Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA


DALAM PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu : Ibu Dra. Hj. Syamsiah D, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 4 – M23.6

Penyusun :
Nurul Ilmi (230407500053)
Dhea Rahma Fajri (230407500056)
Filiyah Nabila. S (230407501073)
Nur Salsabilah Rahman (230407501074)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Teori Belajar Konstruktivis Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran”
guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya kontribusi dari berbagai pihak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para pengajar, teman-teman, dan keluarga yang
telah memberikan dukungan, wawasan, dan inspirasi dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang bermakna bagi
pemahaman kita tentang hukum dan prinsip-prinsip perkembangan.
Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
khususnya pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik kedepannya. Harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan tentang teori belajar kontruktivis
dan implikasinya dalam pembelajaran.

Makassar, 8 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam perkembangan individu dan
masyarakat. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, banyak teori belajar telah
dikembangkan untuk membantu pendidik memahami bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan dan keterampilan. Salah satu teori yang memiliki dampak signifikan dalam
dunia pendidikan adalah teori belajar konstruktivis. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh
Jean Piaget pada awal abad ke-20 dan kemudian dikembangkan oleh tokoh seperti Lev
Vygotsky dan Jerome Bruner.
Teori belajar konstruktivis menekankan bahwa individu aktif dalam membangun
pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan mereka.
Ini berarti bahwa pembelajaran bukanlah proses pasif di mana pengetahuan ditransfer dari
guru ke siswa, tetapi melibatkan siswa secara aktif dalam konstruksi pemahaman mereka
sendiri. Implikasi dari teori ini sangat penting dalam pembelajaran karena mempengaruhi
bagaimana pendidik merancang pengalaman belajar untuk siswa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu teori belajar kontruktivisme?


2. Siapakah pelopor teori belajar kontruktivisme?
3. Bagaimana karakteristik dari teori belajar kontruktivisme?
4. Apa tujuan belajar kontruktivisme?
5. Bagaimana implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian teori belajar konstruktivisme


2. Mahasiswa mampu menjelaskan pelopor teori belajar kontruktivisme
3. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik teori belajar kontruktivisme
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan belajar kontruktivisme
5. Mahasiswa mampu menjelaskan implikasi teori kontruktivisme dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Kontruktivis
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Indonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi
kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar,
sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar
kognitif. Tujuan penggunaan pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah
untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa. Konstruktivisme memiliki keterkaitan
yang erat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery learning) dan belajar
bermakna (meaningful learning). Kedua metode pembelajaran ini berada dalam konteks
teori belajar kognitif. Konstruktivisme adalah pembelajaran yang memberikan leluasan
kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan meraka sendiri atas atas
rancangan model pembelajaran yang buat oleh guru (Mustafa & Roesdiyanto, 2021).
Pengertian Teori Belajar Kontruktivisme juga disampaikan oleh para ahli, berikut
diantaranya:
 Menurut Thobroni & Mustofa (2015, hlm. 107)
Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya. Artinya, belajar dalam pandangan
konstruktivisme betul-betul menjadi usaha aktif individu dalam mengonstruksi makna
tentang sesuatu yang dipelajari.

 Yaumi & Hum (2017, hlm. 42)


Meungungkapkan bahwa konstruktivisme mengasumsikan bahwa siswa datang ke
ruang kelas dengan membawa ide-ide, keyakinan, dan pandangan yang perlu diubah
atau dimodifikasi oleh seorang guru yang memfasilitasi perubahan ini, dengan
merancang tugas dan pertanyaan yang menantang seperti membuat dilema untuk
diselesaikan oleh peserta didik.

 Karli (2003:2)
menyatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses
belajar, pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interaksi dengan lingkungannya.
2.2 Pelopor Teori Belajar Kontruktivisme
Tokoh-tokoh pendidik yang menggagas pendekatan Konstruktivisme dalam
belajar antara lain; John Dewey; Jean Piaget; Maria Montessori; dan Lev Vigotsky.
Namun, Teori belajar kontruktivisme yang lebih dikenal adalah menurut Lev Vygotsky dan
Jean Piaget.

