Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pengelolaan pendidikan ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang menguasai
pengetahuan dan teknik tentang pengelolaan biaya pendidikan ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jambi, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2Tujuan ............................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2

2.1 Literatur ......................................................................................................... 2

2.1.1 Pengertian Biaya Pendidikan .................................................................. 2


2.1.2 Tujuan dan Fungsi Biaya Pendidikan ..................................................... 7
2.1.3 Jenis-Jenis Biaya Pendidikan ................................................................ 11
2.1.4 Sumber Dana Biaya Pendidikan ........................................................... 15
2.1.5 Prinsip Biaya Pendidikan ...................................................................... 26
2.1.6 Konsep Biaya Pendidikan ..................................................................... 35

2.2 Kajian Kritis ................................................................................................ 42

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 47

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 47


3.2 Saran ............................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang bersifat
universal. Semua manusia tanpa kecuali membutuhkan pendidikan untuk terus
hidup dan berkarya, pendidikan ini diterima melalui sekolah maupun luar
sekolah. Sehingga pendidikan merupakan segmen kehidupan yang menjadi
kebutuhan dasar publik bagi semua golongan.
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan memadai kalau memiliki
system manajemen yang didukung dengan sumber daya manusia (SDM),
dana/biaya, dan sarana prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga
harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana (buku
pelajaran, buku sumber, buku pelengkap, buku perpustakaan, alat peraga, alat
praktik, perabot, bahan dan ATK), dan prasarana (tanah, bangunan,
laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga), serta biaya yang mencakup
biaya investasi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari biaya pendidikan
2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi biaya pendidikan
3. Untuk mengetahui jenis-jenis biaya pendidikan
4. Untuk mengetahui sumber dana biaya pendidikan
5. Untuk mengetahui prinsip biaya pendidikan
6. Untuk mengetahui konsep biaya pendidikan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Literatur
2.1.1 Pengertian Biaya Pendidikan
Menurut Thomasdalam Sri Haryati (2012:65) Biaya adalah sejumlah
pengeluaran dalam bentuk uang yang berbuhungan dengan perolehan berbagai
faktor input pendidikan, misalnya : guru, buku, gedung, tanah, perlengkapan, dan
sebagainya .
Batasan ini dipertegas lagi oleh Bowen dalam Sri Haryati (2012:65) bahwa
biaya pendidikan adalah pengeluaran yang dilakukan oleh suatu satuan pen-
didikan untuk mendapatkan jasa tanah, tenaga kerja, atau modal, untuk membeli
barang dan jasa, atau untuk memberikan bantuan finansial kepada siswa. Menurut
Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 2008, dana pendidikan adalah sumber
daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola
pendidikan. Selanjutnya dikemukakan bahwa pendanaan pendidikan adalah
penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan.
Before determining costs in education, it also remembers the meaning of
costs in the economy. In general, the concept of cost plays a role in production
goods or services. It will be remembered that: (a) costs can be expressed in the
form of money or in non-monetary matters; (B) the cost of affecting specifically
economic transactor: producers, sellers, buyers, consumers, etc
(Hallack,1969:13).
Terjemahan:
Sebelum menentukan biaya dalam pendidikan, itu juga mengingat arti dari
biaya dalam ekonomi. Secara umum, konsep biaya ikut berperan dalam produksi
barang atau jasa. Akan diingat bahwa: (a) biaya dapat diekspresikan dalam bentuk
uang atau dalam hal non-moneter; (B) biaya mempengaruhi spesifik transactor
ekonomi: produsen, penjual, pembeli, konsumen, dll (Hallack,1969:13).
Jika ditinjau dari segi bahasa, biaya (cost) dapat diartikan pengeluaran, dalam
istilah ekonomi, biaya atau pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter
lainnya. Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang

2
dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses
produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran
tersebut dikategorikan sebagai pemborosan. Biaya pendidikan merupakan salah
satu komponen masukan instrumental yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan,
baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki
peranan yang sangat menentukan. Ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis dalam pembiayaan pendidikan, yaitu biaya pendidikan secara
keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost) .Secara umum
pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan
terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang yang
bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme
pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas
hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tatanan,
khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan
pembiayaan pendidikan, sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik
mengenal pembiayaan pendidikan ini (Fadillah,2015:3).
Biaya adalah harga pokok yang merupakan gambaran pengorbanan dalam
bentuk kuantitatif pada saat barang atau jasa diperlukan. Bentuk lain diartikan
harga pokok merupakan nilai pengorbanan dalam bentuk uang yang diberikan
kepada produksi yang pada gilirannya menghasilkan produksi. Menganalisis biaya
pendidikan sebagai modal yang produktif, dan sebagai barang modal tentu meiliki
fungsi untuk produksi selanjutnya. Untuk melihat manfaatnya, maka biaya
pendidkan perlu dihitung apakah mencapai rate of return.
Untuk mencapai rate of return pada suatu pemerintahan di daerah harus
mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berpendidikan yang dapat mengusai
berbagai ilmu pengetahuan dan tegnologi. Oleh karena itu pendidikan merupakan
tanggungjawab bersamapemerintah dan masyarakat.
Sistem pembiayaan pendidikan di Indonesia, pemerintah tidak bisa
melepaskan diri dengan pihak swasta dan masyarakat. Hubungan pemerintah,

3
masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dalam
peranannya meningkatkan pemerataan dan mutu pendidikan.
Berbeda dari sistem pendidikan di negara maju, negara berkembang
memprioritaskan anggaran daerahnya untuk pembangunan pandidikan dan
dilakukan dengan berbagai model pembiyaan yang menguntungkan bagi
pembangunan pendidikan di negaranya (Armida,2011:139-140).
Untuk dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, salah satu hal paling
penting, yaitu mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhan dana yang
diperlukan. Administrasi pembiayaan minimal mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan secara
strategis dan integratif antara pemangku kepentingan (stakeholder) untuk
mewujudkan kondisi ini, perlu dibangun rasa saling percaya, baik internal
Pemerintah maupun antara Pemerintah dengan masyarakat dan masyarakat
dengan masyarakat itu sendiri dapat ditumbuhkan. Keterbukaan, partisipasi, dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan menjadi katakata kunci untuk mewujudkan efekt
ivitas pembiayaan pendidikan .Menurut Sulistyoningrum Pembiayaan pendidikan
terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja
tetap. Lebih lanjut, biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
meliputi: a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji; b) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai; dan c) biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya. Manajemen pendidikan merupakan rangkaian
kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang
untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang
diselenggarakan pada lingkungan tertentu, terutama dalam bentuk lembaga
pendidikan yang bersifat formal. Sedangkan pembiayaan dapat didefinisikan

4
sebagai kemampuan interval sistem pendidikan untuk mengelola dana pendidikan
dengan efisien. Pembiayaan muncul sebagai input yang digunakan untuk setiap
kegiatan pendidikan. Tidak hanya terkait dengan mengetahui ataupun
menganalisa sumber dana, melainkan juga bagaimana cara penggunaan dana yang
efektif dan efisien. Maka dapat didefinisikan bahwa manajemen pembiayaan
pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan. Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang
secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Dalam pengimplementasiannya sangat menuntut kemampuan untuk
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan
pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Untuk memperjelas pembiayaan pendidikan di Indonesia, pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan. Pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah peserta didik, orang
tua atau wali peserta didik, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam bidang
pendidikan (Fadillah,2015:4).
According to Jones (2010) in Alio (2017:141), budgeting is an important
financial tool that ensures actions are conducted and implemented according to
the budget plans. Through the use of a budget as a standard, the school makes
certain that programmes are implemented according to set plans and objectives.
Terjemahan:
Menurut Jones (2010) dalam Alio (2017: 141), penganggaran adalah alat
keuangan penting yang memastikan tindakan dilakukan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana anggaran. Melalui penggunaan anggaran sebagai standar, sekolah
memastikan bahwa program dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tujuan yang
ditetapkan.
According to Ezeaba (2001) in Alio(2017:141)maintained that if budget is to
have any meaning, it must be put into operation. Any budget is not an effective

5
instrument for implementing an educational plan if it is filed away and referred to
only at intervals.
Terjemahan:
Ezeaba (2001) dalam Alio (2017: 141) menyatakan bahwa jika anggaran
memiliki arti, maka harus dioperasikan. Anggaran apa pun bukanlah instrumen
yang efektif untuk mengimplementasikan rencana pendidikan jika diajukan dan
dirujuk hanya pada interval.
According to Harrison (2014) in Samsons (2017:2) observes that the term
financial management, which was widely used in business circles for many years,
is now applied to education also. Financial management in education is
concerned with both the cost of education and the spending of the income in order
to achieve clearly stated educational objectives.
Terjemahan:
Menurut Harrison (2014) dalam Samsons (2017: 2) mengamati bahwa istilah
manajemen keuangan, yang banyak digunakan di kalangan bisnis selama
bertahun-tahun, sekarang diterapkan untuk pendidikan juga. Manajemen
keuangan dalam pendidikan berkaitan dengan biaya pendidikan dan pengeluaran
pendapatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinyatakan secara jelas.
According to Levaci (2000) and Anderson (2001) in Radzi (2015: 1681) In
this system of education organization, four key processes are identified in the
financial and resource management were (i) obtaining resources; (ii) allocating
resources; (iii) using resources; and (iv) evaluating the past use of resources and
feedback of this information for future decision making. The process of obtaining
Money received from government and also donations, fund raising, fees charged
for educational services and any other minor sources. The money received will be
used to provide for necessary resources for the educational environment in the
form of direct payment for teaching activities or supporting tools for education to
take place.

Terjemahan:

6
Menurut Levaci (2000) dan Anderson (2001) dalam Radzi (2015: 1681)
Dalam sistem organisasi pendidikan ini, empat proses kunci diidentifikasi dalam
manajemen keuangan dan sumber daya adalah (i) memperoleh sumber daya; (ii)
mengalokasikan sumber daya; (iii) menggunakan sumber daya; dan (iv)
mengevaluasi penggunaan sumber daya di masa lalu dan umpan balik dari
informasi ini untuk pengambilan keputusan di masa depan. Proses mendapatkan
Uang yang diterima dari pemerintah dan juga sumbangan, penggalangan dana,
biaya yang dikenakan untuk layanan pendidikan dan sumber-sumber kecil
lainnya. Uang yang diterima akan digunakan untuk menyediakan sumber daya
yang diperlukan untuk lingkungan pendidikan dalam bentuk pembayaran
langsung untuk kegiatan mengajar atau alat pendukung untuk pendidikan
berlangsung .
According to Levaci (2000) in Radzi (2015: 1681) Initially, planning and
budgeting will determine the way schools allocate their financial and physical
resources. It is considered an importantpart in the school-based management
process as the leaders are responsible for utilizing their financial autonomy to
reach effective management. Then, the money and resources will be used to
produce the intermediate output such as the physical environment, administrative
services and and other services directly for the educational output and outcomes
through educational.
Terjemahan:
Menurut levaci (2000) dalam Radzi (2015:1681) Awalnya, perencanaan dan
penganggaran akan menentukan jalannya sekolah mengalokasikan sumber daya
keuangan dan fisik mereka. Hal ini dianggap sebagai bagian penting dalam proses
manajemen berbasis sekolah karena para pemimpin bertanggung jawab untuk
memanfaatkan otonomi keuangan mereka untuk mencapai efektif pengelolaan.
Kemudian, uang dan sumber daya akan digunakan untuk menghasilkan output
antara seperti lingkungan fisik, layanan administrasi dan dan layanan lainnya
secara langsung untuk output pendidikan dan hasil melalui kegiatan pendidikan.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Biaya Pendidikan


