Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kepemimpinan

1. Definisi kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau

leader) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau para pengikut),

sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sesuai dengan apa yang

dikehendakioleh pemimpin. 1
keberhasilan yang dicapai sebuah organisasi

tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan tersebut adalah kinerja para pemimpinnya. Dalam

melaksanakan kepemimpinan tentunya melibatkan atasan yang berhubungan

langsung dengan bawahannya. Dengan demikian pemimpin merupakan bagian

sentral dari peran kepala sekolah dalam bekerja sama dengan bawahannya untuk

mencapai visi, misi, dan tujuan sekolah. Kepemimpinan dipahami dalam

berbagai pengertian oleh para ahli. Koontz dkk memandang kepemimpinan

sebagai pengaruh, bahkan seni mempengaruhi orang sehingga berusaha keras

dalam antusias terhadap pencapaian tujuan kelompok. David G Bowers dan

Stanley E Seashore dalam purwanto menyebutkan empat dimensi pokok dari

struktur fundamental kepemimpinan, yaitu:

a. Bantuan (support), yaitu tingkah laku yang memperbesar perasaan

berharga seseorang dan dianggap penting.

1
Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006),
h. 288

9
10

b. Kemudahan interaksi, yaitu tingkah laku yang memberanikan anggota-

anggota kelompok untuk mengembangkan hubungan yang saling

menyenangkan.

c. Pebgutamaan tujuan, yaitu tingkah laku yang merangsang antusiasme bagi

penentuan tujuan kelompok mengenai pencapaian prestasi yang baik.

d. Kemudahan bekerja, yaitu tingkah laku membantu pencapaian tujuan

dengan kegiatan seperti penetapan waktu, pengkoordinasian, penyediaan

sumber-sumber dan bantuan teknis.2

Charles mengartikan kepemimpinan sebagai suatuproses yang dilakukan

dengan berbagai cara untuk mempengaruhi orang lain demi mencapai tujuan

bersama. Hal itu sesuai dengan pendapat Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari

yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi pikiran,

perasaan, tingkah laku, serta mengarahkan semua fasilitas yang ada untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Senada dengan itu Kartini

Kartono mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi dan

mengarahkan tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan. Sedangkan

kepemimpinan menurut Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome merupakan

kemampuan mempengaruhi serta bimbingan melalui interaksi individu dan

kelompok sebagai wujud kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Marno dan Triyo Supriyanto mengartikan kepemimpinan sebagai

suatu proses mempengaruhi orang lain atau kelompok bawahan guna mencapai

tujuan secara efektif dan efisien.

2
Purwanto, Ngalim. 2004. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, h. 29
11

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah proses pemberian contoh oleh pemimpin kepada

bawahannya serta dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, mengarahkan tingkah

laku orang lain, sehingga terjadi sebuah kerja sama untuk dapat mencapai tujuan

yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah cara atau teknik seseorang dalam menjalankan

suatu kepemimpinan. Dengan berusaha mempengaruhi perilaku orang-orang

yang dikelolanya. Sedangkan menurut Mulyasa dalam bukunya yang berjudul

menjadi kepala sekolah profesional. Perlu dipahami bahwa setiap pemimpin

bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya. Sebagai

pemimpin harus memiliki kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan

pembinaan disiplin, pembangkitan motivasi, dan penghargaan.

Kemudian usaha untuk menyelaraskan persepsi diantara orang yang

mempengaruhi prilaku dengan orang yang perilakunya akan mempengaruhi

menjadi amat penting kedudukannya. Menurut Erdiyanti yakni:

Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola prilaku seorang pemimpin yang


khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh
pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak, dalam
mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinan. 3

Banyak terdapat pengertian gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh

para ahli, pada dasarnya gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai

faktor yaitu dari segi latar belakang, pengetahuan, nilai, dan pengalaman dari

3
Erdiyanti, Dasar-dasar Manajemen, (Kendari: CV. Shadra,2009), h. 157
12

pemimpin tersebut.4 Pemimpin yang menilai bahwa kepentingan organisasi

harus lebih didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecendrungan

untuk memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian

pula sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan dalam lingkungan yang menghargai

perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecendrungan untuk bergaya

kepemimpinan yang berorientasi pada orang-orang.

Kepala sekolah selaku pemimpin harus mampu mempengaruhi tingkah

laku bawahannya, baik staff maupun guru. Dalam kepemimpinan ada tiga unsur

yang saling berkaitan yaitu “unsur manusia, unsur sarana dan unsur tujuan” 5.

Pada dasarnya ada tiga gaya kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh

Lewin, dkk yaitu otokratis, demokratic, dan lissez-faire.

1) Gaya Kepemimpinan Otoriter (otokratis)

Otokratis berasa dari kata oto yang berarti sendiri, dan kratos yang berarti

pemerintah. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan

sendiri. Young menyatakan bahwa kepemimpinan yang otokratis yaitu

kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala

keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala

pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter

tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah

diberikan.

Adapun ciri-ciri pemimin yang memiliki gaya kepemimpinan otokratis yaitu:

4
Trisnawati Sule dan Saefullah, Pengantar Panajemen,(Jakarta: Prenada Media, 2006),
h. 260
5
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung; Remaja
Rosdakarya,1998), h. 48
13

a) Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;

b) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;

c) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;

d) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat;

e) Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya;

f) Mengguankan pendekatan yang menggunakan unsur paksaan;6

Jadi, akibat dari kepemimpinan tersebut, guru menjadi orang yang menurut

dan tidak mampu berinisiatif serta takut untuk mengambil keputusan. Guru dan

murid dipaksa bekerja keras dengan diliputi perasaan takut akan ancaman

hukuman, serta sekolah akan menjadi statis.

2) Gaya kepemimpinan demokratis (democratic)

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan

wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu

mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya

kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak memberikan

informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

Winardi mengatakan, gaya kepemimpinan demokratis banyak menekankan

pada partisipasi anggotanya dari pada kecendrungan pemimpin untuk

menentukan diri sendiri. Ia tidak menggunakan wewenangnya untuk membuat

keputusan akhir dan untuk menberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya,

tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para

bawahannyamengenai keputusan yang akan di ambil. Pemimpin akan

6
Soewadji Lazaruth, Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya, Yogyakarta, (Kanisius,
1994) cet. VI, h. 63
14

mendorong kemampuan mengambil keputusan dari para bawahannya, sehingga

pikiran-pikiran mereka akan selalu meningkat dalam menyampaikan

pendapatnya. Para bawahan juga didorong agar meningkatkan kemampuan dan

mengendalikan diri serta menerima tanggung jawab yang besar. Pemimpin akan

lebih sportif dalam menerima masukan-masukan dari para bawahannya,

meskipun wewenang terakhir dalam keputusan terletak pada pemimpin.

Fatmawati, yang menyatakan gaya kepemimpinan demokrasi berpengaruh

terhadap kinerja karyawan.7

3) Gaya Kepemimpinan Laissez faire

Gaya kepemimpinan laissez Faire, yaitu gaya kepemimpinan yang lebih

mengutamakan relation oriented (orientasi hubungan) dari pada result oriented

(penyelesaian tugas).8 Indikator dari gaya kepemimpinan laissez faire : (a)

delegasi wewenang; (b) tanggung jawab pekerjaan; (c) kemampuan kerja;

Gaya kepemimpinan laissez faire (bebas) yaitu gaya kepemimpinan yang

lebih banyak menekankan keputusan kelompok. Pemimpin akan menyerahkan

keputusan kepada keinginan kelompok serta dalam bertanggung jawab atas

pelakanaan pekerjaan dan hanya sedikit melakukan kontak atau hubungan

dengan para bawahan sehingga bawahan dituntut untuk memiliki kemampuan

dan keahlian yang tinggi. Kepemimpinan semaunnya sendiri (laissez faire)

memberikan kebebasan mutlak pada kelompok. Penelitian ini juga mendukung

7
Citra L, Tumbol, ”Gaya Kepemimpinan Otokratis, Demokratik dan Laisssez Faire
Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan Pada Kpp Pratama Manado”, Jurnal EMBA
vol.2 No. 1 Maret 2014, h. 38-47
8
Torang Syamsir. 2003. Organisasi dan Manajemen, cetaka pertama. Alfabeta, Bandung.
h. 67
15

penelitian yang menyatakan gaya kepemimpina laissez faire kurang

berpengaruh terhadap iklim organisasi.9

3. Sifat-Sifat Pemimpin

Dalam kepemimpinan Islam menawarkan konsep tenang prilaku seorang

pemipin sebagaimana yang terdapat dalam pribadi para Rosul. Yang mana

kepemimpinan Nabi/Rasul ditunjang dengan sifat-sifat terpuji. Adapun sifat-sifat

para nabi dan rasul adalah: 1). Jujur (shiddiq), 2). Dapat dipercaya (amanah), 3).

