Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME


DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN

DOSEN PENGAMPU

Efri Gresinta, M.Pd.Si

DISUSUN OLEH

Andrianto (201641500030)
Triana Dewi (201641500075)
Sadudah (201641500009)
Yusrani (201641500092)
Yerullyn Hayu (201741570001)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS INDPRAPRASTA PGRI
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya maka makalah ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu sesuai
dengan yang diharapkan oleh Bapak/Ibu Dosen Pegampu Mata Kuliah “TEORI BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN” dengan judul: “Teori Belajar Konstruktivisme dan
Penerapannya Dalam Pembelajaran”.
Penulis menyadari sesungguhnya di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kelancaran makalah yang berikutnya. Dan tidak lupa juga penulis ucapkan
terima kasih atas semua pihak yang meluangkan waktunya dan memberikan sumbangan
pikiran dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata penulis tidak lupa mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
menuntun, melindungi dan menuntun kita semua, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, dan semoga pemikiran yang bersifat positif, baik selalu datang dari segala
arah.

Jakarta, 09 Juli 2018


Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan,
mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta
mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan
yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek
pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja,melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan
merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam
mengembangkan pengetahuannya.

Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan oleh gurunya.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan, melainkan
harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik tersebut. Peran guru dalam
pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator, yang
menyediakan stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan
ketika peserta didik, mengalami kesulitan belajar, ataupun menyediakan media dan
materi pembelajaran agar peserta didik itu merasa termotivasi, tertarik untuk belajar
sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan ahirnya peserta didik tersebut mampu
mengkontruksi sendiri pengetahuaanya.

Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran.


Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan
konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya.
Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa,
melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di
mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus
membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Melihat dari permasalahan tersebut, melatarbelakangi makalah kami. Selain
itu juga untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar
konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik
bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang
dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya
sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah untuk makalah ini adalah
“Bagaimanakah teori belajar konstruktivitisme pada pelaksanaan kegiatan belajar-
mengajar?”

C. BATASAN RUMUSAN MASALAH


 Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivitisme?
 Apakah ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme?
 Bagaimanakah prinsip teori belajar konstruktivitisme?
 Bagaimanakah proses belajar menurut teori konstruktivitisme?
 Apakah kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivitisme?
 Bagaimanakah implementasi teori belajar konstruktivitisme?
 Bagaimanakah hakikat teori belajar konstruktivitisme?

D. TUJUAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivitisme
 Untuk mengetahui ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme
 Untuk mengetahui prinsip teori belajar konstruktivitisme
 Untuk mengetahui proses belajar menurut teori konstruktivisme
 Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivitisme
 Untuk mengetahui implementasi teori belajar konstruktivitisme
 Untuk mengetahui hakikat teori belajar konstruktivitisme
E. MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan teori belajar
konstruktivisme sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang bermanfaat bagi
dunia pendidikan.
2. Dapat dipergunakan sebagai pemahaman dan gambaran bagi kita semua untuk
mengetahui teori belajar konstruktivitisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVITISME


Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran
Behaviorisme yang didukung oleh Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku
pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku
kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu menjadi tahu. Hal ini, kemudiannya beralih
kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana
ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individu diwakili melalui
struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan
informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema,
ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran
Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna
pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan
berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.
Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat
kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple
perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa “pengetahuan
dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang
lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui
kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting. Perspektif konstruktivisme
mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil.
Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara
belajar dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema
berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang
bersifat subyektif.
Jadi, konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis.
Menurut paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak dipindahkan dari
guru kepada murid dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu membina sesuatu
pengetahuan mengikuti pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah hasil daripada
usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid.

Tokoh-tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme


1. Jean Piaget
Teori belajar konstruktivistik yang dikembangkan oleh Piaget dikenal dengan
nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teorinya berisi konsep-
konsep utama di bidang psikologi perkembangan dan berkenaan dengan pertumbuhan
intelegensi, yang untuk Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih akurat
merepresentasikan dunia, dan dan mengerjakan operasi-operasi logis dari
representasi-representasi konsep realitas dunia.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara
pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Dari pandangan Piaget tentang
tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara
maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan
kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus
memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
2. Teori Vigosky
Teori belajar Vygotsky menekankan pada sosiokultural dan pembelajaran.
Siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial
disekitarnya. Pengetahuan, sikap, pemikiran, tata nilai yang dimilki siswa akan
berkembang melalui proses interaksi. konsep penting dalam teori Vygosky yaitu Zone
Of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Zone Of Proximal Development
adalah jarak antara perkembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan
potensial dimana siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dibawah bimbingan
orang dewasa. Sedangkan Scaffolding merupakan pemberian kepada peserta didik
selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
mmemberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawb yang makin besar
setelah dapat melakukannya sendiri.
Menurut teori Vygosky untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan
dibentuk, maka dirangkum dalam dua penjelasan yang bertahap. Pertama, realitas dan
kebenaran dari dunia luar mengarahkan dan menentukan pengetahuan. Kedua, faktor
eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan yang tumbuh melalui
interaksi faktor-faktor esternal (kognitif) dan internal (lingkungan dan sosial).

B. CIRI-CIRI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVITISME


Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu:
a. Mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa
b. Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa
c. Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa
d. Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa
e. Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
f. Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses
pengintegrasian pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman/pengetahuan
lama yang mereka miliki
g. Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk menemukan
berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi
h. Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing.
Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan siswa untuk mengingat pelajaran
lebih lama
i. Kontrol kecepatan, dan fokus pembelajaran ada pada siswa
j. Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas
dengan apa yang dialami langsung oleh siswa

C. PRINSIP TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVITISME


Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancer
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu
mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Tetapi harus diupayakan agar
siswa itu sendiri yang memanjatnya.
D. PROSES TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVITISME
Proses belajar konstruktivistik adalah pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya
dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Oleh sebab itu
pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses
gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya
bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya dikaitkan dengan sistem penghargaan
dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
 Peran siswa (si-belajar)
Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru harusnya dapat memberikan
peluang optimal bagi terjadinya proses belajar. Namun, yang menentukan
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Paradigma
konstruktivistik memandang siswa sudah memilik kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut adalah menjadi dasar dalam
mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu, meskipun kemampuan awal
tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendepat guru, sebaiknya
diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

 Peran guru
Guru membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut
memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengeklaim bahwa
satu-satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai dengan kemauannya.

 Sarana Belajar
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan siswa dalam mengkonstruksikan
pengetahuan sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan demikian siswa akan
terbiasa dan terlatihuntuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya,
mandiri, kritis, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikkirannya secara
rasional.
 Evaluasi Belajar
Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan
interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain
yang didasarkan pada pengelaman. Pandangan konsrktivistik mengemukakan bahwa
relitas ada pada pikiran seseoramg. Manusia mengkonstruksi dan
menginterprestasikannya berdasarkan pengalamannya.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIVISTIK


1. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik
Teori Konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
 Dalam Aspek Berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid
berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;
 Dalam aspek kefahaman seorang murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliksikannya
dalam semua situasi;
 Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat
meningkatkan kefahaman mereka;
 Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila seorang
murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru dalam
proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru.

2. Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik


Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:
 Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu
pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
 Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda;
 Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa;
 Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar,
tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku
yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran
yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
 Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya
kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;.

F. PENERAPAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME DI DALAM KELAS


Implementasikan berbagai metode mengajar kepada pebelajar. Pengusaaan
berbagai metode mengajar, dapat diplikasikan oleh guru setiap kali guru tersebut
melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru yang kaya akan metode mengajar, niscaya
dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis dan ceria di setiap pertemuannya.
Konstruktivisme mempertimbangkan keterlibatan siswa dalam memaknai pengalaman
sebagai inti dari pembelajaran.

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar


Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong
siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi “pemecah masalah”
(problem solvers).

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu


kepada siswa untuk merespon

Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagagsan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan
dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang
para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon
faktual yan sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan
merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan
mempertahankan gagasan atau pemikirannya.

4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangant membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-
gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang
mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan mampu
membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri. Jika
merasa nyama dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka dialog
yang sangat bermakna akan tercipta di kelas.

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, seringkali
siswa menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan
konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan
pengalaman nyata.

6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif


Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan
para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.
Gurukemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-
pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

G. HAKIKAT TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVITISME


Dalam belajar sesuatu peserta didik telah mempunyai prakonsep berdasarkan
pengalaman yang telah di perolehnya. Untuk itu, guru perlu mencermati prakonsep ini
dalam menanamkan konsep-konsep baru. Apabila prakonsep ini tidak diperhatikan,
kemungkinan akan terjadi miskonsepsi atau konsep yang salah. Apabila peserta didik
mempunyai miskonsepsi yang tidak dikoreksi atau dibiarkan, maka akan menyulitkan
peserta didik untuk belajar sesuatu secara benar.
Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan model
pembelajaran yang melibatkan beberapa tahap, yaitu:
1. Pengenalan
Tahap pengenalan merupakan pemberian hal-hal yang konkrit dan mudah
dengan contoh-contoh sederhana yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Pada
tahap ini, guru perlu mencermati melalui penilaian prakonsep atau kompetensi awal
yang dimiliki peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Tahap pembelajaran
kompetensi merupakan tahap di mana peserta didik mulai beranjak dari mengenali
kompetensi baru ke menguasai kompetensi dasar. Hasil penilaian akan menunjukkan
apakah peserta didik perlu diberi tahapan pemulihan, yaitu tahap di mana peserta
didik memulihkan prakonsep menjadi suatu konsep/kompetensi secara benar.

2. Pembelajaran kompetensi
Bila peserta didik telah menguasai kompetensi secara benar, guru dapat
menilai sejauh mana minat, potensi, dan kebutuhan dalam penguasaan kompetensi
dasar. Apabila peserta didik cukup berminat dan kompetensi dasar telah dikuasai
secara tuntas, tahap pemulihan dapat dilewati dan maju ke tahap berikutnya yaitu
tahap pendalaman. Apabila tahap pendalaman telah dilaksanakan, terdapat
otomatisasi berpikir dan bertindak sebagai perwujudan kompetensi. Selanjutnya,
dapat diberikan tahap pengayaan agar peserta didik memperoleh variasi pengalaman
belajar. Berbagai latihan dapat digunakan untuk mendalami atau memperkaya
kompetensi.
3. Pemulihan
Penilaian yang dilakukan menunjukkan apakah suatu kompetensi telah tuntas
dikuasai atau belum. Dari hasil penilaian dapat diketahui jenis-jenis latihan yang
perlu diberikan kepada peserta didik sebagai pemulihan, pendalaman, dan
pengayaan.

4. Pendalaman
Perlu dipertegas, bahwa strategi pembelajaran perlu mengikuti kaedah
pedagogik, yaitu pembelajaran diawali dari konkret ke abstrak, dari yang sederhana
ke yang kompleks, dan dari yang mudah ke sulit. Peserta didik perlu belajar secara
aktif dengan berbagai cara untuk mengkontruksi atau membangun pengetahuannya.
Suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam mata pelajarn sebaiknya dibangn siswa
dalam bimbingan guru. Strategi pembelajaran perlu mengkondisikan peserta didik
untuk menemukan pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan
dan menemukan sesuatu.

5. Pengayaan
Dalam hal pembelajaran seluruh peserta didik dalam hal ini perlu rasanya
untuk meningkatkan integrasi dan aktif dalam pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan)
diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi
melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interaksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.
Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan
oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi

B. SARAN
 Diharapkan kepada guru untuk menggunakan teori belajar konstruktivitisme dalam
proses belajar mengajar. Khususnya mata pelajaran matematika.
 Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang
digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkan dan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
 Saat menerapkan teori belajar konstruktivitisme guru harus kreatif mengelola kelas.
 Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat
situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
DAFTAR PUSTAKA

www.academia.edu/5687187/MAKALAH_TEORI_KONSTRUKTIVISME

Anda mungkin juga menyukai