A. Tujuan Pengelolaan Biaya Pendidikan

7
Menurut Sobri Sutikno dalam Arwildayanto, dkk (2017:23), tujuan
pengelolaan biaya pendidikan adalah untuk mewujudkan tertibadministrasi
keuangan di lembaga pendidikan dan bisa dipertanggungjawabkanberdasarkan
ketentuan yang sudah digariskan mulai dari perundang-undangan,
peraturan,instruksi, keputusan, dan kebijakan lainnya.
Sedangkan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan FIP UPI Bandung
dalam Arwildayanto, dkk (2017:23), tujuan pengelolaan biaya pendidikan adalah
sebagai berikut :
1. Menjamin agar dana yang tersedia dapat dipergunakan untuk kegiatan lembaga
pendidikan dan menggunakan kelebihan dana untuk diinvestasikan kembali.
2. Memelihara barang-barang (aset) sekolah.
3. Menjaga agar peraturan-peraturan serta praktik penerimaan, pencatatan dan
pengeluaran uang dapat diketahui dan dilaksanakan.
Tujuan pembiayaan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa biaya
pendidikan merupakan sebuah investasi yaitu tindakan untuk memperoleh nilai
asset yang dikuasai.Sekolah memiliki peran yang sangat sentral dan strategis
dalam pembangunan suatu bangsa karena disebabkan oleh dua hal, yaitu lulusan
sekolah yang akan memposisikan diri atau diposisikan masyarakat sebagai kaum
terpelajar, dan produk jasa sekolah yang dianggap dapat berperan dalam
menentukan konsep kerakter bangsa tersebut (Imron, 2016:82).
According Hough(1993:9), the three major financial goals as :
1. Availability. To ensure cash availability (liquidity) to meet daily
needs and to increase cash available.
2. Safety. To protect the assets of the school district against loss.
According Dembowski and Davey in Hough (1993:9), other less important
financial goals include the minimization of the costs of the cash management
process in terms of monetary and labor costs.
Terjemahan:
Menurut Hough (1993:9), tujuan pengelolaan keuangan/biaya adalah sebagai
berikut:

8
1. Ketersediaan. Untuk memastikan ketersediaan uang tunai (likuiditas) yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan meningkatkan kas yang
tersedia.
2. Keamanan. Untuk melindungi aset distrik sekolah dari kerugian.
Menurut Dembowski dan Davey dalam Hough (1993:9), tujuan pengelolaan
keuangan/biaya lainnya termasuk meminimalkan biaya proses manajemen kas,
yaitu dalam hal biaya moneter dan tenaga kerja.
B. Fungsi Pengelolaan Biaya Pendidikan
Menurut Baharuddin dan Puslitbang dalam Kristiawan, dkk (2017:98), fungsi
pengelolaan biaya pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara efesien, dalam
artian bahwa dana yang diperoleh dapat digunakan untuk pencapaian tujuan
tertentu yang diinginkan.
2. Memungkinkan ketercapaian kelangsungan hidup lembaga pendidikan.
3. Dapat mencegah adanya kekeliruan, kebocoran, atau penyimpangan
penggunaan dana dari rencana semula.
4. Menggambarkan target-target yang akan dicapai sekolah atau madrasah.
Menurut Rusdiana dan Wardija (2013:32), pengelolaan
biayasekolah/madrasah secara garis besar mencakup 3 fungsi utama, yaitu
budgetting (membuat anggaran), accounting (pencatatan atau pembukuan), dan
auditing (pemeriksaan atau pengawasan).
Menurut Dosen UPI dalam Abdulmuid (2013:59), budgetting atau
penyusunan anggaran dilakukan oleh pihak sekolah yang melibatkan stake holder
yang berwenang, seperti komite sekolah dan wali siswa. Penyusunan anggaran ini
lebih menuju sebagai rencana anggaran, meskipun kadangkala ada sekolah yang
sudah terima jadi dengan kebijakan instansi di atasnya, seperti Dinas Pendidikan.
RAPBS ialah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah yang dibahas
dengan melibatkan yayasan, sekolah, komite sekolah, wali siswa dan diputuskan
oleh komite sekolah, ditetapkan oleh kepala sekolah, dan disetujui oleh
yayasan/instansi terkait. Bagi sekolah negeri, persetujuannya dilakukan oleh
Dinas Pendidikan. Secara umum, anggaran bisa disebut sebagai pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu dalam

9
ukuran finansial. Pernyataan ini sesuai dan selaras dengan lahirnya RAPBS atau
RAPBN pada tingkat nasional.
Menurut Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana dalam Abdulmuid (2013:59),
accounting merupakan pembukuan semua aktivitas masuk dan keluar uang
sekolah. Pembukuan ini meliputi pengurusan yang menyangkut kewenangan
menentukan kebijakan menerima atau mengeluarkan uang yang disebut
pengurusan ketatausahaan. Pembukuan yang terlibat pada urusan tindak lanjut
dari urusan pertama yaitu menerima, menyimpan, dan mengeluarkan uang, tidak
memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi, tetapi hanya melaksanakan
alokasi yang ditetapkan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengelolaan biaya
pendidikan dalam bagian pembukuan, dilaksanakan oleh ketatausahaan dan
bendaharawan. Ketatausahaan bisa berwenang menentukan arah penerimaan dan
pengeluaran uang, sedangkan bendaharawan hanya mengeluarkan uang sesuai
petunjuk yang sudah ada.
Auditing atau pemeriksaan, lebih mengarah pada fungsi management to
controll. Tugas auditing ini dilaksanakan oleh bendaharawan untuk formasi
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Sementara
untuk data auditing tersebut dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait
(Abdulmuid, 2013:59).
According Pandey in Olaoye and Saheed (2016:29), for the effective
execution of the finance functions, certain other functions have to be routinely
performed. Some of the important routine finance functions are:
a. Supervision of cash receipts and payments and safeguarding cash balances.
b. Custody and safeguarding of securities, insurance policy documents and other
valuable papers.
c. Taking care of the mechanical details of new outside financing.
d. Record keeping and reporting.
Terjemahan:
Menurut Pandey dalam Olaoye dan Saheed (2016:29),untuk pelaksanaan
fungsi keuangan yang efektif, fungsi-fungsi tertentu lainnya harus dilakukan
secara rutin. Beberapa fungsi keuangan rutin yang penting adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan penerimaan dan pembayaran kas dan menjaga saldo kas.

10
b. Penitipan dan pengamanan sekuritas, dokumen polis asuransi dan dokumen
berharga lainnya.
c. Merawat rincian mekanis dari pembiayaan luar baru.
d. Pencatatan dan pelaporan.

2.1.3 Jenis-Jenis Biaya Pendidikan


Masalah pendidikan merupakan salah satu masalah bangsa yang belum dapat
ditemukan solusinya secara tuntas. Jika kita mencermati dan ikuti perkembangan
pendidikan khususnya dalam hal biaya pendidikan sampai saat ini, biaya tersebut
dirasakan semakin mahal. Terlebih lagi, dari kalangan kurang mampu semakin
tidak menentu kondisi perekonomiannya dari hari ke hari. Apalagi bagi
masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap dikarenakan pemutusan
hubungan kerja (PHK) atau disebakan oleh karena hal yang lainnya. Mahalnya
biaya pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah atau perguruan tinggi negeri
maupun swasta. Di tingkat pendidikan dasar misalnya, sekalipun Pemerintah telah
memberi dana bantuan operasional sekolah (BOS) SD dan SMP negeri, namun
dianggap oleh sebagian besar masyarakat menengah ke bawah masih belum
mencukupi untuk memenuhi biaya pendidikan, terutama biaya operasional pokok
yang harus ditanggung oleh orangtua/wali peserta didik (Ferdy, 2013: 566).
Menurut Fattah (2008) biaya pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor,
antara lain: besar kecilnya sebuah institusi pendidikan, jumlah siswa, tingkat gaji
guru atau dosen yang disebabkan oleh bidang keahlian atau tingkat pendidikan,
ratio siswa berbanding guru/dosen, kualifikasi guru, tingkat pertumbuhan
penduduk (khususnya di negara berkembang), perubahan kebijakan dari
penggajian/ pendapatan (revenue theory of cost).
Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 48 tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan pasal 3 ayat (1) biaya pendidikan meliputi:

a. Biaya satuan pendidikan;


b. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan
c. Biaya pribadi peserta didik

(2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:

11
a. Biaya investasi, yang terdiri atas:
1. Biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. Biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. Biaya operasi, yang terdiri atas:
1. Biaya personalia; dan
2. Biaya nonpersonalia.
c. Bantuan biaya pendidikan; dan
d. Beasiswa

(3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Biaya investasi, yang terdiri atas:


1. Biaya investasi lahan pendidikan; dan
2. Biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. Biaya operasi, yang terdiri atas:
1. Biaya personalia; dan
2. Biaya nonpersonalia.

(4) Biaya personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 dan
ayat (3) huruf b angka 1 meliputi:
a. biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas:
1. gaji pokok bagi pegawai pada satuanpendidikan;
2. tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan;
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen;
5. tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan
dosen;
6. tunjangan profesi bagi guru dan dosen;
7. tunjangan khusus bagi guru dan dosen;
8. maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan
9. tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau
guru besar.

12
b. biaya personalia penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, yang
terdiri atas:
1. gaji pokok;
2. tunjangan yang melekat pada gaji;
3. tunjangan struktural bagi pejabat struktural; dan
4. tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.
Menurut Saiful Sagala (2013:209) biaya pendidikan mencakup biaya
langsung (oleh sekolah, peserta didik, dan/atau keluarga peserta didik) dan biaya
tak langsung (seperti inkam-inkam yang dilewatkan). Perhatian terbanyak
dicurahkan pada biaya-biaya langsung, mungkin karena akibat-akibat biaya
seperti itu terasa langsung dan kuat oleh pembayar beban pendidikan dan pajak,
tentu saja, karena statistik-statistik tentang belanja-belanja sekolah itu mudah
dibuat dan didapat (atau dapat diestimasi). Biaya-biaya tak langsung memerlukan
rujukan-rujukan pada umumnya biaya langsung ditanggung oleh pemerintah dan
masyarakat yang berkaitan dengan sistem-sistem sekolah.
Sedangkan menurut Thomas dalam Barna subarna (2014: 32-33)
mengklasifikasikan biaya pendidikan sebagai berikut:

a. Diract and indiract cost (Biaya langsung dan tak langsung)


Biaya langsung (diract cost) ialah biaya yang langsung digunakan
untuk operasional sekolah. Biaya langsung terdiri atas biaya
pembangunan (capital cost) dan biaya rutin (recurrent cost). Biaya
tidak langsung (indiract cost) ialah biaya uang menunjang siswa untuk
dapat hadir di sekolah. Biaya tersebut meliputi biaya hidup,
transportasi dan biaya lainnya. Biaya tidak langsung sulit dihitung
karena tidak ada catatan resmi. Berdasarkan alasan praktis, biaya ini
tidak turut dihitung dalam perencanaan oleh para administrator,
perencana dan atau pembuat keputusan.
b. Social cost and private cost
Social cost, ialah biaya yang dikeluarkan masyarakat secara langsung
dan tidak langsung. Biaya ini berupa uang sekolah, uang buku dan
biaya lainnya. Biaya tidak langsung seperti pajak dan restribusi.
Private cost, dapat berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung.

13
Biaya langsung ialah biaya yang dikeluarkan yang berasal dari rumah
tangga dalam bentuk uang sekolah, uang kuliah, pembelian buku dan
biaya hidup siswa. Sedangkan biaya tidak langsungnya ialah
hilangnya penghasilan (income forgone) karena sekolah dan
kesempatan yang hilang (forgone opportunity).
c. Monetary and non monetary cost
Monetary cost diartikan sebagai biaya langsung dan tidak langsung
yang dibayar oleh masyarakat dan individu. Sedangkan Non Monetary
Costialah kesempatan yang hilang karena digunakan untuk belajar.

‘Diract costs’ involved in elementary education from the house-hold’s


perspective include: fees, books, stationery, examination fee, transportation.
Indiract costs, on the other hand, include uniforms, footwear, lunch, out-of-
pocket/ tour, donation, annual festival, sport (Mehrotra, 2006:201).
Terjemahan:
‘Biaya langsung’ yang terlibat dalam pendidikan dasar dari perspektif rumah
tangga meliputi: biaya, buku, alat tulis, biaya ujian, transportasi. Biaya tidak
langsung, di sisi lain, termasuk seragam, alas kaki, makan siang, di luar saku /
wisata, sumbangan, festival tahunan, olahraga (Mehrotra, 2006:201).
Private cost of education, to a considerable extent, depends on the socio-
economic status of the household concerned. Generally, income and occupation
are the major variables that decide socio-economic status. Private cost was
examined by the income of the household as well as occupational background of
parent (Vanlalchhawna, 2006: 163).
Terjemahan:
Biaya pendidikan privat, sampai taraf tertentu, tergantung pada status sosial
ekonomi rumah tangga yang bersangkutan. Umumnya, pendapatan dan pekerjaan
adalah variabel utama yang menentukan status sosial-ekonomi. Biaya privat
diperiksa oleh pendapatan rumah tangga serta latar belakang pekerjaan orang
tua(Vanlalchhawna, 2006: 163).
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain,
yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-
tujuan pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap

14
tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur.
Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan
setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Belanja
sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah danproporsinya
bervariasi diantara sekolah yang satu dan daerah yang lainnya. Serta dari waktu
kewaktu (Imron, 2016: 73).
Menurut Tim pengembangan ilmu pendidikan (2007:289) berdasarkan
pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran sekolah dapat
dikategorikan kedalam beberapa item pengeluaran yaitu:
1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
4. Kesejahteraan pegawai
5. Administrasi
6. Pembinaan teknis education dan
7. Pendataan
Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsur-unsur
tersebut yang didasarkan pula pada perhitungan biaya nyata (the real cost) sesuai
dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya.

2.1.4 Sumber Dana Biaya Pendidikan


Menurut Manggar dkk (2013: 8-9), Kebutuhan dana untuk kegiatan
operasional secara rutin dan pengembangan program sekolah/madrasah secara
berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. Semakin
banyak kegiatan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah, semakin banyak dana
yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola sekolah/madrasah dalam
menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran
pelaksanaan program sekolah, baik ynag rutin maupun pengembangan di lembaga
yang bersangkutan. Pasal 46 Undang-Undang No 26 Tahun 2003 menyatakan,
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat“. Sumber pendapatan diupayakan dari
berbagai pihak agar membantu penyelenggarakan pendidikan di

15
sekolah/madrasah, disamping sekolah/madrasah tersebut melakukan usaha
mandiri yang bias menghasilkan dana.
Sumber-sumber pendapatan keuangan sekolah/madrasah

1. Pemerintah
Sumber dana pendidikan untuk SD, SMP, dan SMA, saat ini bersumber
dari dana BOS yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara(APBN). Disamping itu, terdapat dana khusus melalui pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten yang disebut dana khuus dari APBD I dan
APBD II. Dana BOS ini merupakan dana operasi nonpersonalia, sedangkan
untuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan bersumber dari rutinmelalui
APBN dan APBD.
2. Dana Masyarakat
Dana ini berasal dari komite sekolah/orang tua siswa atau sponsor dan
donator.
3. Dana Swadaya
Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bias
menghasilkan pendapatan sekolah antara lain: (1) pengelolaan kantin sekolah,
(2) pengelolaan koperasi sekolah, (3) pengelolaaan wartel , (4) pengelolaan
jasa antar jemput siswa, (5) panen kebun sekolah, (6) kegiatan yang dapat
menarik dana dari sponsor, (7) kegiatan seminar/pelatihan/lokakarya dengan
dana dari peserta yang bias disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah, dan
(8) penyelenggaraan lomba kesenian dengan biaya dari peserta atau
perusahaan yang sebagian dana bias disisihkan untuk sekolah.
4. Sumber lain
Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada sumber pembiayan
alternative yang berasal dari proyek pemerintah baik yang bersifat block
grant maupun yang bersifat matching grant (imbal swadaya)
Menurut Risnawati (2014: 136) sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di sekolah, yaitu:
1. Dari pemerintah berupa:
a. Anggaran rutin (DIK)
b. Anggaran operasional, pembangunan dan perawatan (OPF)

16
c. Bantuan operasional sekolah
d. Dana penunjang pendidikan (DPP)
2. Dari orang tua siswa, adalah dana yang dikumpulkan melalui komite
sekolah dari orang tua siswa
3. Dari masyarakat, misalnya: sumbangan perusahaan indistri, lembaga sosial
donator, tokoh masyarakat, alumni, dsb.

Menurut Rusdiana dan Wardija (2013 : 11-12), dalam Undang-Undang


Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahin 2003, dtegaskan secara jelas bahwa
pengadaan dan pendayagunaan sumber-sumber daya pendidikan dilakukan oleh
semua pihak termasuk didalamnya adalah pemerintah,masyarakat, serta keluarga
peserta didik. Untuk mempermudah dalam memberi kesempatan belajar bagi
semua warga Negaranya. Adapun sumber-sumber biaya pendidikan adalah
sebagai berikut:

a. Dana pemerintah

Penerimaan dari pemerintahan umum meliputi penerimaan dari sektor pajak,


pendapatan dari sector non-pajak, pajak pendidikan dari perusahaan, dan iuran
pembanguna daerah, keuntungan sektor barang dan jasa, usaha-usaha Negara lain
termasuk investasi saham dan BUMN. Penerimaan dari pemerintah khusus untuk
pendidikan biasanya berupa bantuan dalam bentuk hibah atau pinjaman dari luar
negeri seperti badan Internasional, dan Bank dunia.

b. Iuran Sekolah

Penerimaan dari iuran sekolah ialah berupa sumbangan pembinaan


pendidikan(SPP) atau BP3 (Badan Pembina Penyelenggara Pendidikan).

c. Sumbangan Sukarela

Penerimaan dari sumbangan sumbangan sukarela dari masyarakat biasanya


berupa sumbangan, swasta, perorangan, keluarga atau perusahan. Sumbangan
yang diberikan tidak hanya berupa uang tetapi tenaga , tanah dan bahan bangunan
untuk mendirikan sekolah.

17
Menurut Nanang Fatah dalam kristiawan (2017: 94-95), sumber keuangan
sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Orang tua
Kontribusi orang tua semakin penting pada saat pemerintah tidak
mempunyai kemampuan untuk membiayai kebutuhan sekolah yang memadai,
seperti yang basa dialami oleh Negara berkembang. Namun demikian,
dinegara yang pemerintahannya mampu pun terkandang orang tua masih
ingin menyumbang, misalnya alat transportasi, komputer, dan biaya untuk
kunjungan belajar karena mereka menghendaki anak mereka memperoleh
pendidikan yang terbaik.Mereka menginginkan anak mereka berada dibarisan
terdepan dan memperebutkan pekerjaan yang baik sesuai dengan
kemampuannya. Dalam membantu keluarga yang kurang mmpu kepala
sekolah dapat membentuk dana khusus untuk membiayai anak anak yang
berbakat.
b. Pemerintah pusat
Pemerintah membantu sekolah secara finansial dalam beberapa cara
misalnya sebagai berikut:
a) Memberikan dana hibah untuk sekolah
b) Membayar gaji guru
c) Membantu proyek pencarian dana sekolah berupa penyediaan
tenaga ahli bahan dan peralatan
d) Membiayai proyek bangunan dan rehabilitasi sekolah untuk daerah
tertentu.
c. Pemerintah Daerah
Banyak Negara ynag menyerahkan pendidikan dasar kepada pemerintah
daerah. Tiap pemerintah ini mempunyai tanggung jawab untuk menempatkan
dan membuka sekolah, menyediakan saran fisik, fasilitas ruang kelas dan
perlengkapan kantor. Dana ini berasal dari pendapatan yang dikumpulkan
daerah berupa pajak, namun pemerintah daerah biasanya menghadapi
kesulitan untuk meyakinkan bahwa pajak telah terkumpul penuh pada
waktunya. Hal tersebut karena jumlah tenaga terlatih dalam bidangnya kurang
dan tugas penarikan pajak kurang menghargai pemerintah daerah.

18
d. Masyarakat
Kelompok masyarakat biasanya merupakan sumber keuangan uang bagi
sekolah. Mereka digerakkan oleh pemimpin masyarakat setempat tempat
untuk tugas tertentu. Hal berikut ini mungkin dalam daftar identifikasi anda,
yaitu pemimpin masyarakat setempat mengarahkan warganya untuk
membangun pelaksanaan :
1. Proyek pembangunan sekolah
2. Memberikan hibah tanah untuk kepentingan sekolah
3. Pengumpulan dana untuk sekolah tertentu didaerahnya
4. Pengumpulan dana untuk usaha swasembadadengan melibatkan
alumni sekola
e. Fasilitas sekolah
Fasilitas sekolah dapat menghasilkan uang yang besar jumlahnya,
misalnya dengan jalan : 1) menyewa aula, 2) menyewa tempat bermain
(tempat olahraga), 3) mebuka usaha pertanian bagi yang memiliki kebun dan
kolam, 4) mendirikan kantin da koperasi sekolah, 5) membuka jasa fotokopi,
6) membuka jasa wartel.
f. Siswa
Siswa dapat menjadikan sumber keuangan yang bail. Hal ini tergantung
pada kondisi sekolah dan kemampuan menejerial pimpinan sekolah dan
stafnya. Cara yang ditempuh untuk memanfaatkan siswa:
1. Usaha perkebunan, peternakan (unggas, sapi ,kambing) kerajinan dan
2. Kegiatan pengumpulan dana seperti pegelaran seni, tari-tarian, drama,
pertandingan, pemeran atau bazar dan pencarian donator untuk amal
g. Pemilik sekolah atau yayasan
Sebagian sekolah dibangun oleh badan-badan keagaman atau yayasan
usaha sosial yang bukan pemerintah. Pembangunan dan pembukaan seolah
tersebut biasanya mengndung tujuan khusus, biasanya menyangkut
kesejahteraaan moral dan spiritual anak-anak. Badan atau yayasan sepert ini
memberikan bantuan pada sekolah dengan berbagi cara misalnya: melalui
penyediaan tanah dan bangunan, peralatan serta tenaga.

19
Menurut Imron (2016: 82-83), Penerimaan dalam anggaran sekolah, atau
pemasukan dana bagi anggaran sekolah untuk memenuhi kebutuhan itu adalah
dari beberapa sumber, yakni:

1. Anggaran pendidikan nasional. segala bentuk penerimaan anggaran dari kas


negara yang diberikan oleh pemerintah pusat bagi sekolah seperti; dana
pendampingan operasional, dana hibah kompetitif, Biaya Operasional
Sekolah, dan lain sebagainya
2. Anggaran pendidikan propinsi. semua bentuk pemasukan dana yang
diberikan oleh pemerintah propinsi dari kas keuangan propinsi kepada
sekolah dalam bentuk buku, dana hibah pembangunan kelas baru, dana
rehabilitasi sekolah dan beasiswa bagi peserta didik.
3. Anggaran pendidikan kota/kabupaten. Semua bentuk pemasukan dana yang
diberikan oleh pemerintah propinsi dari kas keuangan kota/kabupaten kepada
sekolah dalam bentuk buku, bangku dan meja, pelatihan pengembangan
kurikulum, dana hibah pembangunan kelas baru, dana rehabilitasi sekolah
dan beasiswa bagi peserta didik.
4. Anggaran Komite Sekolah. setiap bentuk dana yang disumbangkan oleh
orangtua siswa dalam bentuk uang, buku, seragam, alat tulis, alat peraga
belajar, uang iuran bulanan, uang biaya kegiatan ekstra-kurikuler dan
lainnya.
5. Anggaran Yayasan. Setiap bentuk dana yang diberikan oleh pengurus
yayasan penyelenggara sekolah yang diperuntukkan bagi program
pendidikan sekolah dalam bentuk buku, alat tulis, meja dan kursi, tanah dan
bangunan atau pembiayaan rutin beasiswa bagi guru dan peserta didik.
6. Anggaran Donatur. Setiap bentuk sumbangan dana, jasa, atau barang yang
berasal dari kepemilikan donatur perseorangan atau lembaga tertentu guna
membantu operasionalisasi program sekolah dan program strategis sekolah.
Misalnya, dana hibah dari Bank Dunia, Bank Pengembangan Islam, World
Association Moslem Youth (WAMY) dan lainnya.
7. Anggaran lain. Setiap bentuk penerimaan dana, jasa dan barang dalam
bentuk penjualan produk karya siswa, pelelangan aset sekolah, laba
ekonomis dari koperasi sekolah dan lainnya.

20
According to Thackwray ( 1997: 48), There are two main sources- public
and private. about two- thirds of higher education funding comes from public
sources, mainly from central goverment, albeit via a series of convoluted
routes.the most important route is via the higher education funding councils, each
of which has its own method for allocating funds to individual institutions. private
sectors sources include research grants, contractsand international student fees.
although currently accounting for a third of total income the sector, private sector
resourcing is increasingly important. The largest single source of income to
institutions is usually the block grant from the funding council. Teaching and
research are the criteria that determine the level of the grant. for the teaching
allocation, the following formula is applied to each subject category.

Number of students X Price per student = Teaching based allocation

The research allocation is calculated on the basis of grades awarded in the


research assesment exercise as follows
Volume x Price x Quality multiplier
Terjemahan:
Menurut Tackwray (1997: 48), Ada dua sumber utama - publik dan swasta.
sekitar dua pertiga dari pendanaan pendidikan tinggi berasal dari sumber-sumber
publik, terutama dari pemerintah pusat, meskipun melalui serangkaian rute yang
berbelit-belit. Rute yang paling penting adalah melalui dewan pendanaan
pendidikan tinggi, yang masing-masing memiliki metode sendiri untuk
mengalokasikan dana kepada individu institusi. Sumber sektor swasta termasuk
hibah penelitian, kontrak, dan biaya mahasiswa internasional. Meskipun saat ini
merupakan sepertiga dari total pendapatan sektor ini, sumber daya sektor swasta
semakin penting. Sumber pendapatan tunggal terbesar ke institusi biasanya adalah
block grant dari dewan pendanaan. pengajaran dan penelitian adalah kriteria yang
menentukan tingkat hibah untuk alokasi pengajaran, rumus berikut diterapkan
untuk setiap kategori subjek.

Jumlah siswa x Harga per alokasi berdasarkan pengajaran siswa

21
Alokasi penelitian dihitung berdasarkan nilai yang diberikan dalam latihan
penilaian penelitian sebagai berikut:

volume x harga x multiplier kualitas

Tracing the path of education expenditures back to their origin uncovers the
level or levels of goverment and the sources (private and public) that bear
primary responsbility for financing a country's education system. The initial
source of money for education sometimes differs from the ultimate spenders. for
example, though local school districts in the United State generally operate and
fund the local public schools, much of the financing arrives in the form of
transfers from state goverments. Some of the state money, in turn, arrives in the
form of tranfers from the federal goverment. The initial sources of those
transferred funds, then are state are federal goverments. Likewise, the initial
source of finds spent on public school can be either public or public. Student
tuition or fees are one example of a private source of public expenditure. Funding
by private firms of youth apprenticeship programs in germany and austria is
another example. Moreover, the initial soutce of funds spent on private schools
that can be either public or private. Unlike the united states, many other
industrialized countries maintain large numbers of privately operated schools that
are mostly or entirely publicly funded.
In the united states, most public funding for primary thriugh secondary
education originated at the regional (state) or local levels in 1992, less then 10
percent originated at the central (federal) goverment level, in contras,
approximately three-fourths of publics expenditure on primary trough secondary
education in france and itali originated at teh central level. At the higher
educatioj level in the united states, the majority of publics funding originated at
the regional (state) level, in every other country reported exceptcanada, the
former west germany, belgiom, spain, and switzealand, the majoriry of public
funding originated at the central level (Matheson et al, 1996: 223).
Terjemahan:
Menelusuri jalur pengeluaran pendidikan kembali ke asal mereka
menyingkap tingkat atau tingkat pemerintahan dan sumber-sumber (swasta dan

22
publik) yang menanggung tanggung jawab utama untuk membiayai sistem
pendidikan suatu negara. Sumber awal uang untuk pendidikan kadang-kadang
berbeda dari penghasil uang utama. Misalnya, meskipun distrik sekolah lokal di
Amerika Serikat umumnya beroperasi dan mendanai sekolah-sekolah negeri
setempat, sebagian besar pembiayaan datang dalam bentuk transfer dari
pemerintah negara bagian. Beberapa uang negara, pada gilirannya, tiba dalam
bentuk transfer dari pemerintah federal. Sumber awal dari dana yang ditransfer,
kemudian negara adalah pemerintah federal. Demikian pula, sumber awal
penemuan yang dibelanjakan di sekolah umum dapat bersifat publik atau publik.
Biaya kuliah atau biaya adalah salah satu contoh dari sumber swasta pengeluaran
publik. Pendanaan oleh perusahaan swasta program pemagangan remaja di
Jerman dan Austria adalah contoh lain. Selain itu, sumber dana awal dihabiskan
untuk sekolah swasta yang dapat bersifat publik atau swasta. Tidak seperti negara-
negara bersatu, banyak negara industri lainnya mempertahankan sejumlah besar
sekolah swasta yang sebagian besar atau sepenuhnya didanai publik.
Di negara-negara bersatu, sebagian besar dana publik untuk pendidikan
menengah pertama berasal dari tingkat regional (negara bagian) atau lokal pada
tahun 1992, kurang dari 10 persen berasal dari pemerintah pusat (federal), dalam
kontras, sekitar tiga perempat dari pengeluaran publik di palung utama pendidikan
menengah di Perancis dan Italia berasal di tingkat pusat. Pada tingkat pendidikan
yang lebih tinggi di negara-negara bersatu, sebagian besar pendanaan publik
berasal dari tingkat (negara bagian), di setiap negara lain yang dilaporkan kecuali
Kanada, bekas Jerman Barat, Belgia, Spanyol, dan Swiss, mayoritas pendanaan
publik berasal dari tingkat pusat ( Matheson et al, 1996 : 223).
According to Akinsanya (2007) in Afolayan ( 2015 : 67-68), Financing higher
education in Nigeria today is a crucial national problem. The political, social and
economic factors, which are currently having significant impact on the world
economy, have necessitated the need to diversify the sources of education funding,
mainly because reliance on only one source of revenue can inhibit educational
growth. He however highlighted these as some possible options of financing
higher education;

1. Fund from owner government

23
2. Private contributions by commercial organizations in the form of
occasional grants for specific purposes
3. Tuition and fees
4. Gifts, Grants and Endowments
5. Investment income
6. Auxiliaries (Enterprises, Licenses, Parents and Alumni Association)
7. Consultancies and Research activities
8. Community Participation etc.

Others include; Support from federal and state governments constituting


more than 98% of the recurrent costs and 100% of capital cost (Ogunlade, 1989)
and international aids from international organizations. For example, the World
Bank has financed a US$ 120 million project titled: Federal Universities
Development Sector Operation.
Terjemahan:
Menurut Akinsnya (2007) dalam Afolayan (2015:67-68), Pendanaan
pendidikan tinggi di Nigeria saat ini adalah masalah nasional yang krusial. Faktor-
faktor politik, sosial dan ekonomi, yang saat ini memiliki dampak signifikan
terhadap ekonomi dunia, telah mengharuskan kebutuhan untuk mendiversifikasi
sumber pendanaan pendidikan, terutama karena ketergantungan pada hanya satu
sumber pendapatan dapat menghambat pertumbuhan pendidikan. Namun ia
menyoroti ini sebagai beberapa kemungkinan opsi pembiayaan pendidikan tinggi;

1. Dana dari pemerintah pemilik


2. Kontribusi swasta oleh organisasi komersial dalam bentuk hibah sesekali
untuk tujuan tertentu
3. Biaya kuliah dan biaya
4. Hadiah, Hibah dan Wakaf
5. Pendapatan investasi
6. Organisasi Pelengkap (Perusahaan, Lisensi, Asosiasi Orangtua dan
Alumni )
7. Konsultasi dan kegiatan Penelitian
8. Partisipasi Komunitas dll.

24
Lainnya meliputi; Dukungan dari pemerintah federal dan negara bagian yang
mencakup lebih dari 98% dari biaya berulang dan 100% biaya modal (Ogunlade,
1989) dan bantuan internasional dari organisasi internasional. Sebagai contoh,
Bank Dunia telah membiayai proyek US $ 120 juta berjudul: Operasi Sektor
Pembangunan Universitas Federal.

Sekolah dengan jumlah peserta didik 60 atau lebih penghitungan jumlah BOS
sebagai berikut:
1. SD sebesar Rp800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) dikalikan jumlah
peserta didik;
2. SMP/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dikalikan jumlah peserta didik;
3. SMA sebesar Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu rupiah)
dikalikan jumlah peserta didik;
4. SMK sebesar Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu rupiah)
dikalikan jumlah peserta didik; dan
5. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah)
dikalikan jumlah peserta didik.
Sekolah dengan jumlah peserta didik kurang dari 60:

a. Penerima kebijakan alokasi minimal


1. SD sebesar 60 (enam puluh) dikalikan Rp800.000,00 (delapan ratus
ribu rupiah);
2. SMP/SMP Sekolah Terintegrasi/SMP Satap sebesar 60 (enam puluh)
dikalikan Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); dan
3. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB sebesar 60 (enam puluh) dikalikan
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah.
b. Bukan penerima kebijakan alokasi minimal
1. SD sebesar Rp800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) dikalikan jumlah
peserta didik;
2. SMP/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dikalikan jumlah peserta didik;

25
3. SMA/Sekolah Terintegrasi/SMA Satap Rp1.400.000,00 (satu juta
empat ratus ribu rupiah) dikalikan jumlah peserta didik;
4. SMK Rp1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu rupiah) dikalikan
jumlah peserta didik; dan
5. SDLB/SMPLB/SMALB/SLB Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah)
dikalikan jumlah peserta didik

2.1.5 Prinsip Biaya Pendidikan


Berdasarkan undang undang No. 20 tahun 2003 pasal 48 tentang Pengelolaan
dana Pendidikan menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan
pada prinsip keadilan,efesien, transparansi dan akuntabiltas (Imron, 2016:82).
Pembiayaan menurut Indra Bastian dalam Imron (2016:82) bahwa ditinjau
dari sudut human capital (modal manusia) sebagai unsur modal pendidikan
diperhitungkan sendiri sebagai faktor penenttu keberhasilan seseorang, baik secara
sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan asset moral, dimana
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pendidikan dianggap sebagai
upaya pengumpulan dana untuk membiayai operasional dan pengembangan sektor
pendidikan.
Prinsip Manajemen keuangan bukan hanya berkutat seputar pencatatan
akuntansi. Dia merupakan bagian penting dari manajemen program dan tidak
boleh dipandang sebagai suatu aktivitas tersendiri yang menjadi bagian pekerjaan
orang keuangan. Manajemen keuangan pada NGO lebih merupakan pemeliharaan
suatu kendaraan. Apabila kita tidak memberinya bahan bakar dan oli yang bagus
serta service teratur, maka kendaraan tersebut tidak akan berfungsi secara baik
dan efisien. Lebih parah lagi, kendaraan tersebut dapat rusak ditengah jalan dan
gagal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam prakteknya, manajemen
keuangan adalah tindakan yang diambil dalam rangka menjaga kesehatan
keuangan organisasi. Untuk itu, dalam membangun sistem manajemen keuangan
yang baik perlulah kita untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip manajemen
keuangan yang baik (Imron, 2016:83).
Sumber dana sekolah dapat berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan Masyarakat (Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008).
Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana keuangan sekolah mengacu pada

26
pengelolaan keuangan Negara UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Pasal 3 ayat (1) mengenai ketentuan pengelolaan keuangan negara menyatakan
bahwa pada prinsipnya pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah (pusat
dan/daerah) harus dikelola secara tertib dan taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan (Windarti, 2015:23).
Menurut Tangkudung dalam Arwildayanto., dkk. (2017:9) untuk
memahami berbagai prinsip manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan
diatas, dijelaskan beberapa prinsip penting saja, diantaranya 1) transparansi, 2)
akuntabilitas, 3) efektivitas, 4) efisiensi sesuai dengan kebutuhan yang
diisyaratkan, 5) peningkatan partisipasi stakeholder pendidikan, 6) hemat, tidak
mewah, 7) terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan, 8)
keharusan pernggunaan produksi dalam negeri.

1. Transparansi

Prinsip transparan dalam manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan


berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan di lembaga
pendidikan, misalnya bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan. Dengan
keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan
pertanggung jawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan dukungan atau partisipasi orang tua, masyarakat dan
pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program di lembaga pendidikan. Di
samping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan (trust) timbal balik
antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai (Siswanto dalam Arwildayanto, dkk., 2017:9-10)
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua stakeholders
pendidikan dan orang tua peserta didik misalnya rencana anggaran pendapatan
dan belanja sekolah (RAPBS), Rencana kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS),
Dokumen-dokumen ini, dipajang pada papan pengumuman sekolah, Rencana

27
Bisnis Anggaran (RBA) di perguruan tinggi bisa di akses secara online
(Ratnaningtyas, dkk. dalam Arwildayanto, dkk., 2017:10)
Dengan demikian bagi siapa saja yang membutuhkan informasi manajemen
keuangan pendidikan dapat dengan mudah, orang tua siswa, mahasiswa bisa
mengetahui berapa jumlah uang yang diterima lembaga pendidikan dan digunakan
untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan
stakeholders pendidikan (Arwildayanto., dkk. 2017:10)
In both countries, a lack of transparency of the system turned out to be a
critical failure factor. The results-oriented financial management reforms have
introduced financial systems which are less transparent and more complicated
than before. As already discussed when the effect on parliamentary control was
considered, Australian agencies have frequently changed their outcome and
output structure which has led to a less transparent budget. It has become a lot
more difficult to see where the money goes. Also the use of two different
accounting standards, the Australian generally accepted accounting principles
(GAAP) and the economics-based standards Government Finance Statistics
(GFS), causes a lot of problems and less transparency. The use of two standards
can be a political problem, as two kinds of deficit are possible and may be
exploited politically (Scheers et al. 2005:150).
Terjemahan :
Di kebanyakan negara, kurangnya transparansi sistem ternyata menjadi faktor
kritis kegagalan. Reformasi manajemen keuangan yang berorientasi pada hasil
telah memperkenalkan sistem keuangan yang kurang transparan dan lebih rumit
daripada sebelumnya. Sebagai sudah dibahas ketika dianggap sebagai efek pada
kontrol Parlemen, lembaga Australia telah sering mengubah struktur mereka hasil
dan output yang telah menyebabkan anggaran kurang transparan. Hal ini telah
menjadi jauh lebih sulit untuk melihat mana goes uang. Juga menggunakan dua
standar akuntansi yang berbeda, Australia umumnya diterima akuntansi prinsip-
prinsip (GAAP) dan standar berbasis ekonomi Statistik keuangan pemerintah
(GFS), menyebabkan banyak masalah dan kurang transparansi. Penggunaan dua
standar dapat menjadi masalah politik, sebagai dua jenis defisit tersedia dan dapat
dimanfaatkan secara politis (Scheers, dkk., 2005:105).

28
2. Akuntabilitas

Menurut Puarada dalam Arwildayanto, dkk., (2017:11) akuntabilitas adalah


kondisi yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya.
Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan berarti
penggunaan uang lembaga pendidikan bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku.
Menurut Sutedjo dalam Arwildayanto, dkk., (2017:11) tujuan akuntabilitas
pembiayaan lembaga pendidikan adalah menilai kinerja lembaga pendidikan dan
kepuasan stakeholdernya terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan,
untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan
untuk mempertanggungjawabkan komitmen penyelenggara pendidikan kepada
stakeholdernya atas dana yang dihimpun dari pemerintah, orang tua dan
masyarakat.
Menurut Arwildayanto, dkk (2017:11) dengan akuntabilitas ini, pengelola
lembaga pendidikan bisa membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Adapun
pihak-pihak yang menuntut terbangunnya akuntabilitas, antara lain orang tua
peserta didik, masyarakat dan pemerintah. Kepada stakeholders pendidikan itulah
pengelola pendidikan perlu menyampaikan report keuangannya secara periodik.
Menururt Shafaratunnisa dalam Arwildayanto, dkk., (2017:11) ada empat
pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, manajemen
keuangan lembaga pendidikan; 1) adanya transparansi penyelenggara manajemen
keuangan lembaga pendidikan dalam menerima sumber pembiayaan pendidikan
dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola dana lembaga
pendidikan tersebut, 2) adanya standar kinerja pengelolaan keuangan di setiap
lembaga pendidikan yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya, antara lain sebagai otorisator, ordonator dan bendaharawan, 3)
adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan
pengelolaan keuangan lembaga pendidikan dengan prosedur yang mudah, biaya
murah dan pelayanan yang cepat, 4) regulasi pengelolaan keuangan yang
memberikan kepastian hukum, maupun tata kelola sebagai rambu-rambu dalam

29
menjalankan berbagai kebijakan publik memberikan pelayanan pendidikan secara
maksimal.
In general, accountability is a concept in ethics and governance with several
meanings. This concept is similar to responsibility, answerability,
blameworthiness, and liability. As an aspect of governance, it has been central to
discussions related to problems in the public sector, non-profit and corporate
worlds. London (2003) stated that in leadership roles, accountability is the
acknowledgment and assumption of responsibility for actions, products, decisions,
and policies including the administration, governance, and implementation within
the scope of the role or employment position and encompassing the obligation to
report explain and be answerable for resulting consequences. Accountability is
generally defined as accepting and meeting one’s personal responsibilities, being
and feeling obligated to another individual as well as oneself, and having to
justify one’s actions to others (Jaafar et al., 2013:25).
Terjemahan :
Secara umum, akuntabilitas adalah sebuah konsep dalam etika dan
pemerintahan dengan beberapa makna. Konsep ini sangat mirip dengan tanggung
jawab, keampuan menjawab, penilaian , dan tanggung jawab. Sebagai satu aspek
dari pemerintahan, telah pusat diskusi yang berhubungan dengan masalah dalam
sektor publik, non-profit dan perusahaan dunia. London menyatakan bahwa dalam
peran kepemimpinan, akuntabilitas adalah pengakuan dan asumsi tanggung jawab
untuk tindakan, produk, keputusan, dan kebijakan termasuk administrasi, tata
kelola, dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi pekerjaan dan meliputi
kewajiban laporan menjelaskan dan akan bertangung konsekuensi yang
dihasilkan. Akuntabilitas umumnya didefinisikan sebagai menerima dan
memenuhi tanggung jawab pribadi seseorang, yang merasa berkewajiban untuk
lain individu serta diri dan harus membenarkan tindakan seseorang kepada orang
lain (Jaafar, dkk., 2013:25).

3. Efektivitas

Menurut Arwildiyanto, dkk., (2017:12-13) efektivitas menjadi jargon yang


sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan lembaga pendidikan,

30
sehingga mengandung banyak pemahaman dan perspektif dari berbagai pihak.
Fenomena yang sering disaksikan adalah sedikit sekali orang yang dapat
memaksimalkan keefektivitasan itu sesuai dengan konsep keefektivitasan itu
sendiri. Sehingga makna efektivitas itu sering kali masih menjadi sebuah konsepsi
yang bersifat eklusive (sulit diraih). Impaknya, efektivitas organisasi atau lembaga
pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada
kerangka acuan yang dipakai. Efektivitas seringkali diartikan sebagai pencapaian
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Menurut Yudhaningsih dalam Arwildiyanto, dkk., (2017:13) keefektifan
merupakan derajat di mana sebuah organisasi mencapai tujuannya. Keefektifan itu
merupakan kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah
dirumuskan. Keefektifan juga bisa menjadi konsep kausal secara esensial, di mana
hubungan maksud hingga tujuan (means-to-end relationship), dan hubungan sebab
akibat (cause-effect relationship).
Pada dasarnya terdapat 3 komponen utama yang diperhatikan manajer
pendidikan dalam mengukur efektivitas pembiayaan pendidikan, yaitu: 1)
cakupan pengaruh biaya; 2) kesempatan tindakan yang digunakan untuk mencapai
pengaruh pembiayaan ditandai sebagai mode pendidikan; dan 3) mekanisme yang
mendasari mengapa pembiayaan tertentu mendorong ke arah pencapaian tujuan
(Arwildayanto., dkk. 2017:13).
Efektivitas manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan tentu
maknanya akan lebih dalam lagi, karena efektivitas di sini tidak berhenti sampai
pada pencapaian tujuan pendidikan, melainkan secara kualitatif hasil diraih
tentunya dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga penyelenggara pendidikan itu
sendiri (Arwildayanto., dkk. 2017:13).
Konsep-konsep di atas dapat dipahami efektivitas lembaga pendidikan
merupakan kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan,
beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan agar tetap eksis/hidup.
Sehingga organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu
menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas
yang dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih

31
bertanggung jawab, bertindak kreatif demi peningkatan efisiensi dalam mencapai
tujuan (Arwildiyanto, dkk., 2017:13).

4. Efisiensi

Konsepsi efisiensi menggambarkan hubungan antara pemasukan dan


pengeluaran. Menurut Golany & Roll dalam Arwildiyanto, dkk., (2017:14)
efisiensi juga terkait dengan kualitas layanan, dan keluaran dari aktivitas
penyelenggaraan pendidikan. Efisiensi pendidikan memiliki kaitan antara
pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai
optimalisasi yang tinggi. Begitu juga efisiensi dalam manajemen keuangan dan
pembiayaan pendidikan tentu berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan
yang dibiayai sesuai dengan kebutuhan yang diisyaratkan.
Menurut Ni`mah dalam Arwildiyanto, dkk., (2017:14-15) efisien manajemen
keuangan dan pembiayaan pendidikan mengacu pada perbandingan antara
input/sumber daya dengan out put. Sehingga suatu kegiatan dikatakan efisien
bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian
sumber daya yang minimal.
Menurut Fattah dalam Arwildiyanto, dkk., (2017:15) efisiensi pembiayaan
pendidikan berkaitan dengan pendayagunaan sumber-sumber pembiayaan
pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi penyelenggaraan
layanan pendidikan yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan
ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan
memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu
pencapaian prestasi belajar siswa, perluasan layanan pendidikan bagi semua orang
(education for all).
Menurut Arwildayanto (2017:15) efisiensi manajemen keuangan dan
pembiayaan dengan demikian merupakan perbandingan antara input dengan out
put, tenaga dengan hasil, perbelanjaan dan masukan, serta biaya dengan
kesenangan yang dihasilkan. Sumber daya yang dimaksud bisa meliputi tenaga,
pikiran, waktu, biaya yang dikeluarkan. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari
dua perspektif.

a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya

32
Keuangan dan biaya pendidikan dikatakan efisien kalau penggunaan biaya
yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil layanan pendidikan (process),
keluaran pendidikan (output/outcome) yang sesuai harapan stakeholder
pendidikan.

b. Dilihat dari segi hasil

Hasil pencapaian tujuan pendidikan dapat dikatakan dengan efisien kalau


dengan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas
maupun kualitasnya.

Tingkat efisiensi yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan


pendidikan terhadap masyarakat secara memuaskan (satisfaction) dengan
menggunakan sumber biaya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
Pendekatan ini dikenal dengan ingredient approach, dimana pengelola pendidikan
bisa memperhitungkan kontribusi biaya secara terinci dalam proses pendidikan
untuk menghasilkan keluaran. Di samping mengukur efisien biaya pendidikan
bisa diketahui melalui analisis efisiensi pendidikan (cost eff ectiveness analysis)
yang menggambarkan hubungan antara input (masukan) dan output (keluaran)
dari suatu pelaksanaan proses pendidikan. Untuk mengetahui efisiensi biaya
pendidikan bisa juga menggunakan metode analisis keefektifan biaya (cost
effectiveness analysis) yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap
masukan pendidikan terhadap efektivitas pencapaian tujuan pendidikan atau
prestasi belajar (Arwildiyanto, dkk., 2017:15-16).
Menurut Haryati (2012:65) secara positif desentralisasi pengelolaan biaya
pendidikan dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, sustanibilitas,
keefektifan maupun efisiensi karena pemerintah daerah lebih memiliki kedekatan
dengan masyarakatnya sehingga memiliki keunggulan informasi dibanding
pemerintah pusat. Namun karena keterbatasan kemampuan dan komitmen para
pengelola biaya pendidikan daerah yang sangat beragam, muncullah berbagai
masalah pengelolaan biaya pendidikan yang justru mengurangi transparansi,
akuntabilitas, sustanibilitas, keefektifan dan efisiensi pengelolaan biaya tersebut.
Untuk itu diperlukan model manajemen pembiayaan pendidikan, khususnya pada

33
pendidikan dasar yang merupakan tanggung jawab penuh pemerintah, baik pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota dan dukungan partisipasi masyarakat.
Accourding Hermanson et al., (1998:259-260) generally accepted accounting
principles (GAAP) set forth standards or methods for presenting financial
accounting information. A standardized presentation format enables users to
compare the financial information of different companies more easily. Generally
accepted accounting principles have been either developed through accounting
practice or established by authoritative organizations. Organizations that have
contributed to the development of the principles are the American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA), the Financial Accounting Standards
Board (FASB), the Securities and Exchange Commission (SEC), the American
Accounting Association (AAA), the Financial Executives Institute (FEI), and the
Institute of Management Accounting (IMA). This section explains the following
major principles:
1. Exchange-price (or cost) principle.
2. Revenue recognition principle.
3. Matching principle.
4. Gain and loss recognition principle.
5. Full disclosure principle.
Terjemahan :
Menurut Hermanson, dkk., (1998:259-260) umumnya prinsip akuntansi yang
berlaku (GAAP) ditetapkan standar atau metode untuk menyajikan informasi
akuntansi keuangan. Format standar presentasi yang memungkinkan pengguna
untuk membandingkan informasi keuangan perusahaan yang berbeda lebih
mudah. Prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum telah baik
dikembangkan melalui praktek akuntansi atau didirikan oleh organisasi otoritatif.
Organisasi yang telah memberikan kontribusi untuk pengembangan prinsip-
prinsip yang American Institute of Certified Public Accountants (AICPA),
keuangan akuntansi standar Board (FASB), Securities and Exchange Commission
(SEC), Amerika Akuntansi Association (AAA), lembaga Eksekutif keuangan
(FEI), dan Institut manajemen akuntansi (IMA). Bagian ini menjelaskan prinsip-
prinsip utama berikut:

34
1. Prinsip harga asing (atau biaya).
2. Prisnip pengakuan pendapatan.
3. Prinsip yang cocok.
4. Prinsip keuntungan dan kerugian pengakuan.
5. Prinsip pengungkapan penuh.

2.1.6 Konsep Biaya Pendidikan


Untuk memahami konsep biaya pendidikan secara utuh dan mendalam ada
beberapa pemahaman yang bisa dielaborasi, antara lain opportunity cost or
sacrifice cost, money cost versus financial cost, factor cost, current cost versus
capital cost, total expenditures, currentversus constant prices, public versus
private cost, dan unitcost (Buchanan, J.M., 1979) dalam (Arwildayanto, dkk.
2017: 50-51).
Opportunity cost or sacrifice cost bisa dipahami sebagai biaya kesempatan
atau peluang yang hilang selama mengikuti pendidikan baik formal maupun non
formal diukur dari nilai uang yang hilang karena kesempatan/peluang yang ada
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Misalnya seorang mahasiswa yang sudah
berusia produktif bisa bekerja sebagai karyawan, staf namun kesempatan itu tidak
bisa diambilnya karena fokus untuk menyelesaikan pendidikan.
Biaya pendidikan selanjutnya dikenal dengan istilah resource cost versus
money costs. Dimana resource cost itu merupakan adalah biaya pendidikan yang
diukur dalam bentuk unit fisik, seperti: jam guru mengajar, jumlah buku yang
dipergunakan, luas lantai yang dibangun, dan lain-lainnya. Sedangkan money cost
atau financial cost merupakan biaya yang harus dibayar untuk setiap siswa
melalui sistem pembiayaan pendidikan.
Biaya pendidikan lainnya disebut jugafactors cost yang dibayar oleh sistem
pendidikan untuk beberapa faktor produksi sebagai resource inputs, seperti: gaji
guru, pembelian perlengkapan, pengadaan peralatan, pembangunan gedung.
Dalam hal layanan pendidikan, kita bisa mengategorikan biaya pendidikan
dalam bentuk current cost versus capital costs. Kedua biaya pendidikan itu,
didasarkan atas lamanya pemberian layanan pendidikan terhadap resource input
(peserta didik), dimana current cost berhubungan dengan pengeluaran yg

35
dikeluarkan dalam memberikan pelayanan terhadap resource inputdan
perlengkapan yang digunakan dalam satu tahun fiskal, serta ada pembaharuan
secara reguler. Begitu juga capital cost berhubungan dengan pengeluaran yang
terdiri dari berbagai item-item yang menyumbangkan kegunaan pelayanan
pendidikan yang berlangsung lebih dari satu tahun fiskal, contoh: biaya
pembangunan gedung, renovasi ruang kelas. Capital cost harus diamortisasisesuai
umurnya dan dibebankan pada periode pelayanan (Ferdi, W.P., 2013) dalam (
Arwildayanto, dkk. 2017 : 51)
Keputusan dalam pembiayaan lembaga pendidikan akan memengaruhi
bagaimana sumber daya yang diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu
dikaji siapa yang akan dididik dan seberapa banyak peserta didik dapat menikmati
layanan pendidikan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar
biaya pendidikan itu.
Demikian pula pembiayaan pendidikan seperti apa yang perlu dilakukan
pemerintah, agar mampu memberikan kontribusi secara signifikan mendukung
pembiayaan lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah maupun swasta.
Pembiayaan pendidikan perlu juga dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan
pendidikan, tanggung jawab orang tua dalam menyekolahkananaknya vs social
benefit secara luas yang akan didapatkan, pengaruh faktor politik dan ekonomi
terhadap sektor pendidikan (Arwildayanto, dkk. 2017: 51-52).
J. Wiseman (1987) dalam Rosita, T., Nasoha, M., & Isman, S.M. (2013)
dalam Arwildayanto, dkk (2017: 52) menjelaskan ada tiga aspek yang perlu dikaji
dalam melihat apakah pemerintahanperlu terlibat dalam masalah pembiayaan
pendidikan 1) kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor
pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan
akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital; 2) pembiayaan
pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih
menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit
secara keseluruhan; 3) pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor
pendidikan.
Lebih khusus Levin (1987) dalam Rosita, T., Nasoha, M., & Isman, S. M.
(2013) dalam Arwildayanto, dkk (2017: 52) melihat pembiayaan pada level

36
sekolah merupakan proses dimana stakeholders sekolah mengetahui besaran
pendapatan dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk memformulasikan
dan mengoperasionalkan sekolah. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan
kebijakan pemerintah dan program pembiayaan Negara untuk sektor pendidikan.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengetahui pembiayaan
sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost.
Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik
untukpembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.
Setiap kebijakan dalam pembiayaan akan memengaruhi bagaimana sumber
daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan
kebijakan yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat
konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan, yakni: 1) sasaran pendidikan,
tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat
disediakan, 2) proses pendidikan, tentang bagaimana mereka dididik, 3)
penanggung jawab berkaitan dengan siapa yang akan membayar biaya
pendidikan, 4) keputusan tentang sistem pembiayaan pendidikan seperti apa yang
paling sesuai untuk mendukung pembiayaan di lembaga pendidikan.
Untuk menganalisis pernyataan di atas, ada dua hal pokok yang harus
dipertegas, yakni: 1) bagaimana sumber daya pendidikan akan diperoleh, 2)
bagaimana sumber daya pendidikan dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang
pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang berbeda. Terdapat dua kriteria untuk
menganalisisnya, yakni, 1) efisiensi terkait dengan keberadaan sumber daya yang
dapat memaksimalkan kesejahteraan pelaku pendidikan dan 2) keadilan yang
terkait dengan benefits dan cost yang seimbang.
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat R. johns, Edgar K. Morphet,dan Kern
Alexander (1983: 45) yang dikutip dalam Akdon,dkk. (2015: 5-6) yang
menyatakan bahwa :
Education has both private and social cost, which may be both direct and
indirect, direct cost are incurred for tuition, fees, books, room and board. In a
public school, the majority of these costs are subsumed by the public treasury and
thus become social costs. Indirect costs of education are embodied in the earnings

