Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN

“Menguasai Pengetahuan dan Teknik Pengelolaan Tenaga Pendidik dan


Tenaga Kependidikan”

DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd., M.Pd
Drs. M. HIDAYAT, M.Pd

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :
Anna Mepti Febria (A1C317042)
Junika Purnama (A1C317026)
Lilis Fatona (A1C317030)
Lia Kartina (A1C317008)
Nanya Aprilia (A1C317066)
Shania Nurdini (A1C317078)

PENDIDIKAN FISIKA
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seruan alam
yang selalu melimpahkan petunjuk, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalan ini dengan judul “Pengetahuan dan teknik
pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan”.
Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka menyelesaikan tugas mata
kuliah Pengelolaan Pendidikan dan menambah pengetahuan serta wawasan dalam
bidang pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan fisika. Selama proses
penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali kesulitan-kesulitan yang
penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun dalam merangkai kata
demi kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak pernah menyerah serta kerja
sama yang baik dari kelompok, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik
dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata maupun dalam penyusunan
bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk
memberi sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang
sifatnya membangun yang akan penulis terima dengan senang hati demi
penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.

Jambi, 27 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ....................... 3
2.1.2 Jenis Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ................................ 4
2.1.3 Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ......... 6
2.1.4 Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ............................ 7
2.1.5 Pengelolaan dan Tujuan Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan ....................................................................................... 8
2.1.6 Peranan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan. ........................... 9
2.1.7 Ruang Lingkup Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.. ....................................................................................11
2.1.8 Aspek Kerja Guru dan Manajemen Sekolah .........................................20
2.1.9 Aspek Kerja Tenaga Kependidikan......................................................23
2.1.10 Cara Menjadi Guru yang Efektif dan Profesional ................................26
2.2 Kajian Kritis .................................................................................................39

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................42
3.2 Saran ...............................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................44

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga pendidik adalah ujung tombak dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, melalui berbagai jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Anak didik adalah
anggota masyarakat yang akan masuk ke dalam dunia pendidikan (persekolahan)
dan akan dikembalikan kepada masyarakatnya. Proses pembekalan komponen-
komponen untuk hidup tersebut menjadi tugas guru sebagai tulang punggung di
sekolah.
Untuk sampai pada tingkat bernilainya sebuah proses pembekalan dan
mendapatkan hasil yang diharapkan muncul dari siswa berbagai komponen tersebut
, diperlukan satu figure yang utuh dan komplit dari guru. Keutuhan dan komplit
yang dimaksudkan menyangkut pengetahuan tentang keguruan dan substansi
pelajaran, the art of teaching, karakter “guru”, sikap, dan mampu memenuhi setiap
perubahan yang berlangsung dalam dunia pendidikan. Guru seperti yang
diharapkan seperti itu bukan merupakan hal yang mudah dilakukan, perlu treatment
yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan tenaga pendidik.
Kemajuan zaman dan tantangan zaman yang makin pesat sekarang ini,
pendidik dan tenaga kependidikan idealnya tetap harus belajar, kreatif
mengembangkan diri dengan penemuan baru dalam dunia pendidikan. Namun,
harapan ini kerap kandas karena pendidik dan tenaga kependidikan kurang
semangat memajukan diri dan tidak banyak yang terus belajar lagi.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Untuk mengetahui jenis tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan.
4. Untuk mengetahui standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Untuk mengetahui pengelolaan dan tujuan pengelolaan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan.
6. Untuk mengetahui peranan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

1
7. Untuk mengetahui ruang lingkup pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan.
8. Untuk mengetahui aspek kerja guru dan manajemen sekolah.
9. Untuk mengetahui aspek kerja tenaga kependidikan.
10. Untuk mengetahui cara menjadi guru yang efektif dan profesional.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Secara fungsional kata pendidik dapat diartikan sebagai pemberi atau penyalur
pengetahuan dan keterampilan. Jika menjelaskan pendidik dikaitkan dengan bidang
tugas dan pekerjaan, maka variabel yang melekat adalah lembaga pendidikan. Ini
menunjukkan bahwa pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang
melekat pada diri seseorang yang tugasnya adalah mendidik dan memberikan
pendidikan (Sutirna, 2018: 145).
Menurut Heryati dan Muhsin dalam Aliyyah (2018: 4), tenaga atau
personalia pendidik adalah orang yang terlibat dalam tugas tugas pendidikan, yaitu
para guru/dosen sebagai pemegang peran utama, manajer/administrator, para
supervisior, dan para pegawai. Para personalia pendidikan perlu dibina agar bekerja
sama secara lebih baik dengan masyarakat.
Menurut Bachtiar (2016: 196-197), perlu dibedakan antara pendidik dengan
tenaga kependidikan. Guru jelas adalah pendidik. Di dalam Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) BAB XII, Tahun 2005 Pasal 139, Pasal 1 dinyatakan bahwa
pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, pelatih, dan sebutan lain dari profesi yang berfungsi
sebagai agen pembelajaran peserta didik. Adapun mengenai tenaga kependidikan
dinyatakan di dalam Pasal 140 Ayat 1 (RPP, Bab XII/2005) sebagai berikut. Tenaga
kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan
nonformal, pengawas satuan pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga
laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga
administrasi, psokolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan
sebutan lain untuk petugas sejenis yang bekerja pada satuan pendidikan.
Menurut Aliyyah (2018: 5), tenaga kependidikan adalah tenaga-tenaga
(personil) yang berkecimpung di dalam lembaga atau organisasi pendidikan yang
memiliki wawasan pendidikan (memahami falsafah dan ilmu pendidikan), dan

3
melakukan kegiatan pelaksanaan pendidikan (mikro atau makro) atau
penyelenggaraan pendidikan.
Pendidik akan berhadapan langsung dengan para peserta didik, namun ia
tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan lainnya, sehingga ia
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena itulah pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks
penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran). Pada dasarnya baik pendidik maupun
tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan
berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan
siswa dalam belajar (Siregar dan Lubis, 2017: 2-3).
Menurut Susanto, dkk (2015: 93), pendidik atau guru yang profesional tidak
lahir dari bentukan sistem, namun guru profesional lahir karena kepribadian yang
matang dan berkembang, kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan
kecintaannya terhadap profesi yang ditekuninya.
2.1.2 Jenis Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Menurut Musriadi (2018: 18-20), tenaga pendidik atau yang sering disebut
dengan guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-
mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumher daya manusia yang
propesional dalam bidang pembangunan. Oleh karena itu guru merupakan salah
satu unsur di bidang kependidikan yang harus berperan secara aktif dan
menempatkan kedudukannya sebaga tenaga profesinal, sesuai dcngan tuntutan
masyarakat yang semakin berkembang. Guru sebagai pengajar atau pendidik
merupakan salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan setiap usaha
pendidikan. Dengan demikian setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya inovasi
kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari usaha
pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa
eksistensinya peran guru dalam dunia pendidikan.
Yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan adalah kepala satuan
pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan
lainnya adalah orang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidlkan. walaupun secara tidak Iangsung terlibat dalam proses
pendidikan, diantaranya :

4
1. Wakil-wakil/kepala urusan, umumnya pendidik yang mempunyai tugas
tambahan dalam bidang yang khusus, untuk membantu Kepala Satuan
Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan pada institusi tersebut.
2. Tata usaha adalah tenaga kependidikan yang bertugas dalam bidang administrasi
instansi tersebut. Bidang administrasi yang dikelola diantaranya; Administrasi
surat menyurat dan pengarsipan, Administrasi kepegawaian, Adminisuasi
peserta didik, Administrasi keuangan, Administrasi inventaris. dan lain-lain.
3. Laboran adalah petugus khusus yang bertanggung iawab terrhadap alat dan
bahan di Laboratorium.
4. Pustakawan, pelatih ekstrakurikuler, petugas keamanan (penjaga sekolah),
petugas kebersihan, dan lainnya.
Menurut Sutirna (2018: 145-146), tenaga kependidikan adalah sebagaimana
termaktub didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 1992 tanggal 17
Juli 1992. Dalam PP tersebut [Pasal 3 ayat (1) sampai (3)] dinyatakan :
a. Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan,
penilik, pengawas, peniliti dan pengembangan di bidang pendidikan,
pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar dan penguji.
b. Tenaga pendidik terdiri atas pembimbingan,pengajar dan pelatih.
c. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rector,
dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan dapat dibedakan
menjadi lima kategori, yaitu :
a. Tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, pengajar pendidik dan pelatih.
b. Tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan
pengembangan di bidang kependidikan dan pustakawan.
c. Tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar
d. Tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua,
rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
e. Tenaga lain yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau administratif
kependidikan.

5
2.1.3 Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Aliyyah (2018: 6-7) mengungkapkan bahwa dalam Undang-Undang No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40, dinyatakan bahwa hak
dan kewajiban pendidik adalah sebagai berikut:
1. Pendidik adalah tenaga kependidikan berhak memperoleh :
a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
b. Penghargaan sesuai dengan tugas dasn prestasi kerja.
c. Pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atau hasil kekayaan
intelektual.
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan
untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
2. Pendidik dan Tenaga Kependidikan berkewajiban :
a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan logis.
b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Musriadi (2018: 20-21) menyatakan bahwa dalam Undang-undang
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada pasal 14 ayat
1, dalam melaksanakan tugas profesionalnya, guru berhak :
1. Memperoleh penghasilan atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial.
2. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelekktual.
4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.

6
6. Memillki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan. penghargaan. dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan
kaidah pendidikan. kode etik guru. dan peraturan perundang undangan.
7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
8. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
9. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kcbijakan pendidikan.
10. Memperoleh kesempatan unluk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi, dan
11. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
2.1.4 Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Menurut Hidayati (2014: 45-46), ada beberapa istilah dan penjelasan
penting yang dapat disarikan tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan
yang terdapat dalam PP No 19 Tahun 2005 sebagai berikut: Pada pasal 1 dijelaskan
bahwa: “Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.”
Artinya standar itu meliputi sejumlah kriteria yang harus dipenuhi sebelum dan
setelah menjalani jabatan sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.
Secara garis besar ada dua kualifikasi yang dipersyaratkan yaitu kualifikasi
akademik dan non akademik. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28 bahwa
pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
yang dimaksudkan adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik dan tenaga kependidikan yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik,
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.
Kemudian bagi seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian
tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi
pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

7
2.1.5 Pengelolaan dan Tujuan Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang
mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan,
penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah
agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.
Pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk mencapai hasil yang optimal,
namun dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi
personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan,
menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu
anggota mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan
karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
(Mulyasa dalam Aliyyah, 2018: 5-6).
Manajemen tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan,
kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Manajemen
tenaga pendidik dan kependidikan (Rugaiyah. 2010: 99) adalah kegiatan mengelola
personal pendidikan dalam melaksanakan tugas tugas sesuai tugas dan fungsinya
agar berjalan dengan efektif (Mustari dalam Aliyyah, 2018: 6).
Berdasarkan pendapat para pakar tersebut diatas, maka yang dimaksud
dengan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas pengaturan
tenaga pendidik dan kependidikan yang harus dilakukan mulai dari tenaga pendidik
dan kependidikan itu masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya
berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan,
pemberian kompensasi, penghargaan, pendidikan dan latihan/ pengembangan dan
pemberhentian.
Menurut Menurut Siregar dan Lubis (2017: 4), tujuan manajemen tenaga
pendidik dan kependidikan secara umum adalah :
1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi.

8
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh tenaga
kependididkan,
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur
perekrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi yang disesuaikan dengan
kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan
kebutuhan organisasi dan individu.
4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari
bahwa tenaga pendidik dan kependidikan merupakan stakeholder internal yang
berharga serta membantu mengembangkan iklim kerjasama dan kepercayaan
bersama.
5. Menciptakan iklim kerja yang harmonis.
2.1.6 Peranan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1. Peranan Tenaga Pendidik
Menurut Djamarah dalam Sutirna (2018: 147-148), peranan pendidik itu
adalah sebagai :
1. Korektor, pendidik dapat membedakan mana nilai baik dan nilai buruk dalam
pelaksanaan pendidikan
2. Inspirator, pendidik dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar
peserta didik
3. Informator, pendidik dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
4. Organisator, pendidik mampu mengelola kegiatan pembelajaran
5. Motivator, pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah
danktif dalam proses pembelajaran
6. Inisiator, pendidik menjadi pencetus ide kemajuan dalam pendidikan dan
pembelajaran
7. Fasilitator, pendidik menyediakan fasilitas untuk memudahkan proses
pembelajaran
8. Pembimbing, pendidik harus bias memberikan pemahaman materi pelajaran
kepada peserta didik dengan baik
9. Demonstrator, pendidik harus mampu memberikan pemahaman materi
pelajaran kepada peserta didik dengan baik

9
10. Pengelola kelas, pendidik harus mampu mengelola kelas dengan dinamis
11. Mediator, pendidik harus mengetahui manfaat media pendidikan secara benar
dan tepat
12. Supervisor, pendidik harus mampu membantu memperbaiki dan menilai
13. Evaluator, pendidik harus mampu mengevaluasi seluruh kegiatan peserta didik
dari awal sampai dengan akhir mengikuti pendidikan.
2. Peranan Tenaga Kependidikan
Menurut Wahjosumijo dalam Purwanti (2013: 214), kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan penting dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah adalah seorang tenaga
fungsional guru, yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana
diselenggarakannya proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi
guru dalam memberi pelajaran dan murid menerima pelajaran.
Menurut Mulyasa dalam Purwanti (2013: 214), perspektif kedepan
mengisyaratkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figure
dan mediator. Beberapa peran kepala sekolah dalam paradigm baru manajemen
pendidikan yaitu sebagai berikut :
a. Kepala sekolah sebagai pemimpin.
b. Kepala sekolah sebagai manajer.
c. Kepala sekolah sebagai pendidik.
d. Kepala sekolah sebagai administrator.
e. Kepala sekolah sebagai motivator.
Menurut Hanafi (2014: 74-75), peranan teknisi pembantu laboratorium
sangat penting untuk menjaga dan menjamin persiapan peralatan dan komponen
yang akan diguanakan peserta didik melaksanakan praktik. Untuk itu, setiap bagian
di Jurusan Elektronika Industri mempunyai teknisi. Selain bertanggung jawab
terhadap laboratorium yang berada dibawah kendalinya, seorang teknisi
laboratorium juga dapat memperbaikik kerusakan peralatan, terutama perealatan
ukur dan modul-modul praktik pada meja kerja.Semua peralatan yang ada telah
dicatat dalam pangkalan data komputer, temasuk barang yang rusak dan barang
yang telah diperbaiki. Teknisi menyiapkan barang untuk mencatat riwayat
kerusakan dan komponen yang telah diganti. Setiap barang yang telah diisi akan

10
dimasukkan dalam dokumen dan dicatat dalam komputer. Mekanisme itu dilakukan
sesuai dengan peraturan. Namun begitu, dalam pelaksanaanya lebih fleksibel, yang
bermakna tidak harus barang diisi lebih dulu untuk mengirim peralatan yang rusak,
tetapi dapat diisi oleh TTO beberapa waktu kemudian, walaupun peralatan yang
diperbaiki telah dikembalikan ke laboratorium untuk digunakan kembali.
Menurut Zulkarnain dan Sumarsono (2015: 59 ), peranan pokok TAS adalah
sebagai administrator yang berfungsi meringankan (facilitating fincitions) atau
membantu pekerjaan inti instansi sekolah agar berjlan efektif dan efisien. Apabila
TAS tersebut memiliki staf makan peranannya bertambah sebagai pemimpin dan
manajer. Oleh sebab itu, kepala TAS yang bertugas memimpin pelaksanaan urusan
tata usaha(TU) kantor sekolah juga harus memiliki dimensi kompotensi
keprinbadian, social, dan teknis.
2.1.7 Ruang Lingkup Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Menurut Aliyyah (2018: 23-24), ruang lingkup kegiatan pengelolaan
pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kegiatan :
1. Rekrutmen
Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan terdiri dari seleksi, orientasi
dan penempatan.Untuk mendapatkan tenaga kependidikan dan pendidik yang
berkualitas serta memenuhi prinsip the right man on the right place maka dilakukan
kegiatan perekrutan yang diawali dengan kegiatan seleksi, dilanjutkan dengan
kegiatan orientasi dan penempatan.
Sebelum dilaksanakan seleksi, terlebih dahulu ditetapkan kualifikas dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan tertentu. Pada umumnya
kualifikasi meliputi : keahlian, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan,
keadaan fisik dan lainnya. Kompetensi adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas tertentu.Kompetensi merupakan perwujudan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terinternalisasi dalam setiap gerak
langkahnya. Seleksi adalah kegiatan memilih calon-calon tenaga yang dilaksanakan
melalui kegiatan seleksi administrative tes tertulis, tes psikologis, wawasan dan tes
kesehatan setelah calon dinyatakan lulus seleksi maka tahap pertama dilakukan
kegiatan orientasi. Orientasi dilakukan untuk memperkenalkan kepada pegawai

11
baru terhadap lingkungan kerja, tugas-tugas dan personal yang ada di
lingkungannya.
Menurut Danumiharja (2014: 125-134), rekrutmen secara umum
didefinisikan sebagai pencarian dan pengadaan calon tenaga pendidikan dan
kependidikan yang berkualitas dan potensial sehingga sekolah dapat menyeleksi
orang-orang yang sesuai bagi kebutuhan kerja yang ada. Secara spesifik, rekrutmen
adalah serangkaian aktivitas dan proses yang digunakan secara legal untuk
memperoleh sejumlanh orang-orang yang berkualitas pada ruang dan waktu yang
sesuai sehingga orang-orang dan sekolah dapat memilihi satu sama lain minat yang
jangka pendek dan jangka panjang.
Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan sering dianggap sebagai
kondisi yang melegakan, sedangkan penyaringan tenaga pendidik dan
kependidikan dianggap suatu yang menyulitkan. Perekrutan tenaga pendidik dan
kependidikan dipandang menyulitkan karena menyeleksi pencari kerja dan hanya
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan sekolah. Kegiatan penyaringan tenaga
pendidik dan kependidikan dapat dibuat khusus. Dalam kondisi tertentu mungkin
terdapat kesempatan yang lebih menguntungkan untuk memperoleh tenaga
pendidik dan kependidikan yang memenuhi harapan sekolah. Namun demikian,
perektrutan tenaga pendidik dan kependidikan kebanyakan merupakan suatu fungsi
yang positif untuk mencari, menentukan, dan menarik para pencari kerja untuk
mengisi formasi tenaga pendidik dan kependidikan.
Tujuan umum rekrutmen adalah untuk menyiapkan sejumlah tenaga
pendidik dan kependidikan yang berkualitas dan potensial bagi sekolah. Tujuan
spesifik rekrutmen adalah sebagai berikut :
a. Untuk menetapkan kebutuhan rekrutmen sekolah masa sekarang dan yang akan
datang hubungannya dengan perencanaan SDM dan job analysis.
b. Untuk meningkatkan sejumlah calon tenaga pendidik dan kependidikan dengan
biaya minimum.
c. Untuk membantu meningkatkan angka keberhasilan dari proses seleksi dengan
menurunkan sejumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang bermutu rendah
atau bermutu terlalu tinggi dengan jelas.

12
d. Untuk membantu menurunkan kemungkinan tenaga pendidik dan kependidikan
yang setelah direkrut dan diseleksi, akan hengkang dari sekolah setelah beberapa
saat kemudian.
e. Untuk memnuhi tanggung jawab sekolah bagi program tindakan persetujuan dan
hukum lain serta kewajiban sosial yang berurusan dengan komposisi tenaga
pendidik dan kependidikan.
f. Untuk mengawali identifikasi dan menyiapkan tenaga pendidik dan
kependidikan potensial yang akan menjadi calon tenaga pendidik dan
kependidikan yang sesuai.
g. Untuk meningkatkan keefektifan sekolah dan individu dalam jangka pendek dan
panjang.
h. Untuk mengevaluasi keefektifan teknik dan pencarian rekrutmen yang beragam
dari semua jenis tenaga pendidik dan kependidikan.
Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan dapat ditentukan dari
berbagai sumber. Prioritas utama di titik beratkan pada orientasi manajemen tenaga
pendidik dan kependidikan berdasarkan pertimbangan dan kebijakan yang diambil.
Keseimbangan penentuan sumber mungkin merupakan hal yang perlu mendapat
pertimbangan manajemen SDM. Namun, ini tidak menjamin bahwa kelangsungan
sekolah bergantung pada keseimbangan penentuan sumber tenaga pendidik dan
kependidikan. Yang jelas, masa depan sekolah salah satunya bergantung pada
kelihaian manajemen SDM dalam menentukan dan memilih tenaga pendidik dan
kependidikan yang cakap, sesuai dengan motif orientasi sekolah. Secara garis besar
penentuan sumber tenaga pendidik dan kependidikandapat dilakukan dengan dua
sumber, yakni perekrutan dari internal sekolah dan perekrutan dari eksternal
sekolah.
a. Sumber Internal Sekolah
Sumber internal meliputi tenaga pendidik dan kependidikan sekarang,
rekan-rekan tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga pendidik dan kependidikan
sebelumnya, dan pelamar sebelumnya. Promosi, penurunan pangkat dan
pemindahan juga dapat menyediakan pelamar bagi departemen-departemen atau
divisi-divisi dalam sekolah. Tenaga pendidik dan kependidikan saat ini merupakan
sumber tenaga pendidik dan kpeendidikan dalam dua hal : mereka dapat mengacu

13
kepada rekan-rekan terhadap sekolah, dan mereka juga dapat menjadi pelamar oleh
mereka sendiri dengan transfer promosi potensial.
b. Metode Internal
Lowongan kerja dapat dicari melalui pengumuman pada papan
pengumuman, dari mulut ke mulut, surat personalia sekolah, daftra promosi
berdasarkan kinerja, rating potensial yang diperoleh dari aktifitas-aktifitas
penilaian, daftar senioritas dan daftar yang dihasilkan oleh inventarisasi skill dalam
departemen sekolah. Metode yang paling sering digunakan meliputi penempatan
tenaga pendidik dan kependidikan dan kontrak informal.
Penempatan kerja. Sebuah metode yang secara jelas menampilkan
pembukaan kerja saat ini, memperluas undangan terbuka bagi semua tenaga
pendidik dan kependidikan dalam suatu sekolah. Hal ini melayani tujuan-tujuan
berikut :
1. Memberikan peluang bagi pertumbuhan dan pengembangan tenaga pendidik dan
kependidikan.
2. Memberikan peluang yang sama bagi kemahiran semua tenaga pendidik dan
kependidikan.
3. Menciptakan keterbukaan yang lebih luas dalam sekolah dengan membuat
kesempatan yang diketahui oleh tenaga pendidik dan kependidikan.
4. Meningkatkan kesadaran staf dari perolehan gaji, gambaran kerja, promosi
umum dan prosedur transfer, dan apa yang merupakan kinerja yang efektif.
5. Mengkomunikasikan tujuan dan sasaran sekolah dan memberikan setiap
individu kesempatan untuk menemukan kesesuaian personal dalam struktur
kerja sekolah.
Program rekomendasi tenaga pendidik dan kependidikan. Program
rekomendasi tenaga pendidik dan kependidikan, merupakan iklan dari mulut ke
mulut dimana tenaga pendidik dan kependidikan diberi wewenang untuk
mencalonkan pelamar yang terampil bagi sekolah. Metode ini merupakan cara
rekrutmen biaya rendah per pengangkatan, meskipun dalam beberapa hal kandidat
pencarian pelamar dalam pasokan jangka pendek dan kandidat pimpinan/kepsek.

14
c. Sumber Ekternal Sekolah
Rekutmen secara internal tidak selalu menghasilkan tenaga pendidikan dan
kependidikan yang kualifikasinya cukup, terutama bagi sekolah yang tumbuh pesat
atau yang memeiliki permintaan luas bagi profesional yang berbakat tinggi, trampil
dan tenaga pendidikan dan kependidikanan pemimpin/Kepsekial. Rekrutmen dari
luar memliki sejumlah besar keuntungan, termasuk membawa orang dengan
gagasan-gagasan baru.
Walk-ins (pelamar yang datang ke sekolah). Pengunaan walk-ins dalam
rekutmen terutama lazim bagi para tenaga pendidik dan kependidikan juru tulis dan
pabrik/jasa. Dalam metode walk-ins, para individu menjadi para pelamar dengan
memasuki kantor kerja sekolah. Metode ini, seperti ERPs, relatif bersifat informal
dan tidak mahal dan hampir sama efektifnya dengan rekomendasi tenaga pendidiak
dan kependidikan dalam mempertahankan calon tenga pendidikan dan
kependidikan yang satu kali pengangkatan. Tidak seperti rekomendasi, calon tenaga
pendidikan dan kependidikan non rekomendasi mnegetahui sedikit tentang
ketersediaan kerja spesifik dan bisa datang tanpa rekomendasi implisit dari tenaga
pendidikan dan kependidikan saat ini enggan untuk mengacu atau merekomendasi
calon tenaga pendidik dan kependidikan yang tidak merasa puas.
Agen kerja, agen-agen kerja merupakan sumber yang baik tenaga
pendidikan dan kependidikan sementara dan sumber tenga pendidik dan
kependidikan tetap yang paling unggul. Agen-agen kerja bisa negeri atau pun
swasta. Agen-agen kerja swasta cenderung melayani dua kelompok calon tenaga
pendidik dan kependidikan : profesional atau pimpinan/ kepsekial dan tenaga peran
yang penting dalam perekrutan calon tenaga kerja tenaga pendidik dan
kependidikan profesional dan pimpinan/kepsekial. Meskipun berhasil, biaya
sekolah jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.
Agen-agen bantuan sementara pada saat yang sama bahwa agen perekrutan
swasta memberikan calon tenaga pendidik lowongan yang “waktu penuh”. Agen
bantuan sementara mewakili berbagai macam sekolah.
Tenaga pendidik dan kependidikan asing. Kekurangan nyata dari beberapa
calon tenaga pendidik dan kependidikan yang ada, termasuk tenaga profesional
seperti insyinyur ahli kimia, perawat, dan ahli geologi. Akibatnya para pengusaha

15
mencari untuk mengangkat tenaga pendidik dan kependidikan. Pendidikan asing
dari negara yang jauh atau melalui kantor penempatan akademik.
d. Metode Eksternal
1. Radio dan Televisi.
Hanya sedikit persentase yang menggunakan radio dan televisi untuk
mencari tenaga pendidik dan kependidikan. Namun sekolah yang nekat untuk
mencapai jenis lowongan kerja tertentu, seperti tenaga pendidik dan kependidikan
yang terampil akan meningkatkan pengeluaran rekrutmennya bagi iklan di radio
dan televisi dengan hasil yang menguntungkan.
2. Surat Kabar dan Jurnal sekolah.
Surat kabar secara tradisional telah menjadi metode yang paling umum
dalam rekrutmen eksternal. Mereka mencapai sejumlah besar calon tenaga pendidik
dan kependidikan potensial yang ongkos nya relatif rendah setiap pemuatan. Surat
kabar juga digunakan untuk merekrut semua jenis tenaga pendidik dan
kependidikan, dari yang paling tidak trampil sampai yang paling tinggi
ktrampilannya dan jabatan top pimpinan/kepsek.
3. Layanan Komputer
Metode ekternal yang lebih baru dan kurang umum adalah layanan
rekrutmen komputer. Cara kerja layanan ini sebagai penempatan daftar pembukaan
kerja maupun mencari calon tenaga pendidik dan kependidikan.
4. Akuisisi dan Merger
Para tenaga pendidik dan kependidikan juga dapat diperoleh melalui
akuisisi dan merger. Hasil yang signifikan dari proses merger atau akuisisi
merupakan sejumlah besar tenaga pendidik dan kependidikan terlatih, beberapa
diantaranya tidak terkecuali dalam sekolah baru. Untuk tenaga pendidik dan
kependidikan baru ini, tenaga kependidikan yang terlatih menjadi tenaga pendidik
dan kependidikan yang potensial dan berkualitas. Untuk tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan lama (mereka yang tidak diganti), para tenaga pendidik dan
kependidikan tersebut menjadi terlatih dari orang-orang yang paling berkualitas
yang dapat di identifikasi dan diseleksi.

16
2. Pembinaan
Pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi, penggajian, pemberian
kesejahteraan, kenaikan pangkat, penilaian pendidik dan tenaga kependidikan serta
cuti pegawai.Pembinaan dilakukan dalam upaya mengelola dan mengendalikan
pegawai selama melaksanakan kerja di lembaga/sekolah.
Menurut Maskur (2014: 45), Pembinaan atau pengembangan tenaga
kependidikan merupakan usaha mendayagunakan, memajukan dan meningkatkan
produktifitas kerja setiap tenaga kependidikan yang ada diseluruh tingkatan
manajemen organisasi dan jenjang pendidikan. Tujuan dari kegiatan pembinaan ini
adalah tumbuhnya kemampuan setiap tenaga kependidikan yang meliputi
pertumbuhan keilmuan, wawasan berpikir, sikap terhadap pekerjaan dan
keterampilan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, sehingga produktifitas kerja
dapat ditingkatkan.
Prinsip yang patut diperhatikan dalam penyelengaraan pembinaan tenaga
kependidikan, yaitu :
1. Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan baik untuk tenaga struktual.
Tenaga fungsional maupun tenaga teknis penyelenggaraan pendidikan
2. Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan
kemampuan professional dan atau teknis untuk pelaksanaan tugas sehari-hari
sesuai dengan posisi masing-masing.
3. Mendorong peningkatan kontribusi setiap individu terhadap organisasi
pendidikan atau system sekolah dan menyediakan bentuk-bentuk penghargaan.
Kesejahteraan dan insentif sebagai imbalan guna menjamin terpenuhinya secara
optimal kebutuhan social ekonomis maupun kebutuhan social psikologi.
4. Mendidik dan melatih sesorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan
atau posisi.
5. Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan.
Pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegitan remedial, pemeliharaan
motivasi kerja dan ketahanan organisasi pendidikan.
6. Pembinaan dan jenjang karir tenaga kependidikan disesuaikan dengan kategori
masing-masing jenis kependidikan itu sendiri.

17
Menurut Aliyyah (2018: 24-29), berikut beberapa contoh dari pembinaan
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan:
a. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya peningkatan pegawai agar lebih
berkualitas kinerjanya. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan sebagai
pengembangan bagi tenaga pendidik dan kependidikan. Pendidikan dan pelatihan
dalam contoh memberikan kesempatan kepada guru guru dan staf untuk mengikuti
penataran, pelatihan, melanjutkan pendidikan, seminar, workshop dan lain-lain.
b. Kompensasi/penggajian
Kompensasi atau penggajian tenaga pendidik dan kependidikan terbagi
dalam beberapa kategori-kategori :
1) Tenaga tetap yang ditugaskan oleh Negara (PNS) mendapat gaji sesuai peraturan
Negara.
2) Tenaga tidak tetap sekolah dengan PTT (Pegawai Tidak Tetap) mendapat gaji
sesuai peraturan Negara dan masa kontraknya.
3) Tenaga tidak tetap sekolah dengan status guru bantu bagi sekolah swasta
mendapat gaji sesuai peraturan negara dan masa kontraknya.
4) Tenaga honorer baik bagi tenaga administrative atau guru mendapat gaji sesuai
kondisi keuangan sekolah, masa pengabdian yang mengacu kepada Upah
Minimum Regional(UMR). Salah satu prinsip yang diterapkan dalam pemberian
kompensasi yaitu “equal pay equal work” kesinambungan atau kesesuaian
pembayaran dan kesesuaian kerja.
c. Tunjangan dan Kesejahteraan
Tunjangan kesejahteraan bagi tenaga pendidik dan kependidikan
dimaksudkan untuk meningkatkan semangat kerja, rasa aman dan nyaman sehingga
membuat pegawai betah dan menghasilkan idea yang tinggi. Tunjangan tersebut
dapat berupa tunjangan yang langsung dibayar dalam bentuk uang adapula dalam
bentuk lain seperti asuransi.
d. Kenaikan Pangkat
Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan pemerintah atas
pengabdian PNS yang bersangkutan terhadap negara. Kenaikan pangkat diterapkan
setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahunnya. Macam kenaikan Pangkat

18
PNS adalah sebagai berikut: kenaikan pangkat regular, kenaikan pangkat pilihan,
kenaikan pangkat istimewa, kenaikan pangkat pengabdian, kenaikan pangkat
anumerta, kenaikan pangkat dalam tugas belajar, kenaikan.
e. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
DP3 merupakan suatu daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan
pekerjaan setiap pegawai selama satu tahun yang dibuat oleh pejabat penilai.
f. Kualifikasi dan Kompetensi Guru
Kualifikasi guru adalah persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh guru
mulai dari guru yang bertugas pada satuan pendidikan jalur formal. Kompetensi
adalah separangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
3. Pemberhentian dan Pemensiunan
Pemberhentian dan pemensiunan merupakan konsep yang hampir
bersamaan yaitu sama-sama terjadi pemutusan kerja.Istilah pemberhentian atau
pemutusan hubungan kerja digunakan pada lembaga pemerintahan atau bagi
pegawai negeri. Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seorang
karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. Pensiun adalah pemberhentian
karyawan atas keinginan perusahaan/undang-undang atau keinginan karyawan
sendiri. Alasan pemberhentian disebabkan oleh undang-undang, keinginan
perusahaan, keinginan karyawan, pensiun, kontrak kerja berakhir, kesehatan
karyawan, meninggal dunia, perusahaan likuidasi.
Pemberhentian atau pemesiunan pegawai negeri sipil diatur dalam peraturan
pemerintah nomor 32 tahun 1979. Pemensiunan PNS maksudnya adalah
berakhirnya status seseorang dari status PNS karena alasan-alasan tertentu.
Pemberhentian PNS dapat terjadi karena permintaan sendiri, mencapai batas usia
pension, adanya penyederhaan organisasi, tidak cakap jasmani/rohani,
meninggalkan tugas, meninggal dunia atau hilang dan lain-lain. Hak pensiun PNS
diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 1969.Pensiun dimaksud adalah
berhentinya seseorang yang telah selesai menjalankan tugasnya sebagai PNS karena
telah mencapai batas yang telah ditentukan atau karena menjalankan hak atas
pensiunnya.

19
Menurut Rugaiyah dalam Aliyyah (2018: 29), batas usia seorang PNS untuk
mendapatkan pension adalah 56 tahun. Batas usia ini dapat diperpanjang menjadi
(1) 65 tahun bagi PNS yang memangku jabatan ahli peneliti, guru besar, lector
kepala dan lector, jabatan lainnya yang ditentukan presiden, (2) 60 tahun bagi PNS
yang memangku jabatan eselon I dan eselon II, pengawas, guru sekolah menengah
sampai dengan SMTA (kepala sekolah dan pengawas) dan (3) 65 tahun bagi PNS
yang memangku jabatan sebagai hakim.
2.1.8 Aspek Kerja Guru dan Manajemen Sekolah
1. Beliefs About The Nature of Teaching and Learning
According to Talis (2009:198-201), constructivist beliefs are characterised
by a view of the teacher as a facilitator of learning who gives more autonomy to
students; a direct transmission view sees the teacher as the instructor who provides
information and demonstrates solutions. Are principals’ management styles related
to teachers’ pedagogical beliefs?
Net of the other factors about teachers’ professional background and the
basic conditions of their position within their school, it is only in Malta that
principals with a more instructional leadership style tend to work with teachers who
believe in a constructivist approach to instruction and learning, while the opposite
is true in Iceland. These teachers see their role as more of a facilitator of students’
own inquiry. They believe in encouraging independent problem solving on the part
of students and also that general thinking and reasoning skills are more important
than specific curricular content.
In contrast, teachers who believe strongly in direct transmission of
instruction may be characterised as having more traditional attitudes towards
classroom instruction. These teachers value instruction that is built around problems
for students to solve which have clear and correct answers and are within the grasp
of the learners. They see the teacher’s main role in problem solving as
demonstrating the correct procedure. These teachers tend to hold firm to the belief
that teaching facts is necessary as this is how students accumulate knowledge.
Lastly, these teachers believe that a quiet classroom is most conducive to learning.
Interestingly, as for constructivist teachers, there is no association in most TALIS

20
countries between either of the two leadership styles and belief in this more
traditional approach to instruction and pedagogy.
2. Classroom Practices of Teachers
The range of instructional practices reported on by teachers is summarised
on three indices for structuring practices, student-oriented practices and enhanced
learning activities. structuring practices include such activities as stating learning
goals, summarising former lessons, checking students’ understanding and
reviewing homework. Student-oriented practices involve students working in
groups, grouping students by ability and differentiating the tasks they are set and
the involvement of students in planning classroom activities. Enhanced learning
activities for instance have students working on projects, holding debates and
making a product. Are principal management styles related to what teachers do in
the classroom?
In the case of beliefs, the degree to which a principal manages the school
according to a more administrative leadership style is not directly related in most
countries to any of the three classroom practices of teachers; the same is also
generally true for an instructional leadership style. Among the few cases where
significant relations are evident, administrative leadership is more likely than
instructional leadership to be associated with all three teaching practices in Iceland
and Malta. Conversely, in Italy instructional leadership is more likely to go hand in
hand with greater degrees of student-oriented and enhanced learning activities.
3. Teachers’ Professional Activities
Teachers’ co-operative professional behaviour in TALIS countries is
captured by exchange/coordination for teaching and professional collaboration. Are
principals’ management styles related to how teachers co-operate with each other
for effective instruction?
teachers’ collaborative behaviour is related to management styles in a number of
countries. In Hungary, Iceland, Lithuania, Malaysia, Mexico and Poland, where
principals use an instructional leadership style of management, teachers are more
likely to co-operate and work together in groups or teams for job-related purposes
such as administrative tasks, the actual teaching of students or professional
development. Other than in Mexico and with the addition of Norway, the same is

21
true for more complex forms of professional collaboration: collective learning
activities such as observing and critiquing other teachers’ instruction and team
teaching of courses. In neither case is the level of administrative leadership
associated with teachers’ professional activities.
According to Krise (2016: 26), the emphasis on accountability in teacher
education has called for a change in the evaluation systems. Teacher or Teaching
Performance Assessments (TPA) are used in teacher education as an instrument to
evaluate pre-service teachers in their field setting. In a report by Linda Darling-
Hammond (2010) titled Evaluating Teacher Effectiveness: How Teacher
Performance Assessments Can Measure and Improve Teaching, the use of TPAs to
create a common standard for the teaching profession is mentioned to be similar to
the assessments in other professions such as accounting, medicine, and engineering.
This makes the assumption that these professions are comparable and simplifies
teaching by refusing to take into account its complexities.
4. Teachers’ Attitudes Towards Their Job
Teachers’ level of job satisfaction and their sense of self-efficacy in terms
of helping students to learn. Are these attitudes towards their job related to
principals’ management styles? teachers in Estonia, Hungary, Malta and Turkey are
more satisfied with their job in schools whose principal employs an instructional
leadership style of management. At the same time, teachers’ job satisfaction is
unrelated to administrative leadership in most countries. In Hungary, Malta,
Portugal and Spain teachers who see themselves as successful with students
learning work in schools where the principal has a more pronounced instructional
leadership style
5. Teacher’s Work Evaluation
According to Gardiner in Zulfikar (2009: 24), therefore, to avoid rote
learning, Indonesian teachers are encouraged to use frequent self-made formative
assessments, which do not necessarily test students’ memorisation skill. Australian
education has implemented a series of teacher-made formative and summative
assessments because, through such assessments, teachers are better able to
understand their students’ progress. In spite of the importance of evaluation as a
foundation to understand students’ academic progress, misplaced quality control

22
will yield negative implications. In recent times, Indonesian education has been
attacked for its failure to design an effective summative assessment; there has been
much adverse criticism of the national examination (ujian nasional), which is
administered at the end of secondary schooling. Indeed, there is merit in the
criticisms of the ujian nasional because the examination fails to appropriately define
learning success.
2.1.9 Aspek Kerja Tenaga Kependidikan
1. Librarian
According to Strong (2013: 97-98), to stimulate thinking on a different
model of education that encompasses collaborative efforts or paradigms for cross-
disciplinary education, consider these few examples:
a. Collaboration between school librarians and school counselors — Several
recently published articles in the Association for Educational Communications
and Technology yearbooks extol the importance of collaboration between
school counselors and school library media specialists (Dotson & Dotson-Blake,
2010; Dotson-Blake & Dotson, 2011; Jones, 2010). In their article about school
counselors, Dotson-Blake and Dotson (2011) wrote about the usefulness of
collaborative efforts between two key groups of educators. The authors
presented a case for example, where counselors and librarians worked together
to “address the mental health needs of students” (p. 202). The school counselor
and librarian work closely to identify key student mental health issues. They then
set about designing an academically based project where students will create
annotated list of quality electronic resources addressing the various topics.
b. Collaboration between special educators and school librarians — In a 2011
article in Teaching Exceptional Children, Canter, Voytecki, Zambone, and Jones
proclaimed the school librarian as a “forgotten partner” (p. 14). They encouraged
special educators to reach out to librarians when collaborating. They also
asserted that the research 98 Cynthia Strong consistently shows that
collaboration between school librarians and general educators contributed to
increases in the achievement of special education students. Citing much of the
research noted in this article, they encouraged special educators and librarians to
seek each other out for collaborative planning. Further, their article provided

23
concrete examples of specific action steps for collaborative efforts between
educators from these two professions.
c. Collaboration between a school librarian and multiple building professionals —
in a 2007 article for the online edition of Knowledge Quest, I shared my personal
experience of collaborating with myriad educators in the high school I worked
in as a media specialist (librarian) in Maryland. Charged by the principal to
develop a comprehensive literacy plan for the school, I assembled teachers from
the following departments to serve on the Literacy Project Team: English,
foreign languages, reading, ESOL, special education, literacy, and staff
development (Strong, 2007). The resulting Literacy Plan became a guiding
document used by the staff development teacher and literacy coach for writing a
yearlong staff development plan focusing best practices in vocabulary
instruction. Though these examples are anecdotal, they nonetheless provide
useful ideas on how school libraries may assist students by involving the
cooperative efforts of professional educators. Further research, replicating the
Todd and Kuhlthau’s (2005) Ohio study, is also needed. Additionally, empirical
research is needed offering evidence of the impact of the collaborative efforts of
school building personnel. These additional studies could show how the
collaborative efforts of all school professionals are correlated to the academic
achievement of students. With such studies in hand, we can mine the research
for creative ways to make education sustainable.
2. Kepala Sekolah
Menurut Reston (2015: 16), effective leaders :
a. Develop workplace conditions for teachers and other professional staff that
promote effective professional development, practice, and student learning.
b. Empower and entrust teachers and staff with collective responsibility for
meeting the academic, social, emotional, and physical needs of each student,
pursuant to the mission, vision, and core values of the school.
c. Establish and sustain a professional culture of engagement and commitment to
shared vision, goals, and objectives pertaining to the education of the whole
child; high expectations for professional work; ethical and equitable practice;

24
trust and open communication; collaboration, collective efficacy, and continuous
individual and organizational learning and improvement.
d. Promote mutual accountability among teachers and other professional staff for
each student’s success and the effectiveness of the school as a whole.
e. Develop and support open, productive, caring, and trusting working
relationships among leaders, faculty, and staff to promote professional capacity
and the improvement of practice.
f. Design and implement job-embedded and other opportunities for professional
learning collaboratively with faculty and staff.
g. Provide opportunities for collaborative examination of practice, collegial
feedback, and collective learning.
h. Encourage faculty-initiated improvement of programs and practices
3. Staf Administrasi Sekolah
Menurut Zulkarnain dan Sumarno (2015:47), Tenaga administrasi sekolah
(TAS) merupakan salah satu tenaga kependidikan di sekolah. Tugas tenaga
kependidikan menurut UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 ialah melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Tenaga administrasi sekolah adalah tenaga kependidikan yang memberikan
dukungan layanan admistrasi guna terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
Mereka merupakan non teaching staff dan biasa dikenal dengan sebutan staf tata
usaha (TU) yang bertugas sebagai pendukung berjalannya proses pendidikan
disekolah melalui layanan administratif guna terselenggarakannya proses
pendidikan yang efektif dan efisien di sekolah. Dalam keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No.053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan
Menengah dinyatakan bahwa TAS bisa didefinisikan sebagai sumberdaya manusia
disekolah yang tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
namun berperan dalam mendukung kelancaran proses pembelajaran dan
administrasi sekolah.
Hal ini sesuai dengan peraturan Pemerintahan RI Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan yang menegaskan bahwa tenaga administrasi

25
merupakan tenaga kependidikan yang wajib dimiliki oleh sekolah dasar dan
menengah. Selain itu program paket A, B, dan C juga wajib memiliki tenaga
adminstrasi (pasal 35 ayat 1).
2.1.10 Cara Menjadi Guru yang Efektif dan Profesional
According to leadership guide (2004: 4-8), an effective teacher has a wide-
ranging repertoire of different teaching and learning models, strategies and
techniques and knows how to create the right conditions for learning. The choice is
determined by the nature of the learning objective. The Key Stage 3 National
Strategy booklet Key messages: Pedagogy and practice (Ref. DfES 1025/2003)
provides guidance on the relationship between pedagogic approaches (teaching
models), teaching strategies, techniques and methods of creating the conditions for
learning in order to inform lesson design.
The units are divided into four distinct colour-coded categories: Designing
lessons, Teaching repetoire, Creating effective learners and Creating conditions for
learning. The units in the Creating effective learners category support the Key Stage
3 National Strategy whole-school initiatives. The study guides do not require
teachers to attend any external course, although they do complement the Key Stage
3 National Strategy’s training. A unit requires about five hours of study and five
hours of work in the classroom. Each contains:
1. A clear presentation of the main ideas;
2. Case studies;
3. Tasks and classroom assignments;
4. Practical tips;
5. Opportunities for reflection;
6. A summary of related research;
7. Suggestions for further professional development and guidance;
8. An opportunity to set future targets, perhaps related to performance
management;
9. Accompanying video sequences.
Designing Lessons
Unit 1 Structuring learning: This key unit provides teachers with a model
for the process of designing lessons. It starts by considering factors affecting lesson

26
design, including the influence of the type of learning objective on the choice of
approach. It goes on to explore effective methods of sharing learning objectives
with pupils. There is guidance on how to structure learning by splitting lessons into
a series of episodes, and on choosing from a range of strategies and techniques to
motivate pupils. Finally, there is an examination of three pedagogic approaches –
direct interactive, inductive and exploratory – to show how they can help pupils
develop tools for learning, such as inductive thinking or enquiry skills.
Unit 2 Teaching models: This unit develops further the principles and
practice of teaching reviewed in unit 1. It explores a range of teaching models and
encourages teachers to review their teaching practice against the models described.
For each teaching model outlined, episodes are clearly defined showing how the
model might be applied in classrooms. There are also some examples to illustrate
ideas, and the importance of metacognition within each is made explicit. This will
enable pupils to use the technique to support their own learning.
Unit 3 Lesson design for lower attainers: This unit explores a range of
strategies and techniques that will help pupils who tend to learn more slowly. It
demonstrates the importance of ‘assessment for learning’ – research has shown that
lower-attaining pupils, in particular, make significant gains when these techniques
are used. There are also guidelines on developing literacy and numeracy skills in
the context of different subjects, and on strategies for aiding recall.
Unit 4 Lesson design for inclusion: This unit considers some principles for
ensuring the inclusion of all pupils in lessons, and how to hold them all into the
learning process. It provides a first insight into the needs of many groups that need
to be included, such as boys, EAL, lower attainers, gifted and talented and SEN
pupils. It considers various episodes in a lesson, such as starters and plenaries, and
some early strategies that help to ensure all pupils are actively engaged and are able
to make progress in their learning in all subjects.
Unit 5 Starters and plenaries: The beginnings and ends of learning
sequences are important. This unit describes the purpose and importance of starters
and plenaries at the beginnings and ends of lessons, and also within lessons as part
of teaching episodes. It provides a range of strategies and ideas as well as guidance
on planning and making starters and plenaries effective.