Menyampaikan (tabligh), 4). Cerdas (fatannah). Sifat/karaklteristik dijelaskan

sebagai berikut:

a. Shiddiq

Adalah sifat/karakteristik Nabi Muhammad SAW yang berarti benar dan jujur

dalam sepanjang kepemimpinannya. Benar dalam mengambil keputusan-

keputusan yang menyangkut visi dan misi, efektif dan efisien dalam

implementasi serta operasionalnya dilapangan.

b. Amanah

Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan credible. Amanah

juga bisa bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan.

Amanah juga berarti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas

dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Sifat/karakteristik amanah ini akan

membentuk kreadibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada

setiap individu muslim.

c. Tabligh
9
Ibid, hal. 38-47
16

Sifat/karakteristik tabligh artinya komunikatif dan argumentatif. Orang

memiliki sifat tabligh, akan menyampaikan dengan benar (berbobot) dan

dengan tutur kata yang tepat (bi al hikmah) yang berarti berbicara dengan

orang lain dengan suatu yang mudah dipahami dan diterima oleh akal, bukan

berbicara yang sulit dimengerti.

d. Fatanah

Fatanah dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan dan kebijaksanaan.

Sifat/karakteristik ini dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk

melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat.

Seorang pemimpin paling sedikit harus mampu memimpin bawahan untuk

mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan karyawan,

mempunyai interaksi antarpersonal yang baik, dan mempunyai kemampuan

untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Beberapa sifat pemimpin antara

lain sebagai berikut:

a. Menurut Samsudin ada beberapa sifat kepemimpinan yaitu:10

1) Keinginan untuk menerima tanggung jawab.

Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu

tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada pemimpinnya atas segala

yang dilakukan bawahannya. Pemimpin harus mampu mengatasi

bawahannya, tekanan kelompok informal, bahkan serikat buruh. Hampir

semua pemimpin merasa pekerjaannya lebih banyak menghabiskan energi

daripada jabatanselain pemimpin.

10
Samsudin Sadili Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung,Pustaka Setia,2010), h.
293-294
17

2) Kemampuan untuk “perceptive”

Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau

menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pemimpin harus

mengenal tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk membantu

mencapai tujua tersebut. Ia memerlukan kemampuan untuk memahami

bawahan sehingga dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan serta berbagai

ambisi yang ada. Di samping itu, pemimpin juga harus mempunyai persepsi

intropektif (menilai diri sendiri) sehingga bisa mengetahui kekuatan,

kelemahan dan tujuan yang layak baginya. Inilah yang disebut kepemimpinan

perceptive.

3) Kemampuan untuk bersikap objektif

Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau

merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Persepsitivitas menimbulkan

kepekaan terhadap fakta, kejadian, dan kenyataan yang lain.

4) Kemampuan untuk menentuakan prioritas

Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai

kemampuan untuk memiliki dan menentukan hal yang penting dan hal yang

tidak penting. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataannya

masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu,

melainkan datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

5) Kemampuan untuk berkomunikasi

Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan

keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang


18

bekerja dengan menggunakan bantuan yang lain. Oleh karena itu, pemberian

pemerintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak harus

dikuasai.

Menurut Ghiselli dalam Sunyonto sifat-sifat yang harus dimiliki seorang

pemimpin adalah:11

1) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau melakukan

fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan

pekerjaan orang lain.

2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung

jawabdan keinginan sukses.

3) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya fikir.

4) Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan

memecahkan masala-masalah dengan cukup dan tepat.

5) Kepercayaan diri ataupandangan teradap dirinya sebagai kemampuan untuk

menghadapi masalah.

6) Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung,

mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau

inovasi.

4. Kriteria Kepemimpinan

Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria. Kriteria

apa saja tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan apakah
11
Danang Sunyonto, Mananjemen Sumber Daya Manusia (Bandung,Camp,2013)hal.41
19

itu sikap kepribadiannya, keterampilannya, bakatnya, sifat-sifatnya atau

kewenangan yang dimilikinya.

Pemimpin memiliki sikap kepribadian, seperti vitalitas dan stamina fisik,

kecerdasan dan kearifan dalam bertindak, kemauan dalam menerima tanggung

jawab, kompeten dalam menjalankan tugas, memahami kebutuhan pengikutnya,

memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, kebutuhan untuk

berprestasi, mampu memotivasi dan memberi semangat, mampu memecahkan

masalah, meyakinkan, memiliki kapasitas untuk menang, memiliki kapasitas

untuk mengelola-memutuskan-menentukan prioritas, mampu memegang

kepercayaan, memiliki pengaruh, mampu beradaptasi dan memiliki fleksibilitas.

Artinya dapat dijadikan suri tauladan yang baik untuk menuju perubahan dalam

suatu organisasi.

Seorang pemimpin yang berhasil harus memiliki seperangkat bakat

tertentu. Bakat yang harus dimiliki pemimpin antara lain kekuatan fisik dan

susunan syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan organisasi, mandiri, multi

terampil, besar keinginannya, humoris adaptatif, waspada (peka, jujur, optimis,

berani, gigih), realistis, komunikatif, berjiwa wiraswasta, berani mengambil

resiko, intuitif, berpengetahuan luas, memiliki motivasi tinggi, imaginative,

antusiasme, keramahtamahan, integritas, keahlian teknis, kemampuan

mengambil keputusan, kecerdasan, keterampilan mengajar, kepribadian, serta

mampu membina hubungan yang baik dengan siapapun.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang selain memiliki kemampuan

pribadi baik berupa sifat maupun bakat, juga mampu menbaca keadaan pengikut
20

dan lingkungannya. Pemimpin perlu mengetahui kematanga pengikutr sebab ada

kaitan langsung antara gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dengan

tingkat kematangan pengikut agar pemimpin memperoleh kertaatan atau

pengaruh yang memadai.12

B. Perempuan

Perempuan adalah makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena

perasaannya yang halus. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan,

kelembutan serta rendah hati dan memelihara. Demikianlah gambaran perempuan

yang sering terdengar di sekitar kita. Perbedaan secara anatomis dan fisiologis

menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya, dan timbul juga perbedaan

dalam hal kemampuan, selektif terhadap kegiatan-kegiatan intensional yang

bertujuan dan terarah dengan kodrat perempuan.

Adapun pengertian perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata

empu yang berarti “tuan”, orang yang mahir atau berkuasa, kepeala, hulu, yang

paling besar.13 Namun dalam bukunya Zaitunah Subhan perempuan berasal dari

kata empu yang artinya dihargai.14 Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran

istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita yang dianggap berasal dari bahasa

Sangsekerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita

mempunyai arti yang dinafsui atau objek seks. Jadi secara simbolik mengubah

penggunaan kata wanita ke perempuan adalah mengubah objek jadi subjek. Tetapi

dalam bahasa inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa

12
Fveithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemiminan dan Prilaku Organisasi
(Jakarta:Rajawali Pers,2013),h. 19-20
13
Herman Saksono, Pusat Studi Wanita (http//www.yoho.com, diakses 4 Januari 2018)
14
Zaitunah Subhan, Qodrat Perempuan Taqdir atau Mitos (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren,2004) h.1
21

Belanda, wun dan schen dalam bahasa Jerman kata tersebut mempunyai arti like,

wish, desire, aim. Kata want dalam bahasa inggris bentuk lampaunya wanted.

Jadi, wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu

seseorang yang diingini.15 Sementara itu feminisme perempuan mengatakan,

bahwa perempuan merupakan istilah untuk konstruksi sosial yang identitasnya

ditetapkan dan dikonstruksi melalui penggambaran. 16 Dari sini dapat dipahami

bahwa kata perempuan pada dasarnya merupakan istilah untuk menyatakan

kelompok atau jenis dan membedakan dengan jenis lain.

Para ilmuan seperti Plato, mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi

kekuatan fisik maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki-laki,

tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.17

Sedangkan gambaran tentang perempuan menurut pandangan yang didasarkan

pada kajian medis, psikologis, dan sosial, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor fisik

dan psikis.

Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas perempuan lebih

kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan tubuh perempuan terjadi

lebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan

mempunyai sikap bawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih suka menagis

dan bahkan pingsan apabila mendapat persoalan yang berat. 18

Sementara Kartini Kartono mengatakan, bahwa perbedaan fisiologis yang

alami sejak lahir pada umumnya kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan

15
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. .448
16
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme (Yogyakarta: Fajar Pustaka,2002), h. .501
17
Murtadlo Muthahar. Hak-Hak Wanita Dalam Islam (Jakarta: Lentera 1995),h. 107
18
Ibid,, h. 108-110
22

yang ada, khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-ekonomi dan pengaruh-

pengaruh pendidikan.19 Pengaruh kultural dan pedagogis tersebut diarahkan pada

perkembangan pribadi perempuan menurut satu pola hidup dan satu ide tertentu.

Perkembangan tadi sebagian disesuaikan dengan bakat dan kemampuan

perempuan, dan sebagian lagi disesuaikan dengan pendapat-pendapat umum atas

tradisi menurut kriteria-kriteria feminis tertentu.