37
wich are forgone bay all persons of working age,but forgone earnings are also a
cost to society, a reduction in the total productivity of the nation.
Terjemahan:
Pendidikan baik biaya pribadi dan sosial, baik langsung dan tidak langsung.
Biaya langsung dikeluarkan untuk biaya kuliah, biaya, buku, kamar dan makan.
Di sekolah umum, sebagian besar biaya ini dimasukkan oleh kas umum dan
dengan demikian menjadi biaya sosial. Biaya tidak langsung pendidikan
diwujudkan dalam pendapatan yang dilupakan semua orang usia kerja,tetapi
pendapatan yang hilang juga merupakan biaya bagi masyarakat, pengurangan
dalaml produktivitas total bangsa.
Menurut Imron (2016: 75-77) Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua
hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan
(total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat sekolah
merupakan agregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari
pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan
pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan permurid merupakan ukuran yang
menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif
untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Adapun konsep dasar
pembiayaan pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Konsep Penganggaran. Dalam kegiatan umum keuangan, kegiatan


pendidikan meliputi tiga hal, yaitu: Budgeting (Penyusunan Anggaran),
Accounting (Pembukuan), Auditing (Pemeriksaan).
a) Budgeting (Penyusunan Anggaran).
b) Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran
(budget). Budget merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara
kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman
dalam kurun waktu tertantu. Oleh karena itu, dalam anggaran tergambar
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga.
Penyusunan anggaran merupakan langkah-langkah positif untuk
merealisasikan rencana yang telah disusun. Kegiatan ini melibatkan
pimpinan tiap-tiap unit organisasi. Pada dasarnya, penyusunan anggaran
merupakan negosiasi atau perundingan/ kesepakatan antara puncak
pimpinan dengan pimpinan di bawahnya dalam menentukan besarnya

38
alokasi biaya suatu penganggaran. Hasil akhir dari suatu negosiasi
merupakan suatu pernyataan tentang pengeluaran dan pendapatan yang
diharapkan dari setiap sumber dana.
c) Accounting (Pembukuan). Pengurusan ini meliputi dua hal yaitu, pertama
mengurusi hal yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan
menerima atau mengeluarkan uang. Pengurusan kedua menyangkut urusan
tindak lanjut dari urusan pertama yaitu, menerima, menyimpan dan
mengeluarkan uang. Pengurusan ini tidak menyangkut kewenangan
menentukan, tetapi hanya melaksanakan dan dikenal dengan istilah
pengurusan bendaharawan. Bendaharawan adalah orang atau badan yang
oleh Negara diserahi tugas menerima, menyimpan dan membayar, atau
menyerahkan uang atau surat-surat berharga dan barang-barang termasuk
dalam pasal 55 ICW (Indische Comptabiliteits Wet), sehingga dengan
jabatan itu mereka mempunyai kewajiban atau pertanggungjawabaan apa
yang menjadi urusannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
d) Auditing (Pemeriksaan). Auditing adalah semua kegiatan yang
menyangkut pertanggungjawaban penerimaan, penyimpanan dan
pembayaran atau penyerahan uang yang dilakukan bendaharawan kepada
pihak-pihak yang berwenang. Bagi unit-unit yang ada didalam
departemen, mempertanggungjawabkan urusan ini kepada BPK melalui
departemen masing-masing. Auditing sangat penting dan sangat
bermanfaat bagi empat pihak, yaitu:
1) Bagi bendaharawan yang bersangkutan:
 Bekerja dengan arah yang sudah pasti.
 Bekerja dengan target waktu yang sudah ditentukan.
 Tingkat keterampilan dapat diukur dan dihargai.
 Mengetahui denga jelas batas wewenang dan kewajiban.
 Ada kontrol bagi dirinya terhadap godaan penyalahgunaan uang.
2) Bagi lembaga yang bersangkutan :
 Dimungkinkan adanya sistem kepemimpinan terbuka.
 Memperjelas batas wewenang dan tanggungjawab antar petugas.
 Tidak menimbulkan rasa saling mencurigai.

39
 Ada arah yang jelas dalam menggunakan uang yang diterima.
3) Bagi atasannya:
 Dapat mengetahui bagian atau keseluruhan anggaran yang telah
dilaksanakan.
 Dapat mengetahui tingkat keterlaksanaan serta hambatannya demi
menyusun anggaran tahun berikutnya.
 Dapat diketahui keberhasilan pengumpulan, penyimpanan dan kelancaran
pengeluaran.
 Dapat diketahui tingkat kecermatan dalam mempertanggungjawabkan,
 Untuk memperhitungkan biaya kegiatan tahunan masa lampau sebagai
umpan balik bagi perencanaan masa dating.
 Untuk arsip dari tahun ke tahun.
4) Bagi badan pemeriksa keuangan:
 Ada patokan yang jelas dalam melaksanakan pengawasan terhadap uang
milik Negara.
 Ada dasar yang tegas untuk mengambil tindakan apabila terjadi
penyelewengan.
2. Hal-Hal Yang Berpengaruh terhadap Pembiayaan Pendidikan. Secara garis
besar dipengaruhi oleh dua hal yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal.
a) .Faktor Eksternal, yaitu faktor yang ada di luar sistem pendidikan yang
meliputi hal–hal sebagai berikut:
1. Berkembangnya demokrasi pendidikan. Dahulu banyak negara yang
masih dijajah oleh bangsa lain memperoleh penduduknya untuk
menempati pendidikan. Dengan lepasnya bangsa itu dari cengkraman
penjajah, terlepas pula kekangan atas keinginan memperoleh
pendidikan. Di Indonesia Demostrasi Pendidikan dirumuskan dengan
jelas dalam pasal 31 UUD 1945 ayat (10) dan ayat (2). Konsekuensi
dari adanya demokrasi itu maka pemerintah menyediakan dana yang
cukup untuk itu.
2. Kebijaksanaan Pemerintah. Pemberian hak kepada warga Negara untuk
memperoleh pendidikan merupakan kepentingan suatu bangsa agar
mampu mempertahankan dan mengembangkan bangsanya. Namun

40
demikian agar tujuan itu tercapai pemerintah memberikan fasilitas-
fasilitas berupa hal-hal yang bersifat meringankan dan menunjang
pendidikan misalnya, Pemberian pembiayaan yang besar bagi pendiri
gedung dan kelengkapannya, meringankan beban siswa dalam bentuk
bantuan SPP dan pengaturan pemungutan serta beasiswa, kenaikan gaji
guru dan lain sebagainya.
3. Tuntutan akan pendidikan. Kenaikan tuntutan akan pendidikan terjadi
dimana-mana. Didalam negeri tuntutan akan pendidikan ditandai oleh
segi kuantitas yaitu semakin banyaknya orang yang menginginkan
pendidikan dari segi kualitas yaitu naiknya keinginan memperoleh
tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Bagi suatu bangsa kenaikan
tuntutan ini mempertinggi kualitas bangsa dan menaikkan taraf hidup.
Diluar negeri pendidikan selalu dicari di negara-negara yang
melaksanakan sistem pendidikan lebih baik dan lebih bervariasi. Hal ini
berarti bukan hanya terjadi aliran dari Negara berkembang ke Negara
maju tetapi sebaliknya juga mungkin terjadi. Banyak orang dari Negara
maju menuntut ilmu dinegara berkembang karena ingin mendalami hal-
hal yang menarik perhatiannya.
4. Adanya Inflansi. Inflansi adalah keadaan menurunnya nilai mata uang
suatu negara. Faktor inflansi sangat berpengaruh terhadap biaya
pendidikan karena harga satuan biaya tentunya naik mengikuti kenaikan
inflasi.

b) Faktor Internal
1. Tujuan Pendidikan. Sebagai salah satu contoh bahwa pendidikan
berpengaruh terhadap besarnya biaya pendidikan adalah tujuan
institusional suatu lembaga pendidikan. Berubah tujuan pendidikan
kearah penguasaan 10 kompetensi dibandingkan dengan tujuan yang
mempengaruhi besarnya biaya yang harus dikeluarkan.
2. Pendekatan yang digunakan. Strategi belajar-mengajar menuntut
dilaksanakannya praktek bengkel dan laboratorium menuntut lebih

41
banyak biaya jika dibandingkan metode lain dan pendekatan secara
individual.
3. Materi yang disajikan. Materi pelajaran yang menuntut dilaksanakan
praktek bengkel menuntut lebih banyak biaya dibandingkan dengan
materi pelajaran yang hanya dilaksanakan dengan penyampaian materi.
4. Tingkat dan jenis pendidikan. Dua dimensi yang berpengaruh terhadap
biaya adalah tingkat dan jenis pendidikan. Dengan dasar pertimbangan
lamanya jam belajar, banyak ragamnya bidang pelajaran, jenis materi
yang diajarkan, banyaknya guru yang terlibat sekaligus kualitasnya,
tuntutan terhadap kompetensi lulusannya, biaya pendidikan di SD jauh
berbeda dengan biaya pendidikan di Perguruan Tinggi.
Faktor yang mempengaruhi pembiayaan pendidikan menurut Bastian (2015:
293) dalam Kristiawan, dkk. (2017: 92-93) sebagai berikut.
a. Kenaikan harga (rising prices).
b. Perubahan relatif dalam gaji pengajar (teacher’s sallaries).
c. Perubahan dalam populasi dan kenaikannya presentasi peserta
didik di sekolah negeri.
d. Menungkatnya standar pendidikan (educational standard).
e. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah.
f. Meningkatnya tuntutan terhadap pendiidkan lebih tinggi (higher
educational).
Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut bagaimana pendidikan itu
dibiayai. Tetapi menyangkut pula bagaimana dana yang tersedia tersebut
dialokasikan. Keterbatasan biaya pendidikan dikhawatirkan akan menurunkan
mutu pendidikan dan meminimalisasi efisiensi dan kesenjangan, baik menggali
sumber biaya maupun mengalokasikan dana.

2.2 Kajian Kritis


Biaya pendidikan adalah pengeluaran yang dilakukan oleh suatu satuan pen-
didikan untuk mendapatkan jasa tanah, tenaga kerja, atau modal, untuk membeli
barang dan jasa, atau untuk memberikan bantuan finansial kepada siswa.
Pembiayaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan interval sistem pendidikan
untuk mengelola dana pendidikan dengan efisien. Keuangan dan pembiayaan

42
merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas
dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam pengimplementasiannya sangat
menuntut kemampuan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada
masyarakat dan pemerintah.
Pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya
akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang
yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang
meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme
pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas
hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tatanan,
khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan
pembiayaan pendidikan, sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik
mengenal pembiayaan pendidikan ini. Berbeda dari sistem pendidikan di negara
maju, negara berkembang memprioritaskan anggaran daerahnya untuk
pembangunan pandidikan dan dilakukan dengan berbagai model pembiyaan yang
menguntungkan bagi pembangunan pendidikan di negaranya.
Tujuan pengelolaan biaya pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Mewujudkan tertib administrasi keuangan di lembaga pendidikan.
2. Menjamin agar dana yang tersedia dapat dipergunakan untuk kegiatan
lembaga pendidikan dan menggunakan kelebihan dana untuk
diinvestasikan kembali.
3. Memelihara barang-barang (aset) sekolah.
4. Menjaga agar peraturan-peraturan serta praktik penerimaan, pencatatan
dan pengeluaran uang dapat diketahui dan dilaksanakan.
5. Memperoleh nilai aset yang dikuasai.
Fungsi pengelolaan biaya pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara efesien,
dalam artian bahwa dana yang diperoleh dapat digunakan untuk
pencapaian tujuan tertentu yang diinginkan.
2. Memungkinkan ketercapaian kelangsungan hidup lembaga pendidikan.

43
3. Dapat mencegah adanya kekeliruan, kebocoran, atau penyimpangan
penggunaan dana dari rencana semula.
4. Menggambarkan target-target yang akan dicapai sekolah atau madrasah.

