Anda di halaman 1dari 7

Nama : Darna Fidiawati

NIM :18.10.004

A. Pengertian Anak Usia Sekolah

Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang
berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Sedangkan anak usia sekolah dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam
rentang usia 6-12 tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supraptini,
2004). Anak usia sekolah biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan
periode usia 6-12 tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur
yaitu tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun (DeLaune &
Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005). Kemampuan kemandirian anak dalam periode ini di luar
lingkungan rumah terutama di sekolah akan terasa semakin besar. Beberapa masalah sudah mampu
diatasi dengan sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan
yang ada. Rasa tanggung jawab dan rasa percaya diri dalam menghadapi tugas sudah mulai
terwujud, sehingga ketika anak mengalami kegagalan sering kali dijumpai reaksi seperti kemarahan
dan kegelisahan (Hidayat, 2005)

Tidak seperti bayi dan anak usia pra-sekolah, anak-anak dalam usia sekolah dinilai sudah
mampu untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai sosial. Anak usia sekolah menurut Erikson Wong
(2009) berada dalam fase industri. Anak mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan
pengetahuan dari kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak belajar berkompetisi dan bekerja
sama dari aturan yang diberikan. Anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan
mengembangkan kreativitas, keterampilan, dan keterlibatan dalam pekerjaan yang berguna secara
sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009). Dalam fase ini, perkembangan anak membutuhkan peningkatan
pemisahan dari orang tua dan kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang sebaya
serta berperan dalam merundingkan masalah dan tantangan yang berasal dari dunia luar (Nursalam,
2005).

B. Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan dan tuntutan baru
dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah dasar saat usia 6 atau 7 tahun
(Hurlock, 2004). Anak usia sekolah mengalami beberapa perubahan sampai akhir dari
periode masa kanak-kanak dimana anak mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun
(Hurlock, 2004; Santrock, 2008; Wong, 2009). Dalam tahap perkembangan anak di usia
sekolah, anak lebih banyak mengembangkan kemampuannya dalam interaksi sosial, belajar
tentang nilai moral dan budaya dari keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian
peran dalam kelompoknya. Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam
tahap ini seperti perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk menghargai
lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2005). Adapun beberapa tahap perkembangannya yaitu:

1. Perkembangan Fisik-Motorik
Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan
motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Fase atau usia sekolah dasar (7-12) tahun ditandai dengan
gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal
untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses
belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu,
perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Sesuai dengan
perkembangan fisik atau motorik anak yang sudah siap untuk menerima pelajaran
keterampilan, maka sekolah perlu memfasilitasi perkembangan motorik anak itu secara
fungsional. Upaya-upaya sekolah untuk memfasilitasi perkembangan fisik-motorik secara
fungsional tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a) Sekolah merancang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan atau
kehidupan anak seperti mengetik, menjahit, merupa, atau kerajinan tangan lainnya.
b) Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada para siswa, yang sejenisnya
disesuaikan dengan usia siswa
c) Sekolah perlu merekrut (mengangkat) guru-guru yang memiliki keahlian dalam bidang-
bidang tersebut diatas.
d) Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan pelajaran
tersebut

Menurut Hurlock (1978) pencapaian kemampuan-kemampuan tersebut kemudian


mengarah pada pembentukan keterampilan (skill). Keterampilan yang dipelajari dengan baik
akhirnya akan menimbulkan kebiasaan. Perkembangan psikomotorik berhubungan erat
dengan perilaku individu. Pada aspek sosial, masa remaja adalah masa mencari jati diri.
Keterampilan sosial berkembang pada konteks remaja ketika ia berinteraksi dengan orang
lain terutama dengan teman sebayanya. Percakapan mengenai topik-topik tertentu dalam
pergaulan membantu siswa melihat berbagai hal dari berbagai sudut pandang yang
selanjutnya mengembangkan cara berpikirnya. Sedangkan pada aspek moral dan emosi,
masa remaja adalah masa-masa yang sensitif dan reaktif bahkan ada yang cenderung
temperamental. Kondisi ini diakibatkan oleh lingkungan yang tidak baik.

2. Perkembangan Intelektual
Dalam pandangan Piaget, perkembangan kognitif pada hakekatnya adalah
perkembangan kemampuan penalaran logis. Baginya, berpikir dalam proses kognitif
tersebut lebih penting daripada sekedar mengerti. Pada masa remaja, peserta didik
mulai mengembangkan cara berpikirnya. Peserta didik mulai berpikir secara hipotesis
dalam menyelesaikan masalah yaitu mencari sumber permasalahan, mengkaji dan
mencari alternative pemecahannya. Sistem persekolahan dan keadaan social ekonomi
mempengaruhi terjadinya perbedaan pada perkembangan kognitif anak didik, demikian
pula dengan budaya, sistem nilai, dan harapan dalam masyarakat. Adapun karakteristik
perkembangan intelektual pada usia sekolah, yaitu:
 Anak SD sudah mereaksi rangsangan intelektual/ melaksanakan tugas belajar yang
menuntut kemampuan kognitif (CALISTUNG).
 Anak SD sudah mulai berpikir konkret dan rasional (AUD: berpikirnya masih
imajinatif/angan-angan saja/khayal).
 Tanda-tanda anak SD berpikir konkret: mengelompokkan benda berdasar ciri yg
sama, menyusun/mengasosiasikan angka-angka bilangan, dan memecahkan
masalah sederhana.
 Untuk mengembangkan daya kreativitasnya, maka perlu diberi peluang
bertanya/berpendapat.
 Upaya sekolah untuk memfasilitasinya adalah menyelenggarakan kegiatan
kompetisi bagi siswa terkait perkembangan kognitif, misal: cerdas-cermat,
mengarang, menggambar, menulis puisi, dll.
 Pengembangan intelektual siswa.
 Mengasah ketajaman pancaindra untuk menerima masukan dari luar (information
gathering).
 Mengarahkan persepsi dan perhatian untuk menjaring informasi.
 Mengevaluasi, melakukan penilaian (evaluation).
 Mengabstraksi, restrukturalisasi, membuat ringkasan (integrating).
 Menyimpulkan, menduga, elaborasi (generating).
 Identifikasi ciri penting (analyzing).
 Mengurutkan, membedakan, mengelompokkan (organizing).
 Mengingat dengan berbagai cara (remembering).

3. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan salah satu alat vital dalam perkembangan kognitif. Konsep-
konsep permasalahan yang dikaji akan lebih mudah dimengerti dengan bantuan bahasa.
Bahasa termasuk dapat berbentuk lisan atau tulisan dengan mempergunakan tanda
(coding), huruf (alphabetic), bilangan (numerical atau digital), sinar atau cahaya yang
dapat merupakan kata-kata (word) atau kalimat (sentences). Mungkin pula berbentuk
gambar atau lukisan (drawing, picture), gerak-gerik (gestures) dan mimic serta bentuk-
bentuk simbol ekspresif lainnya.
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini
tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, atau gerak dengan meng-gunakan kata-kata, simbol,
lambang, gambar, atau lukisan. Melalui bahasa setiap manusia dapat mengenal dirinya,
sesamanya, alam sekitar, ilmu penge-tahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal
dan menguasai perbendaharaan kata. Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar
2.500 kata, dan pada masa akhir anak telah dapat menguasai sekitar 5000 kata. Dengan
dikuasainya keterampilan membaca dan berko-munikasi dengan orang lain, anak sudah
gemar membaca atau mendengar cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat
berfikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan waktu dan soal-akibat.
Di sekolah, perkembangan bahasa anak ini diperkuat dengan diberikannya mata
pelajaran bahasa indonesia (bahkan disekolah-sekolah tertentu diberikan bahasa
inggris). Dengan diberikannya pelajaran bahasa disekolah, para siswa diharapkan dapat
menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk:
a) Berkomunikasi secara baik dengan orang lain
b) Mengekspresikan pikiran,perasaan,sikap atau pendapatnya
c) Memahami isi dari setiap bahan bacaaan yang dibacanya.
Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa atau keterampilan berkomunikasi
anak melalui tulisan, sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan, gagasan, atau
pikirannya maka sebaiknya kepada anak dilatihkan untuk membuat karangan atau
tulisan tentang berbagai hal yang terkait dengan pengalaman hidupnya sendiri, atau
kehidupan pada umumnya, seperti menyusun autobiografi, kehidupan keluarga, cara-
cara memelihara lingkungan, cita-cita, dan belajar untuk mencapai sukses.

4. Perkembangan Emosi
Pada usia sekolah (khususnya dikelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, 6) anak mulai
menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak
disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan
mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui
peniruan dan latihan.
Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan
emosinya sangatlah berpengaruh. Apalagi anak dikembangkan dilingkungan keluarga
yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cendrung stabil
atau sehat. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya
kurang stabil atau kurang kontrol maka perkembangan emosi anak cenderung kurang
stabil atau tidak sehat.
 Karakteristik emosi yang stabil/sehat
a) Menunjukkan wajah ceria
b) Mau bergaul dengan teman secara baik
c) Bergairah dalam belajar
d) Dapat berkonsentrasi dalam belajar
e) Bersikap menghargai orang lain & diri sendiri
 Karakteristik emosi yang tidak stabil/tidak sehat
a) Menunjukkan wajah murung
b) Mudah tersinggung
c) Tidak mau bergaul dengan orang lain
d) Suka marah
e) Suka mengganggu teman
f) Tidak percaya diri
 Upaya guru untuk menciptakan suasana belajar yg kondusif
a) Mengembangkan suasana kelas yg bebas dari ketegangan (sikap ramah,
tidak galak).
b) Memperlakukan siswa sebagai individu yang mempunyai harga diri (guru
menghargai pendapat siswa, karya siswa, tidak mencemooh pekerjaan
siswa/ tidak ada istilah anak emas/anak tiri).
c) Memberikan nilai yg objektif.
d) Menciptakan kondisi kelas yg tertib, bersih, dan sehat.

5. Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan
atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Perkembangan sosial
anak dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya dan guru.
 Perkembangan sosial pada anak usia SD ditandai adanya perluasan hubungan
(teman/ group).
 Anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri kepada
teman/lingkungannya.
 Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan diri dengan
teman/lingkungan
 Sekolah harus bisa memfasilitasi perkembangan sosial dengan cara memberikan
tugas-tugas kelompok (baik tugas fisik maupun nonfisik).
 Melalui tugas kelompok tanamkan sikap bekerja sama, saling menghormati
pendapat teman, tenggang rasa, dan bertanggung jawab.
6. Perkembangan Kesadaran Beragama
Pada masa Sekolah kesadaran beragama ditandai dengan ciri:
 Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif namun sudah disertai pengertian.
 Pandangan dan paham ketuhanan diperoleh secara rasional sesuai logika.
 Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterimanya sebagai keharusan moral.
 Pengenalan terhadap Tuhan sebaiknya ditonjolkan sifat Tuhan yg Maha Pengasih,
Maha Penyayang, bukan ditonjolkan sifat menghukum dan mengazab
 Sampai usia 10 tahun, kesadaran beragama anak hanya merupakan hasil
sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungan.
 Usia 10 tahun ke atas semakin bertambah kesadaran akan fungsi agama baginya.
Oleh karena itu, anak mulai menerima nilai agama lebih tinggi dari nilai yang
lainnya.
 Periode usia SD merupakan masa pembentukan nilai agama.
 Kualitas keagamaan anak dipengaruhi oleh proses pembentukan & pendidikan yg
diterimanya.
 Pendidikan agama di SD menjadi perhatian semua kalangan. Semua guru wajib
memberikan teladan.
 Pendidikan agama di SD merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap
agama dan pembentukan kepribadian dan akhlak anak.
o Upaya memfasilitasi perkembangan agama anak
 Dalam kaitannya pemberian materi agama kepada anak, di samping
mengembangkan pemahaman juga perlu pelatihan/pembiasaan yg menyangkut
ibadah dan akhlak. Contoh:
TK membaca iqrok, SD membaca Al-Quran
TK hafalan surat pendek, SD melanjutkan
TK sebatas materi shalat, SD dengan artinya
 Perlu pembiasaan ibadah sosial yang menyangkut akhlak terhadap sesama
(hormat orang tua, menolong orang yg memerlukan, menyayangi fakir miskin,
memelihara kebersihan, jujur, dan amanah.
 Diperkenalkannya hukum agama (halal-haram, wajib-sunah).

C. Hubungan Antara Aspek Perkembangan Siswa Dengan Pembelajaran


1. Hubungan Perkembangan Fisik-Motorik dengan Pembelajaran
Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap proses belajarmengajar.
Perkembangan fisik yang normal adalah salah satu faktor penentu kelancaran proses
belajar, baik dalam bidang pengetahuan, maupun keterampilan.
Pada masa usia dasar, kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya telah
dicapai, oleh karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan. Untuk
memfasilitasi perkembangan motorik atau keterampilan ini, maka sekolah perlu
menyiapkan guru khusus di bidang keterampilan.

2. Hubungan Perkembangan Intelektual dengan Pembelajaran


Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar
diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya
nalarnya. Kepada siswa sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan seperti membaca,
menulis, dan berhitung.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa, pihak sekolah
dalam hal ini guru-guru sebaiknya memberikan kesempatan pada siswanya untuk
mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi
pelajaran yang dibacanya atau yang telah dijelaskan oleh guru. Untuk mengembangkan
kemampuan intelektual atau keterampilan berpikir siswa, baik sekali apabila guru
merujuk pada pendapat Jones et.al yaitu tentang “core thinking skills” antara lain
sebagai berikut:
a. Mengasah ketajaman panca indra untuk menerima masukan informasi dari luar
b. Mengarahkan persepsi dan perhatian untuk menjaring informasi c) Mengevaluasi,
melakukan penilaian
c. Mengabstraksi, restrukturisasi, membuat ringkasan
d. Menyimpulkan, menduga, elaborasi. Berkaitan dengan produk hafalan,
diupayakan agar anak dapat melakukan penyimpulan
e. Mengidentifikasi ciri penting
f. Mengurutkan, membedakan, mengelompokkan
g. Mengingat, dengan strategi antara lain pengulangan, memberi makna, membuat
catatan, melakukan asosiasi pengalaman sehari-hari.

3. Hubungan Perkembangan Bahasa dengan Pembelajaran


Pembelajaran bahasa disekolah sengaja untuk menambah pengetahuan kata-
katanya, mengejar dan menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan, dan
keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik
dapat menguasai dan mempergunakannya untuk:
1) Berkomunikasi dengan orang lain
2) Menyatakan isi hatinya (perasaannya)
3) Memahami keterangan (informasi yang diterima)
4) Berpikir (menyatakan pendapat atau gagasannya)
5) Mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinan.

4. Hubungan Perkembangan Sosial dengan Pembelajaran Berkat diperolehnya perkembangan


sosial, anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebayanya atau dengan lingkungan
masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat
dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik, maupun
yang membutuhkan fikiran.
5. Hubungan Perkembangan Emosi dengan Pembelajaran Emosi merupakan faktor dominan
yang memengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif
akan memengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar seperti
memerhatikan penjelasan guru, membaca bukubuku, aktif dalam berdiskusi dan lain sebagainya.
Mengingat hal tersebut, sebaiknya guru mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar
yang menyenangkan, atau kondusif bagi terciptanya proses belajar-mengajar yang efektif serta
mempunyai kepedulian untuk membantu memecahkan masalah yang dialami peserta didik.

6. Hubungan Perkembangan Keagamaan dengan Pembelajaran Disamping pemberian materi


agama kepada anak, guru juga harus membiasakan latihan keagamaan yang menyangkut ibadah dan
akhlak. Disamping pemberian materi ibadah, perlu juga dibiasakan melaksanakan ibadah sosial, yaitu
menyangkut akhlak terhadap sesama manusia. Yang ketiga perlu pula diajarkan tentang hukum-
hukum agama contohnya halalharamnya sesuatu dan wajib-sunnah yang menyangkut ibadah.

Anda mungkin juga menyukai