Dalam konsep gendernya dikatakan, bahwa perbedaan suatu sifat yang

melekat baik pada kaum laki-laki maupun perempuan merupakan hasil sosial dan

kultural.20 Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, kasih sayang,

anggun, cantik, sopan, emosional, keibuan, dan perlu perlindungan. Sementara

laki-laki dianggap kuat, keras, rasional, jantan, perkasa, galak, dan melindungi.

Padahal sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Berangkat

dari asumsi inilah kemudian muncul berbagai ketimpangan diantara laki-laki dan

perempuan.

Secara eksistensial, setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang

sama, sehingga secara asasi manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk

merdeka, hak untuk memiliki sesuatu, serta hak untuk mengenyam pendidikan.

Siapapun tidak boleh mengganggu dan harus dilindungi.21

Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia adalah makhluk Tuhan Yang

Maha Esa, memiliki derajat yang sama, apapun latar belakang kulturnya, dan

karena itu memiliki penghargaan yang sama dari Tuhan yang harus dihormati dan
19
Kartini Kartono, Psikologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa
(Bandung: Mandar Maju 1989), h. 4
20
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial Cet.IX (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), h. .9
21
Trisakti Handayanirakat, Memperjuangkan Hak Asasi Perempuan, dalam suara wanita,
pusat studi wanita dan kemasyarakatan. Universitas Muhammadiyah Malang.1996, h. .9
23

dimuliakan. Maka, diskriminasi yang berlandasan pada perbedaan jenis kelamin,

warna kulit, kelas, ras, teritorial, suku, agama dan sebagainya tidak memiliki dasar

pijakan sama sekali dalam ajaran Tauhid. Hanya tingkat ketaqwaan kepada Allah

yang menjadi ukuran perbedaan kelak dihari pembalasan.22

Oleh karena itu, memerangi ketidak adilan sosial sepanjang sejarah

kemanusiaan dalam konsepsi kemasyarakatan adalah penting. Salah satu

pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas hidup dan

mengangkat harkat dan martabat perempuan adalah pemberdayaan perempuan.

C. Kepemimpinan Perempuan

Pada dasarnya laki-laki maupun perempuan sama makhluk Allah SWT

yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah SWT dimuka

bumi ini sesuai kodrat masing-masing. Walaupun demikian antara laki-laki dan

perempuan boleh berbeda kodratnya, namun dalam suatu pengabdian perempuan

dan laki-laki bisa sama-sama berkifrah dan berperan sebagai seorang pendidik dan

menjadi seorang pemimpin dalam hal ini kepala sekolah.

Perempuan sebagai makhluk yang dibekali kemampuan untuk berfikir

dan berkarya untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai makhluk Allah SWT.

Ia mempunyai kecendrungan dan mempunyai kemampuan kerja keras sebagai

mana dikatakan Kartini Kartono bahwa wanita pada hakikatnya mampu bekerja

dengan laki-laki, wanita cenderung untuk mengeluarkan energi kerja yang

berlebih-lebihan atau bekerja yang lebih berat (Overworked) karena didorong oleh

kesadaran yang sangat mendalam akan pentingnya tugas dan kewajibannya.23

22
Hussein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan (Yogyakarta: LkiS, 2004), h. 11
23
Kartini Kartono. Psikologi Wanita jilid . (Bandung: Mandar Maju.1992), h. .15
24

Dalam sejarah Islam banyak disebutkan wanita-wanita yang sukses

karena mendapat kesempatan menjadi seorang pemimpin, di dalam alquran di

ceritakan seorang raja wanita ratu Saba yang baik memimpin Negerinya. 24 Dalam

buku-buku sejarah ada banyak dikenal beberapa wanita yang pernah menjadi

seorang pemimpin sebagai posisi sebagai raja wanita/sultana, mereka disebut-

sebut didalam khotbah jum’at begitu juga gelar mereka tertera dalam uang logam

seperti antara lain Razia Sultandari New Delhi (634 H), Chajarat ad Durs dari

Kairo, Tadj Al Alam Din Shah dari Indonesia (Sumatra,1641-1675), Sultana

Tindu dari Baghdad.

Dari pengalaman sejarah telah terbukti bahwa wanita dapat posisi yang

sangat tinggi derajatnya ditengah masyarakat, semuannya diberikan tidak dapat

begitu saja tentu adanya kemampuan dan kelayakan yang memang dimiliki oleh

seorang wanita.

Dari sebuah penelitian oleh Lois P.F Rangket, Ph.D., banyak wanita

sukses menjadi seorang pemimpin antara lain seperti Hillari Clinton mantan istri

presiden Amerika dan senator dari New York, Aan Mulcahey presiden Xerox,

Margaret Thatcher mantan perdan mentri Inggris kemampuannya membuat orang

mengikutinnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Lois, ia membuat sebuah

matriks prilaku dari wanita-wanita yang sukses memimpin, ini ia temui beberapa

persamaan, yakni:

1) Visi yang jelas mengenai apa yang ingin mereka capai;

2) Kemampuan menyeimbangkan strategi dengan taktis;

3) Kesediaan mengambil resiko;


24
Fatimah Mernisih, Setara Dihadapan Allah, (Yogyakarta;ISPPA,2000), h. .209
25

4) Kemampuan mempengaruhi orang lain;

5) Kemampuan menginspirasi dan memotivasi orang lain;

6) Kemampuan membangun kelompok guna membantu mereka mencapai

visi mereka;

7) Kecerdasan emoso yang tinggi;25

Dari sederetan prilaku perempuan yang sukses dalam kepemimpinan yang

telah diteliti oleh Lois ini membuatnya yakin bahwa kita hidup di saat di zaman

dimana kepemimpinan dan pengaruh perempuan bukan hanya diperlukan tetapi

juga dibutuhkan karena perempuan mempunyai kemampuan, keberanian dan hati

untuk memimpin.

Kemampuan kekuatan wanita dalam menjalankan pekerjaan publik sudah

banyak terbukti dimana banyak wanita yang sukses dan memberikan pengaruh

positif terhadap lingkungan dimana ia mendapat kesempatan dan dipercaya

memegang peran sebagai penentu kebijakan. Kepiauan wanita menjalankan peran

kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan peran yang diberikan

bukan tidak beralasan sebagaimana dikatakan oleh pengacara Linda Karenfeld dan

Roben Cahen pengacra Diksteim Shapiro bahwa pemimpin perempuan

memberikan sumbangan yang besar dari kepemimpinannya dengan alasan:

1) Eksekutif perempuan mempunyai kecendrungan lebih besar untuk

berkonsultasi dengan orang lain baik sebagai pakar, karyawan dan sesama

pemilik bisnis saat mengembangkan strategi;

25
Lois P Frankel. See Jane Lead ~ 99 Kiat Sukses Memimpin Bagi Perempuan.
(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 16
26

2) Eksekutif perempuan mempunyai kecendrungan alami yang lebih besar

untuk melakukan pekerjaan sekaligus dengan nyaman;

3) Eksekutif perempuan mempunyai kecondrongan bersaing yang lebih kecil

dan sering kali mencari pendekatan yang lebih bersifat kerjasama.

4) Eksekutif perempuan cendreung berfokus pada gambaran besar ketika

membuat keputusan bisnis yang penting atau mengembangkan strategi.

5) Eksekutrif perempuan melakukan pembanguna hubungan dan juga

pengumpulan fakta.

6) Eksekutif perempuan lebih suka ide-ide orang lain sebelum membuat

keputusan akhir.26

Melihat kemampuan yang ada dimiliki perempuan sudah selayaknya ada

wanita mendapatkan kepercayaan dan diberikan kesempatan sebagai seorang

pemimpin memegang tempat khusus sebagai kepala sekolah dengan harapan agar

persoalan-persoalan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bisa teratasi dengan

gaya kepemimpinan perempuan, kesuksesan perempuan memimpin karena

gayanya yang non tradisional yang mana kepemimpinan perempuan muncul dari

keinginan mengerjakan apa yang mereka inginkan atau mencapai kendali atas

dirinya sendiri, tidak memandang jabatan kepemimpinan sebagai perintah dan

kendali tetapi muncul dari mendapatkan kepatuhan dan kesetiaan dengan

memahami serta memenuhi kebutuhan orang lain dan dikatakan juga bahwa

model kepemimpinan perempuan berdasarkan pada nilai.

26
Halilah, Kepemimpinan Wanita dalam Manajemen Pendidikan , vol.1 Issue..1 ISSN
977-2442404, h. . 6-7
27

Nilai membentuk hakikat mengenai cara perempuan menerapkan prilaku

kepemimpinan harian, mulai dari mengembangkan visi, menciptakan tim

berkinerja tinggi dan mengambil resiko. Untuk menetapkan arah organisasi

perempuan selalu melihat kembali nilai-nilai.

Dari perjalanan panjang wanita dari masa ke masa yang tidak lepas dari

budaya patriatcal dimana perempuan harus selalu tunduk di bawah kekuasaan

kaum laki-laki dengan segala perlakuan memberikan beban domistik kepada

wanita walaupun pada kenyataan wanita juga harus bekerja diluar publik

kemampuannya menjalankan semua peran yang harus ia lakoni setiap hari dan

waktu membuat wanita punya kemampuan merumuskan dan menjalankan tugas-

tugas kepemimpinan, sebagaimana dikatakan Lois, sesungguhnya seorang

pemimpin wanita yang sukses mempunyai kemampuan:

1) Menciptakan visi, membariskan orang dibelakangnya, dan

mengembangkan rencana untuk dilakukannya.

2) Mengomunikasikannya dengan cara yang menimbulkan kepercayaan dan

keyakinan.

3) Memotivasi pengikut untuk mendukung usaha yang dibutuhkan guna

mencapai tujuan organisasi.

4) Membangu tim yang memahami dan menghargai saling ketergantungan

dan sinergis.

5) Memperlihatkan kecerdasan emosi.

6) Mengambil resiko yang akan menguntungkan organisasi.


28

7) Mengembangkan jaringan yang kuat dan akan mendukung pencapaian

tujuan serta keberhasilan profesional. 27

Menurut Lois ketujuh prilaku diatas identik dengan prilaku yang secara

rutin diperlihatkan oleh perempuan dalam posisi mereka masyarakat sebagai

pengasuh, akomodator dan penjaga sehingga ia katakan dari indikator diatas

tersebut bahwa kepemimpinan adalah seni perepuan atau disebut juga dengan

keterampilan yang lunak karena dengan kepemimpinannya tidak berhubungan

dengan pemerintah dan kendali.

Studi yang dilkukan Jirasinghe dan lyons, mendeskripsikan tentang


kepribadian pemimpin perempuan sebagai sosok yang lebih supel,
demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti, berperasaan
dan berhati-hati. Selain itu mereka cenderung menjadi sososk pekerja tim,
lengkap dan sempurna. Mereka juga mengidentifikasi diri dan mempresepsi
dirinya sebagai sosok yang lebih rasional, relaks, keras hati, aktif dan
kompetitif.28
Dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan penting antara laki-laki dan

perempuan dalam manajemen dan kepemimpinan bahwa:

1. Perempuan cenderung memiliki lebih banyak melakukan kontak dengan

atasan dan baahan, guru dan murid.

2. Perempuan menghabiskan banyak waktu dengan para anggota komunitas

dan dengan kolengannya, walaupun mereka bukanlah perempuan.

3. Mereka lebih informal.

4. Mereka lebih peduli terhadap perbedaan perbedaan individual murid.

27
Lois P Frankel, op. Cit., h. 23
28
Situs internet www.google.com, Kepemimpinan Perempuan. Artikel Ahmad Sudrajad
di Akses pada tanggal 10 Desember 2017
29

5. Mereka lebih memandang posisinya sebagai seorang pemimpin pendidikan

dari pada seorang manajer, dan melihat kerja sebagai suatu pelayanan

terhadap komunitas.

6. Dalam komunikasi, mereka dapat tampil lebih sopan dan tentatif daripada

laki-laki.

Kemampuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu seperti

pekerjaan yang diamanahkan kepadanya sebagai kepala sekolah akan membawa

hasil yang memuaskan pekerjaan sebagai guru sekaligus sebagai kepala sekolah

sangat erat berhubungan langsung kepada anak-anak didik, kejiwaan seorang

perempuan yang memiliki sifat kelembutan, rasa rendah hati, dan sangat perhatian

terhadap anak-anak membuat kedekatannya kepada anak-anak memberi pengaruh

besar terhadap tugas yang diembannya baik sebagai guru maupun sebagai kepala

sekolah yang menuntut perhatian kepada kemajuan anak-anak didiknya.

Kedekatan perempuan kepada anak didik sehingga memudahkannya memberikan

tranfortasi ilmu pengetahuan, pendidikan dan pengajaran didukung pula oleh sifat-

sifat yang dimiliki oleh seorang perempuan seperti : perempuan lebih bersikap

memelihara, melindungi, lebih menetap, dan mengawetka (konservasi) psikologi

wanita mengenal remaja dan wanita remaja dan wanita dewasa.

Naluri keibuan yang condong ingin mengasuh, mendidik dengan kasih

sayang kepada anak didiknya sehingga membuat seorang kepala madrasah

merasakan suatu pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan dan sangat cocok,

sehingga apa yang dilakukannya dalam upaya memajukan pendidikan anak lewat

lembaga yang dipimpinnya memeng datang datang dari hati yang tulus sehingga
30

menjadi motivasi yang besar dalam ia menunaikan tugas-tugas dan tanggung

jawabnya sebagai kepala sekolah.

Pemimpin pendidikan yang berasal dari perempuan melekat hampir dari

seluruh ibu yang ada di dunia, dimana hal yang sudah berlangsung ketika bayi

masih dalam kandungannya. Apa yang seorang ibu dengarkan atau bacakan

kepada bayi dalam kandungan, maka hal tersebut itu pula akan didengar oleh sang

bayi. Emosional dan watak seorang ibupun dapat ditularkan melalui perilaku

seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Lebih dari itu, peran seorang ibu

dalam pendidikan anaknya merupakan sifat keteladanan, pada usia awal

perkembangan anak biasanya meneladani apa saja yang berlaku pada orang-orang

terdekatnya pada saat ini, suka menolong orang lain, suka membaca, belajar,

berbicara sopan dan lain-lain

Melalui penjelasan di atas, maka tidak heran dalam kepemimpinan

pendidikan dapat dikatakan bahwa perempuan berada dalam posisi berbeda

dengan laki-laki, namun setara. Kepemimpinan dalam pendidikan bukanlah

sebatas pelaksanaan ibadah sholat jum’at, dimana dari muadzin sampai pemberi

khutbah haruslah berasal dari laki-laki. Sebab kepemimpinan dalam pendidikan

adalah cara atau usaha dalam mempengruhi, mendorong, membimbing,

mengarahkan, dan menggerakkanguru, staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak

yang terkait, untuk bekerja/berperan serta guna mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Maksudnya bagaimana cara pemimpin untuk membuat orang lain

bekerja untuk mencapai tujuan pendidikan.

D. Kajian Relevan
31

Untuk menghindaripenelitian terhadap objek yang sama atau

pengulangan terhadap suatu penelitian yang sama, serta menghindari anggapan

plagiasi terhadap karya tertentu, maka perlu dilakukan review terhadap kajian

yang pernah ada. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang setema dengan

penelitian yang dikaji oleh penulis mengenai Study Kepemimpinan Perempuan,

diantaranya adalah:

1. Eutrovia Iin Kristiyanti dalam Jurnal yang berjudul “Kepemimpinan Kepala

Sekolah Perempuan (Studi kasus di SMKN 1 Bantul)”. Hasil dari penelitian

ini adalah membahas tentang gaya kepemimpinan perempuan pada SMK

Negeri 1 Bantul yang muncul pada pengambilan keputusan. Bagaiman

seorang pemimpin mengambil keputusan harus melalui musyawarah dan

gaya yang diterapkan pemimpin tersebut adalah gaya kepemimpinan

demokratis.

2. Dennis Haruna dalam skripsinya yang berjudul “Model Kepemimpinan

Perempuan (Studi kasus di MTs Negeri Yogyakarta 1) dari hasil penelitian

ini menyatakan bahwa model kepemimpinan kepala sekolah perempuan di

MTs Negeri Yogyakarta 1 merupakan orang yang menggunakan model

kepemimpinan kontingensi fiedler, seperti yang terlihat dengan adanya:

hubungan baik antara pemimpin dengan anggotanya, kepribadian

pemimpin yang baik, ketegasan dan loyalitas pemimpin, rasa hormat

anggotanya terhadap pemimpin dan struktur kerja yang jelas.

Penenelitian yang dilakukan di atas meneliti tentang hal yang berbeda,

penelitian pertama meneliti terkhusus tentang gaya kepemimpinan perempuan


32

yang diterapkan di SMKN 1 Bantul yang menerapkan gaya kepemimpinan

demokratis pada saat mengambil keputusan dan lebih menekankan pada

pendekatan terhadap para guru. Dan penelitian yang kedua mengkaji mengenai

model kepemimpinan perempuan di MTs Yogyakarta 1 yang menerapkan model

kontingensi fredler yaiyu melakukan hubungan baik antara pemimpi dan

bawahannya, ketegasan dan loyalitas pemimpin, dan rasa hormat pemimpin

terhadap bawahannya.

Demikian pula dengan penelitian ini, membahas tentang study

kepemimpinan perempuan di MAN 1 Konawe Selatan, yang menjadi objek dari

penelitian ini adalah kepala sekolah di MAN 1 Konawe Selatan. Peneliti

membahas secara umum kepemimpinan kepala sekolah di MAN 1 Konawe

Selatan serta kendala yang dihadapi selama menjabat sebagai pemimpin.

Meskipun demikian, dalam melakukan penelitian ini, hasil-hasil

penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti sebelumnya menjadi bahan yang

amat berharga bagi peneliti, terutama untuk memberikan gambaran tentang

kepemimpinan perempuan di lembaga pendidikan, maka peneliti sangat berharap

judul diatas dapat menjadi bahan referensi untuk menunjang penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai