humanisme merupakan sistem pendidikan nasional, pendidikan ini cenderung
lebih manusiawi dan mengutamakan komunikasi, dimana jika pendidikan ini
terjalin akan menjadi salah satu jembatan dalam membentuk karakter siswa.
Pendidikan humanis merupakan salah satu konsep yang sangat strategis
untuk meningkatkan kualitas SDM (sumber daya manusia) karena memiliki
toleransi yang tinggi antar sesama manusia. Dalam mewujudkan pendidikan
yang humanis, maka perlu dukungan penuh dari sekolah dalam menetapkan
metode pendidikan humanis sebagai upaya untuk menghapus kekerasan yang
terjadi pada sekolah, dimana sekolah merupakan tempat mengembangkan
potensi, bakat serta membentuk karakter siswa yang baik (Setiawan, 2019).
Pembelajaran merupakan salah satu proses dalam menjalankan pendidikan,
terdapat tiga lingkup komponen dalam membentuk pembelajaran, yaitu pertama;
kurikulum, merupakan materi yang akan diajarkan, selanjutnya proses yang
menggambarkan bagaimana materi yang akan diajarkan, terakhir produk yaitu
hasil dari proses pembelajaran. Instrumen untuk tercapainya tujuan pendidikan
adalah kurikulum, kurikulum merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran
pada semua jenis tingkat pembelajaran, dengan adanya kurikulum pembelajaran
akan terstruktur sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
2
Guru memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan seorang siswa
melalui proses pembelajaran, dimana guru harus menciptakan pembelajaran yang
kreatif, inovatif, aktif dan efektik. Namun terdapat beberapa kendala yang
dihadapi dalam proses pembelajaran berdasarkan konsep pendidikan humanisme
yaitu proses pembelajaran siswa lebih fokus pada pengembangan potensi siswa,
metode pembelajaran yang dilakukan lebih mengarah pada kemampuan siswa
untuk menghafal materi yang diajarkan bukan untuk dianalisis sehingga
pengembangan intelektual siswa tidak tercapai dan menciptakan generasi yang
pandai secara teoritis bukan yang cerdas dalam menganalisa.
Penerapan konsep pendidikan humanisme pada sekolah juga memiliki
beberapa kelebihan, yakni: 1) konsep pendidikan humanisme diterapkan dalam
materi pembelajaran untuk pembentukan karakter siswa; 2) berdampak positif
pada perkembangan kepribadian siswa, dan; 3) konsep humanisme
mengedepankan aspek memanusiakan manusia atau memberi siswa untuk
beragumen bebas. Penerapan konsep pendidikan humanisme harus
seimbang dengan pengembangan intelektual agar terciptanya keseimbangan
antara potensi siswa dengan kemampuan secara intelektual, jika kedua tercapai
maka emosi dari siswa akan terkontrol dengan baik.

B. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Konsep filsafat.
2. Konsep pendidikan.
3. Hubungan filsafat dan pendidikan.
4. Filsafat pendidikan sebagai dasar untuk pelaksanaan pendidikan yang humanis.

C. TUJUAN
Tujuan dalam makalah ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat memahami konsep filsafat.


2. Mahasiswa dapat memahami konsep pendidikan.
3. Mahasiswa dapat memahami hubungan filsafat dan pendidikan.

3
4. Mahasiswa dapat memahami filsafat pendidikan sebagai dasar untuk pelaksanaan
pendidikan yang humanis
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP FILSAFAT
Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Bila kita membicarakan filsafat maka
pandangan kita akan tertuju jauh ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada masa itu
semua ilmu dinamakan filsafat. Dari Yunanilah kata filsafat ini berasal, yaitu dari kata philos
dan sophia. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan Sophia artinya kebijakan atau
kearifan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik
secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai
suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat
(masyarakat). Mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang dan mengatakan: filsafat
hidup saya adalah hidup seperti oksigen, menghidupi orang lain dan diri saya sendiri. Atau
orang lain lagi mengatakan: Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia. Ini adalah
contoh sederhana tentang filsafat seseorang.

Selain itu, masyarakat juga mempunyai filsafat yang bersifat kelompok. Oleh karena
manusia itu makhluk sosial, maka dalam hidupnya ia akan hidup bermasyarakat dengan
berpedoman pada nilai-nilai hidup yang diyakini bersama. Inilah yang disebut filsafat atau
pandangan hidup. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filsafat bangsa.

Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian- kajiannya


menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren (runtut).
Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran besar yang menjadi titik tolak dan inti
pandangan terhadap berbagai pertanyaan filsafat. Misal: aliran empirisme berpandangan
bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka tidak akan ada
pengetahuan. Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang menangkap objek-objek
di sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi dan diolah oleh akal
sehingga menjadi pengetahuan.

Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban- jawaban


filsafat bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan

4
seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu berusaha untuk mendapatkan
keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi
jawaban yang diberikan berlaku umum, tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain,
filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di
dalamnya) secara sistematis.

Seorang filsuf akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia. Pandangannya


yang luas memungkinkan ia melihat segala sesuatu secara menyeluruh, memperhitungkan
tujuan yang seharusnya. Ia akan melampaui batas- batas yang sempit dari perhatian yang
khusus dan kepentingan individual.

Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran penting
dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan
berusaha untuk mencapai kearifn dan kebajikan. Kearifan merupakan hasil dari filsafat dari
usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan dan menentukan
implikasinya, baik yang tersurat maupun yang tersurat dalam kehidupan.

Filsafat cenderung mempertanyakan apa saja secara kritis. Sebagaimana dinyatakan di


atas bahwa membahas masalah manusia, alam semesta bahkan Tuhan. Jawaban filsafat
sebagaimana dicontohkan di atas berbeda dari jawaban spontan. Perbedaannya terletak pada
pertanggungjawaban rasional jawaban filsafat. Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya
berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan serta
harus dipertahankan secara argumentatif, dengan argumen-argumen yang objektif, artinya
yang dapat dimengerti secara intersubjektif (Magnis Suseno, 1995:20).

Bidang kajian filsafat itu sangat luas, karena permasalahan yang dikemukakan bersifat
mendasar atau radikal. Ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu pasti, fisika, kimia, sosiologi,
ekonomi, psikologi dan sebagainya secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan
pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu membatasi diri pada tujuan atau bidang
tertentu. Untuk meneliti bidang itu secara optimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan
metode-metodenya dan oleh karena itu ilmu-ilmu khusus itu tidak memiliki sarana teoritis
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di luar perspektif pendekatan khusus masing-masing.
Artinya, ilmu-ilmu khusus itu membahas objeknya hanya dari satu sudut pandang tertentu
yang lebih sempit cakupannya dibandingkan ilmu filsafat. Ilmu filsafat membahas objeknya
secara lebih umum atau menyeluruh. Sebagaimana dicontohkan di atas bahwa filsafat
membahas tentang hakikat manusia; berarti manusia secara menyeluruh, bukan hanya
5
jiwanya (kajian psikologi) atau interaksinya satu dengan yang lain (kajian sosiologi) atau
kebutuhan hidupnya (kajian ekonomi).

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN
George F. Kneller (Dwi Siswoyo, 1995: 5) mengatakan pendidikan dapat dipandang
dalam arti luas dan teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti yang luas,
pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh
berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan pikiran (mind), watak (character),
atau kemampuan fisik (physical ability) individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung
terus seumur hidup.

Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses yang terjadi di dalam masyarakat melalui
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga lain), yang
dengan sengaja mentransformasi warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan
ketrampilan-ketrampilan dari generasi ke generasi. Sedangkan dalam arti hasil, pendidikan
adalah apa yang diperoleh melalui belajar, baik berupa pengetahuan, nilai-nilai maupun
keterampilan-keterampilan. Sebagai suatu proses, pendidikan melibatkan perbuatan belajar
itu sendiri; dalam hal ini pendidikan sama artinya dengan perbuatan mendidik seseorang atau
mendidik diri sendiri.

John Dewey (1916: 3) mengatakan bahwa pendidikan dalam arti yang sangat luas
diartikan sebagai cara atau jalan bagi keberlangsungan kehidupan sosial. Setiap orang adalah
bagian dari kelompok sosial yang terlahir dalam kondisi belum memiliki perangkat-perangkat
kehidupan sosial seperti bahasa, keyakinan, ide-ide ataupun norma-norma sosial.
Keberlangsungan kehidupan sosial itulah yang menjadi pengalaman hidup manusia.

Gerald L. Gutek (1988: 4) mengatakan bahwa pendidikan dalam pengertian yang


sangat luas adalah keseluruhan proses sosial yang membawa seseorang ke dalam kehidupan
berbudaya. Spesies manusia secara biologis melakukan reproduksi sebagaimana halnya
makhluk hidup lainnya, tetapi dengan hidup dan berpartisipasi dalam sebuah kebudayaan,
manusia secara bertahap mengalami proses ‖menjadi‖ sebagai penerima dan partisipan dalam
sebuah kebudayaan. Banyak orang dan lembaga sosial yang terlibat dalam proses akulturasi
generasi muda.

Selanjutnya, Gutek (1988: 4) mengatakan bahwa pendidikan dalam arti yang lebih
formal dan sempit terjadi di sekolah, yaitu suatu agensi khusus yang dibentuk untuk
menanamkan keterampilan, pengetahuan dan nilai-nilai dalam diri subjek didik. Di sekolah
6
terdapat guru-guru yang dipandang ahli dalam proses pembelajaran. Pendidikan informal
berhubungan pula dengan pendidikan formal atau persekolahan. Program pengajaran,
kurikulum dan metode mengajar harus dikaitkan dan disesuaikan dengan ketentuan yang ada
dalam masyarakat.

Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup


tumbuhnya anak-anak, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu
agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi- tingginya.

Dengan pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli dan yang tercantum
di dalam undang-undang, dapat diperoleh gambaran mengenai unsur- unsur esensial yang
tercakup didalam pendidikan, yaitu:

1) Pendidikan dapat diartikan dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, pendidikan
adalah proses transformasi pengetahuan, sikap, nilai-nilai, perilaku dan ketrampilan dari
pendidik kepada peserta didik. Dalam arti luas, pendidikan adalah proses pembudayaan
yang berlangsung sepanjang hidup manusia.
2) Pendidikan mengandaikan adanya hubungan antara dua pihak, yaitu pendidik dan subjek
didik yang saling memengaruhi walaupun berbeda kemampuannya, untuk melaksanakan
proses pendidikan
3) Pendidikan adalah proses sepanjang hayat yang tidak berhenti sampai manusia
menghadapi kematian.
4) Pendidikan merupakan usaha yang menjadi ciri khas aktivitas manusia.

C. HUBUNGAN FILSAFAT DAN PENDIDIKAN


Manfaat filsafat bagi ilmu pendidikan adalah filsafat membantu ilmu pendidikan
untuk mengkaji, merumuskan, dan menjawab pertanyaan tentang apa itu pendidikan, apa
tujuan pendidikan, apa manfaat pendidikan, apa fungsi dari pendidikan, apa itu kurikulum,
pengetahuan apa yang harus diajarkan kepada peserta didik, bagaimana peserta didik dapat
belajar, bagaimana komunikasi yang harus dibangun antara guru dengan peserta didik, apa
hakikat peserta didik, dan berbagai persoalan lainnya yang menjadi bahan kajian filsafat
pendidikan. Semua pertanyaan ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menggugat eksistensi
atau keberadaan sesuatu atau yang sering disebut dengan pertanyaan ontologi yang harus
dijawab oleh filsafat pendidikan.
7
Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-
faktor realitas dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan. Filsafat
dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, akan berdirilah filsafat
pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan
yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan kata lain,
kemunculan filsafat pendidikan ini disebabkan oleh banyaknya perubahan dan
permasalahan yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh ilmu
filsafat. (Jalaluddin, 2013: 32). Beberapa konsep tentang filsafat pendidikan, yakni:
Pertama, filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat
dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan. Kedua, filsafat
pendidikan berusaha menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman bermanusia ini
sesuai dengan kehidupan baru. Ketiga, filsafat pendidikan mengandung upaya untuk
mencari konsep-konsep yang menempatkan manusia di tengah-tengah gejala-gejala yang
bervariasi dalam proses pendidikan. Keempat, mempelajari filsafat pendidikan karena
adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan pandangan
terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaiki keadaan pendidikan. Persoalan
pendidikan yang berhubungan dengan bimbingan, penilaian, metode, dan lain-lain
merupakan tanggung jawab filsafat pendidikan yang sangat bergantung pada usaha
bimbingan tingkah laku anak didik dan sikapnya terhadap masyarakat. Kelima, filsafat
pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, konsep, andaian yang terpadu satu sama
lainnya (Jalaluddin, 2013: 10-11).

Filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan, baik pendidikan dalam
arti teoritis maupun praktik. Setiap teori pendidikan selalu didasari oleh suatu sistem filsafat
tertentu yang menjadi landasannya. Demikian pula, semua praktik pendidikan yang
diupayakan dengan sungguh-sungguh sebenarnya dilandasi oleh suatu pemikiran filsafati
yang menjadi ideologi pendorongnya. Pemikiran filsafati tersebut berusaha untuk diwujudkan
dalam praktik pendidikan.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Imam Barnadib bahwa filsafat


pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan
pendidikan. John Dewey, seorang filsuf Amerika yang sangat terkemuka mengatakan bahwa
filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai
pendidikan (Barnadib, 1994: 4)

8
Selanjutnya, Imam Barnadib mengatakan bahwa hubungan filsafat dan pendidikan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Hubungan keharusan. Berfilsafat berarti mencari nilai-
nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini
dalam kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan berbekal
teori-teori pendidikan yg diberikan antara lain oleh pemikiran filsafat .

Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan
metodologi pendidikan. Sebaliknya pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan
pertimbangan bagi filsafat utk mengembangkan pemikiran pendidikan. Filsafat memberi
dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das Sollen (yang seharusnya), sedangkan praksis
pendidikan berusaha mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi
masukan dari realita terhadap pemikiran ideal pendidikan dan manusia. Jadi, ada hubungan
timbal balik di antara keduanya

Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi
dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) filsafat
pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya
untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta
menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai.

Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) hubungan fungsional antara filsafat dan teori
pendidikan adalah:

1. Filsafat merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai untuk memecahkan


problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan.
2. Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki
relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan
menjadi ilmu pendidikan.
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan
objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih
mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan
9
dan mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut
pandangannya berlainan.
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seorang guru sebagai pendidik dia
mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya
pada masalah pendiidkan pada umumnya serta bagaimana masalah itu mengganggu pada
penyekolahan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah
dan sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu
klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutama
dalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengujian kopetensi minimal dan kesamaan
kesepakatan pendidikan.

Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat


pendidikan, dalam hal ini pendidikan bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau
pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan
kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Manusia
berhubungan dengan filsafat dalam proses pendidikan karena manusia harus mampu
berfilsafat dalam dunia pendidikan. Mampu menjalankan proses pendidikan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih.

D. FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI DASAR UNTUK PELAKSANAAN


PENDIDIKAN YANG HUMANIS.
Pendidikan merupakan tempat yang sangat ideal untuk menanamkan nilai-
nilai kemanusiaan dan untuk mengangkat harkat serta martabat manusia
ketempat yang lebih mulia, selain itu dengan pendidikan manusia dapat memiliki
kemampuan kognitif, dan kesiapan mental yang sempurna dan berkesadaran
maju yang berguna bagi mereka untuk terjun kemasyarakat, menjalin hubungan
sosial, dan memikul tanggung jawab mereka sebagai individu maupun sebagai
makhluk sosial.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kemakmuran dan kejayaan suatu masyarakat
atau bangsa sangat bergantung pada sejauh mana keberhasilan dalam bidang
pendidikan. Filsafat humanisme ini berusaha memahami prilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandangpengamatnya.

10
Selain itu Filsafat humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan
para pendidik yang mengikuti filsafat humanisme biasanya memfokuskan
pembelajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakteristik yang
sangat kuat yang tampak dari para pendidik yang mengikuti filsafat humanisme.
Filsafat humanisme juga memiliki tujuan belajar yaitu untuk memanusiakan
manusia, proses belajar di anggap berhasil jika anak memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri.
Penekanan dalam filsafat humanisme ini adalah penyelidikan efek emosi
dan hubungan interpersonal terhadap terbentuknya prilaku belajar, yang melibatkan
intelektual dan emosi sehingga tujuan akhir belajarnya adalah mengembangkan
kepribadian peserta didik, nilai-nilai yang di anut, kemampuan sosial, dan konsep
diri yang berkaitan dengan pencapaian prestasi akademik. Bertitik tolak dari
latar belakang itu, maka fokus dalampembahasan ini adalah membahas
bagaimana aplikasi teori humanism itu di terapkan dalam proses pembelajaran.
Untuk melihat implikasi humanisme lebih lanjut, makka berikut iniakan
ditelaah aspek-aspek pendidikan dalan tinjauan filsafat humanisme, meliputi
pendidik, peserta didik, kurikulum, dan metode pendidikan.

a. Tujuan pendidikan
Dari abad ke-16 sampai ke-17 filsafat pendidikan aliran Humanisme,
penekanan pada pendidikan bebas seperti gagasan orang-orang Yunani dan Romawi.
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan harus terdiri dari suatu susunan mata-mata
pelajaran yang terbatasi, tetapi yang harus dikuasai dengan sebaik-baiknya.
Matapelajaran itu harus memiliki kekuatan untuk melatih dan mengembangkan
tubuh dan akal budi manusia.
Tujuan pendidikan dari fillsafat humanisme adalah membantu anak untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Guru yang berperan sebagai
11
orangtua kedua disekolah mengharapkan siswanya untuk dapat memahami dir
secara mandiri, mengembangkan potensi dirinya yang bersifat positif dan
meminimalisir potensi yang bersifat negatif. Dua pandangan mengenai tujuan
pendidikan dari aliran humanisme ini, yaitu:

12
1) Pengetahuan harus menjadi tujuan pendidikan. Maksud pendidikan
adalah mengorganisir segala pengetahuan;
2) Disiplin mental adalah tujuan pendidikan. Maksud pendidikan
terutama Sastra Yunani dan Romawi adalah disiplin pikiran dan untuk
mengembangkan otak (kemampuan kognitif) yang merupakan daya penyerap
pengetahuan, termasuk daya ingat dan daya pikir. Pikiran sehat dalam tubuh yang
sehat bersama-sama dengan perilaku moral. Kemudia atas desakan John Locke,
matematika dalam kurikulum disamping sastra kuno.Walaupun saat ini
pandangan ini ditolak oleh sebagian besar dari para pendidik sekuler, tetapi
beberapa neo humanis tetap menganggap penting bahwa daftar “buku-buku
terkenal” dapat membentuk dasar yang cukup bagi pendidikan.

b. Peranan Siswa
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran terhadap siswa lebih kepada
proses belajarnya daripada hasil belajar.

c. Peran Guru

Peran guru dalam pembelajaran filsafat humanisme adalah menjadi fasilitator


bagi para siswa yaitu guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Psikolog humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yaitu

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,


situasi kelompok, atau pengalaman kelas.

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan menjelaskan tujuan-tujuan


perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum.

13
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai
kekuatan pendorong yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna .

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar


yang paling luas dan mudah untuk dimanfaatkan para siswa untuk
membantumencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk


dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan


menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok.

7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur- angsur


dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pandanganya sebagai seorang
individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaanya dan
juga pikiranya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak
oleh siswa.

d. Kurikulum

Kurikulum Humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik.


Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J Rousseau (Romantic
education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka
bertolak dari asumsi bahwa anak atau sisKwa adalah yang utama dan pertama
dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya
kemampuan dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga
berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu

14
kesatuan yang menyeluruh.

Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang


lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama di pegang oleh guru.
Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu
upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks dan akrab. Berkat situasi
tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah
menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan
mengembangkan pemecahan sendiri. Pendidikan mereka lebih menekankan
bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa) dan bagaimana merasakan atau
bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri
sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filsafat dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena filsafat mengandung hal-hal
yang seharusnya dilaksanakan di dalam praktik pendidikan, demikian pula praktik pendidikan
dapat menjadi bahan pemikiran reflektif mengenai pendidikan. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.

Hubungan antara filsafat dengan filsafat Pendidikan yaitu keduanya memiliki


keterkaitan satu sama lainnya. Filsafat Pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai
kebijakan pendidikan melalui berbagai teori filsafat yang membahas mulai dari akar-akarnya.
Filsafat merupakan induk dari berbagai ilmu pengetahuan lainnya, termasuk di dalamnya
ilmu dalam pendidikan. Filsafat berusaha menjawab berbagai macam permasalahan dalam
dunia pendidikan. Oleh karena itu, sistem pendidikan membutuhkan sebuah ilmu filsafat
untuk mendukung terlaksananya tujuan pendidikan yang diinginkan.

B. SARAN
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami selaku
penulis memohon kepada pembaca supaya berkenan memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini

16
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1994. Filsafat pendidikan: Sistem dan metode. Yogyakarta: Andi Offset

Brubacher, John S. 1950. Modern Philosophy of Education. New York: McGraw-Hill Book
Company, Inc.

Jalaluddin, H dan Abdullah Idi. 2007. Filsafat pendidikan manusia,Filsafat dan


pendidikan. Yogyakarta : AR-Ruzz Media

Jalaluddin, H & Idi Abdullah. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Saifullah, Ali, 1983, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya : Penerbit Usaha Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai