KELOMPOK 4 – M23.6
Penyusun :
Nurul Ilmi (230407500053)
Dhea Rahma Fajri (230407500056)
Filiyah Nabila. S (230407501073)
Nur Salsabilah Rahman (230407501074)
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam perkembangan individu dan
masyarakat. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, banyak teori belajar telah
dikembangkan untuk membantu pendidik memahami bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan dan keterampilan. Salah satu teori yang memiliki dampak signifikan dalam
dunia pendidikan adalah teori belajar konstruktivis. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh
Jean Piaget pada awal abad ke-20 dan kemudian dikembangkan oleh tokoh seperti Lev
Vygotsky dan Jerome Bruner.
Teori belajar konstruktivis menekankan bahwa individu aktif dalam membangun
pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan mereka.
Ini berarti bahwa pembelajaran bukanlah proses pasif di mana pengetahuan ditransfer dari
guru ke siswa, tetapi melibatkan siswa secara aktif dalam konstruksi pemahaman mereka
sendiri. Implikasi dari teori ini sangat penting dalam pembelajaran karena mempengaruhi
bagaimana pendidik merancang pengalaman belajar untuk siswa.
1.3 Tujuan
Karli (2003:2)
menyatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses
belajar, pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interaksi dengan lingkungannya.
2.2 Pelopor Teori Belajar Kontruktivisme
Tokoh-tokoh pendidik yang menggagas pendekatan Konstruktivisme dalam
belajar antara lain; John Dewey; Jean Piaget; Maria Montessori; dan Lev Vigotsky.
Namun, Teori belajar kontruktivisme yang lebih dikenal adalah menurut Lev Vygotsky dan
Jean Piaget.
Lev Semenovich Vygotsky merupakan cendekia yang berasal dari Rusia, dia seorang
ahli dalam bidang psikologi, filsafat, dan sastra. Filosofi Vygotsky yang sangat terkenal
adalah mengenai manusia dan lingkungan, menurut Vygotsky “manusia tidak seperti hewan
yang hanya bereaksi terhadap lingkungan, manusia memiliki kapasitas untuk mengubah
lingkungan sesuai keperluan mereka‟ (Schunk, 2012 : 338). Pemikiran filosofis Vygotsky
mengenai manusia kemudian menjadi pelopor lahirnya teori konstruktivisme sosial yang
artinya membangun kognitif anak melalui interaksi sosial. Vygotsky sangat tertarik mengupas
esensi dari serangkaian aktivitas bermakna di lingkungan social-kultural dalam
memperngaruhi konstruksi kognitif seorang anak. Maka dari itu pemikiran vygotsky sering
disebut sebagai perspektif sosiokultural.
Vygotsky mengemukakan pentingnya faktor-faktor sosial dalam belajar. Karena
selama kegiatan belajar terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan dalam kondisi
sosial. Dengan mengemukakan bahwa belajar itu harus berlangsung dalam kondisi sosial,
terlihat betul bahwa dalam belajar konstruktif. Maka hal ini menjadi para peneliti konstruktif,
mereka di kenal dengan nama konstruktivis sosial. Menurut Vygotsky, dasar fungsi mental
manusia dibentuk secara alami dan dalam menumbuhkembangkan fungsi mental tersebut,
maka manusia membutuhkan peranserta masyarakat dan budaya. Selanjutnya terkait dengan
konsep dalam teori konstruktivisme Lev Vygotsky, Ormrod menjelaskan, bahwa Vygotsky
berpendapat ada beberapa hal penting berkait dengan teorinya tersebut :
a. Terdapat jalinan hubungan antara anak dan orang dewasa baik secara formal ataupun
informal yang akan memberikan pemahaman terhadap anak mengenai cara mereka
berkembang.
b. Semua budaya mempunyai arti pada upaya peningkatkan ranah kognitif pada anak,
makna budaya terhadap anak disisni memiliki tujuan untuk membimbing anak
menjalani kehidupannya secara produktif dan efisien.
c. Berdasarkan pendapat Vygotsky perkembangan kognitif anak sangat tergantung pada
bagaimana kemampuanya dalam menguasai bahasa.
d. Proses perkembngan mental secara sempurna terjadi ketika anak telah melakukan
aktifitas sosial, kemudian secara perlahan akan mengalami pendalaman pada kognitif
seorang anak bisa digunakan secara bebas.
e. Berdasarkan pendapat Vygotsky bahwa proses berfikir yang sempurna sangat
bergantung pada bagaimana anak melakukan hubungan sosial. Seperti halnya
berdiskusi membahasa masalah ataupun fenomena, bersama orang-orang yang lebih
dewasa dan memiliki pengetahuan lebih darinya.
f. Seorang anak memiliki kemampuan mengerjakan tugas secara sempurna apabila tugas
yang diberikan itu sifatnya menantang maka hal itu akan memberikan dorongan
pererkembangan kognitif seorang anak dengan optimal.
Ada dua prinsip yang perlu diturunkan dari teori konstruktivisme Vygotsky diantaranya :
1) Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses komunikasi sosial yang
diawali dengan proses mengindra terhadap symbol atau tanda.
2) Zona of proximal development, yakni seorang pendidik merupakan mediator yang
mempunyai peranan untuk membimbing siswanya mengkontruksi pengetahuannya.
Vygotsky menyebutkan bahwa belajar kontruktivisme ini adalah pengetahuan yang
memiliki tingkatan atau jenjang yang disebut dengan Scaffolding. Scaffolding memiliki arti
pemberikan bantuan terhadap seorang individu selama melewati tahap awal pembelajaran
pada ahirnya bantuan tersebut akan dikurangi. Kemudian nantinya anak tersebut akan
diberikan kesempatan untuk mengembanttanggung jawab yang besar tersebut sesudah anak
tersebut memiliki kemampuan sendiri. Adapun bantuan yang diberikan ketika pembelajaran
berlangsung bisa berupa pemberian contoh, arahan, peringatan, sehingga siswa tersebut dapat
mentelesaikan suatu permasalahan secara mandiri.
Sementara itu, Driver and Bell (dalam Suyono & Hariyanto, 2014, hlm. 106)
mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut.
Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
Belajar harus mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara
personal,
Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan
situasi lingkungan belajar,
Kurikulum bukanlah sekadar hal yang dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi dan sumber.
Jika ditinjau dari tujuan teori konstruktivisme, ada beberapa tujuan, sebagai berikut.
Menurut pendapat Thobroni (2015) tujuan belajar konstruktivisme, yaitu mendorong siswa
untuk ingin bertanya dan menggali pengertahuan sendiri terlebih dahulu, membantu siswa
bisa pemahaman konsep secara lengkap dan meningkatkan potensi siswa menjadi pemikir
yang mandiri.
Selain itu, ada beberapa tujuan lainnya yang merupakan hasil rangkuman dari
beberapa pendapat mengenai tujuan belajar konstruktivisme ini, antara lain sebagai berikut.
1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-
benda konkrit ataupun model artifisial
2) memperhatikan konsepsi awal siswa guna menanamkan konsep yang benar
3) sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah
(Karfi, dkk, 2002:6).
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik
dalam tujuan intruksional umum maupun tujuan intruksional khusus, diperlukan penggunaan
metode yang tepat yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam menyampaikan
materi pelajaran, seorang guru harus menggunakan metode yang tepat agar dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Untuk itu seorang guru harus
dapat memilih metode yang benar-benar sesuai dan mampu meningkatkan motivasi serta
pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran dan menerima pelajaran. Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu,
maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan pendekatan belajar yang menyempurnakan dari teori
mbelajar behavioristik dan kognitif. Pendekatan ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman siswa karena dalam teori belajar Konstruktivisme
menekankan pada keterlibatan siswa dalam menghadapi masalahmasalah yang
terjadi. Konstruktivisme mempunyai karakteristik yaitu :
1) belajar aktif (active learning)
2) siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional
3) aktivitas belajar harus menarik dan menantang
4) siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah
dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang disebut "bridging"
5) siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari
6) guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam
melakukan konstruksi pengetahuan
7) guru harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh
siswa dalam menempuh proses belajar
3.2 Saran
Konstruktivisme sebaiknya digunakan pada pebelajar yang sudah dapat berfikir
secara kritis. Konstruktivisme melibatkan pebelajar aktif dalam proses pembelajaran
yang dilakukan untuk dapat menghadapi masalah - masalah yang dihadapinya karena
menganut sistem pembelajaran penemuan (discovery learning) dan belajar bermakna
(meaningful learning).
DAFTAR PUSTAKA
As Janah Verrawati,
Implikasi Teori Konstruktivisme Vygotsky, Hlm.3-4