Anda di halaman 1dari 7

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan dan


mengembangkan usaha kerja sama serta memelihara iklim yang kondusif dalam kehidupan
organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan
orientasi tugas dengan orientasi hubungan manusia (Marno, Tiryo Supriyatno, 2008:30)

A. Konsep Kepemimpinan Pendidikan


1. Definisi Kepemimpinan
Istilah kepemimpinan bukan merupakan istilah baru bagi masyarakat. Pada setiap
organisasi, selalu ditemukan seorang pemimpin yang menjalankan organisasi.
Pemimpin berasal dari kata leader, yang merupakan bentuk benda dari to lead, yang
berarti memimpin.
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kepemimpinan. Feldmon (1983)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan
untuk memengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya.pada
sisi lain, Newell (1978) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses
memengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua
pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil, yang mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas kelompok untuk mencapai tujuan
organisasi (Wagyosumidjo, 1984).
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat
digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya merupakan proses menggerakkan,
memengaruhi, dan membimbing orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang
yang menggerakkan yang dikenal dengan pempin, unsur orang yang digerakkan yang
disebut kelompok atau anggota, unsur situasi berlangsungnya aktivitas penggerakan
yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.

2. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan


Menurut Hadari Nawawi (1995: 75), secara operasional fungsi kepemimpinan
dapat dibedakan menjadi lima fungsi pokok, sebagai berikut.
a. Fungsi Intruktif
Pemimpin lembaga pendidikan berfungsi sebagai komunikator yang menentukan isi
perintah, cara mengerjakan perintah, waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan
hasilnya, dan tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara
efektif.
b. Fungsi Konsultatif
Pemimpin lembaga pendidikan dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai
komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan dalam usaha menetapkan keputusan
yang memerlukan bahan pertimbangan dan konsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya.
c. Fungsi Partisipasi
Pemimpin lembaga pendidikan berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya.
d. Fungsi Delegasi
Pemimpin lembaga pendidikan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau
menetapkan keputusan. Fungsi delegsi sebenarnya merupakan kepercayaan seorang
pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang
dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian beramsumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu
mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif,
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

Fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah:


a. Penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian tujuan;
b. Wakil dan juru bicara lembaga pendidikan dalam hubungan dengan pihak luar;
c. Komunikator yang efektif;
d. Integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.

3. Syarat Kepemimpinan Pendidikan


a. Syarat Formal
Sesorang yang menjabat kepela sekolah dilingkungan Departemen Pendidikan
Nasional ditetapkan dalam Kepmen Diknas RI No. 162/U/2003 tentang pedoman
penugasan guru sebagai Kepala Sekolah.
b. Syarat Fundamental
Nilai-nilai pancasila menjadi syarat fundamental yang harus dijadikan acuan,
dihayati, dan diamalkan oleh para calon pemimpin pendidikan di Indonesia.
c. Syarat Praktis
1) Memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan kemampuuan
2) Memiliki kelebihan dalam kepribadian
d. Syarat lainnya
1) Memiliki kecerdasan intelengensi yang cukup baik
2) Percaya diri sendiri dan bersifat membership
3) Cakap bergaul dan ramah-tamah
4) Kreatif, inisiatif, dan memiliki hasrat untuk maju dan berkembangan
5) Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa
6) Memiliki keahlian atau keterampilan dalam bidangnya
7) Suka menolong, member petunjuk, dan menghukum secara bijaksana
8) Memiliki keseimbangan emosional dan bersifat sabar
9) Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi
10) Berani mengambil keputusan dan tanggung jawab
11) Jujur, rendah hati, sederhana, dan dapat dipercaya
12) Bijaksana dan selalu berperilaku adil
13) Disiplin
14) Berpengetahuan dan berpandangan luas
15) Sehat jasmani dan rohani

B. Teori Kepemimpinan Pendidikan


Teori kepemimpinan menurut Silalahi (2005: 191-198), sebagai berikut:
1. Teori Sifat
Pada mulanya orang mengetahui bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat.
Dalam hal ini, pemimpin berasal dari kelas atau keluarga yang sama dan diwarisi. Akan
tetapi, ketika satu dinasti yang berkuasa jatuh dan diganti oleh orang dari kelas yang
berbeda, orang disadarkan bahwa pemimpin dapat berasal dari semua tingkatan social,
bukan karena keturunan.
2. Teori Perilaku
Dalam perilaku orientasi hubungan, setiap pemimpin menerapkan derajat yang
berbeda sehingga tipologi gaya kepemimpinan dapat diklarifikasikan atas:
a. Gaya kepemimpinan otokratik, jika orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan
manusia rendah
b. Gaya kepemimpinan direktif, jika orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan
manusia sedang
c. Gaya kepemimpinan konsultatif, jika orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan
manusia cukup tinggi
d. Gaya kepemimpinan demokkratik atau partisipatif, jika orienrasi tugas tinggi dan
orientasi hubungan manusia tinggi
3. Teori Kontingensi Dan Situasional
Kepemimpinan merupakan produk dari berbagai macam kegiatan, kekuatan dan
interaksi pada saat yang bersamaan. Keberhasilan kepemimpinan akan ditentukan oleh
factor berikut: (a) pemimpin, (b) anggota, (c) situasi, dan (d) organisasi.

Ciri, Tipe, Dan Gaya Kepemimpinan


1. Ciri Dan Gaya Kepemimpinan Pendidikan
Ada beberapa ciri perilaku yang menunjukkan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas hubungan manusia. David dan Sheasor mengemukakan empat
ciri, yaitu member dukungan, menjalin interaksi, merancang tugas-tugas, dan
menetapkan tujuan (Hoy dan Miskel, 1987). Pada sisi lain, Halpin mengemukakan
delapan komponen, yaitu menetapkan peranan, menetapkan prosedur kerja, melakukan
komunikasi satu arah, mencapai tujuan organisasi, menjalin hubungan akrab,
menghargai anggota, bersikap hangat, dan menaruh kepercayaan kepada anggota (Hoy
dan Miskel, 1987).
2. Tipe Kepemimpian Pendidikan
a. Tipe Kepemimpinan Partisipasi
Kepemimpinan partisipasi adalah cara memimpin yang memungkinkan para
bawahan turut serta dalam proses pengambilan keputusan.
b. Tipe Kepemimpinan Laisser Faire (Bebas)
Seorang pemimpin akan meletakkan tanggung jawab pengambilan keputusan
sepenuhnya kepada para bawahan.
c. Gaya Kepemimpinan
Menurut Prasetyo (2006: 28), gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan
dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan
seseorang untuk memengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan apa yang dia
inginkan.

Menurut Flippo (1987:394), gaya kepemimpinan juga dapat didefinisikan


sebgai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. University of Iowa
Sudies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002: 406), menyimpulkan ada tiga gaya
kepemimpinan:
1) Gaya Kepemimpinan Autokratis
Menurut Rival (2993: 61), kepemimpinan autokratis adalah gaya
kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam
mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang
paling diuntungkan dalam organisasi. Robbins dan Coulter (2002: 460)
menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan pemimpin yang
cenderung memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri, mendikte tugas yang
harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi
partisipasi karyawan.
Menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997: 304) , ciri-ciri gaya
kepemimpinan autokratis: (a) kurang memerhatikan kebutuhan bawahan, (b)
komunikasi hanya satu arah, yaitu ke bawah saja, (c) cenderung menjadi pribadi
dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, (d) mengambil jarak
dari partisipasi kelompok aktif, kecuali jika menunjujjan keahliannya.
2) Gaya Kepemimpinan Demokratis/Partisipasi
Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya struktur yang
mengembangkannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis, bawahan cenderung bermoral
tinggi, dapat bekerja sama, mengutakan mutu kerja, dan dapat mengarahhkan diri
sendiri (Rival, 2006: 61).
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987: 196-198):
(a) semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok dan keputusan diambil dngan
dorongan dan bantuan dari pemimpin, (b) kegiatan-kegiatan didiskusikan, langka-
langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-
petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternative prosedur yang
dapat dipilih, (c) para anggota bebas bekeja dengan siapa saja yang mereka pilih
dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
3) Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas)
Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara
keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam
membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut
karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002: 406).
Menurut Sukanto (1987: 196-198) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali
bebas adalah: (a) kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu
dengan partisipasi minimal dari pemimpin, (b) menyediakan bahan-bahan yang
bermacam-macam, yang membuat orang selalu siap untuk member informasi
pada saat ditanya, (c) tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas,
(d) kadang-kadang meberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau
pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

C. Pola Kepemimpinan, Faktor-Faktor, Dan Indikatir Kinerja Kepemimpinan


Pendidikan
1. Pola Kepemimpinan Yang Humanis
Adapun tipologi dari kepemmimpinan yang humanis ada tiga, yakni sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Transformative
Hasil studi Burns (1978) tentang kepemimpinan dari waktu ke waktu menunjukkan
bahwa pemimpin yang paling sukses untuk melakukan perubahan adalah mereka
yang telah berusaha menerapkan kepemimpinan transformatif atau tranformasional.
Karakteristik kepemimpinan transformatif:
1) Memiliki kapasitas dengan orang lain untuk merumuskan visi lembaga,
2) Memiliki jati diri yang mewarnai tindakan perilakunya,
3) Mampu mengomunikasikan dengan cara-cara yang dapat menumbuhkan
komitmen di kalangan staf, peserta didik, orang tua, dan pihak lain dalam
sekolah,
4) Memberdayakan staf dengan melibatkan mereka dalam prodes pembuatan
keputusan.
b. Kepemimpinan Responsive
Pemimpin yang responsive selalu berpegang pada peinsip bahwa sekolah merupakan
lembaga untuk memberikan pelayanan kepada komunitas sekolah (gutu, orang tua,
peserta didik). Kepala sekolah mampu bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka
mmelihara dan mengayomi budaya yang berbasis pada nilai-nilai moral, etika, dan
spiritual.
c. Kepemimpinan Edukatif
Setiap pengelolaan lembaga pendidikan hendaknya member keuntungan bagi siswa
dengan meningkatkan hasil belajar dan kesakehan prilaku mereka. Untuk memenuhi
kebutuhan ini diperlukan kepemimpinan pendidikan seoptimal mungkin. Secara
umum, peranan pemimpin edukasional (pendidikan) dapat diidealisasikan ke dalam
empat hal penting yaitu: (1) misi dan tujuan, (2) proses belajar mengajar, (3) iklim
belajar, dan (4) lingkungan yang mendukung.

2. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepemimpian Pendidikan


Davis menyimpulkan empat faktor yang memengaruhi kepemimpinan dalam organisasi
pendidikan yaitu:
a. Kecerdasan: seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang melebihi para
anggotanya,
b. Ketangan dan keluasan social (social manutary and breadth): seorang pemimpin
biasanya memiliki emosi yang stasbil, matang, memiliki aktivitas dan pandangan
yang cukup matang,
c. Motivasi dalam dan dorongan motivasi (inner motivation and achievement drives):
seorang pemimpin harus mempunyai motivasi dan dorongan untuk mencapai
tujuannya,
d. Hubungan manusiawi: pemimpin harus bisa mengenali dan menghargai para
anggotanya.

3. Indikator Kinerja Kepemimpinan Pendidikan


a. Moral
Moral adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang memengaruhi kemauan untuk
melaksanakan tugas dan hasil pelaksanaan tugas perseorangan ataupun organisasi.
b. Disiplin
Disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau
petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku.
c. Jiwa korsa
Jiwa korsa adalah loyalitas kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota
termasuk pimpinannya terhadap organisasinya.

D. Peran Kepemimpinan Dalam Organisasi Kepemimpinan


Peran kepemimpinan dalam pengorganisasian merupakan susunan prosedur, tta
kerja, tata laksana, dan hal-hal yang mengatur organisasi agar berjalan lancer.
1. Dualitas Peran Kepemimpinan Pendidikan
Hughes (1998) menguraikan keterampilan ini sebagai professional-as-administrator
yang mencakup dualitas peran sebagai pemimpin eksekutif dan pimpinan internal.
2. Pemimpin Pendidikan: Culture Creator
Menurut Duignan dan Macpherson (Bush & Coleman, 2000), efektivitas sekolah
menekankan pentingnya semua hal yang terjadi di dalam kelas dan kepemimpinan yang
menyediakan suatu kultur di dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pemimpin
pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kultur organissi yang
mempertinggi pengembangan dan pertumbuhan organisasi.
3. Tiga Peran Utama Pemimpin Pendidikan
Menurut Lunenberg dan Orstein (2000), secara garis besar pemimpin pendidikan
memiliki tiga peran utama.
a. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah
1) Membentuk budaya positif yaitu mendorong staf untuk berbagi pengertian dan
memiliki dedikasi untuk peningkatan sekolah dan pengajaran, mengutamakan
keberhasilan siswa, dan menybarkan kolegialitas ke seluruh bagian sekolah, serta
memiliki moral tinggi, kepedulian, an komitmen.
2) Menjalin hubungan dengan kelompok, internal dan eksternal sekolah, seperti (a)
pengawas dan pengelola penddikan pusat, (b) dewan sekolah, (c) teman sejawat,
(d) orang tua, (e) masyarakat ekitar, (f) guru, (g) siswa, dan (h) kelompok
eksternal, seperti professor, konsultan, badan akreditasi, dan sebagainya.
b. Peran Manajerial Kepala Sekolah
1) Peran manajerial merupakan aspek utama kepemimpinan sekolah. Katz dan Kanz
membagi keterampilan manajemen ke dalam tiga area utama: (a) teknis,
mencakup teknis proses manajemen (perencanaa, pengaturan, koordinasi,
pengawasan, dan pengendalian, (b) manusia, keterampilan hubungan antar
manusia, memotivasi dan membangun moral, (c) konseptual, menekankan
pengetahuan dan teknis terkait jasa atau produk tentang organisasi.
2) Secara umum, kepala sekolah harus “memimpin dari pusat”: demokratis,
mendelegasikan tanggung jawab, member kuasa dalam pengambilan keputusan,
dan pengembangan usaha kolaborasi yang mengikat siswa, guru, dan orang tua
c. Peran Kurikulum-Pengajaran Kepala Sekolah
Murphy (1996) mengembangkan enam peran kepala sekolah di bidang kurikulum
dan pengajaran, yaitu:
1) Menjamin kualitas pengajaran,
2) Mengawasi dan mengevaluasi pengajaran,
3) Mengalokasi dan melindungi waktu pengajaran,
4) Mengoordinasikan kurikulum,
5) Memastikan isi mata pelajaran tersampaikan, dan
6) Mengawasi kemajuan siswa.
4. Peran Peningkatan Semangat Kerja Guru Di Sekolah
Semangat kerja berasal dari kata morale. Semangat kerja juga dapat diartikan
sebagai gairah kerja. Semangat kerja merupakan salah satu factor utama yang
menetukan keberhasilan pelaksanaan tugas. Seseorang yang memiliki semangat kerja
yang tinggi akan melaksanakan tugas secara optimal. Sebalikya, seseorang yang kurang
memiliki semangat kerja yang baik tidak akan dapat melaksankan tugas secara optimal.
Hersey menunjukkan bahwa, ada sepuluh factor yang memengaruhi semangat
kerja seseorang dalam melaksanakan tugas, yaitu kesiapan kerja, kondisi kerja,
organisasi kerja, kepemimpinan, gaji, kesempatan mengemukakan ide, kesempatan
mempelajari tugas, jam kerja, dan kemudahan kerja (Tiffin, 1952).

Anda mungkin juga menyukai