Jenis-jenis biaya pendidikan yaitu sebagai berikut:

a. Diract and indiract cost (Biaya langsung dan tak langsung)


Biaya langsung (diract cost) ialah biaya yang langsung digunakan untuk
operasional sekolah. Biaya langsung terdiri atas biaya pembangunan
(capital cost) dan biaya rutin (recurrent cost). Biaya tidak langsung
(indiract cost) ialah biaya uang menunjang siswa untuk dapat hadir di
sekolah. Biaya tersebut meliputi biaya hidup, transportasi dan biaya
lainnya. Biaya tidak langsung sulit dihitung karena tidak ada catatan resmi.
Berdasarkan alasan praktis, biaya ini tidak turut dihitung dalam
perencanaan oleh para administrator, perencana dan atau pembuat
keputusan.
b. Social cost and private cost
Social cost, ialah biaya yang dikeluarkan masyarakat secara langsung dan
tidak langsung. Biaya ini berupa uang sekolah, uang buku dan biaya
lainnya. Biaya tidak langsung seperti pajak dan restribusi. Private cost,
dapat berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
ialah biaya yang dikeluarkan yang berasal dari rumah tangga dalam bentuk
uang sekolah, uang kuliah, pembelian buku dan biaya hidup siswa.
Sedangkan biaya tidak langsungnya ialah hilangnya penghasilan (income
forgone) karena sekolah dan kesempatan yang hilang (forgone
opportunity).
c. Monetary and non monetary cost
Monetary cost diartikan sebagai biaya langsung dan tidak langsung yang
dibayar oleh masyarakat dan individu. Sedangkan Non Monetary Costialah
kesempatan yang hilang karena digunakan untuk belajar.

Sumber dana pendidikan adalah semua pihak-pihak yang memberikan


bantuan subsidi dan sumbangan yang diterima oleh lembaga sekolah, baik dari
lembaga sumber resmi maupun dari masyarakat sendiri secara teratur. Dana

44
pendidikan diperoleh dari tiga sumber yakni: Pemerintah pusat, Pemerintah
daerah dan masyarakat.
Sumber dana dari oemerintah pusat adalah berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara(APBN) baik untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum
dalam daftar Isian kegiatan (DIK) maupun untuk membiayai kegiatan
pembangunan yang tercantum dalam daftar Isian Proyek (DIP). Selain itu juga
terdapat bantuan dana dari pemerintah pusat berupa Bantuan Operasional Sekolah
( BOS) yang sudah ditentukan Jumlahnya berdasar pada karakteristik siswa dan
jenjang pendidikannya. Pemeritah juga memberikan bantuan dana pendidikan
berupa BOS (Biaya Operasional Sekolah).
Dana dari pemerintah daerah berasal dari APBD tingkat kabupaten/ kota .
dana dari digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan bidang pendidikan yang
ada di daerah yang bersangkutan baik untuk kegiatan rutin maupu untuk kegiatan
pembangunan.
Sumbangan biaya pendidikan dari masyarakat biasanya dalam bentuk barang
peralatan dan jasa yang sifatnya tidak mengikat. Sumbangan ini sulit untuk ditata,
dan selalu kurang diperhitungkan dalam perencanaan biaya pendidikan. Adapun
sumbangan dana dari orang tua siswa berasal dari SPP (sumbangan Pembinaan
Pendidikan) yang selanjutnya menjadi dana pembinaan pendidikan (DPP) dan dari
sumbangan organisasi persatuan orang tua murid dan guru.
Berdasarkan undang undang No. 20 tahun 2003 pasal 48 tentang Pengelolaan
dana Pendidikan menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan
pada prinsip :

1. Keadilan
2. Efesiensi
3. Transparansi
4. Akuntabiltas.

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat


(1) mengenai ketentuan pengelolaan keuangan negara yaitu didasarkan pada
prinsip :

1. Tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan

45
2. Efisien
3. Ekonomis
4. Efektif
5. Transparan
6. Bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Menurut Arwildayanto (2017 :9-18) prinsip-prinsip pengelolaan keuangan


terdiri atas 4 macam, yaitu :

1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Efektivitas
4. Efisiensi

Untuk memahami konsep biaya pendidikan secara utuh dan mendalam ada
beberapa pemahaman yang bisa dielaborasi, antara lain opportunity cost or
sacrifice cost, money cost versus financial cost, factor cost, current cost versus
capital cost, total expenditures, currentversus constant prices, public versus
private cost, dan unitcost.

46
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Maka dapat didefinisikan bahwa manajemen pembiayaan pendidikan
adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen
masukan instrumental yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan.
2. - Tujuan pengelolaan biaya pendidikan adalah untuk mewujudkan tertib
administrasi keuangan di lembaga pendidikan, menjaga agar peraturan-
peraturan serta praktik penerimaan, pencatatan dan pengeluaran uang
dapat diketahui dan dilaksanakan, dan menjamin agar dana yang tersedia
dapat dipergunakan untuk kegiatan lembaga pendidikan dan menggunakan
kelebihan dana untuk diinvestasikan kembali.
- Fungsi pengelolaan biaya pendidikan adalah untuk memungkinkan
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara efesien, dalam artian bahwa
dana yang diperoleh dapat digunakan untuk pencapaian tujuan tertentu
yang diinginkan, dapat mencegah adanya kekeliruan, kebocoran, atau
penyimpangan penggunaan dana dari rencana semula dan dapat
menggambarkan target-target yang akan dicapai sekolah atau madrasah.
3. Biaya pendidikan mencakup biaya langsung biaya tak langsung, Social
cost and private cost dan Monetary and non monetary cost.
4. Sumber biaya Pendidikan secara garis besar meliputi:
a. Pemerintah Pusat : berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara(APBN) dimana 20 persen dianggarkan untuk pendidikan.
b. Pemerintah Daerah: berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) yang diperoleh dari pajak, dan lain-lain.
c. Masyarakat: berasal dari orang tua siswa berupa SPP dan dari
masyarakat lainnya.

47
5. Secara umum pengelolaan keuangan sekolah didasarkan pada prinsip
Akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan transparansi. Namun selain prinsip
tersebut, prinsip tambahan lain yang sangat diperlukan dalam pengelolaan
keuangan sekolah yaitu adanya rasa bertanggungjawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan,ekonomis, dan tertib serta
taat pada peraturan perundang-undangan.
6. Dari pemaparan diatas dapat di tarik kesimpulan yaitu bahwa pendidikan
membutuhkan biaya. Pembiayaan pendidikan harus dibayar lebih mahal
karena pendidikan adalah investasi. Human Capital yang berupa
kemampuan dan kecakapan yang di peroleh melalui pendidikan,belajar
sendiri,belajar sambil bekerja memerlukan biaya oleh yang bersangkutan.

3.2 Saran
Pendidikan adalah tanggung jawab negara dan masyarakat, tanggung
jawab kita bersama, termasuk dalam hal pembiayaan. Peran masyarakat untuk
menyokong biaya pendidikan sangat penting diantaranya dengan menabung
yang bermanfaat untuk membiayai pendidikan.

48
DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuid, Muhibbuddin. 2013. Manajemen Pendidikan. Jawa Tengah : CV.


Pengging Mangkunegaran.
Akdon, Kurniady dan Darmawan. 2015. Manajemen Pembiayaan Pendidikan.
Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Alio, Abdikadir Adan. 2017. Influence of Budget Execution Practices on
Financial Management in Public Secondary School Resources in Mandera
County, Kenya. International Journal of Education and Research. Vol. 5,
No.11, ISSN: 2411-5681, page 14.
Armida. 2011. Model Pembiayaan Pendidikan di Indonesia. Media Akademika,
Vol. 26, No. 1. Hal. 139-140.
Arwildayanto, dkk. 2017. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan.
Jawa Barat : Widya Padjadjaran.
Fadillah, Nur dkk. 2015.Analisis Biaya Pendidikan Dan Hubungannya
Denganmutu Pendidikan Pada Smp Negeri 2 Sukasada Tahun Pelajaran
2013/2014. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan. Vol. 6, No .1, Hal 3-4.
Hallak, j. 1969. The analysis of educational costs and expenditure. Unesco:
International Institute for Educational Planning.
Haryati, Sri. 2012. Pengembangan Model Manajemen Pembiayaan Sekolah
Menengah Pertama (Smp) Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Rsbi) Di
Kota Magelang. Journal of Economic Education. Vol.1, No.1. ISSN:2301-
7341. Page 65.
Hermanson, dkk. 1998. Accounting Principles: A Business Perspective, Financial
Accounting. U.K : Business Publication.
Hough, J. R. 1993. Financial Management in Education. United Kingdom:
Loughborough University.
Imron, Moh. Jamaluddin. 2016. Manajemen Pembiayaan Sekolah. Al-Ibroh. Vol
1. No 1.

iii
Jaafar, Noor. dkk. 2013. Financial Management Practices of Mosques in
Malaysia. GJAT. Volume 3. Issue 1. ISSN : 2232-0474. E-ISSN : 2232-0482.
Kristiawan, Muhammad, dkk. 2017. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta:
Deepublish.
Manggar, dkk. 2013. Pengelolaan Keuangan Sekolah/ Madrasah. Jakarta :
LPPKS.
Matheson, N. 1996. Educations and Indicators: An International Persprctive.
Washington: Department of education.
Mehrotra, Santosh. 2006. The economics of Elementary Education in India. New
Delhi: Sage Publications.
Olaoye and Saheed. 2016. Effective Financial Management as A Remedy for
Failure of Co-Operative Societies in Nigeria : A Study of Succces Co-
Operative Multi-Purpose Society (CMS) Ltd. Rugipo, OWO. The
International Journal of Business and Management. Vol 14. Issue 3. ISSN :
2321-8916.
P, Ferdi W. 2013. Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis. Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 19, No.4.
Radzi, Norfariza Mohd dkk. 2015. Development of an effective school-based
financial management profile in Malaysia: The Delphi method application.
http://www.academicjournals.org/ERR. Vol. 10, No.12, pp. 1679-1694. ISSN
1990-3839. Page 1681.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No. 48 tentang Pendanaan
Pendidikan. Sekretariat Negara. Jakarta.
Risnawati. 2014. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta : Aswaja
Pressindo.
Rusdiana dan Wardija. 2013. Manajemen Keuangan Sekolah. Bandung : ARSAD
PRESS.
Sagala, Syaiful. 2013. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Bandung: ALFABETA, CV.
Scheers, Bram. dkk. 2005. Lessons from Australian and British Reforms in
Resultsoriented Financial Management. OECD Journal On Budgeting.
Volume 5. Nomor 2. ISSN 1608-7143.

iv
Sibande, Samson dkk. 2017. Evaluation Of Principals’ Financial Management
Performance In Seventh-Day Adventist Secondary Schools In Northern
Malawi. Baraton Interdisciplinary Research Journal. Special Issue.7, pp .1-10,
Page 2.
Subarna, Barna. 2014. Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Pertama (Antara
Harapan dan Kenyataan). Yogyakarta: Deepublish.
Thackwray Bob. 1996. Effective Evaluation of Training and Development in
higher education. Britania : Clays.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan.
Bandung: UPI.
Vanlalchhawna. 2006. Higher Education in North-East India. New Delhi: Mittal
Publications.
Windarti. 2015. Pengaruh Karakteristik Pengelolaan Sekolah Dan Transparansi
Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Pada SMA Dan SMK Negeri Di
Kota Madiun. Jurnal Akuntansi Dan Pendidikan. Volume 4. Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai