Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH TEORI BELJAR BAHASA

Dosen Pengampu : Rani Jayanti, S.Pd., M.Hum.

Disusun oleh :

1. REISYA DIVA MAHARANI PUTRI (52106130012)

2. TANNIA ALFIANTI PUTRI (52106130015)

UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Teori Belajar Nativisme”. Dan tak lupa pula sholawat berserta salam penyusun sanjungkan
kepada pahlawan refolusi islam yakni nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya
dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Pada makalah ini menjelaskan bahwa aliran nativisme ini berpandangan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Oleh karena itu, hasil
pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran
ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca, dengan harapan para
pembaca dapat menambah wawasannya mengenai teori belajar nativisme yang dapat
dipraktekan pada anak atau peserta didik.

05 Okober 2022

DAFTAR ISI

2
Kata pengantar....................................................................................................... 2             

Daftar isi................................................................................................................. 3             

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 4             

1.1  Latar belakang................................................................................................ 4             

1.2  Rumusan masalah.......................................................................................... 4             

1.3  Tujuan penulisan........................................................................................... 5            

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 6           

2.1 Pengertian Teori Nativistik............................................................................ 6            

2.2. Sejarah Teori Nativistik................................................................................ 9          

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Nativistik................................................. 10        

2.4 Bentuk-bentuk Implementasi dalam Pembelajaran........................................ 11        

BAB III PENUTUP............................................................................................. 12            

Kesimpulan.......................................................................................................... 12          

Saran..................................................................................................................... 12           

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13             

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aliran Nativisme adalah aliran yang lebih menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan dianggap kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tokoh aliran
Nativisme adalah Schopenhaur (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi lahir itu
sudah dengan bawaan baik dan buruk. Istilah Nativisme dari asal kata natie yang artinya
adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak
akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Aliran ini berpandangan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Oleh karena itu, hasil
pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran
ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

            Tetapi pembawaan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan,


masih banyak faktor lain yang mampengaruhinya. Pandangan konvergensi akan memberikan
penjelasan tentang kedua faktor yaitu pambawaan (hereditas) dan dan lingkungan dalam
perkembangan anak. Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas
yakni bahwa dalam diri individu terdapat suatu “inti“ pribadi (G.Leibnitz;Monad) yang
mendorong manusia untuk mewujudkan diri, menentukan pilihan kemauan sendiri, dan
menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandanga-
pandangan tersebut tampak antara lain humanistic psychologi (Carl R.Rogers) ataupun
phenomenologi/ humanistik lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Teori Nativistik itu?
2. Bagaimana sejarah Teori Nativistik?
3. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan Teori Nativistik?
4. Apa saja bentuk-bentuk implementasinya dalam proses pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan

4
1. Mengetahui pengertian Teori Nativistik

2. Mengetahui sejarah Teori Nativistik

3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Teori Nativistik

4.Mengetahui bentuk-bentuk implementasi Teori Nativistik dalam proses pembelajaran.

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Nativistik

Nativistik berasal dari kata native artinya asli atau asal sejak lahir anak telah memiliki
atau membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan.
Sifat-sifat inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya.
Pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali hanya sebagai wadah dan
memberikan rangsangan saja. Dalam ilmu pendidikan, pandangan tersebut dikenal dengan
pesimisme paedagogis. Tokoh utama aliran ini ialah Schopenhauer. Dalam artinya yang
terbatas, juga dapat dimasukkan dalam golongan Plato, Descartes, Lomborso, dan pengikut-
pengikutnya yang lain.

Nativistik merupakan kata dasar dari bahasa Latin, “natus” artinya lahir atau “nativus”
artimya kelahiran (pembawaan). Nativistik merupakan sebuah doktrin yang berpengaruh
besar terhadap teori pemikiran psikologis. Teori nativistik ini dipelopori oleh Arthur
Schopenhauer tahun 1788-1860 (Dimyati, 2002: 34), seorang filosof Jerman ini
mengemukakan bahwa perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir (faktor pembawaan) baik karena berasal dari keturunan orang tuanya,
nenek moyangnya maupun karena ditakdirkan demikian. Pembawaan itulah yang menentukan
hasil perkembangannya. Manakala pembawaannya itu baik, baik pula anak itu kelak begitu
pula sebaliknya. Potensi-potensi yang dimiliki seseorang adalah potensi hereditas (bawaan)
bukan potensi pendidikan. Para orang tua, para guru dan siapapun tidak perlu melakukan
pendidikan, sebab pendidikan dipandang tidak akan berfungsi untuk dapat mengubah keadaan
anak, anak akan tetap sesuai dasar yang dimilikinya.

Namun demikian, hal tersebut bertentangan dengan realitas yang sesungguhnya,


karena terbukti bahwa sejak dulu hingga sekarang para orang tua dan para guru, baik dirumah
maupun di sekolah, mereka mendidik anak-anak/siswasiswanya karena pendidikan itu
terbukti merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka
membantu anak atau siswa agar berkembang ke arah yang diharapkan. Dengan demikian,
teori Nativistik tidak dapat

dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak perlu diadopsi secara
keseluruhannya.

6
Menurut chomksy (Elis,1986:4-9) teori nativisme mengatakan bahwasanya hanya manusia
satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat fase verbal Selain itu
bahasa juga sangat kompleks Oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar bahasa dari
makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga mengatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia
Telah Memiliki bekal dengan apa yang disebutnya

"alat penguasa bahasa" atau LAD ( launguage Acquisition Device).

Menurut Arthur Schopenhauer (1788-1860) mengatakan bahwa aliran ini berpandangan


bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bahwa sejak lahir.

Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir)
sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa
perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang
kodrati. Pelopor aliran ini adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup
tahun 1788-1880 dan Noam Chomsky pada awal tahun 1960. Schopenhaur berpendapat
bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor
keturunan atau bawaan dari seorangindividu. Dan teori ini akan terkesan bahwa seakan-akan
individu telahditentukan sebelumnya, tergantung pada sifat-sifat bawaan dan tidak dapat
diubah.

Teori nativistik terbentuk sebagai bantahan terhadap teori behavioris. Nativistik


berpendapat bahwa dalam proses pemerolehan bahasa pertama, anak perlahan menggunakan
kemampuan lingualnya yang telah terprogram secara genetis. Sehingga menurut para pakar
teori ini, lingkungan tidak mempunyai pengaruh dalam proses pemerolehan bahasa. Chomsky
mengatakan bahwa bahasa terlalu kompleks untuk dipelajari dalam waktu dekat melalui
metode imitation. Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, karena:

1. Perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola perkembangan bahasa
berlaku universal, dan lingkungannya hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan
bahasa.

2. Bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, tidak bergantung pada lamanya latihan seperti
pendapat kaum behaviorisme.

Melalui teori ini Arthur Schopenhauer juga menegaskan bahwasannya yang buruk
akan menjadi buruk dan yang baik akan menjadi baik tanpa terpengaruh lingkungan yang ada.
Salah satu kontribusi praktis dari teori-teori nativis ini adalah tentang sistem bahasa anak-
7
anak bekerja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahasa anak-anak pada tingkatan
manapun adalah suatu sistem yang diakui. Perkembangan linguistik anak-anak bukanlah
proses semakin berkurangnya strukturstruktur yang tidak tepat bukan sebuah bahasa dimana
tahap sebelumnya mengandung lebih banyak kekeliruan ketimbang tahap selanjutnya. Justru,
bahasa anak-anak disetiap tahap adalah sistematis, dalam arti anak-anak secara bertahap
membentuk hipotesis-hipotesis itu dalam percakapan. Ketika bahasa mereka berkembang
maka hipotesis-hipotesis tersebut direvisi terus menerus, dibentuk ulang atau ditinggalkan.

2.2. Sejarah Teori Nativistik

Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan dan kemampuan berbahasa


merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativistik (terlahir)
sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa
perkembangan dan pemerolehan bahasa anak ditentukan dan diperolah oleh hereditas,
pembawaan sejak lahir, dan factor alam yang kodrati.

Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang
beranggapan bahwa factor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam
sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan
menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Teori ini sebagai lawan dari teori
behavioristik yaitu .kemampuan berbahasa seorang anak diperoleh dari lingkungan yang
membentuk seorang anak tersebut. Teori ini memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan
tidak ditentukan oleh faktor pendidikan dan lingkungan yang ada pada anak tersebut
Kemampuan berbahasa ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya
sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.

Kemampuan berbahasa seorang anak dapat dipengaruhi oleh beberapa fator intern di
antaranya:

1. Faktor genetik Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat
yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah
seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang
prosentasenya besar.

2. Faktor Kemampuan Anak Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui
potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah Ketika ada kegiatan

8
ekstra kulikuler pidato anak tersebut tertarik untuk mengikuti guna mengembangkan bakat
yang ada pada dirinya.

3. Faktor pertumbuhan Anak Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan
minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan
anak itu normal maka dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan
yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa
mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki. Dari ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam
perkembangan serta kematangan pendidikan anak. Dengan faktor ini juga akan menimbulkan
suatu pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat yang baik. Dengan ketiga faktor
tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam teori nativistik, dimana dengan faktor-faktor
yang telah disampaikan dapat menjadikan seseorang yang mantap dan mempunyai
kematangan yang bagus.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Nativistik

1. Kelebihan Teori Navistik

a. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki Dengan teori ini diharapkan manusia bisa
mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa
dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu
yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.

b. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi Jadi dengan teori ini diharapkan
setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat
agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam
menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang
mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.

c. Mendorong manusia dalam menetukan pilihan Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih
bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia
tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini
bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.

d. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang. Teori ini
dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri
yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.