A. Menurut Lev Vygotsky

Lev Semenovich Vygotsky merupakan cendekia yang berasal dari Rusia, dia seorang
ahli dalam bidang psikologi, filsafat, dan sastra. Filosofi Vygotsky yang sangat terkenal
adalah mengenai manusia dan lingkungan, menurut Vygotsky “manusia tidak seperti hewan
yang hanya bereaksi terhadap lingkungan, manusia memiliki kapasitas untuk mengubah
lingkungan sesuai keperluan mereka‟ (Schunk, 2012 : 338). Pemikiran filosofis Vygotsky
mengenai manusia kemudian menjadi pelopor lahirnya teori konstruktivisme sosial yang
artinya membangun kognitif anak melalui interaksi sosial. Vygotsky sangat tertarik mengupas
esensi dari serangkaian aktivitas bermakna di lingkungan social-kultural dalam
memperngaruhi konstruksi kognitif seorang anak. Maka dari itu pemikiran vygotsky sering
disebut sebagai perspektif sosiokultural.
Vygotsky mengemukakan pentingnya faktor-faktor sosial dalam belajar. Karena
selama kegiatan belajar terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan dalam kondisi
sosial. Dengan mengemukakan bahwa belajar itu harus berlangsung dalam kondisi sosial,
terlihat betul bahwa dalam belajar konstruktif. Maka hal ini menjadi para peneliti konstruktif,
mereka di kenal dengan nama konstruktivis sosial. Menurut Vygotsky, dasar fungsi mental
manusia dibentuk secara alami dan dalam menumbuhkembangkan fungsi mental tersebut,
maka manusia membutuhkan peranserta masyarakat dan budaya. Selanjutnya terkait dengan
konsep dalam teori konstruktivisme Lev Vygotsky, Ormrod menjelaskan, bahwa Vygotsky
berpendapat ada beberapa hal penting berkait dengan teorinya tersebut :
a. Terdapat jalinan hubungan antara anak dan orang dewasa baik secara formal ataupun
informal yang akan memberikan pemahaman terhadap anak mengenai cara mereka
berkembang.
b. Semua budaya mempunyai arti pada upaya peningkatkan ranah kognitif pada anak,
makna budaya terhadap anak disisni memiliki tujuan untuk membimbing anak
menjalani kehidupannya secara produktif dan efisien.
c. Berdasarkan pendapat Vygotsky perkembangan kognitif anak sangat tergantung pada
bagaimana kemampuanya dalam menguasai bahasa.
d. Proses perkembngan mental secara sempurna terjadi ketika anak telah melakukan
aktifitas sosial, kemudian secara perlahan akan mengalami pendalaman pada kognitif
seorang anak bisa digunakan secara bebas.
e. Berdasarkan pendapat Vygotsky bahwa proses berfikir yang sempurna sangat
bergantung pada bagaimana anak melakukan hubungan sosial. Seperti halnya
berdiskusi membahasa masalah ataupun fenomena, bersama orang-orang yang lebih
dewasa dan memiliki pengetahuan lebih darinya.
f. Seorang anak memiliki kemampuan mengerjakan tugas secara sempurna apabila tugas
yang diberikan itu sifatnya menantang maka hal itu akan memberikan dorongan
pererkembangan kognitif seorang anak dengan optimal.

Ada dua prinsip yang perlu diturunkan dari teori konstruktivisme Vygotsky diantaranya :
1) Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses komunikasi sosial yang
diawali dengan proses mengindra terhadap symbol atau tanda.
2) Zona of proximal development, yakni seorang pendidik merupakan mediator yang
mempunyai peranan untuk membimbing siswanya mengkontruksi pengetahuannya.
Vygotsky menyebutkan bahwa belajar kontruktivisme ini adalah pengetahuan yang
memiliki tingkatan atau jenjang yang disebut dengan Scaffolding. Scaffolding memiliki arti
pemberikan bantuan terhadap seorang individu selama melewati tahap awal pembelajaran
pada ahirnya bantuan tersebut akan dikurangi. Kemudian nantinya anak tersebut akan
diberikan kesempatan untuk mengembanttanggung jawab yang besar tersebut sesudah anak
tersebut memiliki kemampuan sendiri. Adapun bantuan yang diberikan ketika pembelajaran
berlangsung bisa berupa pemberian contoh, arahan, peringatan, sehingga siswa tersebut dapat
mentelesaikan suatu permasalahan secara mandiri.

B. Menurut Jean Piaget


Jean Piaget adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang
terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya.
Jean Piaget juga merupakan perintis besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan.
Prinsip-prinsip teori piaget terkait perkembangan kognitif meliputi skema, asimilasi,
akomodasi, ekuilibrasi. Piaget berpandangan bahwa pembelajaran merupakan penyesuaian
dari pengaruhpenyesuaian terhadap lingkungan. Piaget mendeskripsikan tiga proses dalam
penyesuaian yaitu proses asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah
pengumpulan dan pengelompokan informasi baru. Seorang individu dalam proses belajar
akan mendapatkan informasi baruyang kemudian akan dikumpulkan dan dikelompokkan ke
dalam skema yang ada. Skema merupakan elemen dalam struktur kognitif organisme. Skema
yang ada dalam organisme akan menentukan perilaku yang akan dilakukan dalam rangka
merespon lingkungan fisik.
Akomodasi merupakan modifikasi dari skema agar informasi yang baru dan
kontradiktif bisa diterjemahkan. Informasi yang telah terkumpul dalam skema-skema yang
telah ada sebelumnya kemudian dimodifikasi menjadi suatu skema (pengetahuan) yang baru.
Adapun ekuilibrasi merupakan dorongan secara terus menerus ke arah keseimbangan atau
ekuilibrium. Keseimbangan yang dimaksud yaitu keadaan dimana tidak ada kontradiksi yang
erjadi pada representasi mental lingkungan hidup.
Menurut piaget proses perkembangan pengembangan intelektual manusia terdiri dari
empat tahap yaitu
1) sensorimotor (lahir sampai dua tahun)
2) praoperasional (dua sampai tujuh tahun)
3) operasi konkret (tujuh sampai sebelas tahun)
4) operasi formal (sebelas tahun ke atas).

2.3 Karakteristik dari teori belajar kontruktivisme


Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa karakteristik yang dapat dilihat dari
proses pembelajarannya. Karakteristik pembelajaran konstruktivisme menurut Hanafiah dan
Suhana adalah sebagai berikut :
a. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan
pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.
c. Pandangan yang berbeda dari peserta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses
pembelajaran.
d. Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan berbagai
kemungkinan dan menyintesiskan secara terintegrasi.
e. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam
proses pencarian yang alami.
f. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan
peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.proses pembelajaran
dilakukan secara konstektual, yaitu peserta didik dihadapkan pada masalah nyata.

Sementara itu, Driver and Bell (dalam Suyono & Hariyanto, 2014, hlm. 106)
mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut.

 Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
 Belajar harus mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
 Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara
personal,
 Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan
situasi lingkungan belajar,
 Kurikulum bukanlah sekadar hal yang dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi dan sumber.

2.4 Tujuan Belajar Kontruktuvisme

Jika ditinjau dari tujuan teori konstruktivisme, ada beberapa tujuan, sebagai berikut.
Menurut pendapat Thobroni (2015) tujuan belajar konstruktivisme, yaitu mendorong siswa
untuk ingin bertanya dan menggali pengertahuan sendiri terlebih dahulu, membantu siswa
bisa pemahaman konsep secara lengkap dan meningkatkan potensi siswa menjadi pemikir
yang mandiri.

Selain itu, ada beberapa tujuan lainnya yang merupakan hasil rangkuman dari
beberapa pendapat mengenai tujuan belajar konstruktivisme ini, antara lain sebagai berikut.
1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-
benda konkrit ataupun model artifisial
2) memperhatikan konsepsi awal siswa guna menanamkan konsep yang benar
3) sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah
(Karfi, dkk, 2002:6).

Dan menurut (Thobroni, 2015:95) Tujuan konstruktivisme yaitu :

1) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari


sendiri pertanyanya
2) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap
3) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik
dalam tujuan intruksional umum maupun tujuan intruksional khusus, diperlukan penggunaan
metode yang tepat yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam menyampaikan
materi pelajaran, seorang guru harus menggunakan metode yang tepat agar dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Untuk itu seorang guru harus
dapat memilih metode yang benar-benar sesuai dan mampu meningkatkan motivasi serta
pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran dan menerima pelajaran. Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu,
maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan

2.5 Implikasi Teori Kontruktivisme Dalam Pembelajaran


Pada saat peserta didik memberikan jawaban, pendidik mencoba untuk tidak
mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun pendidik mendorong peserta
didiknya untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide
sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal peserta didik itu sendiri
(Suherman, 2003). Sehingga kita dapat menyatakan bahwa konstruktivisme adalah sebuah
teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
denga bantuan fasilitasi orang lain.
Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru
mengajar. Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di
kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan
memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan
pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Berkenaan dengan hal tersebut, guru
harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk
belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun,
mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam
kegiatan belajarnya (Setyosari, 1997). Kegiatan inilah yang dapat memberikan pengalaman
berlajar bagi siswa sehingga siswa mampu mengingat pengetahuan yang didapatnya lebih
lama dari pada belajar yang dilakukan dengan menghafal.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999) adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi;
b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.

 Disini, kami mengambil contoh implikasi teori kontruktivisme dalam pembelajaran


matematika
Contoh pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme diungkapkan Uba Umbara
(2017) yaitu pada materi segi empat dalam menentukan keliling persegi panjang, adalah
sebagai berikut :

a) Sediakan huruf A, B. C dan D pada kertas ukuran A4.


b) Sediakan rol meteran dengan panjang minimal 50 meter.
c) Ajak siswa ke lapangan yang ada di sekolah, misalnya lapangan basket. Karena
Lapangan basket merupakan contoh persegi panjang.
d) Satu orang siswa diminta untuk berjalan mengelilingi lapangan bola basket.
Selanjutnya siswa tersebut untuk menaruh huruf yang telah disediakan
sebelumnya.
e) Dua orang siswa diminta untuk mengukur panjang dari titik A ke titik B, dari titik B
ke titik C, dari titik C ke titik D dan dari titik D ke titik A. sementara siswa lain
diminta untuk menulis panjang/jarak dari masing-masing titik tersebut.
f) Setelah diketahui panjang masing-masing titik, mintalah masing - masing siswa
untuk menjumlahkan hasil pengukuran. Sehingga di dapat penjumlahan : 28 + 15 + 28
+ 15 = 86
g) Setelah itu, minta siswa untuk menyederhanakan penjumlahan tersebut,
sehingga di dapat (2 x 28) + (2 x 15) = 86
h) Guru memberikan penjelasan tentang arti panjang dan lebar. Sehingga
penyederhanaan penjumlahan tadi bisa diganti menjadi 2P + 2L = K.

Contoh di atas menunjukkan peran guru sebagai seorang fasilitator dalam


membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri
pengetahuan tentang konsep keliling. Perintah guru kepada siswa untuk
mengelilingi lapangan basket akan memberikan analogi dan pemahaman yang jelas
mengenai keliling suatu bangun datar, inilah yang akan menjadi jembatan bagi siswa
dalam memahami mengenai konsep keliling. Sementara perintah guru untuk
menjumlahkan hasil pengukuran dan menyederhanakannya kemudian merubah
penyederhanaan menjadi sebuah notasi P dan L merupakan contoh anak menggunakan
pengetahuan yang ada di dalam struktur kognitifnya.Dengan demikian, agar suatu
pengalaman baru dapat terkait dengan pengetahuan yang sudah ia miliki, maka
proses pembelajaran harus dimulai dari pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran
siswa ataupun mudah ditangkap siswa. Namun paling penting dan mendasar, tugas
utama seorang guru adalah menjadi fasilitator sehingga proses pembelajaran di kelasnya
dapat dengan mudah membantu para siswa untuk mengonstruksi pengetahuan yang baru
tersebut ke dalam kerangka kognitifnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan pendekatan belajar yang menyempurnakan dari teori
mbelajar behavioristik dan kognitif. Pendekatan ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman siswa karena dalam teori belajar Konstruktivisme
menekankan pada keterlibatan siswa dalam menghadapi masalahmasalah yang
terjadi. Konstruktivisme mempunyai karakteristik yaitu :
1) belajar aktif (active learning)
2) siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional
3) aktivitas belajar harus menarik dan menantang
4) siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah
dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang disebut "bridging"
5) siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari
6) guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam
melakukan konstruksi pengetahuan
7) guru harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh
siswa dalam menempuh proses belajar

3.2 Saran
Konstruktivisme sebaiknya digunakan pada pebelajar yang sudah dapat berfikir
secara kritis. Konstruktivisme melibatkan pebelajar aktif dalam proses pembelajaran
yang dilakukan untuk dapat menghadapi masalah - masalah yang dihadapinya karena
menganut sistem pembelajaran penemuan (discovery learning) dan belajar bermakna
(meaningful learning).
DAFTAR PUSTAKA

Mangun Wardoyo Sigit,


Teori (Mangun Wardoyo, 2013) Pembelajaran Konstrutivisme Dan Aplikasi
Pembelajaran Dalam Pembentukan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2013), Hal. 4
Yayu Tresna Suci
Menelaah Teori Vygotsky Dan Interdepedensi Sosial Sebagai Landasan Teori Dalam
Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Di Sekolah Dasar, Jurnal Kajian Penelitan
Pendidikan Dan Pembelajaran Vol.3, No.1 (Oktober 2018), PDF, Hal. 232
Ratna Wilis Dahar,
Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Tampa Tempat Terbit: Erlangga, 2011), Hlm.
152
Trianto,
Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007) hal. 15
Pannen, dkk. (2001)
Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas

As Janah Verrawati,
Implikasi Teori Konstruktivisme Vygotsky, Hlm.3-4

Anda mungkin juga menyukai