KELOMPOK 3 – M23.6
Penyusun :
1. Nurul Ilmi (230407500053)
2. Tiara Ainurrahma (230407501076)
3. Muakmar Mugianto (230407500062)
4. Tria Anita Welujeng (230407501083)
5. Nurizky Rahmatullah Az. S (230407500069)
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Pendidikan yang Cocok Digunakan Di Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para
pembaca dan juga penulis mengenai konsep pendidikan yang tepat untuk di implementasikan
di Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Rohana, M.Pd . selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Selain itu, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
2.1 Definisi Pendidikan....................................................................................................................3
2.2 Konsep Pendidikan Menurut Ki hajar Dewantara.................................................................5
2.3 Konsep KTSP, K-13, dan Kurikulum Merdeka......................................................................8
2.4 Konsep Pendidikan Diluar Negeri yang dapat di Terapkan di Indonesia...........................11
2.5 Konsep Pendidikan yang Cocok Digunakan Di Indonesia...................................................13
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................15
3.2 Saran.........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang dinamis dengan jumlah penduduk yang besar dan
masyarakat yang beragam. Faktor geografis yang luas dan ragam budaya dari Sabang hingga
Merauke memperumit tantangan pendidikan, termasuk kesenjangan akses pendidikan,
perbedaan kualitas antar wilayah, serta kurangnya keselarasan antara kurikulum pendidikan
dan tuntutan global. Selain itu, globalisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah
lanskap ekonomi dan tuntutan akan keterampilan yang diperlukan di era globalisasi.
Pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi masa depan untuk menghadapi tantangan
ini, termasuk kemajuan teknologi, revolusi industri 5.0, perubahan iklim, dan tantangan
global lainnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
e. Definisi Pendidikan Berdasarkan Antropologi
Berdasarkan pandangan antropologi Berdasarkan pandangan Antropologi,
pendidikan merupakan suatu proses manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
untuk itu antropolog merumuskan “bahwa sekolah merupakan sebuah benda
budaya yang menjadi skema nilai-nilai dengan membimbing masyarakat’. Dengan
adanya berbagai metode pengajaran kurang makbul dari media pendidikan,
sehingga sangat bertubrukan dari analisis sumber yang di dapat di lapangan oleh
para ahli Antropolog. Untuk itu tugas para pendidik bukan hanya menekankan
nilai kebudayaan tetapi juga mengaturnya dan mengonfrontasikan Bersama
gagasan dan tindakan pendidikan sebagai sebuah kebulatan”
1. Manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan
berkarakter. Artinya pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia yang
berpendirian teguh terhadap nilai-nilai agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak
dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan
pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya.
3. Manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh,
kemajuan yang dimaksud yaitu memiliki kekuatan untuk memperjuangkan
5
kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala
pembangunan yang humanis.
Dalam membentuk pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara mengedepankan tiga ajaran
tentang pendidikan yaitu :
6
Asas ini menegaskan bahwa setiap pribadi di satu sisi tunduk pada hukum alam, tapi
di sisi lain dikaruniai akal budi yang potensial baginya untuk mengelola
kehidupannya. Berdasarkan konsep asas kodrat alam ini, Ki Hadjar Dewantara
menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan berasaskan akal-pikiran manusia yang
berkembang dan dapat dikembangkan.
2. Asas kemerdekaan.
Dala pemikiran Ki Hadjar Dewantara asas kemerdekaan berkaitan dengan upaya
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki kebebasan yang
bertanggungjawab sehingga menciptakan keselarasan dengan Masyarakat.
3. Asas kebudayaan.
Asas ini bersandar pada keyakinan kodrati bahwa manusia adalah makhluk
berbudaya. Artinya, manusia mengalami dinamika evolutif dalam khasanah
pembentukan diri menjadi pribadi yang berbudi pekerti.
4. Asas kebangsaan.
Asas ini hendak menegaskan bahwa seseorang harus merasa satu dengan bangsanya
dan di dalam rasa kesatuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan rasa
kemanusiaan. Dalam konteks itu pula, asas ini diperjuangkan Ki Hadjar Dewantara
untuk mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi yang dapat tumbuh dan terjadi
berdasarkan daerah, suku, keturunan atau pun keagamaan.
5. Asas kemanusiaan.
Asas ini menegaskan pentingnya persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam
konteks Ki Hadjar menegaskan bahwa manusia di Indonesia tidak boleh bermusuhan
dengan bangsa-bangsa lain.
Menurut Ki Hajar Dewantara, konsep pendidikan yang sesuai dengan karakter dan
budaya orang Indonesia adalah konsep pendidikan yang tidak memakai syarat paksaan sebab
Indonesia terdiri atas nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih saying,
cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan.
Sehingga, dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional itu, Ki Hadjar yakin pendidikan yang
khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga
semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni : Pertama, Ing Ngarsa
7
Sung Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas
digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa,
artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan
terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri
Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang
dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya. Konsep pendidikan
berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang
dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka
pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan
berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif, kehidupan
sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi
memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan
lingkungan sosialnya.
Istilah kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani
kuno. Curriculum berasal dari kata curir, artinya pelajari, dan curere artinya tempat berpacu.
Dalam bahasa Inggris, curriculum berarti rencana pelajaran (Fuaduddin, 1997:3). Curriculum
diartikan ”jarak” yang harus “ditempuh” oleh pelari. Dari makna yang terkandung dari kata
tersebut, kurikulum secara sederhana diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh atau diselesaikan oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa kurikulum berarti perangkat
mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan atau perangkat mata kuliah
mengenai bidang keahlian khusus (Tim Penyusun Kamus PPPB, 1995:546). Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum
berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing
jenis/jenjang/ satuan pendidikan yang pada gilirannya merupakan pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
8
pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan kedalam
sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan
arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional
pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Karakteristik dalam paket kompetensi yang ada pada KTSP memiliki
karakteristik yang sama dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Antara
KBK dan KTSP sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun perencanaan
pendidikan yang mengacu pada standar, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan
muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan sampai pengembangan
sylabus.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, struktur kurikulum merupakan
pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran
pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur
kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan.
9
Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada budi pekerti dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi.
Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan
pendekatan tematik dan kontekstual, diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
10
pendidikan. Dimana dalam setiap aktivitas yang dilakukan baik maupun peserta
didik tidak terlepas dari perangkat yang berbasis digital. Konsep pendidikan
kurikulum merdeka belajar mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta penguasaan teknologi.
Setelah peserta didik dinyatakan lulus dalam ujian PSLE, peserta didik tersebut akan
meneruskan pendidikannya di sekolah menengah dengan kurikulum “O” level selama empat
tahun atau “N” level selama lima tahun, sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Kurikulum ini pun mencakup mata Pelajaran Bahasa inggris, Bahasa ibu, matematika,
sciencedan humanitis. Lalu pada tahun ketiga pelajar dapat dikenankan memilih untuk
mengambil kelas kesenian, science, ilmu tata niaga atau jurusan teknik. Setelah itu peserta
didik akan melaksanakan ujian akhir yaitu Singapore-Cambridge General Certificate of
Education ‘Ordinary’ (CGE ‘o’ level) atau ‘Normal’ (CGE ‘N’ level). Dengan
dilaksanakannya kurikulum tersebut, pelajaran disana dilatih dan diajarkan bagaimana cara
berpikir kritis.
11
Selanjutnya sistem Pendidikan di negara Australia. Sistem pendidikan di negara
Australia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sekolah negeri dan sekolah swasta. Kebanyakan
sekolah bertipe “Co-edukational” (menerima pelajar pria dan wanita) dengan adanya
pengecualiaan di beberapa sekolah menengah swasta. Secara umum, lama pendididkan dasar
dan pendidikan menengah yang ada di Australia sama dengan di Indonesia, yaitu selama 12
tahun. Program wajib belajar di autralia sama seperti Indonesia, yaitu diwajibkan sampai
dengan kelas 10, kelas 11, dan kelas 12 yang disebut sebagai Senior Secondary. Lalu setelah
lulus dari kelas 12, pelajar akan melalui kualifikasi Senior Secondary Certificate of Education
yang diakui dari negara bagian masing-masing untuk masuk ke Universitas yang ada di
Australia maupun diluar negeri.
