Anda di halaman 1dari 17

FINAL TES

ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL

T.A 2021/2022

OLEH : FIRDAUS LADITJI

N I M : 715521006

PROGRAM STUDI S2 TEKNOLOGI PENDIDIKAN PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
FINAL TES
ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PEND. DAN PEMB.

NAMA : FIRDAUS LADITJI


NIM : 715521006
Deskripsi :
1. Konstruksikan mengapa perlu belajar Orientasi Baru dalam Psikologi
Pendidikan dan Pembelajaran
2. Materi yang perlu dikuasai dan didalami lebih lanjut.
Pembahasan;
A. Perlunya belajar Orientasi baru dalam Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran
Psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai penunjang untuk pengembangan potensi
manusia melalui belajar dan pembelajaran. Secara etimologi / harfiah psikologi berarti
ilmu/studi tentang jiwa, roh atau nafas hidup. Ilmu psikologi itu adalah ilmu yang membahas
tentang jiwa, didalam jiwa ada bentuk perilaku, sikap yang dapat diamati.
Menurut mussen & rosenzwieg (1975) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku manusia. Pengertian psikologi pendidikan mempelajari dan mengkaji
perubahan-perubahan intra individu dan perubahan-perubahan interindividual dalam situasi
pendidikan. Jadi psikologi pendidikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku inidividu
dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Pentingnya psikologi dalam pendidikan sebagai
pendidik guru perlu mengetahui perubahan-perubahan fisik, mental dan sosio emosional yang
berpengaruh terhadap gaya belajar, dorongan serta peristiwa belajar yang dialami oleh peserta
didik yang secara lebih detail dibahas pada mata kuliah Orientasi baru dalam Psikologi
Pendidikan dan Pembelajaran yang meliputi Sub CP-MK
1. Pendidikan dan Psikologi Pendidikan
Pendidikan adalah aktivitas sengaja dan terencana dari orang dewasa yang bertujuan
memandirikan fisik dan mental (dewasa rohaniah). Sedangkan imu pendidikan ilmu yang
mempelajari atau peristiwa yang timbul dalam praktek pendidikan. Sifatnya terbuka, teoritis,
praktis, normative dan deskriptif. Didalam pendidikan ada interaksi guru dan siswa berupa
pembelajaran, pelatihan dan bimbingan. Pembelajaran (instruction) adalah membantu orang
belajar, memanipulasi lingkungan sehingga member kemudahan orang untuk belajar. Adapun
ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar terdiri dari : terjadinya secara sadar,
kontinu dan fungsional, positif dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan dan terarah dan
mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Pskilologi sebagai sebuah disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai penunjang untuk pengembangan potensi
manusia melalui belajar dan pembelajaran karena melalui pemahaman psikologi, pembelajar
akan lebih memahami karakter siswanya dalam proses belajar, yang meliputi:
 Learning to know artinya semua yang diketahui, ada sikap, perilaku
 Learning to do artinya beri kesempatan untuk belajar dan perilaku berkarya
 Learning to live together artinya hidup bermasyarakat
 Learning to be artinya pengembangan kepribadian.
Tujuan program pembelajaran yang utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan
anak secara menyeluruh sebagai bekal untuk mencapai tujuan hidupnya.
2. Teori belajar, Belajar yang bermakna dan Pembelajaran dengan pendekatan proses
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Belajar dikatakan proses karena
kontinu dan integral, aktivitas psikis dan fisik dan belajar itu prosesnya terjadi secara
individual melalaui pembiasaan, pengalaman dan latihan. Belajar itu ada perubahan, sifatnya
dinamis dan progresif, arahnya positif ( pendidikan), usaha secara sadar, disengaja dan
bertujuan, punya prinsip dimana,kapan,siapa saja. Proses perubahan tingkah laku ada yang
tampak dan tidak tampak, aspek pribadi terdiri dari kogntif, afektif, psikomotorik,
gabunganya ada interaktif dan kreatif.
Kebermaknaan dalam belajar dapat diukur melalui efektivitas, efisiensi dan
ketertarikan pebelajar dalam proses pembelajaran olehnya perlu adanya mindset dalam
desain pembelajaran dengan mengubah sistem konvensional Teacher Centered Learning
(CTL) menjadi Student Centered Learning (SCL). Pendekatan proses adalah suatu
pendekatan pengajaran yang diberikan kepada siswa dengan menekankan pada bagaimana
bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajajari, sehingga pendekatan ini lebih mengarah pada
prosesnya. Pendekatan ini bertolak belakang atau kebalikan dari pendekatan konsep.
Dalam pembelajaran kontekstual terdapat empat elemen kunci, yaitu: a. belajar
bermakna, b. penerapan pengetahuan, c. berpikir tingkat tinggi, d. kurikulum yang berkait
standar, e. respon terhadap budaya dan f. penilaian autentik.
3. Internalisasi ilmu pengetahuan
Internalisasi adalah suatu proses pemasukan nilai pada diri seseorang atau individu yang akan
membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman. Pemaknaan atas nilai
yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia terhadap diri, lingkungan, dan
kenyataan di sekelilingnya. Internalisasi Ilmu Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai proses
masuknya ilmu pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip,teori, dalil serta norma dalam otak
pikir seseorang yang diperoleh secara apriori maupun secara aposteriori kemudian dilatih,
diamalkan dalam kehidupannya sehari-hari sehingga membentuk dirinya menjadi peribadi
yang mapan.
Tahapan proses internalisasi ilmu pengetahuan:
a. Transpformasi Nilai
Tahap transformasi nilai merupakan tahap suatu tahap yang terjadi antara kedua belah pihak
dalam bentuk komunikasi verbal. Proses ini berupa transfer atau pemindahan informasi dari
orang satu ke orang yang lainnya dalam bentuk hubungan sosial. Hal yang dipindah masih
bersifat kognitif dan tidak dapat memaksakan penerima untuk menerima informasi dengan
baik.
Contoh: adalah kegiatan belajar mengajar disekolah. Di sekolah guru mengajarkan materi
yang seharusnya diajarkan keapada peserta didik. Namun guru tidak bisa memaksa peserta
didik untuk menerima materi yang diajarkan dengan baik.
b. Transaksi Nilai
Tahap kedua adalah transaksi nilai. Tahap ini dinamakan pula dengan komunikasi dua arah.
Pada tahap ini kedua belah pihak saling bertukar pikiran mengenai suatu topik dan memiliki
pengaruh yang luas. Maka pada tahap ini keduanya dituntut untuk aktif berkominukasi
Contohnya adalah orang tua yang memberikan pendidikan moral, disini akan terjadi
komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Orang tua tidak hanya memberikan
penjelasan tentang pendidikan moral tetapijuga memberikan contoh agar dapat diterima.
c. Trasinternalisasi
Tahap yang terakahir adalah transinternalisasi. Tahap ini merupakan tahap yang lebih
mendalamjika dibandingkan dengan dua tahap sebelumnnya. Pada tahap ini internalisasi
tidak hanya dilakukan melalui komunikasi verbal saja tetapi juga contoh mental dan
kepribadian yang akan ditonjolkan. Inti dari internalisasi pada tahap ini adalah komunikasi
kepribadian.
Contohnya adalah pengajaran unsur-unsur budaya. Pengajaran tentang unsur-unsur budaya
tidak hanya diberkan dalam bentuk penjelasan verbal saja. Namun disertai dengan praktik
dan jugaa kepribadian serta mental cinta tanah air dan budaya.
4. Internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dan Revolusi mental
Macam-macam nilai : 1. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, 2. Dilihat dari
kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan nilai. 3. Nilai bila dilihat
dari sumbernya terdapat nilai Ilāhiyah (ubudiyah dan muamalah), dan nilai insāniyah. Nilai
Ilāhiyah adalah nilai yang bersumber dari agama . Ditinjau dari hirarkinya nilai terbagi
menjadi empat kelompok, yaitu; Nilai kenikmatan, Nilai kehidupan, Nilai kejiwaan, dan Nilai
kerohanian. Proses Internalisasi Nilai: Tahap Transformasi Nilai, Tahap Transaksi Nilai,
Tahap Transinternalisasi. Untuk mewujudkan proses transformasi dan internalisasi tersebut,
banyak cara yang dapat dilakukan, antara lain dengan cara : Melaui pergaulan, Melalui
pemberian suri tauladan, Melalui pembiasaan, Melalui ceramah keagamaan, dan Melalui
diskusi dan tanya jawab
Lickona (1991: 20-22) dalam bukunya yang berjudul “education for character: how
our schools can teach respect and responsibility” menyatakan bahwa salah satu alasan
mengapa pendidikan karakter itu diperlukan bagi suatu bangsa adalah adanya kenyataan
bahwa kekurangan yang paling mencolok pada diri anak-anak adalah dalam hal nilai-nilai
moral. Selanjutnya Lickona (1991:53) dalam Tutuk (2015; 17), menjelaskan pendidikan
karakter sebagai berikut ; 1. Moral Knowing (Moral Awareness, Knowing Moral Values,
Perspective-tak, Moral Reasoning, Decision Making, Self-knowledge) 2. Moral feeling
(Conscience, Self –esteem, Empathy, Self –control, Humility) dan 3. Moral action
(Competence, Will, Habit)
Proses Pendidikan Karakter dan Moral menurut Lickona, ada 6 yaitu :
1. Kepemimpinan moral dan akademik dari kepala sekolah, 2. disiplin sekolah dalam
memberikan teladan, mengembangkan dan menegakkan nilainilai sekolah dalam keseluruhan
lingkungan sekolah,3 pengertian sekolah terhadap masyarakat, 4. pengelola sekolah yang
melibatkan murid dalam pengembangan diri yang demokratis dan dukungan terhadap
perasaan “ini adalah sekolah kita dan kita bertanggung jawab untuk membuat sekolah ini
sekolah sebaik mungkin yang dapat kita lakukan”, 5. atmosfir moral terhadap sikap saling
menghormati, keadilan, dan kerja sama menjadi nyawa bagi setiap hubungan di sekolah itu
pula yang membuat hubungan orang dewasa di sekolah sebaik hubungan orang dewasa
dengan para murid, dan 6. meningkatkan pentingnya moral dengan mengorbankan banyak
waktu untuk peduli terhadap moral manusia
5. Interaksi Orangtua dengan anak
Pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua meliputi pemenuhan kebutuhan
fisik (misalnya makan, minum & lain-lain) dan kebutuhan psikologis (misalnya rasa aman,
kasih sayang, perlindungan dan lain-lain), serta sosialisasi kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
di warga agar anak dapat hayati selaras menggunakan lingkungannya. (Zahra Khusnul
Latifah, 2017)
Pola asuh merupakan cara orang tua bertindak, berinteraksi, mendidik, dan
membimbing anak sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak perilaku tertentu
secara individu atau bersama sama dalam serangkaian usaha aktif mengarahkan anak (
Gunarsa, 2003).
James mengemukakan bahwa pola asuh diartikan sebagai parenting cara
orangtua berinteraksi dengan anak, cara orangtua berperilaku sebagai model di
hadapan anakanaknya cara orangtua memberikan kasih sayang, menanggapi dan
membantu anak mengatasi masalahnya, hangat, terbuka, mau mendengarkan secara
aktif, dan realistik. (James dalam Sunarty, 2016)
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pola asuh orangtua yaitu cara orangtua dalam memenuhi
kebutuhan anak secara biologis dan psikologis melalui interaksi dalam bentuk
edukasi, pembiasaan perilaku yang baik sejak dia lahir sampai mencapai proses
kedewasaan.

Secara umum ada beberapa pola asuh orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak
mereka, diantaranya:

1. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk
kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman- ancaman. (CH, 2017)
Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (Agency, 2014)
a. Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua.
b. Pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak sangat ketat.
c. Anak hampir tidak pernah diberi pujian.
d. Orang tua yang tidak mengenal kompromi dan dalam
komunikasi biasanya bersifat satu arah.
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter, anak memiliki sifat dan sikap,
seperti mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah
terpengaruh, mudah stress, tidak punya arah masa depan yang jelas, dan tidak
bersahabat.
2. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif merupakan pola asuh orang tua pada anak dalam rangka
membentuk kepribadian anak dengan cara memberikan pengawasan yang sangat
longgar dan memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Sifat-sikap dimilki orang tua hangat hingga sering
kali disukai oleh anak. (CH, 2017)
Pola asuh permisif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (Agency, 2014)
a. Orang tua bersikap acceptance tinggi namun kontrolnya rendah, anak
diizinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya
sendiri.
b. Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan
atau keinginannya.
c. Orang tua kurang menerapkan hukuman pada anak, bahkan hampir tidak
menggunakan hukuman.
Adapun dampak yang ditimbulkan pola asuh permisif membawa pengaruh atas sikap-
sifat anak, seperti bersikap implusif dan agresif, suka memberontak, kurang memiliki
rasa percaya diri dan pengendalian diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya,
prestasinya rendah.
3. Pola Asuh Ototaritatif atau Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada
anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan
anak yang bersikap rasional atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tetap memberikan nasehat-
nasehat dan arahan jika anak melakukan hal yang membahayakan dirinya. Azas demokratis
memberi anak dapat bebas berkreasi dan bereksplorasi sehingga perkembangannya pun lebih
baik. (CH, 2017)
Pola asuh demokratis mempunyai ciri-ciri, yaitu: (Agency, 2014)
a. Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal.
b. Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam
pengambilan keputusan.
c. Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua
menggunakan hukuman fisik, dan diberikan jika terbukti anak secara sadar
menolak melakukan apa yang telah disetujui bersama, sehingga lebih bersikap
edukatif.
d. Memperioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka.
e. Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan
yang melampaui kemampuan anak.
f. Meberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan.
g. Pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Adapun dampak dari pola asuh demokratis dapat membentuk perilaku anak seperti
memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat, mampu mengendalikan diri (self control),
bersikap sopan, dapat bekerjasama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan
atau arah hidup yang jelas, berorientasi pada prestasi.
Model sirkumpleks terdiri dari kedekatan dan kemampuan beradaptasi. Komunikasi
berdiri secara independen dan merupakan sarana penting untuk memimpin perubahan di
kedua dimensi tersebut. Kombinasi masing-masing dari empat tingkat dimensi kedekatan dan
dimensi adaptasi dapat diatur dalam model sirkular tipe keluarga. Ini terdiri dari 16 tipe
khusus.
Ada tiga jenis tipe tipologis ini Pertama, tipe ekstrim, yaitu keluarga yang dimensi
kedekatan dan dimensi adaptasinya termasuk ke dalam level ekstrim, yaitu rigidly-
disengaged, chaotically-disengaged, rigidlyenmeshed, dan chaotically-enmeshed. Tipe
midrange adalah keluarga dengan salah satu dimensinya seimbang, dan dimensi lainnya
diklasifikasikan sebagai ekstrim yaitu dipisahkan secara kaku, dipisahkan secara kacau,
terhubung secara kaku, terhubung secara teknis kacau, terlepas secara struktural, terlepas
secara fleksibel, terjerat secara struktural, dan terjerat secara fleksibel. Tipe seimbang adalah
keluarga dengan kedua dimensi (kedekatan dan kemampuan beradaptasi) yang tergolong tipe
seimbang, yaitu tipe pisah secara struktural, hubung secara struktural, hubung secara
fleksibel, dan tipe pisah secara fleksibel. (Olson, tt)
Menurut Olson, keluarga sehat, keluarga yang dapat memiliki fungsi keluarga yang
cukup seimbang adalah dimensi kedekatan dan dimensi kemampuan beradaptasi. Keluarga
seimbang adalah keluarga yang berdimensi kedekatan setiap anggota keluarganya memiliki
keterikatan (connected) terhadap keluarga dan kemandirian (independent) dari keluarganya.
Keluarga dengan kemampuan beradaptasi yang seimbang, mampu menjaga stabilitas
meskipun masih terbuka terhadap perubahan tersebut. Keluarga yang seimbang juga dapat
mengalami stres akibat kebutuhan yang ada, disertai dengan perkembangan dan pertumbuhan
setiap anggota keluarga, tetapi keluarga yang mampu mengatasi stres lebih seimbang yang
muncul daripada keluarga dalam posisi ekstrim. (Supaat, 2019).
Berdasarkan pola asuh yang telah dibahasa sebelumnya maka bentuk interaksi melalui
pola asuh demokratis dapat dijadikan referensi dalam pembentukan prestasi anak.. Melalui
pola asuh demokratis memberikan peluang bagi anak untuk bereksplorasi dan berkreasi
dimana fungsi orang bersifat sebagai pengontrol saja. Pola ini lebih bersifat bijaksana dan
mengandung unsur edukatif karena didasari oleh pembentukan karakter anak dimulai dari
lingkungan keluarga. Semakin instens interaksi orangtua dalam keluarga semakin terbentuk
prestasi anak dan sifat keterbukaan anak ketika mengalami kesulitannya.
6. Sekolah Rumah ( Homeschooling)
Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif
institusi sekolah yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan di
rumah dan berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas RI. Bagi peserta didik homeschooling bisa memiliki
sertifikat ijazah dengan mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) paket A
(kesetaraan SD), paket B (SMP) dan paket C (SMA) sesuai dengan tingkat kemampuan
pendidikannya.
Ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu:
 Homeschooling tunggal
Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa
bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau lokasi yang berjauhan.
 Homeschooling majemuk
Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan
tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing.
Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa
keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.
Secara umum model pembelajaran homescooling di Indonesia dapat di identifikasikan
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran murni dilakukan oleh orang tua di
rumah/lingkungan.
b. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan oleh orang tua dan tutor di rumah
dan didalam komunitas, dilaksanakan 2 kali dalam seminggu
c. Pelaksanaan kegiatan menggunakan system campuran: 3 hari di sekolah yang
mendukung homescooling (seperti di Morning Star Academi) dan selebihnya
dilanjutkan di rumah/lingkungan oleh orang tua
d. Pelaksnaan kegiatan pembelajaran bergabung dengan PKBM dengan tatap muka
minimal 5x3 jam perminggu, selebihnya mandiri bersama orang tua.
Perbedaan dari segi Metode homeschooling antara Indonesia dan homescooling di luar negeri
dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Homeschooling di Indonesia Homeschooling di Luar Negeri
1. Pengenalan waktu belajar sudah syarat 1. Pengenalan pendidikan sejak dini sudah
dengan muatan kurikulum. Anak di usia diperkenalkan mulai usia balita melalui
7 tahun sudah dituntut mampu membaca Playgroup anak diperkenalkan
dan berhitung. Usia bermain hilang dan bersosialisasi, dilatih kemampuan
anak mudah stress berpiki, kemampuan motoric lewat
bermain
2. Peran guru lebih dominan (Spoon 2. Anak lebih dilatih berkreasi peran guru
feeding) sumber belajar satu-satunya. sebagai (Professional development)
Sehingga pemerolehan pengetahuan peserta didik dilatih melalui praktek
sebatas apa yang diberikan oleh guru. langsung menggunakan tekhnologi.
3. Dukungan teknologi dan media belajar 3. Dukungan teknologi dan media sangat
sangat terbatas. mendukung pelaksanan homescsooling.
4. Jepang lebih menitik beratkan 4. Di Indonesia melalui kelompok bermain
pendidikan usia 0-3 tahun pada anak sudah dilatih kognitif, mengenalkan
pembentukan tata karma, sopan santun, symbol-simbol huruf, angka dan lebih
disiplin, dan taat menekankan pemerolehan nilai
dibanding sikap kejujuran.

7. Inteligensi, Kognisi dan Metakognisi


Inteligensi adalah sebagai kemampuan untuk mememcahkan masalah sebenarnya atau
kesulitan yang dihadapi. Penggambaran secara sepintas tentang inteligensi sebagai suatu
kemampuan dasar yang bersifat umum telah berkembang menjadi berbagai teori inteligensi,
diantaranya adalah:
1. Teori Uni faktor
Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli psikologi
yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor
satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik
yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Binet menggambarkan
inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk
mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi
untuk melihat apakah seseorang cukup cerdas atau tidak, dapat diamati dari cara dan
kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah
tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang dimaksud dengan komponen arah, adaptasi dan
kritik dalam definisi inteligensi.
2. Teori Dwifaktor (The Two-Factor Theory)
Teori dwifaktor dikembangkan oleh Charles Spearman seorang psikolog dan ahli statistik
dari Inggris. Spearman (1927) mengusulkan teori kecerdasan dua faktor yang menurutnya
dapat menjelaskan pola hubungan antara kelompok tes kognitif yang ia analisis. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, teori ini menyatakan bahwa kinerja pada setiap tugas
kognitif tergantung pada faktor umum (g) ditambah satu atau faktor yang lebih spesifik dan
unik untuk tugas tertentu (s) (Aiken, 1997). Kedua faktor ini, baik faktor“g” maupun faktor
“s” bekerja bersama-sama sebagai suatu kesatuan. Semua faktor yang spesifik akan bersama-
sama membentuk single common factor “g” faktor. Spearman berpendapat bahwa
kemampuan seseorang bertindak dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan
umum maupun kemampuan khusus. Jadi setiap faktor baik faktor“g” maupun faktor “s”
memberi sumbangan pada setiap perilaku yang intelegen.
3. Teori Multifaktor (Multiple factor Theory)
Teori multifaktor dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1916). Menurut teori ini,
inteligensi terdiri dari hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan-
hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku indivivu. Pada dasarnya teori
Thorndike menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang
ditampakkan dalam wujud perilaku intelegen. Thorndike mengemukakan empat atribut
inteligensi, yaitu: Tingkatan, Rentang, Daerah dan Kecepatan.
4. Teori Hirearki
Model Hirearki dicetuskan oleh Vernon. Dalam menjelaskan teori inteligensinya, teori ini
menempatkan satu faktor kognitif umum (g) dipuncak hierarki, kemudian dibawahnya
terdapat dua faktor inteligensi utama (mayor) yaitu verbal eduacitional (v:ed) dan practical-
mechanical-spatial (k:m). Setiap kelompok mayor tersebut kemudian terpecah ke dalam
beberapa faktor kelompok minor. Sebagai contoh, v:ed terdiri dari kemampuan seperti
kefasihan verbal, kemampuan numerik, dan mungkin kreativitas. Beberapa faktor kelompok
kecil di bawah k:m adalah pemahaman mekanik, kemampuan psikomotorik, serta hubungan
spasial yang kemudian terpecah lagi menjadi bermacammacam faktor spesifik pada tingkat
hierarki yang paling rendah. Dalam model hirarki kemampuan mental Vernon apabila
semakin tinggi posisi faktor dalam diagram maka semakin luas rentang perilakunya.
5. Teori Primary Mental Ability
Teori ini dikembangan oleh L.L. Thurstone berdasarkan analisis faktor dengan
mengkolerasikan 60 tes, yang akhirnya disusun menjadi kecakapan-kecakapan primer.
Thurstone menjelaskan mengenai organisasi inteligensi yang abstrak atau biasa disebut
dengan “Primary-Mental Ability”. Thurstone berpendapat bahwa inteligensi terdiri dari faktor
yang jamak (multiple factors), mencakup tujuh kemampuan mental utama (primary mental
abilities)
Kemampuan kognitif adalah proses otak yang mendasari banyak aktivitas sehari-hari,
dalam kesehatan dan penyakit, sepanjang rentang usia. Fungsi kognitif adalah bagian yang
sangat penting untuk kehidupan sehari-hari, mengatur pikiran dan tindakan. Perkembangan
kognitif dipelajari melalui proses mental dan persepsi sensorik. Jenis proses kognitif meliputi
berpikir, mengetahui, mengingat, menilai, dan memecahkan masalah. Kemampuan
berkomunikasi, interaksi mendukung orang lain dan kemampuan memaksimalkan semua
kemampuan sensorik seperti melihat, mendengar, dan lain-lain diperlukan untuk
pengembangan kognitif secara maksimal.
Keterampilan metakognitif adalah kemampuan siswa untuk mengontrol proses
belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang
dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam belajar dan secara bersamaan mengoreksi
jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari
strategi yang dipilih
8. Kemandirian Belajar (Self Regulated) dan cara Pengembangannya.
Kemandirian belajar adalah suatu kebebasan belajar yang dimiliki oleh seseorang yang tidak
tergantung pada bantuan orang lain disekitarnya. Kemandirian belajar dipengaruhi oleh factor
inteligensi dan kedewasaan berpikir yang dimiliki seseorang. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi kemandirian belajar adalah faktor
internal siswa itu sendiri yang terdiri dari lima aspek yaitu disiplin, percaya diri, motivasi,
inisiatif, dan tanggung jawab, sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa seseorang memiliki
kemandirian belajar apabila memiliki sifat Percaya diri, motivasi, inisiatif, disiplin dan
tanggung jawab. Keseluruhan aspek dalam penelitian ini dapat dilihat selama berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar.
9. Kreativitas, Keterbakatan, dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat.
secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu
gagasan. Kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu obyek atau situasi juga
mencerminkan kreativitas,jika dalam penilaiannya seseorang mampu melihat obyek,
situasi, atau masalahnya dari sudut pandang yang berbeda-beda terhadap suatu persoalan atau
masalah. seseorang memikirkan bermacam - macam kemungkinan jawaban, bermacam -
macam gagasan dalam memecahkan masalah tersebut, tidak hanya satu. Ini yang disebut pola
berpikir divergen, pemikiran ke macam -macam arah, berbeda dengan pemikiran konvergen
dimana seseorang tertuju untuk memberikan satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu
persoalan
Bakat adalah sebagai prestasi yang dapat diramalkan dan diukur melalui tes khusus. Oleh
karena itu bakat dikategorikan sebagai suatu kemampuan (ability) yang memiliki tiga arti, yaitu:
1. Achievement, merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur dengan menggunakan alat
ukur tertentu.
2. Capacity, merupakan kemampuan potensial, yang dapat diukur secara tidak langsung
melalui pengukuran kecakapan individu, dimana kecakapan berkembang dari perpaduan
antara dasar dengan latihan yang intensif dan pengalaman. Keseluruhan kemampuan
intelektual yang dimiki seseorang.
3. Aptitude, yaitu kualitas pada diri individu yang hanya dapat diukur dengan menggunakan
alat tes khusus yang sengaja dibuat untuk mengungkap kemampuan tersebut. Menurut
Conny Semiawan (dalam Sukardi, 2003,106) Bakat sebagai aptitude biasanya diartikan
sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu
dikembangkan atau dilatih.
10. Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang di rencanakan, di programkan, dan di
rancang sedemikian rupa secara sistematis yang berisi bahan ajar serta pengalaman belajar
sehingga dalam program pendidikan memiliki arah dan tujuan yang akan di capai dan dari
hasil yang di capai kita dapat merevisi ulang dan mengembangkan program pendidikan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya sehingga suatu kurikulum pembelajaran
dapat di katakan selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
pendidikan di Indonesia.
Perubahan dalam kurikulum Indonesia telah mengalami 11 kali perubahan yang diakhiri
dengan Kurikulum Paradigma Baru yang meliputi:
1. Kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947
2. Kurikulum 1952 atau disebut Rentjana Terurai 1952
3. Kurikulum 1964 atau disebut Rentjana Pendidikan 1964
4. Kurikulum 1968 atau disebut kurikulum teoritis
5. Kurikulum 1975 atau disebut kurikulum PPSI
6. Kurikulum 1984 atau disebut kurikulum CBSA
7. Kurikulum 1994 Suplemen kurikulum 1999 disebut kurikulum super padat
8. Kurikulum 2004 atau disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi
9. Kurikulum 2006 atau disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
10. Kurikulum 2013 atau disebut K-13 kurikulum Tematik
11. Kurikulum 2015 atau kurikulum penyempurnaan K-13
12. Kurikulum 2021 Kurikulum Paradigma Baru
11. Teacher Centered Learning vs Student Centered Learning
Pada sistem pembelajaran model Teacher Centered Learning, guru lebih banyak melakukan
kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah
atau mendengarkan ceramah, siswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang
merasa memerlukannya. Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan
seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu
arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga
yang ada hanyalah transfer pengetahuan. Pengertian student centered Learning (SCL) adalah
proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan
perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak
lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar.
12. Pembelajaran abad 21
Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang dirancang untuk generasi abad 21 agar
mampu mengikuti arus perkembangan teknologi terbaru. Terutama pada ranah komunikasi
yang telah masuk ke sendi kehidupan, maka dari itu siswa diharuskan untuk bisa menguasai
empat keterampilan belajar (4C), yakni: creativity and innovation, critical thinking and
problem solving, communication dan collaboration.
Pembelajaran abad 21 bisa ditandai dengan perubahan paradigma teaching (root
learning) menjadi learning (deep learning).
Bila ditarik dari manusianya pembelajaran abad 21 bertujuan agar manusia bisa relevan
dengan zamannya, terutama manusia Indonesia maka terbentuklah inisiasi dari pembelajaran
abad 21. Inilah salah satu instrumen untuk ‘membeli’ masa depan.
Karena pengaruhnya yang signifikan itulah siswa diharap mampu beradaptasi dengan zaman
sehingga nantinya mereka bisa berkompetisi dengan baik di masa yang akan datang.
13. Model –model Pembelajaran Inovatif dan Sintaknya
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran
yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengelola, dan menemukan
pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret dan mengaitkan dengan kehidupan nyata
siswa. Project work adalah model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada
prosedur kerja yang sistematis dan standar untuk membuat atau menyelesaikan suatu produk
barang atau jasa, melalui proses produksipekerjaan yang sesungguhnya. Model pembelajaran
project work sering digunakan untuk program pembelajaran produktif.
Quantuam Teaching and Learning begitu erat kaitannya dengan teori belajar
konstruktivisme. Model tersebut juga memberikan tawaran yang sangat menarik bagi para
pendidik dan juga peserta didik tentunya, yaitu menjadikan kegitan belajar yang biasanya
terkesan membosankan menjadi lebih simple, fun, dan efektif.
Quantum teaching diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas,
berhadapan dengan peserta didik, merencanakan pembelajaran, dan megevaluasinya.
Sedangkan quantum learning merupakan konsep untuk peserta didik agar dapat menyerap
fakta, konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan dan lebih
berkesan. Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar
dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator
pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya
siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Model Riset (penelitian) sebagai proses penyelidikan atau pencarian yang saksama
untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan merupakan konsep yang tepat
untuk diterapkan dalam pembelajaran. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis
riset diharapkan karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik adalah jiwa seorang saintis
(ilmuwan). Sikap tersebut ditandai dengan sikap rasa ingin tahu yang tinggi, mampu
menyelesaikan setiap permasalahan, dengan sikap berpikir secara sistematis, objektif, dan
memiliki dasar pemikiran yang kuat.
Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based
Learning) adalah pembelajaran yang memakai persoalan konkret (autentik) yang tidak
terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi penerima didik untuk
mengembangkan keterampilan menuntaskan persoalan dan berpikir kritis serta sekaligus
membangun pengetahuan baru. Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang
menyebabkan persoalan konkret sebagai penerapan konsep, PBM menyebabkan persoalan
konkret sebagai pemicu bagi proses berguru penerima didik sebelum mereka mengetahui
konsep formal. Peserta didik secara kritis mengidentifikasi gosip dan taktik yang relevan
serta melaksanakan penyelidikan untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Model pembelajaran inkuiri atau Inquiry Based Learning merupakan model yang
memungkinkan siswa untuk bisa siap sedia dalam kondisi apapun, terutama saat akan
melakukan hal yang mereka inginkan. Dalam bahasa Indonesia, inquiry artinya
adalah penyelidikan. Lebih lanjut inquiry merupakan proses yang terus menerus atau
berputar berkesinambungan, mulai dari menanyakan pertanyaan, meneliti
jawaban, menerjemahkan informasi, mempresentasikan temuan dan melakukan refleksi.
Di sini siswa akan diajak untuk berpikir tingkat tinggi atau HOTs. Discovery learning adalah
proses untuk memahami suatu konsep dari materi secara aktif dan mandiri untuk kemudian
diperoleh suatu kesimpulan. Pada metode ini, guru tidak secara aktif menjelaskan materi pada
peserta didik. Tugas guru hanya memberikan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan materi.
Selanjutnya, peserta didiklah yang harus menemukan, menyelidiki, dan menyimpulkan hasil
temuannya sebagai modal untuk menjawab pertanyaan dari guru.
2. Materi yang perlu dikuasai dan didalami lebih lanjut.
Menurut pendapat saya bahwa yang perlu lebih diperdalam adalah desain pembelajaran
abad 21 hal ini karena relevan dengan kondisi masa sekarang dimana pembelajaran lebih
actual berbasis ICT. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan sekarang lebih menoptimalkan
siswa belajar mandiri akan lebih mudah terlaksana apabila guru dan siswa memiliki
keterampilan dalam pembelajaran berbasis blanded atau mengembangkan pembelajaran
model sinkronus dan asinkronus. Pengenalan ICT pada peserta didik pada usia sekolah
merupakan tuntutan era revolusi industry 4.0 dan society 5.0 sehingga menutut peran serta
guru dan orangtua dalam mendampingi anak belajar secara mandiri ataupun belajar dengan
menggunakan media omline.

Anda mungkin juga menyukai