9
e. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki. Dengan adanya teori ini, maka
manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia
mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan
bakatnya sehingga bisa lebih optimal.

2. Kekurangan
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah
ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari
keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa
diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan
golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.

Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena
telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila
dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa
diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan
golongan manusia yang “kebetulan” memilik keturunan yang tidak baik. Pengaruh dan
Konsep Teori Nativistik dalam Praktek PendidikanTelah cukup banyak dibicarakan hal-
ikhwal tentang pendidikan, baik kaitannya dengan hakikat kehidupan manusia, maupun
kaitannya dengan kebudayaan sebagai produk dari prosespendidikan. Pada saat manusia
mengalami tahap perkembangan, baik secara fisik maupun rohaninya dalam proses
pendidikan, muncullah pertanyaan mendasar tentang faktor yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan itu. Apakah faktor bakat dan kemampuan diri manusia itu sendiri, atau faktor
dari luar diri manusia, ataukah kedua-dunya itu secara bersama-sama. Dari faktor pertamalah
timbul teori yang disebut sebagai teori nativistik. Nativistik berasal dari kata “nativus” artinya
pembawaan. Teori nativistik dikenal juga dengan teori naturalisme atau teori pesimisme.
Teori ini berpendapat bahwa manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena
faktor pendidikan dan intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh bakat dan
pembawaannya.

Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak ada gunanya dan tidak ada
hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan itu justru akan merusak perkembangan anak.
Pertumbuhkembangan anak tidak perlu diintervensi dengan upaya pendidikan, agar
pertumbuhkembangan anak terjadi secara wajar, alamiah, sesuai dengan kodratnya.

10
Telah dibahas pada sebelumnya bahwa teori nativistik berpendapat tentang
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir, serta faktor lingkungan
kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Menganalisis dari
pendapat tersebut, anak yang dilahirkan dengan bawaan yang baik akan mempunyai bakat
yang baik juga begitu juga sebaliknya. Faktor bawaan sangat dominan dalam menentukan
keberhasilan belajar atau pendidikan,. Faktor-faktor yang lainnya seperti lingkungan tidak
berpengaruh sama sekali dan hal itu juga tidak bisa diubah oleh kekuatan pendidikan.
Pendidikan yang diselenggarakan merupakan suatu usaha yang tidak berdaya menurut teori
tersebut, karena anak akan menetukan keberhasilan dengan sendirinya bukan melalui sebuah
usaha pendidikan. Walaupun dalam pendidikan tersebut diterapkan dengan keras maupun
secara lembut, anak akan tetap kembali kesifat atau bakat dari bawaannya. Begitu juga dengan
faktor lingkungan, sebab lingkungan itu tidak akan berdaya mempengaruhi perkembangan
anak.

2.4 Bentuk-bentuk Implementasi dalam Pembelajaran

Implikasi teori Nativisme terhadap pendidikan/pembelajaran yaitu kurang memberikan


kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah kepribadian peserta didik. Berdasarkan
hal itu peranan pendidikan atau sekolah sedikit sekali dapat dipertimbangkan untuk dapat
mengubah perkembangan peserta didik. Akan tetapi hal yang demikian justru bertentangan
dengan kenyataan yang kita hadapi, karena sudah ternyata sejak zaman dahulu hingga
sekarang orang berusaha mendidik generasi muda, karena pendidikan itu hal yang dapat,
perlu, bahkan harus dilakukan. Jadi konsepsi Nativisme ini tidak dapat dipertahankan dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan
baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan
menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses
belajarnya.

Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika
anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai

11
pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik
ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam teori nativistik telah ditegaskan bahwa sifat-sifat yang dibawa dari lahir akan
menentukan keadaannya. Hal ini dapat diklaim bahwa unsur yang paling mempengaruhi
perkembangan anak adalah unsure genetic individu yang diturunkan dari orang tuanya. Dalam
perkembangannya tersebut anak akan berkembang dalam cara yang terpola sebagai contoh
anak akan tumbuh cepat pada masa bayi, berkurang pada masa anak, kemudian berkembang
fisiknya dengan maksimum pada masa remaja dan seterusnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas
Kabupaten Kuningan. Kuningan: Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah.
Bandung: Andira.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Ekonomi Secara


Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat: Depdiknas.

Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model Pembelajaran. Bandung: Kartika.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa
dan Sastra UM.

Mark K. Smith dkk. 2009. Teori Pembelajaran dn Pengajaran. Yogyakarta: Mieza Media
Pustaka.

Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda.
Nasution. 2013. “Berbagai Pendekatandalam Proses Belajar Mengajar”. Jakarta: Bumi

13
Aksara. Sagala, Syaiful. 2006. “Konsep Belajar dan Makna Pembelajaran”. Bandung:
Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group.

Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia diSD. Yogyakarta:Depdikbud.

Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Teori Belajar
Bahasa ~45~ Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Ray

14

Anda mungkin juga menyukai