Dibalik banyaknnya persamaan sistem pendidikan yang ada diluar negeri dan
Indonesia, ternyata ada beberapa perbedaan, seperti pendidikan luar negeri jauh lebih
menekankan pada proses pembelajaran dengan metode bermain, belajar berinteraksi dengan
sekitar, dan juga mengeksporasi lingkungan. Dengan pelaksanaan metode pembelajaran
tersebut, diharapkan dapat membantu para peserta didik untuk melatih perkembangan
motorik serta respon mereka dengan baik.
Di sistem pendidikan luar negeri, peserta didik akan dibimbing untuk membuka
pemikiran mereka seluas-luasnya serta mencari jalan keluar suatu permasalahan dengan cara
yang benar dan tidak instan, sehingga dapat menghasilkan suatu yang baik dan tepat.
Contohnya, belajar dengan giat agar persiapan ujian dapat dilakukan secara matang dan
maksimal sehingga mendapatkan hasil yang baik.
Sistem pendidikan yang sekarang ada di Indonesia masih terlihat umum dan kurang
mengarahkan peserta didik untuk melihat serta memaksimalkan bakat dan kemampuan
mereka. Ada beberapa sistem pendidikan negara lain yang cocok diterapkan di Indonesia,
namun juga ada yang tidak cocok diterapkan di Indonesia. Sebagai contoh, sistem pendidikan
full day, di Indonesia tentu saja tidak asing dengan sistem pendidikan tersebut, dimana
peserta didik akan mendapatkan jam sekolah dari pagi hingga sore namun tetap dengan porsi
yang tepat. Tetapi ada juga beberapa daerah yang menerapkan sistem pendidikan full day
hingga malam, sistem ini tidak cocok dengan pendidikan di Indonesia yang mayoritas
masyarakat memiliki keinginan untuk lebih lama berkumpul dengan keluarganya, sehingga
sistem pedidikan full day sampai malam dinilai tidak efisien untuk diterapkan.
12
Lain halnya jika kita menerapkan sistem pendidikan seperti di negara Australia yang
beberapa sekolah atau universitasnya tidak membebankan syarat kelulusan dengan ujian
nasional atau skripsi, yakni dengan melihat sisi kompeten siswa atau mahasiswa saat
berlangsungnya pembelajaran setiap hari. Hal ini sangat berguna untuk menciptakan peserta
didik yang menjadi lebih aktif dan lebih berkualitas. Selain itu system pembelajran dengan
pengstrukturan minat dan bakat juga akan sangat berguna untuk membantu para peserta didik
dalam menemukan passionnya. Dengan adanya sistem pendidikan tersebut, maka peserta
didik tidak akan merasa bosan dalam belajar, karena mereka akan dengan sangat senang
melakukan sutau kegiatan pembelajran yang benar-benar mereka minati. Sehingga pasti hasil
yang akan didapat juga sangat memuaskan.
Menurut Wagid: 2009, sistem pendidikan yang dimunculkan oleh Ki Hadjar Dewantara
dapat menjadi sistem unggulan dalam pendidikan dan menjadikan manusia Indonesia
memiliki daya cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, sistem among (revolusi mental) yang
digagasnya dapat menjadi sistem yang unggul dan khas dalam menghadapi persaingan
pendidikan antar negara.
Dalam konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara dijelaskan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dimana guru dapat menentukan sendiri cara
mengajarnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik, ,seorang anak harus dimerdekakan
batin, pikiran dan tenaganya, sistem pendidikan dilandaskan dengan prikemanusiaan,
penyebaran pendididikan dan pengajaran kepada seluruh masyarakat, dan guru harus penuh
keiklasan dan kesucian hati mendidik anak-anak. Dan hal yang paling penting dalam
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan harus menjunjung tinggi sukacita
dan membuka kekuatan pikiran dan watak anak, itu sebabnya ia mengedepankan pendidikan
dengan sistem among (Dewantara, 1957: 21-23) yang menjelaskan bahwa sistem among
mengutamakan mendidik murid menjadi manusia yang berdiri sendiri dalam merasa, berpikir,
dan bertindak. Di samping itu, dalam sistem among, guru juga harus melatih muridnya untuk
mencari sendiri pengetahuan yang mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia lahir dan batin
lalu memakainya dengan bermanfaat.
13
Selain itu, Choerul Mahfud menyarankan untuk mewujudkan pendidikan multikultural
di Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi keberagaman Indonesia. Pendidikan
multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran
dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses
belajar menjadi efektif dan mudah serta mengantarkan siswa menjadi manusia yang toleran
dan menghargai perbedaan.
Adapun menurut H.M. Arifin, 2010 dalam mewujudkan perubahan pendidikan dan
perkembangan kearah yang lebih baik, maka perlu adanya penyesuaian dan realisasi dalam
pembelajaran dan kehidupan, sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat menghasilkan
kualitas yang baik yaitu dengan pembaharuan karakter. Pendidikan karakter merupakan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada pserta didik yang meliputi komponen:
kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, sehingga menjadi manusia sempurna
sesuai dengan kodratnya. Dengan adanya konsep pendidikan karakter diharapkan agar peserta
didik mampu menghargai dan cakap akan perbedaan yang ada disekitarnya sebab pendidikan
bermuara pada pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial sesuai UUD 1945 dan
tujuan pendidikan Nasional yaitu bangsa yang lebih mengedepankan pendidikan dan moral
yang sebagai kunci utama perkembangan dan kemajuan bangsa, maka pendidikan karakter
merupakan hal yang sangat penting.
Sejatinya, konsep pendidikan yang cocok digunakan di Indonesia adalah konsep
pendidikan yang mencerminkan kebutuhan negara mulai dari tingkat perkembangan, budaya
maupun tantangan sosial serta konsep tersebut terus berkembang dan disesuaikan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Maka, dengan melihat kondisi, tantangan, dan potensi Indonesia adalah jelas bahwa
transformasi pendidikan bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Diperlukan upaya
kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, keberanian untuk mengadopsi konsep
pendidikan yang inklusif, adaptif, dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Perubahan
dalam kurikulum, pengajaran, dan penilaian bukanlah suatu opsi lagi, melainkan pondasi bagi
peradaban yang berkelanjutan. Dengan demikian, mari kita bersama-sama membangun
fondasi pendidikan yang menjangkau, mengilhami, dan mempersiapkan generasi mendatang
untuk menghadapi tantangan global dengan penuh keyakinan. Hanya dengan pendidikan
yang inklusif, inovatif, dan relevan, Indonesia dapat melangkah maju sebagai pemimpin
dalam mengubah dunia menuju masa depan yang lebih cerah.
3.2 Saran
Dari diskusi tentang berbagai konsep pendidikan, mungkin telah tergambar gambaran
masa depan pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan adaptif. Namun, kesuksesan
implementasi bergantung pada keterlibatan semua pihak. Oleh karena itu diperlukan upaya
kolektif yakni saling bekerja sama antara pendidik, siswa, dan masyarakat untuk
memperbaiki sistem pendidikan agar terwujudnya visi pendidikan yang memberdayakan
generasi masa depan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, A., Munandar, S. A., Fitriani, A., Karlina, Y., & Yumriani. (2022). Pengertian
Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan. Al Urwatul Wutsqa: Kajian
Pendidikan Islam, 2(1), 1–8.
Samho, Bartolomeus & Yasunari, Oscar. (2010). Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dan Tantangan Implementasinya Di Indonesia Dewasa Ini. Bandung: Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Kosassy, S. O. (2017). Analisis konsep dan implementasi kurikulum 2013. Pelita Bangsa.
Pelestari Pancasila, 12(1), 78-89.
Manalu, J. B., Sitohang, P., & Henrika, N. H. (2022). Pengembangan perangkat pembelajaran
kurikulum merdeka belajar. Prosiding Pendidikan Dasar, 1(1), 80-86.
Zaini, H. (2015). Karakteristik kurikulum 2013 dan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). El-Idare: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(01), 15-31.
Supriatin, A. & Nasution, A. (2017). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Praktik
Pendidikan di Indonesia. Elemtary, 3(1), 1-13.
Munirah. (2015). Sistem Pendidikan di Indonesia: antara Keinginan dan Realita. Auladuna,
2(2), 233-245.
Noer, A dkk. (2017). Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran Menurut Az-Zarnuji
dan Implikasinya terhadap Pendidikan Karakter di Indonesia. Jurnal Al-Hikmah, 14(2). 182-
206.
16