Anda di halaman 1dari 8

TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN IPA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran IPA MI II

Dosen pengampu: Fira Nadliratul Afrida, M.Pd.

Oleh:

1. Ika Yuliani (18.13.00131)


2. Fernia Setyowati (18.13.00155)
3. Nurul Aini Maftuhah (18.13.00247)
4. Aisyah Fitri Lestari (18.13.00181)
5. Fatima Tazkiya Arief (18.13.00262)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH

PATI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat di perlukan dalam


pembangunan bangsa khususnya dalam bidang pendidikan. Tujuan utama
pendidikan adalah membantu siswa untuk dapat menemukan makna baru
mengenai apa yang dipelajari. Dengan demikian diperlukan pembelajaran yang
mampu menciptakan suasana atau kegiatan yang kondusif sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi siswa.

Teori konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan


bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran siswa. Pengetahuan
dikembangakan secara aktif oleh siswa sendiri dan tidak diterima secara pasif.
Tujuan teori konstruktivisme bukan melihat tentang realistis, tetapi melihat
bagaimana suatu proses dalam pembelajaran.

Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan


pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah
menstimulasi fan memotivasi siswa, mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa
serta menyediakan pemngalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh
karena itu guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa
untuk belajar secara aktif.

Pembelajaran IPA di SD merupakan sarana yang tepat untuk


mempersiapkan para siswa agar dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan
yang baru sehingga apa yang mereka peroleh dapat dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar teori Konstruktivisme?
2. Bagaimana penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran IPA SD?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Teori Konstruktivisme


1. Pengertian konsep dasar teori konstruktivisme dalam
pembelajaran

Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya


menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya
memperoleh informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakikat social dalam
belajar.1

Konstrutivisme berasal dari bahasa Inggris yaitu “to construct” artinya


membentuk. Para ahli konstruktivisme memandang bahwa manusia belajar
dengan cara mengkonstruksi pengertian atau pemahaman baru tentang fenomena-
fenomena dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.2

Menurut Wina Sanjaya, konstruktivisme adalah proses membangun atau


menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif peserta didik berdasarkan
pengalaman.3 Teori konstruktivisme menganjurkan adanya peran siswa aktif baik
aktif fisik maupun mentalnya dalam proses pembelajaran. Prinsip konstruktivisme
adalah bahwa pengetahuan siswa dibagun oleh siswa sendiri baik secara personal
maupun social, pengetahuan tersebut diperoleh melalui aktivitas siswa dalam
bernalar.

Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki


anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu
sendiri. Manusia mengkontruksi pengetahuan mereka secara individu maupun
melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan

1
Inayatul Ulya, Strategi Pembelajaran, (Pati: IPMAFA, 2018), hlm. 45.
2
Benny A. Pribadi, Pendekatan Konstruktivis dalam Kegiatan Pembelajaran, Pdf, hlm. 136.
3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beoreintasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta; Prenada
Media Group, 2008), hlm.264.
mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.

2. Proses Mengkontruksi Pengetahuan

Untuk memperbaiki pendidikan harus diketahui bagaimana manusia


belajar dan bagaimana cara pembelajarannya. Pengetahuan seseorang merupakan
konstruksi (bentukan) dari dirinya. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungan. Pengetahuan adalah
sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat
mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Manusia mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya, melihat,


mendengar, menjamahm, membau, merasakan. Pengetahuan bukan sesuatu yang
ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukkan. Von Galserfeld
mengemukakan ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkontruksi
pengetahuan yakni:4

1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengelaman.


Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan pengalaman sangat
penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi siswa dengan
pengalaman tersebut.
2. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan
dan perbedaan suatu hal.
3. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pegalaman yang satu dari pada
yang lain.
3. Proses Pembelajaran Menurut Teori Konstrutivistik
a. Perananan Siswa

Menurutpandangankonstruktivistikbelajarmerupakansuatu proses
pembentukanpengetahuan. Pembentukaniniharusdilakukanindividu yang belajar.

4
Sumarsih, Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran Mata
KuliahDasar-Dasar Bisnis, Jurnal Pendidikan Akuntasi Indonesia, Vol. III, Tahun 2009, hlm. 56.
Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi
makna tentang hal-hal yang dipelajari.

Siswa dipandang sebagai pribadi yang memiliki kemampuan awal sebelum


mempelajari sesuatu pengetahuan baru. Siswa yang bertanggug jawab atas hasil
belajarnya. Siswa membuat penalaran atas apa yang dipelajari dengan cara
mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahui, serta
menyelesaikan ketidaksamaan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang
diperlukan dalam pengalaman baru.

b. Peranan Dosen

Dalam pembelajaran konstruktivistik, pendidikan berperan membantu agar


proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Pendidik tidak
mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, melainkan membantu mahasiswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami
jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.

c. Sarana Belajar

Bahan, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk


membantu aktivitas dalam pembentukan pengetahuan. Siswa diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya sendiri tentang sesuatu yang
dihadapi.

d. Evaluasi Belajar

Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik


memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan konstruktivistik. Bentuk-
bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik,
mengkontruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih
tinggi seperti penemuan, sintesis, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang
luas dengan berbagai perspektif.5

5
Sumarsih, Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran Mata Kuliah
Dasar-Dasar Bisnis, Jurnal Pendidikan Akuntasi Indonesia, Vol. III, Tahun 2009, hlm. 57-58.
B. Penerapan Teori Kontruktivisme dalam Pembelajaran IPA SD

Pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari tiga dimensi yaitu IPA sebagai
produk, proses, dan pengembangan sikap ilmiah. Produk adalah hasil yang
diperoleh dari suatu pengumpulan data yang disusun secara lengkap dan
sistematis. Contoh: dari hasil pengamatan tanaman ditempat terang dan gelap
maka dihasilkan perbedaan antara lain (a) bentuk daun, (b) tinggi tumbuhan, (c)
dan warna daun. Proses adalah strategi atau cara yang dilakukan dalam
menemukan berbagai hal sebagai implikasi adanya temuan tentang kejadian atau
peristiwa alam. Contoh: kita berpikir dalam memecahkan suatu masalah di
lingkungan harus melalui beberapa tahapan, misalnya mengenal, merumuskan
masalah, mengumpukan data, melakukan percobaan atau penelitian, pengamatan,
pengukuran, menyimpulkan, melaporkan hasil penemuan atau
mengkomunikasikan pengetahuan dan lain sebagainya. Pengembangan Sikap
Ilmiah dalam proses IPA mengandung cara kerja, sikap, dan cara berpikir. Dalam
memecahkan masalah atau persoalan, seorang ilmuan berusaha mengambil sikap
tertentu dalam usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap inilah yang
dinamakan sikap ilmiah. Contoh: sikap ingin tahu, sikap ingin mendapatkan
sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap bertanggung jawab, sikap jujur, teliti
serta cermat dan sebagainya. Ketiga dimensi tersebut saling terkait, dalam
pembelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan tiga dimensi tersebut.
Dalam pembelajaran IPA lebih menekankan pada proses, dengan alasan bahwa
IPA berkembang dari hasil observasi tentang fenomena alam atau gejala alam.

Dengan demikian dalam pembelajaran IPA perlu diterapkan kegiatan-


kegiatan agar siswa mampu menemukan pengetahuan atau konsep sendiri melalui
pengalamannya dengan cara melakukan pengamatan, percobaan dan diskusi
tentang alam. Alternative yang dapat ditempuh adalah dalam pembelajaran
menerapkan pendekatan Konstruktivisme. 6

6
Pratiwi Pujiastuti, Pembelajaran IPA bermakna bagi siswa melalui pendekatan konstruktivisme,
pdf, hlm.5.
Ada berbagai metode berbasis konstruktivisme yang dapat digunakan guru
dalam kegiatan pembelajaran. Namun karena keterbatasan kemampuan dan waktu
maka tidak akan semua metode dapat digunakan. Yang terpenting adalah
penggunaan suatu metode harus dikaitkan dengan situasi dan tujuan belajar yang
hendak dicapai dan ditekankan kepada keaktifan siswa dalam membangun
pengetahuan.7

Hal-hal penting yang harus dilakukan seorang guru konstruktivis adalah


sebagai berikut:

a. Guru perlu mendengarkan secara sungguh-sungguh intepretasi siswa


terhadap data yang ditemukan sambal menaruh perhatian khusus
kepada keraguan, kesulitan, dan kebingungan setiap siswa.
b. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas dan juga
memberikan penghargaan kepada siswa.
c. Guru perlu menyadari bahwa ketidaktahuan siswa bukanlah suatu hal
yang jelek dalam proses belajar, karena “tidak mengerti” merupakan
langkah awal untuk memulai.

BAB III

PENUTUP

7
Mardiana, penerapan pembelajaran IPA berbasis Konstruktivisme, jurnal ilmiah al-madrasah,
Vol.3, No.1, Tahun 2018. Hlm.70.
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya, IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala
alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji
kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
Hakikat sebagai produk dan proses tidak bisa dibedakan dan
dipisahkan, karena produk dan proses mempunyai hubungan terikat satu
dengan yang lainnya dalam melakukan pengamatan ilmiah sehingga
membentuk sikap ilmiah.
Penerapan pembelajaran IPA berbasis Konsstruktivisme dapat
meningkatkan sikap ilmiah siswa dan secara langsung dapat membuat
siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga dapat
mengembangkan kemampuan berfikir siswa, meningkatkan penguasaan
materi pembelajaran dan akan mempengaruhi siswa dalam memecahkan
suatu masalah yang ada dilingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai