Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan dalam arti luas dapat mencakup seluruh proses kehidupan dan
segala bentuk interaksi individu dengan individu lain, individu dengan kelompok,
individu dengan lingkungan yang terselenggara baik melalui pendidikan formal,
informal dan nonformal. Pendidikan pada akhirnya adalah membentuk manusia
menjadi seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan peranan yang akan
dijalaninya. Untuk menjalankan sebuah peran tentunya manusia membutuhkan
karakter. Karakter manusia sudah seyogyanya dapat terbentuk dan berkembang dari
adanya pendidikan. Menurut Benyamin S. Bloom dalam pendidikan ada tiga ranah
yang harus dikembangkan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Inti proses dari
pendidikan adalah proses pembelajaran.

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran kognitif dan


psikomotor, karena pembelajaran afektif bersifat subjektif, mudah berubah dan
tidak ada materi khusus. Secara konseptual maupun empirik diyakini bahwa aspek
afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan
seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian
pembelajaran afektif justru lebih banyak dikembangkan diluar kurikulum
pendidikan formal.

Di dalam proses pembelajaran saat ini lebih menekankan pada pencapaian


perubahan aspek kognitif, yang dikembangkan melalui berbagai bentuk
pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Adapun aspek afektif ini
dilakukan hanya sebagai efek pengiring (nurturant effect) saja atau kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum) yang hanya disisipkan dalam kegiatan
pembelajaran utama (Prianggita, 2016 : 72-73).

In the era of increasingly demanding human resources able to compete, it


turns out the people in it actually only busy filling emptiness only with intellectual

1
or cognitive activity alone and forget about the affective aspects, including
characters. Character is the personal attitude of the stable as a result of the
integration process and action statements (Khan, 2010). Characters can also be
interpreted as a character, character, character or personality that comes from the
internalization of the various virtues and used as a basis to think, act, and act
(MONE, 2010). Good character includes knowledge about the good that will bring
the commitment (intentions) kindness, until finally doing good (Lickona, 2015).
Hadiyanti, et al., (2016) suggested that the formation of student character can not
be separated from the learning process that they receive at school. The learning
process is said to be good if it can guides how students learn, how students can
collaborate in the study group, how the students interact with the entire class, and
how the students were able to develop all their potential in terms of cognitive,
psychomotor, and affective thus indirectly can the empowerment aspect of the
character of the students themselves (Armadani, et al, 2017 : 1585).

Terjemahan :

Di era semakin menuntut sumber daya manusia yang mampu bersaing,


ternyata orang-orang di dalamnya sebenarnya hanya sibuk mengisi kekosongan
hanya dengan aktivitas intelektual atau kognitif semata dan melupakan aspek
afektif, termasuk karakter. Karakter adalah sikap pribadi stabil sebagai hasil dari
proses integrasi dan pernyataan tindakan (Khan, 2010). Karakter juga dapat
diartikan sebagai karakter, karakter, karakter atau kepribadian yang berasal dari
internalisasi berbagai kebajikan dan digunakan sebagai dasar untuk berpikir,
bertindak, dan bertindak (MONE, 2010). Karakter yang baik mencakup
pengetahuan tentang kebaikan yang akan membawa komitmen (niat) kebaikan,
sampai akhirnya berbuat baik (Lickona, 2015). Hadiyanti, dkk., (2016)
mengemukakan bahwa pembentukan karakter siswa tidak dapat dipisahkan dari
proses pembelajaran yang mereka terima di sekolah. Proses pembelajaran dikatakan
baik jika dapat memandu bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa dapat
berkolaborasi dalam kelompok belajar, bagaimana siswa berinteraksi dengan
seluruh kelas, dan bagaimana siswa mampu mengembangkan semua potensi
mereka dalam hal kognitif, psikomotor, dan afektif sehingga secara tidak langsung

2
dapat aspek pemberdayaan dari karakter siswa itu sendiri (Armadani, et al, 2017:
1585).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari model pembelajaran konsiderasi ?
2. Apa tujuan dari model pembelajaran konsiderasi ?
3. Apa fungsi model pembelajaran konsiderasi ?
4. Bagaimana pengimplementasian atau tahap model pembelajaran
konsiderasi ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan penggunaan model pembelajaran
konsiderasi dalam pembelajaran ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari model pembelajaran konsiderasi.
2. Dapat mengetahui tujuan dari model pembelajaran konsiderasi.
3. Dapat mengetahui fungsi model pembelajaran konsiderasi.
4. Dapat mengetahui pengimplementasian atau tahap model pembelajaran
konsiderasi.
5. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan model
pembelajaran konsiderasi dalam pembelajaran.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Lefudin (2014 : 171-172) model merupakan suatu konsepsi untuk


mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam model mencakup
strategi, pendekatan, metode maupun teknik. Contoh model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah atau model pembelajaran
langsung. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pemebelajaran,
metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran
memiliki makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, atau prosedur.
Istilah metode pelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi atau metode tertentu yaitu : rasional teoritik yang logis yang disusun oleh
penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang
diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan
belajar yang diperluka agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang


digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Model pembelajaran adalah
pola interaksi peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran yang
ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tetapi menyangkut
tahapan-tahapan , prinsip-prinsip reaksi gutu dengan peserta didik, serta penunjang
yang disyaratkan (Putranta, 2018 : 3).

Menurut Suprijono (2013 : 46) dalam Putranta (2018 : 3) model


pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunaan termasuk di dalamnya

4
tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Menurut Joice dan Weil (2003 : 11) dalam Putranta (2018 : 3) model
pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian
rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan
memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.

Istarani (2001 : 1) dalam Putranta (2018 : 3-4) menyatakan bahwa model


pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajaran yang meliputi
segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta
segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung
dalam proses belajar.

Menurut Putranta ( 2018 : 4-5) sebelum menentukan model pembelajaran


yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu :

1. Pertimbangkan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah :

a) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan


potensi akademik, kepribadian, sosial dan kompetensi tujuan
pembelajaran yang dicapai ?
b) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai ?
c) Apakah untuk mencapai tujuan memerlukan keterampilan akademik ?
2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran.
a) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep hukum, atau teori
tertentu ?
b) Apakah untuk mempelajari pelajaran itu memerlukan persyaratan atau
tidak ?
c) Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk
mempelajari materi itu ?
3. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau peserta didik.

5
a) Apakah model pembelajaran sesuai dengna itngkat kematangn peserta
didik ?
b) Apakah model pembelajaran sesuai dengan minat, bakat dan kondisi
peserta didik ?
c) Apakah model pembelajaran sesuai dengan gaya belajar peserta didik ?
4. Pertimbnagan lainnya yang bersifat nonteknis.
a) Apakah untuk mencapai tujuan cukup dengan satu model saja ?
b) Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya
model yang dapat digunakan ?
c) Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisien ?

Menurut Khosim (2017 : 5-6) model pembelajaran memiliki makna yang


lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur pembelajaran. Langkah-
langkah model pembelajaran adalah :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.


2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar kegaitan
berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memangsang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan dasr atau landasan pemikiran gambar tersebut.
6. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guna memulai menamakan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang inin dicapai
7. Kesimpulan atau rangkuman.

Model pembelajaran kelompok behavioral system atau Model pembelajaran


kelompok sistem perilaku, memilki prinsip bahwa manusia merupakan sistem-
sistemkomunikasi perbaikan diri yang dapat mengubah perilakunya saat merspon
informasi tentang seberapa sukses tugs-tugas yang mereka kerjakan. Dengan
demikian, membuat individu semaki mudah unuk mengoreksi sejauh mana
kemampuan yang mereka miliki (Yulhendri, dan Syofyan. 2016 : 38).

6
According to Spaniol (2009 : 226) Different learners have various
preference and needs, so they learn in different ways. Some of them prefere theories
an principles, while others fact and experimentation. Some learner tend to
remember things which employe picture, diagrams or presentation whereas other
learn better with written or spoke material such as text and auditoy material.
Cosequently, it is vital to provide different type of learner with appropriate learning
method and educational material which are more preferable and more effective to
their individual needs. Learning styles can be defined as model which classify
learners according to the different way in which receive, organize and process
information.

Terjemahan :

Pelajar yang berbeda memiliki berbagai preferensi dan kebutuhan,


sehingga mereka belajar dengan cara yang berbeda. Beberapa dari mereka lebih
suka teori sebagai prinsip, sementara yang lain fakta dan eksperimen. Beberapa
pelajar cenderung mengingat hal-hal yang menggambarkan gambar, diagram atau
presentasi sedangkan yang lainnya belajar lebih baik dengan bahan tertulis atau
berbicara seperti teks dan materi auditoy. Sangat penting, sangat penting untuk
menyediakan berbagai jenis pembelajar dengan metode pembelajaran yang sesuai
dan materi pendidikan yang lebih disukai dan lebih efektif untuk kebutuhan
individu mereka. Gaya belajar dapat didefinisikan sebagai model yang
mengklasifikasikan pembelajar sesuai dengan cara yang berbeda di mana
menerima, mengatur dan memproses informasi.

According to Armadani (2017 : 1586) The learning model is part of the


learning process as a guide teachers in implementing the learning process in the
classroom.

Terjemahan :

Menurut Armadani (2017: 1586) Model pembelajaran merupakan bagian


dari proses pembelajaran sebagai panduan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas.

7
According to Reigeluth (1983) in Armadani (2017 : 1586) defines learning
model as a complete set of components of the strategy are on the learning outcomes
more riding under certain conditions.

Terjemahan :

Menurut Reigeluth (1983) dalam Armadani (2017: 1586) mendefinisikan


model pembelajaran sebagai satu set lengkap komponen strategi ada pada hasil
belajar yang lebih mengendarai dalam kondisi tertentu

According to Joyce & Weil (1982) Armadani (2017 : 1586) The learning
model is also defined as a conceptual framework that is used as a guide in
implementing learning.

Terjemahan :

Menurut Joyce & Weil (1982) dalam Armadani (2017: 1586) Model
pembelajaran juga didefinisikan sebagai kerangka kerja konseptual yang digunakan
sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran.

Additionally, According to Degeng (1997 in Armadani (2017 : 1586)


suggested that learning model provides flexibility and freedom for designers and
developers to develop the idea and put it in the real work on product development.
Degeng learning model (1989), developed the basis of the variables that affect
learning. The learning model Degeng consists of seven steps, among others:

1. Analysis of objectives

2. The characteristics of the field of study

3. Analysis of the characteristics of learners

4. Establish learning objectives and learning content.

5. Established the strategic delivery of learning content.

6. Establishing learning management strategies, and

7. Hold a measurement procedure development and learning outcomes.

8
Terjemahan :

Selain itu, Menurut Degeng (1997 dalam Armadani (2017: 1586)


menyarankan bahwa model pembelajaran memberikan fleksibilitas dan kebebasan
bagi para desainer dan pengembang untuk mengembangkan ide dan meletakkannya
dalam kerja nyata pada pengembangan produk. Model pembelajaran Degeng
(1989), mengembangkan dasar dari variabel-variabel yang mempengaruhi
pembelajaran, Model pembelajaran Degeng terdiri dari tujuh langkah, antara lain:

1. Analisis tujuan

2. Karakteristik bidang studi

3. Analisis karakteristik peserta didik

4. Menetapkan tujuan pembelajaran dan konten pembelajaran.

5. Menetapkan pengiriman konten pembelajaran strategis.

6. Membangun strategi manajemen pembelajaran, dan

7. Mengadakan pengembangan prosedur pengukuran dan hasil pembelajaran.

From the dictionary meaning the model is a pattern of something to be made


or reproduced and means of transferring a relationship or process it actual setting to
one in which it can be more conveniently studied. In the view of teaching, a model
of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curricula, to design
instructional material and to guide instruction in the classroom and other setting.
The most importan aim of any model of teaching is to improve the instructional
effectiveness in an effective atmosphere and to improve or shape the curriculum.
Joyce and Weil organised the alternative model of teaching into four families, these
are information prescessing, personal, social, and behavioral. They stress that
different instuctinal goals would be realised by putting these modal of teaching into
action (Siddiqui, and Khan, 2007 : 6-7).

Terjemahan :

9
Dari kamus yang berarti model adalah pola sesuatu yang harus dibuat atau
direproduksi dan sarana mentransfer suatu hubungan atau proses itu pengaturan
yang sebenarnya untuk satu di mana dapat lebih mudah dipelajari. Dalam
pandangan mengajar, model pengajaran adalah rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum, untuk merancang materi instruksional dan
untuk memandu instruksi di kelas dan pengaturan lainnya. Tujuan paling penting
dari setiap model pengajaran adalah untuk meningkatkan efektivitas instruksional
dalam suasana yang efektif dan untuk memperbaiki atau membentuk kurikulum.
Joyce dan Weil mengatur model pengajaran alternatif ke dalam empat keluarga, ini
adalah informasi prescessing, pribadi, sosial, dan perilaku. Mereka menekankan
bahwa tujuan instuktural yang berbeda akan diwujudkan dengan menempatkan
modal pengajaran ini ke dalam tindakan (Siddiqui, dan Khan, 2007: 6-7).

Model of teaching, lake plans, patterns or blueprints, present sequential


steps in teaching and learning experiences to bring a desired outcome in both
teachers and pupils. A modelof teaching as we understand today is an instrumental
design that describe the process of specifying and producing particular
environmental situations that cause the students to interact in such a waythat
specific change occur in their behaviour. The four concept for describe the structure
and operation of the models are : (a) syntax, (b) social system, (c) principle of
reaction, (d) Support system. They form the means of communicating the basic
procedures involved in the implementation of any instructional model (Viswanath,
2006 : 113).

Terjemahan :

Model pengajaran, rencana danau, pola atau cetak biru, menyajikan


langkah-langkah berurutan dalam pengalaman mengajar dan belajar untuk
membawa hasil yang diinginkan di kedua guru dan murid. Model pengajaran yang
kita pahami saat ini adalah desain instrumental yang menggambarkan proses
penentuan dan pembuatan situasi lingkungan tertentu yang menyebabkan siswa
berinteraksi sedemikian rupa sehingga perubahan spesifik terjadi dalam perilaku
mereka. Keempat konsep untuk menggambarkan struktur dan operasi model
adalah: (a) sintaksis, (b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) Sistem pendukung.

10
Mereka membentuk sarana mengkomunikasikan prosedur dasar yang terlibat dalam
pelaksanaan model pembelajaran (Viswanath, 2006: 155).

Duke (1990) in Prabhakaram (2006 : 7) state that a teaching model should


be comprehesive in its approach. A teachingmodel is a comprehesive approach to
teaching that tupically derives from a theory of education an encompasses key
assumptions about what student should learn and how they learn. Some times
instuctional models have been extensive researched, in the other cases relatively
little is known about their effectiveness. Model stress certain instructional function
an require teacher to be trained in particular ways.

Terjemahan :

Duke (1990) dalam Prabhakaram (2006: 7) menyatakan bahwa model


pengajaran harus komprehensif dalam pendekatannya. Model pengajaran adalah
pendekatan komprehensif untuk mengajar yang secara tupis berasal dari teori
pendidikan yang mencakup asumsi-asumsi utama tentang apa yang harus dipelajari
siswa dan bagaimana mereka belajar. Beberapa kali model institusional telah diteliti
secara luas, dalam kasus lain relatif sedikit yang diketahui tentang keefektifannya.
Model menekankan fungsi instruksional tertentu dan membutuhkan guru untuk
dilatih dengan cara-cara tertentu.

Menurut Andayani (2015, 135-138) dalam pengembangan model


pembelajaran terdapat usur dasar yang terlibat erat, yaitu:

1) Syntax (langkah-langkah)
Syntax pembelajaran merupakan langkah-langkah operasional
pembelajaran yang sifatnya baku.
2) social system(suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran)
Sistem sosial ialah proses mengenali, dan menganalisis prilaku siswa
Sebagai instuisi sosial dalam pembelajaran, peran atau prilaku siswa dilihat
sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok, bukan sebagai individu.
3) Principles of reaction (prinsip reaksi)
Suatu gambaran prinsip yang meggambarkan bagaimana reaksi siswa
terhadap aktivitas pembeajaran yang diterapkan guru. Dalam penerapan sebuah

11
model pembelajaran, reaksi siswa menjadi aktivitas yang terencana, tidak terjadi
secara serta merta. Karena itu guru dituntut untuk mampu merencanakan dan
melaksasnakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas prilaku-prilaku,
sikap-sikap yang akank diperoleh pada saat dan setelah pembelajaran
berlangsung. Demikian pula sebaliknya, guru harus bereaksi terhadap aksi siswa
dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan
ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna.
4) Support system (sistem pendukung)
Komponen-komponen yang menjadi pendukung dalam penerapan sebuah
model pembelajaran. Sistem pendukunng ini merupakan sebuah sistem yang
menyediakan kemampuan untuk menyelessaikan masalah dan menjamin
terjadinya interaksi antara guru dan siswa untuk menyelesaikan permasalahan
pembelajaran. Bentuk sistem pendukung dapat berupa ssekkumpulan prosedur
berbasis model untukmembantu guru dalam mengambil keputusan dalam
pembelajaran.
5) Intructional dan nurran effets (hasil belajar yang diperoleh atau tujuan
pembelajaran)
Prilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki,atau dikuasai oleh
siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam pengertian lain
tujuan pembelajaran adalah pernyataan mengenai keterampilan atau konsep
yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dituju dari rangkaian
aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran

2.2.2 Model Konsiderasi

According to Darling-Hammond (2000) in Parr and Timperley (2008 : 57)


The key to better learning for students is better teaching. Effective teaching is
underpinned by an evidence-informed and well-articulated knowledge about the
content of what one is teaching, about how to teach and about one’s students. Alton-
Lee (2003) in Parr and Timperley (2008 : 57) Effective practice is not something
absolute but, rather, is achieved by knowledgeable, committed teachers who tailor

12
and adapt their practices to the ongoing needs of their learners in order to achieve
outcomes of a high standard across heterogeneous groups of students.

Terjemahan :

Menurut Darling-Hammond (2000) dalam Parr dan Timperley (2008: 57)


Kunci untuk belajar yang lebih baik bagi siswa adalah pengajaran yang lebih baik.
Pengajaran yang efektif didukung oleh pengetahuan yang diinformasikan bukti dan
diartikulasikan dengan baik tentang isi dari apa yang diajarkan seseorang, tentang
cara mengajar dan tentang siswa seseorang. Alton-Lee (2003) dalam Parr dan
Timperley (2008: 57) Praktik yang efektif bukanlah sesuatu yang absolut tetapi,
lebih tepatnya, dicapai oleh para guru yang berpengetahuan dan berkomitmen yang
menyesuaikan dan menyesuaikan praktik mereka dengan kebutuhan berkelanjutan
para pembelajar mereka untuk mencapai hasil. dari standar yang tinggi di seluruh
kelompok mahasiswa yang heterogen.

The affective domain refers to classificationof the different objective that


educated set for student (learning objective). Bloom’s taxonomy divides
educational objective into three “domains” : cognitive, affective, and psikomoto.
The term “Affect” in this definition is derived from the science of psychology and
directly refers to the individual experience of feeling or emotion as a result of some
external stimull (Osler, 2013 : 36)

Terjemahan :

Ranah afektif mengacu pada klasifikasi dari tujuan yang berbeda yang
dididik untuk siswa (tujuan pembelajaran). Taksonomi Bloom membagi tujuan
pendidikan menjadi tiga "domain": kognitif, afektif, dan psikomoto. Istilah
"Mempengaruhi" dalam definisi ini berasal dari ilmu psikologi dan langsung
mengacu pada pengalaman individu perasaan atau emosi sebagai akibat dari
beberapa rangsangan eksternal.

Most Modern authors agree that there been a bias toward the cognitive in
learning research, at the expense of affective. Moreover, it is nowa being recognised
that emotion not be considered as seperate “realm” of human activity onto

13
thenselves and that what is required is a perspective that integrates them with
cognitive and social aspect of learning and development. Affect its not simple
expression of biological reaction t a situation ; it is intimately bound up with
culturally mediated conceptions of social action and its condition of
appropriateness. Our affect in given situation depend on how we represent those
situation (Baker, et al, 2013 : 13-14)

Terjemahan :

Sebagian besar penulis modern setuju bahwa ada bias terhadap kognitif
dalam belajar penelitian, dengan mengorbankan afektif. Selain itu, sekarang diakui
bahwa emosi tidak dianggap sebagai "ranah" yang terpisah dari aktivitas manusia
ke arah diri sendiri dan bahwa apa yang diperlukan adalah perspektif yang
mengintegrasikan mereka dengan aspek kognitif dan sosial dari pembelajaran dan
pengembangan. Pengaruhi ekspresi biologisnya yang tidak sederhana terhadap
suatu situasi; ia sangat terikat dengan konsepsi aksi sosial yang dimediasi oleh
budaya dan kondisi kesesuaiannya. Pengaruh kami dalam situasi tertentu
bergantung pada bagaimana kami merepresentasikan situasi tersebut (Baker, et al,
2013 : 13-14).

According to Atherton (2005) in Jagger (2014 : 2) Bloom’s widely


acknowledged and researched taxonomy categorises learning levels by classifying
them into three domains: cognitive, affective and psycho motor.

According to Krathwohl (2002 : 212) Jagger (2014 : 2) His cognitive


domain has been widely used as a common language for educators in determining
learning objectives, and as a foundation for curriculum development and
evaluation. The affective domain describes the emotional processes of learning,
focusing on feelings, values, motivations, attitudes and dispositions (Bloom, 1964).

According to Smith and Ragan (1999) in Jagger (2014 : 2) identify affective


characteristics as expressed by statements of opinions, beliefs, or an assessment of
worth It is made up of five categories in ascending order of learning depth.

Terjemahan :

14
Menurut Atherton (2005) di Jagger (2014: 2) Bloom taksonomi yang
diakui secara luas dan diteliti mengkategorikan tingkat pembelajaran dengan

mengelompokkan mereka menjadi tiga domain: kognitif, afektif dan psiko motor.

Menurut Krathwohl (2002: 212) Jagger (2014: 2) Domain kognitifnya


telah banyak digunakan sebagai bahasa umum bagi pendidik dalam menentukan
tujuan pembelajaran, dan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum dan
evaluasi. Domain afektif menggambarkan proses belajar emosional, berfokus pada
perasaan, nilai, motivasi, sikap dan disposisi (Bloom, 1964).

Menurut Smith dan Ragan (1999) dalam Jagger (2014: 2)


mengidentifikasi karakteristik afektif seperti yang diungkapkan oleh pernyataan
pendapat, keyakinan, atau penilaian nilai. Ini terdiri dari lima kategori dalam urutan
menaik dari kedalaman belajar.

Menurut Fauzi (2016 : 59-61) taksonomi untuk wilayah afektif mula-mula


dikembangkan oleh David R. Krathwolhl dan kawan-kawan (1974) dalam buku
yang berjudul Taxonomi of Educational Objective: Affective Domain. Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang memiliki
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan nampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran,
Kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran di sekolah, motivasinya yang
tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang diterimanya, penghargaan
atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya. Ranah afektif ini oleh
Krathwolhl dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu: (1)
Recieving; (2) Responding; (3) Valuing; (4) Organizing; (5) Characterizing by
Value or Value Complex.

Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan ketrampilan. Segi


afekif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus
yang harus dipelajari. Hal-hal di atas menuntut penggunaan metode mengajar dan
evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar dan evaluasi hasil belajar yang
berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model belajar

15
mengajar afektif yakni : Model konsiderasi, model pembentuk rasional, model
nondirektif.

Menurut Prianggita (2016 : 73-74) Model Konsiderasi dikembangkan oleh


Mc. Paul seorang Humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak
sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa
menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.
Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan
sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah
bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling menerima
dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan
kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya
adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain
sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang
lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Implementasi model konsiderasi dapat dilaksanakan melalui tahap-tahap


pembelajaran sebagai berikut:

1. Menghadapkan siswa pada situasi yang mengndung masalah/konflik yang


sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Meminta siswa untuk menganalisis suatu masalah dengan melihat bukan
hanya yang tampak tetapi juga menganalisis permasalahan yang tersirat
(perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain).
3. Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan
yang dihadapi.
4. Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat
kategori dari setiap respon yang diberikan.
5. Mengajak siswa untuk merumuskan konsekuensi dari pilihan yang siswa
usulkan. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala
kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan pilihannya. Guru perlu
untuk mendorong siswa dapat menjelaskan argumtasinya secara terbuka
serta dapat saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar

16
perbedaan pendapat tumbuh dengan baik sesuai dengan titik pandang yang
berbeda.
6. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut
pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap
tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
7. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

Menurut Agustianingsih (2017 : 128) model pembelajaran konsiderasi ini


menghadapkan siswa pada suatu masalah yang dilematis serta mengharuskan siswa
untuk berpikir dan menganalisis masalah yang telah disajikan, kemudian siswa
mengambil sebuah keputusan yang menurutnya paling baik dan benar.