27
Teaching repertoire
Unit 6 Modelling: Modelling is a powerful strategy that can be used across
all subjects to help pupils to learn and to develop confidence in a new skill or
procedure. This unit sets out the principles of this strategy and provides guidance
on how to introduce modelling into lessons and make it effective.
Unit 7 Questioning: This unit outlines the different types and purposes of
questioning. It explains how to organise questioning for whole-class and group
work, and offers strategies such as providing ‘wait time’ for making it effective.
Bloom’s taxonomy is used to provide a framework for planning questions that
challenge and develop pupils’ thinking. Alternatives to direct questioning are also
explored.
Unit 8 Explaining: This unit looks at the purpose of explanations in teaching
and outlines the characteristics, features and skills of successful explanations. It
explores different types of explanation, how to plan for them, which strategies are
effective – particularly for those involving abstract ideas. It also provides guidance
on how to support pupils in planning and articulating their own successful
explanations.
Unit 9 Guided learning: This unit explores how the principles and
approaches involved in guided reading and writing can be used to support guided
learning in subjects across the curriculum. It describes an instructional sequence for
the teacher working with small groups, which is integrated into lessons to act as a
bridge between whole-class teaching and independent work. It provides a range of
examples and addresses practical questions of organisation including time,
classroom layout, management of behaviour and resources.
Unit 10 Group work: This unit looks at how effective group work can help
to improve pupils’ speaking, listening, thinking, problem-solving and social skills.
It emphasises the need for establishing clear rules and procedures and sets out a
range of techniques to ensure pupil engagement and cooperation, such as allocating
roles and setting group targets. Methods for structuring group work, such as
‘snowballs’, ‘jigsaws’, ‘envoys’ and ‘rainbows’, are suggested and the benefits and
limitations of different grouping criteria explored.

28
Unit 11 Active engagement techniques: This unit explores what is meant by
engagement and why it is important. A range of strategies to motivate and engage
pupils is examined, for example directed activities related to text (DARTs) to
promote active reading, strategies to promote active listening, thinking strategies,
and the use of drama across subjects.
Creating effective learners
Unit 12 Assessment for learning: This unit explores what is meant by
assessment for learning and its importance. It explains how good assessment
practice can contribute to better learning and higher achievement. This unit focuses
on the key characteristics of assessment for learning and examines a range of
practical strategies for incorporating these principles into classroom routines.
Unit 13 Developing reading: This unit focuses on improving pupils’ ability
to understand and to respond to written texts. It considers teaching subject-specific
vocabulary; how teachers can support pupils by clarifying the approach they need;
how pupils need to access their prior knowledge before they read; some of the ways
pupils can be encouraged to engage with text and some aspects of notetaking. It
shows how the teacher can use shared and guided reading to enable pupils to
develop more independence and skill as readers.
Unit 14 Developing writing: This unit focuses on improving the quality of
pupils’ writing through actively teaching the techniques they will need. Pupils write
best when they know what, how and why they have to write. Writing is often best
taught through teacher modelling and then sharing the writing with the class. The
route is from examples, modelled and shared work, through guided writing to
independence.
Unit 15 Using ICT to enhance learning: The use of ICT in classrooms
enhances learning and teaching. This unit looks at the relationship between
teachers’ use of ICT as a medium for teaching and the development of pupil
capability. There are guidelines on the use of classroom support assistants and
technicians, on classroom management and on organisation in the ICT-rich
classroom.
Unit 16 Leading in learning: This unit provides an introduction to thinking
skills by clarifying the nature of higher-order thinking and different approaches to

29
‘teaching’ thinking. It also provides practical guidance for improving the teaching
of aspects of thinking skills lessons, such as improving the teaching of the plenary,
helping pupils to see the relevance of thinking in everyday contexts and developing
their use of ‘thinking words’.
Unit 17 Developing effective learners: Through the use of case studies, this
unit explores what is meant by an effective learner, what learning skills might be
expected of pupils at each key stage and how learning skills can be developed within
subjects.
Creating conditions for learning
Unit 18 Improving the climate for learning: The physical environment can
make a significant difference to learning, and this unit explores how even small
changes to the classroom can help. It looks at arranging furniture to suit the teaching
approach and creating displays that really contribute to learning. Teacher–pupil
relationships are another important factor in classroom climate, and the unit also
describes how pupil expectation and motivation can be improved through the use
of appropriate classroom language.
Unit 19 Learning styles: This unit outlines some of the current thinking and
research on learning styles. It provides advice on how to identify different learning
styles but, more importantly, emphasises the need to provide a variety of activities
to suit different styles, over time. There is guidance on how to plan and adapt
activities to accommodate visual, auditory and kinaesthetic learners.
Unit 20 Classroom management: The emphasis in this unit is on developing
the concept of teaching behaviour that is conducive to learning. The fundamentals
of good pedagogy and practice, which are explored in the other units, are the
bedrock of successful teaching and learning. Consideration is given to the core
values and beliefs which underpin the teacher’s relationships with the pupils. Just
as importantly, pupils’ perceptions of effective teaching are examined. Pupils
respond positively to clear structures and routines, and the teacher’s verbal and non-
verbal language is pivotal in securing and maintaining relationships for learning.
The teacher’s role
According to leadership guide (2004: 13-14) How does the teacher have a
positive impact on learning?

30
The Teacher as Mediator
In guided learning the teaching is active and interactive. If guided learning
is to work well then the intervention of the teacher to bring about effective learning
is crucial. Such intervention to bring about a result in learning has been called
‘mediation’ (Vygotsky). The idea of mediation, or intervening, is a very important
component of the teacher’s role in fostering learning in general and guided learning
in particular. The teacher can be seen to be mediating at three important points :
1. Typically when the session is introduced, the teacher does a number of important
things which help pupils make sense of the forthcoming activity – stimulating,
activating knowledge, focusing, establishing relevance or purpose (connecting),
instructing, scaffolding;
2. During the activity as pupils are working: supporting, intervening, guiding;
3. After the activity, where the full meaning/significance of the activity can be
explored: articulating, making meaning, connecting, exploring, drawing
analogies, generalising.
The central section of any guided learning session involves the pupils doing
the activity or task. During this time the teacher intervenes, supports, challenges,
guides pupils through the work. The teacher will also be carrying out a number of
active roles including listening, observing and assessing to be better informed about
subsequent intervention; highlighting critical features of the task that might be
overlooked; maintaining an orientation to the task; and challenging assumptions.
An important idea in guiding is to give only just enough help, so that pupils do not
develop dependency. This has been termed contingent teaching.
A guided group allows a teacher to attune more closely to the pupils in the
group both the level of difficulty of the task and the challenge and support provided
by the teacher. This means that pupils can grapple with challenging material,
problems, questions and issues which may be beyond them individually. This
constructive effort is critical in building pupils’ capability and also in creating a
positive disposition to learn. The teacher is helping the pupils make sense of the
learning material or stimulus and the learning experience. In this sense the teacher
can be magnifying and sharpening the learning outcome. It should be added that, if

31
presented effectively, guided learning provides an excellent opportunity to model
behaviours of effective learning, teaching pupils the behaviours of lifelong learning.
How does the teacher intervene to move the pupils on in the learning?
1. Help pupils make sense of the learning material;
2. Maintain an orientation to the task;
3. Attune the challenge and support to the group;
4. Teach pupils learning behaviours;
5. Sharpen and increase the learning outcomes.
Principles for Guided Learning
The theoretical principles underpinning guided learning are consistent with
those informing teaching and learning across the Strategy.
1. Learning is a social activity in which talk is fundamental.
2. Knowledge is jointly constructed and achieved.
3. ‘Scaffolding’ provides support and focus through a gradual shifting of
responsibility and control to the pupil.
4. Metacognition, consciously focusing on and reviewing learning strategies and
progress, is integral to learning.
5. Language, thinking and learning are interrelated.
6. Motivation and the disposition to learn are important parts of learning.
7. Learning is structured into distinct episodes that follow a clear sequence which
increases in cognitive demand.
8. Teaching is designed to outpace rather than follow development.
9. Teaching and learning are interactive, being part of a structured, focused
dialogue between teacher and pupils and amongst pupils themselves.
According to Phillips (2008: 43), the importance of continued learning for
teachers is clear, although there are many factors that can enhance or inhibit teacher
Professional Development. Popular learning theories such as cognitive and
behavioural theories explain some of these factors, but not all. In reality the
parameters are extensive and the problems are much more complex. Uncontrollable
ingredients play a major role, such as individual differences and experiences, but
the sheer volume of possibilities for Professional Development, are a problem in
themselves. Professional Development opportunities for teachers may take many

32
forms, ranging from mentoring, induction, external study for higher qualifications,
reflective studies of facilitated learning. Whatever the delivery method the major
consideration should be how relevant the instruction is. There is little or no benefit,
no matter what the delivery method or individual differences of the participants, if
the material is not useful and relevant.
Combining Qualitative and Quantitative Approaches to Evaluating Teacher
Effectiveness
Value added teacher effectiveness research is primarily quantitative;
however, there is an increased recognition of the importance of a qualitative
element to further illuminate the statistical data. One research study125 for
example, compared 24 middle school mathematics teachers’ value-added scores
with survey- and observation-based indicators of teacher quality, instruction, and
student characteristics. Evidence was found showing that teachers’ value-added
scores were positively correlated with expert ratings of their instruction. However,
although many teachers were classified similarly by their value-added and
observational scores, a minority were not.
It is suggested that, although value-added scores are important and provide
a useful tool in assessing teacher effectiveness, they are insufficient on their own to
identify teachers for reward, remediation, or removal. The authors recognise that
their correlations are in the same range as those of other studies that have
investigated the relationship between value-added scores and external criteria; they
also point out that there is still disagreement in the categorisation of teachers as
effective or not effective. These findings were supported by the case studies, which
suggested that high value-added teachers did not necessarily score highly in
observations of their teaching.
The Effective Classroom Practice project126 further supported the idea that
valueadded scores alone are not sufficient to assess teachers. The project collected
and integrated observational datasets for individual teachers. The results indicate
that, while there are core classroom competencies in terms of organisation and
management, pedagogical context knowledge, pedagogical skills, and interpersonal
qualities, they may be enacted differently by teachers in different sectors, year
groups, subject groups, and socioeconomic contexts. Overall it is suggested that

33
combining approaches to investigate teacher effectiveness, including value-added
measures of student outcomes, observations of classroom practice, measures of
teachers’ subject knowledge and student ratings of their classroom experiences is
helpful. Such triangulation provides a better basis for making judgements about
teacher performance and evidence to support teacher self-evaluation (Ko, et al.,
2004: 49).
Harnessing New Modes of Learning and Teaching to Modernise Higher Education
According to The European Commission (2014: 18-21), providing high
quality, relevant and widely accessible higher education is a fundamental goal of
the European Higher Education Area. Within the frameworks of the Bologna
Process and the European Union Modernisation Agenda for Higher Education,
higher education systems and institutions have been engaged in a constant drive,
both individually and collaboratively, to achieve this. But these goals have not yet
been fully reached. New and emerging approaches to learning and teaching, made
possible by new technologies, can complement, consolidate, support and further
advance these eff orts.
The philosophy and motivation behind recent trends in online and open
education are not new, and date back to earlier developments including the open
university movement, earlier technologies such as radio and TV, and open
education resources. These “new” modes sought to expand the reach of higher
education by creating more fl exible opportunities and were very much driven by
the principles of equality, diversity, quality and effi ciency. These principles remain
at the heart of current developments.
However, while the principles are similar, the landscape of open and
distance learning has changed quite dramatically in recent years. The technological
capacities have evolved, and are evolving, with increasing rapidity when it comes
to the speed, interactivity and potential reach of new technologies and online
platforms. Digital materials are reproducible at low or almost no cost and more fl
exible approaches can be applied to copyright. Broadband has given us the
opportunity to reach learners in every corner of the world, and with 2.7 billion
people already having online access4, this presents a powerful realm of potential.

34
1. Quality Enhancement as A Result of Shared, High-Quality Learning Materials
and More Creative and Individualised Pedagogical Approaches.
Digital technologies in themselves do not necessarily constitute an
enhancement of the quality of learning and teaching, and it goes without saying that
quality of content must remain paramount, but they are an enabler for such
enhancement and can underpin eff orts towards more student-centred teaching.
Teachers now have the opportunity to draw on a wide range of materials in a variety
of formats which can improve the quality and diversity of the curriculum.
Students are unique, and so is the way they learn. Therefore, the teaching
tools used in universities and colleges should cater for individual ways of learning,
with the student at the centre. Some of our students will learn better and faster with
the help of interactive media that incorporate images, graphics, videos and audio
elements. Others will prefer static text and numbers in diff erent measures.
Technology in the classroom can combine all of these for a personalised learning
experience for each student, based on each student’s strengths.. As well as
improving the eff ectiveness of learning, such adaptation to individual needs can
also have a signifi cant eff ect on the reduction of drop-out.
New technologies and communication platforms also allow for greater
interactivity between the teacher and the student, and between students both inside
and outside the classroom. While much of the content of programmes can be
delivered through “self-administered” e-learning, teachers can concentrate on their
role as mentor, developing with students the skills of information management,
understanding and questioning, critical thinking and knowledge application. Thus,
digital media can facilitate more active, problem-based learning which has been
demonstrated to encourage greater student engagement and leads to better learning
outcomes. Digital assessment tools can enable quick feedback on student progress
and curriculum adjustment to student needs. Technology’s potential to free teachers
and students alike from the “old ways” of doing things, to complete the move, long
talked about but less frequently delivered, from the mere transmission of
information to a co-partnership in learning, can have a worthwhile, meaningful
impact on both the learning and the teaching experience.

35
2. Creating A More Diverse Higher Education System By Widening Access and
Facilitating Lifelong Learning
Governments across Europe are embarking on diff erent pathways to ensure
that their higher education systems have the capacity to respond eff ectively and effi
ciently to diverse economic and societal demands and global competition.
Governments are increasingly taking a systematic view and are implementing
policies aimed at designing a coherent landscape of complementary, collaborating
and diverse institutions, providing a mix of provision across the system to
collectively meet the needs of individuals, employers and society.
Traditional higher education provision has never served all groups in
society. While access has greatly increased in the last decades, the constraints of
money, time and location continue to preclude groups of learners from participating
in higher education. This is especially the case for adult and continuous learners.
Our ambitions of becoming a knowledge-intensive society and economy hinge on
the availability of a highly-skilled, fl exible workforce. There is an urgent need to
provide upskilling, reskilling and continuing professional development
opportunities to ensure that all our citizens have the skills and attributes required
by the labour market of today, and more importantly tomorrow. Governments will
want their higher education institutions to become much more active providers of
this type of education. This will necessitate changes in their off ering to meet the
needs of this type of learner. Digital technologies and online provision provide a
means for doing so.
3. Increased Global Visibility By Reaching New Target Groups in An International
Context
Enhancing the attractiveness and competitiveness of European higher
education is a key goal of the Bologna Process. In an increasingly globalised world,
and with the expansion of higher education provision in emerging economies,
European higher education institutions need to develop a strong brand to ensure
they remain competitive in attracting students, staff and international partners.
Internationalising the student and staff body, and developing global partnerships
with leading institutions worldwide, enhances the quality of learning, teaching and
research, and contributes signifi cantly to the student experience.

36
We can no longer rely on ever more international students travelling to
Europe, as more and more local educational opportunities open up. Online
provision and open access to education resources provide a means for reaching this
ever-increasing worldwide audience, and for enhancing global visibility and
reputation. It can also provide a cost-eff ective complement to international
campuses and “fl ying faculty”, and can allow the internationalisation of education
without the same risks of brain drain.
4. Greater Global and Local Collaboration and Cooperation
Developing educational partnerships is an important element of Europe’s
strategy for cooperation with other parts of the world. Wide availability of quality
education resources and the ability to adapt and customise these materials to
specific circumstances, and languages, is providing a step-change in educational
attainment levels in many countries, especially emerging economies. We are
already seeing very interesting developments including the Swiss Federal Institute
of Technology in Lausanne’s MOOC initiatives for francophone Africa7, the
Spanish portal Miriada X’s engagement with Latin America and ‘Globalizing
OpenupEd’ in which EADTU and UNESCO are partnering with the African and
Asian institutions in order to establish OpenupEd initiatives in Africa and Asia. An
EU funded pilot project, EMMA, is also advancing eff orts in this area8. This
project will provide a platform for hosting courses from across Europe in multiple
languages to promote real cross-cultural and multi-lingual learning, and potentially
strengthening the use of less-widely spoken languages.
5. More Personalised Learning Informed By Better Data
In traditional lecture hall settings, it is diffi cult for a teacher to follow the
progress of each and every student. It is impossible to adapt the pace of the course
to match individual needs. Online provision allows the capturing of a range of data
that can be used to monitor student progress. Advances in big data and learning
analytics can help our higher education system customise teaching tools and
develop more personalised learning pathways based on student data. However, the
collection, analysis and use of learning data must only occur with the explicit
consent of the student.

37
Data can capture how students engage in the course, interact with other
students and retain concepts over time. It can provide information on the learning
process as opposed to just learning outcomes. Teachers can experiment with diff
erent approaches and examine the immediate impact. Data can also be used to
identify at-risk students at an early stage, assisting in eff orts to increase retention
rates. While still a relatively young fi eld, exciting developments in learning
analytics are underway. Several universities in the United States have programmed
automatic dashboards, giving teachers the possibility to monitor their student’s
performance live. The massive availability and usability of data has also great
potential for empirical research on learning and teaching. Stanford’s Lytics Lab is
one example that applies empirical research to better understand the performance
of students. Learning process and feedback tools are yet another development that
allows students to monitor their own performance and adapt it accordingly.
Ada dua tipe pengajaran di dalam kelas :
1. Lecturing to large groups
According to Fry, et.al (2008: 58), lecturing to large groups of students is a
challenging experience for the new lecturer. It is not sufficient to simply know the
material. The lecturer needs to make the lecture interesting and engaging, well
organised and structured, with clear guidance through the material, using relevant
and topical examples and case studies. Getting the lecture right is a skill and can
take time. The use of feedback from students and colleagues can be a starting point
for reflectionon your lecturing style, and you may wish to enhance your practice.
2. Teaching and learning in small groups
The specific method selected for small group teaching will derive from the
objectives set. Thereare many different methods of small group teaching; some
methods are more suited to certain disciplines than others. However,few methods
arepeculiar to one subject alone. Alarge number of methods can be adapted for use
in any subject. It is important to remain flexible and open to try out a variety of
methods drawn from a wide repertoire. It may be necessary to overcome a tendency
to find one method that works well and to use this method frequently. The effect on
learners of over-exposure to one method of teaching is worth considering. Below is
a brief description of various ways of working with small groups. It is not intended

38
to be comprehensive, nor are all types mutually exclusive. Some methods are
described in terms of a special setting that encourages the application of principles
or techniques; for example, brainstorming takes place in a structured setting to
encourage lateral thinking and creativity. Other methods are described in terms of
their size or purpose.
According to Ward and Edward Hoffman in Maisah (2014: 112), describes
the professional teacher, who is a teacher who is knowledgeable about his work
gained from training or special schools. Ward further explained that professional
teachers should have the following characteristics, namely:
1. A researcher and a risk taker (risk-takers);
2. Many know that up-to-date on the subject being taught;
3. Can explain the lesson in various ways to convince students;
4. Explain to the students about the high standard of results, then encourage them
to work hard and help achieve them; and
5. Participate in research or teaching efforts to develop curriculum beyond what is
taught.
2.2 Kajian Kritis
Pendidik adalah yang melakukan kegiatan dalam mendidik. Sedangkan
tenaga pendidik adalah orang yang terlibat dalam tugas pendidikan. Pendidik dan
tenaga kependidikan adalah orang yang tugasnya berkecimpung dalam dunia
pendidikan. Mereka adalah bagian dari unsur penting pendidikan yang
keberadaannya tidak bisa digantikan oleh mesin canggih apapun. Pendidik atau
guru professional tidak lahir dari bentukan sistem, namun guru professional lahir
karena kepribadian yang matang dan berkembang, kesadaran akan pentingnya ilmu
pengetahuan. Guru merupakan salah satu unsur yang harus berperan secara aktif
sebagai tenaga profesional karena guru merupakan salah satu faktor yang menjadi
penentu keberhasilan setiap usaha pendidikan. Pada dasarnya pendidik maupun
tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan
berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan
siswa dalam belajar .
Tenaga kependidikan berhak memperoleh hak-haknya yang ia dapat sesuai
dengan UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

39
pada pasal 14 ayat 1, dimana hak ini ia dapat setelah melaksanakan kewajiban-
kewajiban yang diperuntukkan padanya. Seorang tenaga pendidik dan
kependidikan harus memenuhi standar sebagaimana yang telah ditetapkan yaitu
harus memenuhi 2 kualifikasi antara lain kualifikasi akademik dan non akademik.
Pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan dalam mengelola tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan yang mencakup semua proses mulai dari penetapan norma maupun
aturan, pengangkatan tenaga pendidik dan kependidikan sampai pada
pemberhentiannya dalam melaksanakan tugasnya. Pengelolaan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan dilakukan dengan tujuan untuk mendayagunakan tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk mencapai hasil
yang optimal, namun dalam kondisi yang menyenangkan.
Sebagai seorang tenaga kependidikan, pendidik memiliki peran atau tugas
yaitu sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator,
fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan
evaluator yang mana ke semua itu harus dilakukan sesuai dengan kompetensi dan
ketentuan yang telah ditetapkan.
Untuk mendapatkan tenaga kependidikan dan pendidik yang berkualitas
serta memenuhi prinsip the right man on the right place, maka dilakukan kegiatan
perekrutan yang diawali dengan kegiatan seleksi, dilanjutkan dengan kegiatan
orientasi dan penempatan, serta pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan yang
dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi,
penggajian, pemberian kesejahteraan, kenaikan pangkat, penilaian pendidik dan
tenaga keoendidikan, serta cuti pegawai, dan diakhiri dengan pemberhentian tenaga
pendidik dan kependidikan dari pelaksanaan tugasnya.
Aspek kerja guru dan manajemen sekolah terdiri dari kepercayaan dasar
alamiah guru dalam mengajar dan mendidik, dimana guru harus memiliki
pengetahuan dan memahami tentang pedagogi yaitu kemampuan dalam menguasai
ilmu-ilmu kependidikan dan pengajaran, guru juga harus memiliki kemampuan
mengontrol kelas, guru harus mampu menjadi pusat sumber pengetahuan dari suatu
materi ajar sehingga siswa dapat berorientasi dan belajar langsung dari guru
tersebut, guru harus mampu bekerja sama dan mengelola proses belajar dan

40
pembelajaran yang akan membuat siswa aktif dan proses pembelajaran berlangsung
sesuai tujuan, dan yang terakhir dilakukan penilaian terhadap kinerja guru yang
dilakukan oleh kepala sekolah guna pengembangan tenaga pendidik dan
kependidikan di masa yang akan datang.

41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tenaga atau personalia pendidik adalah orang yang terlibat dalam tugas-
tugas pendidikan, yaitu guru/dosen sebagai pemegang peran utama, manajer/
administrator, supervisior, dan pegawai. Personalia pendidikan perlu dibina agar
bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat. Adapun jenis tenaga
kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik,
pengawas, peniliti dan pengembangan di bidang pendidikan, pustakawan, laboran,
teknisi sumber belajar dan penguji. Tenaga pendidik terdiri atas
pembimbingan,pengajar dan pelatih. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas
kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar
sekolah. Tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Adapun tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan secara umum
adalah memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi, meningkatkan dan
memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh tenaga kependididkan, mengembangkan
sistem kerja dengan kinerja tinggi, mengembangkan praktik manajemen dengan
komitmen tinggi, serta menciptakan iklim kerja yang harmonis. Sebagai seorang
tenaga kependidikan, pendidik memiliki peran atau tugas yaitu sebagai korektor,
inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing,
demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator yang mana ke
semua itu harus dilakukan sesuai dengan kompetensi dan ketentuan yang telah
ditetapkan. Aspek kerja guru dan manajemen sekolah terdiri dari kepercayaan dasar
alamiah guru dalam mengajar dan mendidik, dan memiliki kemampuan mengontrol
kelas, mampu bekerja sama dan mengelola proses belajar dan pembelajaran.
3.2 Saran
Komponen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu
komponen utama dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu,
sebaiknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja sama sehingga

42
tujuan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, yang nantinya akan
berdampak pada terwujudnya tujuan pendidikan nasional.

43
DAFTAR PUSTAKA

Aliyyah, R.R.2018. Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta:


Polimedia Publising.
Bachtiar, M.Y. 2016. Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Malang: Jurnal Publikasi
Pendidikan.Vol. VI, No. 3.
Danumiharja, Mintarsih. 2014. Profesi Tenaga Kependidikan. Yogyakarta :
Deepublish.
Fry, Heather, et al. 2009. A Handbook for Teaching and Learning in Higher
Education. UK: Routledge.
Hanafi, Ivan. 2014. Pendidikan Teknisk dan Vokasional. Yogyakarta: Deepublish
Hidayati. 2014. Manajemen Pendidikan, Standar Pendidikan, Tenaga
Kependidikan, dan Mutu Pendidikan. Padang: Jurnal Al-Ta’lim. Vol. 21, No.
1.
Ko, James, et al. 2004. Effective Teaching. Education Development Trust
Highbridge House, 16–18 Duke Street, Reading, Berkshire RG1 4RU T +44
(0) 118 902 1000.
Krise, Kelsy. 2016. Preparing The Standardized Teacher: The Effects of
Accountability on Teacher Education. Vol. 31, No. 2.
Leadership Guide. 2004. Key Stage 3 National Strategy Pedagogy and Practice.
DfES 0444-2004.
Maisah. 2004. Teacher Quality Standardization of Mts School Through Education
Regulation in Jambi. ISSN: 2222-1735. Vol. 5, No. 18.
Maskur, Said. 2014. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Riau: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam AL – Idarah. Vol. 1. No. 1.
Musriadi. 2018. Profesi Kependidikan Secara Teoritis dan Aplikatif. Deepublish:
CV Budi Utama.
Phillips, Paulina. 2008. Professional Development as A Critical Component of
Continuing Teacher Quality. Vol. 33, No. 1.
Purwanti, Sri. 2013. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
Disiplin Kerja Guru dan Pegawai di SMA Bakti Sejahtera Kecematan

44
Kongbeng Kabupaten Kutai Timur. eJournal Administrasi Negara. Vol. 1,
No. 1.
Reston, V. A. 2015. Professional Standards for Educational Leaders. Inggris:
Professional Standards for Educational Leaders.
Strong, Chynthia. 2013. The Importance of School Library Programs for Increased
Academic Achievement and Sustainable Education in the United States.
Educational Research Journal. Vol. 28, No. 1 dan 2.
Susanto, H.M. 2015. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan. Malang: Jurnal Pendidikan Humaniora. ISSN: 2442-
3890. Vol. 3, No. 2.
Soetjipto dan Kosasi, R. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siregar, A,N dan Lubis, W. 2017. Manajemen Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Medan:
EducanduM. Vol. 10, No. 1.
Talis. 2009. Leading To Learn: School Leadership and Management Styles.
Canada: The OECD.
The European Commission. 2014. High Level Group on the Modernisation of
Higher Education. Luxembourg: Publications Offi ce of the European Union.
Zulfikar, Teuku. 2009. The Making of Indonesian Education: An Overview on
Empowering Indonesian Teachers. Vol. 2. ISSN: 1979-8431.
Zulkarnain, W., dkk. 2015. Manajemen Perkantoran Profesiona. Malang: Gunung
Samudra.

45

Anda mungkin juga menyukai