Menurut Mulyati (2005 : 182) dalam Agustiningsih (2017 : 132-133) model


pembelajaran konsiderasi sesuai dengan teori belajar humanistik. Menurut Carl
Rogers aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa lebih menunjuk pada
ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Jika diidentifikasi, penerapan model pembelajaran konsiderasi
memenuhi proses pembelajaran sebagaimana menurut Carl Rogers yang
diantaranya:

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.


2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas, jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar
atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko
dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya

17
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Berdasarkan prinsip proses pembelajaran diatas, menunjukkan bahwa


karakteristik tersebut sesuai dengan karakteristik proses pembelajaran dengan
model konsiderasi.

Dalam menerapkan model pembelajaran konsiderasi, guru sebagai


fasilitator sebelumnya telah membentuk kelompok diskusi secara random dengan
tujuan agar siswa bisa menerima anggota kelompoknya tanpa pilih-pilih. Kemudian
guru memberikan suatu kasus yang problematis kepada siswa untuk selanjutnya
dianalisis sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Dalam proses ini guru
memberikan kebebasan kepada siswa untuk saling berpendapat dan menentukan
setiap keputusan yang akan diambil siswa untuk menyelesaikan masalah yang
sedang didiskusikan. Guru tidak menuntut siswa untuk menjawab sesuai dengan
keinginan guru, akan tetapi guru hanya memberikan arahan dan bimbingan kepada
siswa dalam berdiskusi, serta merespon pertanyaan siswa jika siswa bertanya terkait
tugas diskusi. Setelah itu guru mendengarkan siswa yang menyampaikan hasil
diskusinya mengungkapkan bagaimana perasaannya dan solusinya jika berada
dalam maslah tersebut (Agustiningsih, dkk., 2017 : 133).

Menurut Asnah (2016 : 96-97) Model Konsiderasi merupakan salah satu


model pembelajaran afektif yang memiliki tujuan, fungsi dan konstribusi dalam
membentuk kepribadian yang lebih baik. Model konsiderasi ini juga dapat
menciptakan hubungan yang harmonis terhadap sesama siswa dan sekaligus
membuat siswa lebih perduli dengan lingkungan sekitarnya.

Djuwita (2001) in Armadani (2017 : 1586) suggested the assumptions


underlying the model considerations, namely:

1. Moral behavior is strengthening (self-reinforcing).

2. The moral education should be directed to the personality as a whole (the


total personality).

18
3. Students appreciate the adults who made himself a "role model concern"
(consideration)

4. Students open to learning, but hated authoritarianism, domination, bondage.

5. A teenager is gradually evolving toward maturity in social relationships (the


ability to care for and help others).

On the basis of the above assumptions, the teacher must be a model in the class
treats every student with respect, away from the authoritarian attitude. Teachers
need to promote unity, mutual trust, mutual respect, and so forth.

Terjemahan :

Djuwita (2001) dalam Armadani (2017: 1586) menyarankan asumsi yang


mendasari pertimbangan model, yaitu:

1. Perilaku moral adalah penguatan (penguatan diri).

2. Pendidikan moral harus diarahkan pada kepribadian secara keseluruhan


(kepribadian total).

3. Siswa menghargai orang dewasa yang menjadikan dirinya sebagai


"panutan" (pertimbangan)

4. Siswa terbuka untuk belajar, tetapi membenci otoritarianisme, dominasi,


perbudakan.

5. Seorang remaja berangsur-angsur berkembang menuju kedewasaan dalam


hubungan sosial (kemampuan untuk merawat dan membantu orang lain).

Atas dasar asumsi di atas, guru harus menjadi model dalam kelas memperlakukan
setiap siswa dengan hormat, jauh dari sikap otoriter. Guru perlu mempromosikan
persatuan, saling percaya, saling menghormati, dan sebagainya.

Prianggita (2016) in Armadani (2017 : 1586) argued that prior to the


application of the learning model consideration in the learning process is applied,
there are some things that need to be prepared, including:

19
1. Provide information to students about learning model implementation plan
and the establishment of rational considerations. In this information needs
to be explained what the purpose and intended use of this affective learning
model so that all understand why the learning model and the establishment
of rational considerations are important.

2. Determining the time of implementation of the model and the establishment


of rational consideration consistently.

Terjemahan :

Prianggita (2016) di Armadani (2017: 1586) berpendapat bahwa sebelum


penerapan model pembelajaran pertimbangan dalam proses pembelajaran
diterapkan, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, diantaranya:

1. Berikan informasi kepada siswa tentang rencana implementasi model


pembelajaran dan penetapan pertimbangan rasional. Dalam informasi ini
perlu dijelaskan apa tujuan dan tujuan penggunaan model pembelajaran
afektif ini sehingga semua memahami mengapa model pembelajaran dan
pembentukan pertimbangan rasional adalah penting.

2. Menentukan waktu pelaksanaan model dan penetapan pertimbangan


rasional secara konsisten.

According to Armadani (2017 : 1590-1591) Mc. Phail and C. Rogers created


a considerations learning model with the aim to develop the child's personality and
authentic human being creative, so that children become more concerned. This is
consistent with the character education model Lickona (1997), which
comprehensively support consists of several components, including:

a. Teachers as a nanny, a model of moral and moral mentor.

The quality of a teacher with student relationship is the basis of everything


that might be a teacher wants to do in character education. In their relationships
with students, teachers give positive moral influence in three ways complementary.

b. Creating a classroom community that cares

20
How teachers can build respect and consideration as operating in a peer
group norms?. If teachers do not take the initiative to establish a culture of positive
peer and support that they want to teach virtue, culture peers often develops in the
opposite direction.

c. Creating a democratic classroom environment

Create a democratic classroom is to involve students, regularly and in an


appropriate manner; In a joint decision increases their responsibility to make the
classroom a good place to be and learn. Democratic class contributed to the
character because it provides a forum in which any needs or concerns can be
addressed groups. It also provides a self-supporting structure that advises moral best
students by making them responsible for the norms of respect and responsibility.

Terjemahan :

Menurt Armdani (2017 : 1590-1591) Mc. Phail dan C. Rogers menciptakan


model pembelajaran pertimbangan dengan tujuan untuk mengembangkan
kepribadian anak dan manusia otentik yang kreatif, sehingga anak menjadi lebih
peduli. Ini konsisten dengan model pendidikan karakter Lickona (1997), yang
didukung secara komprehensif terdiri dari beberapa komponen, termasuk:

a. Sebuah. Guru sebagai pengasuh, model mentor moral dan moral.

Kualitas seorang guru dengan hubungan siswa adalah dasar dari segala
sesuatu yang mungkin seorang guru ingin lakukan dalam pendidikan karakter.
Dalam hubungan mereka dengan siswa, guru memberi pengaruh moral positif
dalam tiga cara yang saling melengkapi.

b. Menciptakan komunitas kelas yang peduli

Bagaimana guru dapat membangun rasa hormat dan pertimbangan


sebagai operasi dalam norma kelompok teman sebaya ?. Jika guru tidak mengambil
inisiatif untuk membangun budaya teman dan dukungan positif yang ingin mereka
ajarkan kebajikan, rekan budaya sering berkembang ke arah yang berlawanan.

c. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis

21
Membuat ruang kelas yang demokratis adalah melibatkan siswa, secara
teratur dan dengan cara yang tepat; Dalam keputusan bersama meningkatkan
tanggung jawab mereka untuk menjadikan ruang kelas tempat yang baik untuk
menjadi dan belajar. Kelas demokratis berkontribusi pada karakter karena
menyediakan sebuah forum di mana setiap kebutuhan atau masalah dapat diatasi
kelompok. Ini juga menyediakan struktur mandiri yang menasihati siswa terbaik
moral dengan membuat mereka bertanggung jawab atas norma-norma rasa hormat
dan tanggung jawab.

2.2.3 Tujuan Model Konsiderasi

Berdasarka pada penejlasan tentang pengertian model konsiderasi di atas di


tarik kesimpulan bahwa tujuan dari model konsiderasi ini adalah :

1. Untuk menumbuhkan rasa Perduli antar sesama siswa

2. Dapat bekerja sama dengan teman dan Menciptakan hubungan yang harmonis

3. Membentuk kepribadian siswa dan mengembangkan kemampuan siswa dalam


memecahkan masalah.

2.2.4 Fungsi Model Konsiderasi

Model konsiderasi adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan


moralitas, yaitu hidup bersama dalam sebuah keharmonisan dengan sesama
masyarakat. Model ini dicetuskan oleh seorang hummanis bernama Paul, Mc
Phails, dengan tujuannya yaitu agar peserta didik menjadi manusia yang memiliki
kepedulian terhadap orang lain. Oleh karena itu model konsiderasi sangat
diperlukan dalam pendidikan, selain itu fungsi dari model pembelajaran konsiderasi
adalah:

1) Meningkatkan keterampilan sosial peserta didik

22
Menurut Yulida, dkk (2017) dalam jurnalnya, Penulis menyadari bahwa
pentingnya sebuah keterampilan sosial bagi individu, termasuk anak dengan
hambatan emosi dan prilaku, terlebih melihat fakta rendahnya keterampilan sosial
anak dengan hambatan emosi dan prilaku. Selain itu diduga metode pembelajaran
konvensional yang selama ini digunakan, ceramah ataupun sebatas pemberian tugas
belum tepat dalam melatih meningkatkan keterampilan sosial anak dengan
hambatan emosi dan prilaku. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hallahan:

“Children and youths with emotional or behavioral disorders aren’t typically good
at making friends”.

Terjemah:

“ Anak dengan hambatan emosi dan prilaku mengalami kesulitan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain”

Oleh karena itu pengaruh model konsiderasi ini dapat menjadi salah satu
solusi dalam meningkatkan keterampilan sosial anak dengan hambatan emosi dan
prilaku (Yulida, 2017: 15-16).

2) Menanamkan sikap toleransi

Menurut hasil penelitian Agustiningsih (2017), modifikasi langkah model


pembelajaran konsiderasi mampu memberikan pengaruh lebih baik terhadap
peningkatan nilai karakter kepedulian sosial pada mahasiswa, dibanding model
pembelajaran tradisional. Sudah banyak ditemukan dikehidupan sehari-hari yaitu
siswa sering mengolok-olok temannya sehingga menimbulkan perkelahian antar
siswa tersebut, hal ini dikarenakan kurangnya sikap toleransi antar siswa tersebut.
Berbagai permasalahan yang terjadi mungkin karena guru dalam mengajar atau
menyampaikan materi pembelajaran lebih menekankan pada sisi pengetahuan
(knowledge) siswa tanpa diimbangi bagaimana implementasinya di masyarakat.

Dengan demikian sangat diperlukan model pembelajaran yang mampu


merangsang dan memotivasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga
materi yang diajarkan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan peserta didik sebagai
bentuk perubahan sikap dan perilaku siswa. Penanaman sikap toleransi bisa

23
dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran afektif atau model
pembelajaran berbasis karakter atau juga disebut dengan model pembelajaran
konsiderasi. Menurut Suryani dan Leo Agung (2012: 122), “Model pembelajaran
afektif merupakan sebuah strategi atau model yang bukan hanya bertujuan untuk
mencapai pendidikan kognitif saja, melainkan juga sikap dan ketrampilan afektif”
(Agustiningsih, 2017:127-128).

Pembelajaran Konsiderasi yang dikembangkan menganggap bahwa


pembentukan moral tidak sama dengan dengan pengem-bangan kognitif yang
rasional. Pembelajaran moral adalah pembentukan kepribadian bukan
pengembangan intelektual. Oleh sebab itu model konsiderasi menekankan pada
pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian, agar peserta didik menjadi
manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan yang
fundamental pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain,
saling memberi dan menerima dengan penuh cinta dan kasih sayang. Model
konsiderasi berasumsi bahwa perilaku moral bersifat “self reinforcing”, artinya
memperlakukan orang lain dengan penuh perhatian itu pada dasarnya
menyenangkan dan bermanfaat. Kebutuhan yang fundamental pada manusia ialah
bergaul secara harmonis dengan sesama manusia, saling memberi dan menerima
cinta kasih, “to love and to be loved”. Penggunaan model pembelajaran
konsiderasi, yang lebih mengutamakan kepedulian terhadap orang lain
mengindahkan perasaan orang lain dan mengutamakan empati (Soenarko, 2015:
36).

3) Meningkatkan pola pikir yang positif

Karakter adalah sikap pribadi orang yang stabil seperti hasil dari proses
integrasi dan pernyataan tindakan. Karakter juga bisa diartikan sebagai kepribadian
yang datang dari internalisasi berbagai keutamaan dan digunakan sebagai dasar
untuk berpikir, dan bertindak. Karakter yang baik termasuk pengetahuan tentang
kebaikan yang akan membawa komitmen (niat) kebaikan, hingga akhirnya berbuat
baik. Pola pikir positif juga akan membawa kepada komitmen yang baik dan
pembuatan yang baik pula. Menurut Armadani (2015) dalam jurnalnya:

24
Positive thinking is a way of thinking that is more emphasis on things that
are positive, both to oneself, others and the situation at hand. Individuals who think
positively are individuals who have hope and positive ideals, understand and be able
to utilize the advantages and disadvantages that are owned and positively assess all
the problems. The individual will direct his thoughts to positive things; will talk
about success than failure, love instead of hatred, happiness rather than sadness,
confidence rather than fear, satisfaction than disappointment that the individual will
be positive in dealing with problems. Researchers assume that the Instructional
Technology students explore learning model consideration. The consideration
model was developed by Mc. Paul. Paul assumes that the moral formation is not the
same as the development of rational cognition. Moral learning student thinks is not
the intellectual development of personality formation (Armadani, 2015: 1585).

Terjemahan:

Berpikir positif adalah cara berpikir yang lebih menekankan pada hal - hal yang
positif, baik untuk diri sendiri, orang lain dan situasi di tangan. Individu yang
berpikir secara positif adalah individu yang memiliki harapan dan cita-cita positif,
memahami dan dapat memanfaatkan kelebihan dan kerugian yang dimiliki dan
menilai positif semua masalah. Individu akan mengarahkan pikirannya ke positif
sesuatu; akan berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta bukannya
kebencian, kebahagiaan daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan,
kepuasan daripada kekecewaan yang dimiliki individu bersikap positif dalam
menangani masalah. Penelitian ini berasumsi pada siswa Teknologi Instruksional
yang menggunakan model pembelajaran konsiderasi. Model pembelajaran
konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paulus. Paulus berasumsi pada pembentukan
moral tidak sama dengan perkembangan rasional. Pembentukan karakter berpikir
siswa bukanlah pembentukan kepribadian berdasarkan intelektual (Armadani,
2015: 1585).

2.2.5 Sintaks Model Konsiderasi

25
Menurut Trianto (2010 : 53) dalam Darmadi (2017 : 42-43)fungsi model
pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru
dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih oleh model ini sangat
dipengaruhi oleh materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang
akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di
samping itu pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks)
yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingn guru. Antara sintaks yang satu
dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini di
ataranya adalah pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan
berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.

Manusia seringkali bersifat egoistik, lebih memperhatikan dan


mementingkan dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi ini, siswa
didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain. Sehingga mereka
dapat bergaul, berkerjasama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

Menurut Asriati (2012: 115) langkah-langkah model konsiderasai, yaitu:

1. Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi


2. Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan
dan kepentingan orang lain.
3. Siswa menuliskan responnya masing-masing
4. Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya
5. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya
6. Hidup untuk kepentigan orang lain
7. Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat
mewujudkan diri kita sepenuhnya.

Menurut Sanjaya dalam Soenarko (2015: 37), yang menegaskan


implementasi model konsiderasi, guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran
seperti dibawah ini, yaitu:

26
1. Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
2. Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan tersirat dalam
permasalahan tersebut
3. Menyuruh siswa untuk melukiskan tanggapannya terhadap permasalahan
yang dihadapi
4. Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain
5. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat dan konsekuensi dari setiap
tindakan
6. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut
pandang
7. Mendorong siswa bertindak sesuai dengan pilihannya

Menurut Somad dalam Soenarko (2015: 38) langkah-langkah pembelajaran


konsiderasi, yaitu:

1. Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi


2. Meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang
tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang
lain
3. Siswa menuliskan responsnya masing-masing
4. Siswa menganalisis respons siswa lain
5. Mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya
6. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

2.2.6 Kelebihan dan Kelemahan model Konsiderasi

Menurut Khadir (2015 : 147-148) hampir sama dengan kelebihan dan


kelemahan pembelajaranafektif atau sikap, yaitu :

1. Kelebihan
a. Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta
peradaban Bangsa yang bermatabat.

27
b. Mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai dan sikap.
c. Menjadi sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
d. Peserta didik akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak
baik, mana yang halal dan yang tidak halal.
e. Peserta didik akan mengetahui hal yang berguna atau berharga (sikap
positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
f. Dengan pelaksanaannya strategi pembelajaran sikapakan memperkuat
karakter bangsa indonesia, apalagi apabila diterapkan pada anak sejak dini.
g. Dengan pelaksanaan pembelajaran sikap peserta didik dapat berperilaku
sesuai dengan pandangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan
dengan norma- norma yang berlaku.

2. Kelemahan

a. Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan


intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada
menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral.
b. Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
c. Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera,
karena perubahan sikap dilihat dalam rentang waktu yang cukup lama.
d. Pengaruh kemampuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang
menyuguhkan aneka pilihan program acara yang berdampak pada
pembentukan karakter anak.

28
2.2 Kajian Kritis

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang


digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Model pembelajaran adalah
pola interaksi peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran yang
ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tetapi menyangkut
tahapan-tahapan , prinsip-prinsip reaksi gutu dengan peserta didik, serta penunjang
yang disyaratkan.

2.2.2 Model Konsiderasi

Model Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul


menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi
yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan
kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersidat egoistis,
lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri.
Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan
orang lian, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan
sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang
dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang
memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul,
bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa
yang dirasakan orang lain.

2.2.3 Tujuan Model Konsiderasi

Berdasarka pada penejlasan tentang pengertian model konsiderasi di atas di


tarik kesimpulan bahwa tujuan dari model konsiderasi ini adalah :

1. Untuk menumbuhkan rasa Perduli antar sesama siswa.

29
2. Dapat bekerja sama dengan teman dan Menciptakan hubungan yang harmonis.

3. Membentuk kepribadian siswa dan mengembangkan kemampuan siswa dalam


memecahkan masalah.

2.2.4 Fungsi Model Konsiderasi

1. Meningkatkan keterampilan peserta didik.


2. Menanamkan sikap toleransi.
3. Meningkatkan pola pikir yang positif.

2.2.5 Sintaks Model Konsiderasi

Langkah-langkah atau sintaks model konsiderasai, yaitu:

1. Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi


2. Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan,
kebutuhan dan kepentingan orang lain.
3. Siswa menuliskan responnya masing-masing
4. Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya
5. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya
6. Hidup untuk kepentigan orang lain
7. Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat
mewujudkan diri kita sepenuhnya.

2.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Konsiderasi

Model Konsiderasi lebih bertekan pada ranah afektif sehingga


ditakutkanranah kognitif tidak terlalu dipentingkan, selain itu pengukuran hasil
pada belajar model konsiderasi untuk ,engukur nilai afektif sisw terbilang sulit,
harus dengan observasi dan bersifat objektif. Kelebihannya yaitu sangat baik untuk
membentuk sikap siswa, misalnya agar lebih bisa bertoleransi terhadap teman dan
sesamanya.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang


digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
Model tersebut merupkan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dan tujuan pembelajaran yang di harapkan. Salah satu model
pembelajaran adalah model Konsiderasi. model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa
menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka
dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Langkah-langkah atau sintaks model konsiderasai, yaitu:

1. Menghadapi siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi

2. Meminta siswa menganalisis situasi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan


kepentingan orang lain.

3. Siswa menuliskan responnya masing-masing.

4. Mengajak siswa melilhat konsekuensi dari tiap tindakannya.

5. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya

6. Hidup untuk kepentigan orang lain

7. Hanya dengan memberikan “konsiderasi” kepada orang lain kita dapat


mewujudkan diri kita sepenuhnya.

3.2 Saran

Penggunaan Model Konsiderasi memang baik untuk dilakukan, terutama


untuk membentuk sikap dan karakter dari peserta didik. Namun selain aspek afektif

31
yang diperhatikan, dalam menggunakan model ini juga harus memperhatikan aspek
kognitif yang diperoleh peserta didik setelah pembelajarn. Dalam
pengimplementasiannya, model konsiderasi boleh digunakan bersama model
lainnya yang bisa mendukung pembelajaran, agar peserta didik tidak hanya
mendapat hasil dalam ranah afektif tetapi juga dalam ranah kognitif dan sebaliknya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsi, Martha Yuliana. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Konsiderasi


terhadap Sikap Toleransi Siswa pada Kompetensi Dasar Menghargai
Keberagaman Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan dalam Bingkai
Bhineka Tunggal Ika. Vol. 2, No.2.

Andayani. 2015. Problema Dan Aksioma Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa


Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

Armadani, Lina, et al. 2017. Consideration Learning Model in Character


Education. Vol.6 Issue 7.

Asnah (2016). Strategi Reflektif Dan Transinternal Sebagai Upaya Menumbuhkan


Penghayatan Siswa Dalam Pembelajaran. Vol.2, No.2.

Asriati, N. 2012. Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan


Lokal Melalui Pembelajaran Di Sekolah. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan
Humaniora. Pontianak: Univrsitas Tanjungpura. Vol. 3 (2).

Baker, Micheal, et al. 2013. Affective Learning Together. London : Routledge.

Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika


Belajar Siswa. Yogyakarta : Deepublish.

Fauzi, Ahmad. 2016. Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Taksonomi


Pendidikan Agama. ISSN 2339-2215.

Jagger, Suzy. 2014. Affective Learning and Classroom Debate. Education and
Teaching International.

Kadir, Fatimah. 2015. Strategi Pembelajaran Afektif untuk Investasi Pendidikan


Masa Depan Anak. Vol.8, No.2.

Khosim, Noer. 2017. Model-Model Pembelajaran. Suryamedia.

Lefudin. 2017. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Deepublish.

33
Osler, James Edward. 2013. The Psylogical Effecacy Of Education as A science
Trough Personal, Professional, and Contextual Inquiry Of The Affective
Learning Domain .Vol.6, No.4.
Parr, Judi M., dan and Helen S. Timperley. 2008. Teachers, Schools and Using
Evidence : Considerations of Preparedness. Vol. 15, No. 1.

Prabhakaram. 2006. Concept Attainment Model in Mathematics Teaching. Delhi :


Arora Offser Press.

Prianggita, Veny Agustini. 2016. Penerapan Model Konsiderasi dan Pembentukan


Rasional dalam Pembelajaran. Vol.2, No.1.

Putranta, Himawan. 2018. Model Pembelajaran Kelompok Sistem Perilaku :


Behavior System Group Learning Model.

Shidduqui,Majibul Hassan, and Mohd. Sharif Khan. 2007. Model Of Teaching


Teory and Research. Delhi : Balaji Offset.
Spaniol, Marc. 2009. Advance in Web Besade Learning – ICWL 2009. Berlin :
Springer.

Soenarko, mujiwati. 2015. Peningkatan Nilai Kepedulian Sosial Melalui


Modifikasi Model Pembelajaran Konsiderasi Pada Mahasiswa Tingkat I
Program Studi PGSD FKIP Universitar Nusantara PGRI Kediri. ISSN:
2355-7621.
Viswanath. 2006. Model Of Teahing in Enviromental Education. Delhi : Arora
Offset Press.

Yulhendri, dan Rita syofyan. 2016. Pendidikan Ekonomi untuk Sekolah Menengah.
Jakarta : Kencana.
Yulida, dkk. 2017. Model Konsiderasi Untuk Melatih Keterampilan Sosial Anak
Dengan Hambatan Emosi Dan Prilaku. Departemen Pendidikan Khusus:
Unuversitas Pendidikan Indonesia. Vol. 18 (2).

34

Anda mungkin juga menyukai