Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah


A. Manajemen Sekolah
Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti
sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik dan komperhensif
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan
dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenan dengan pengelolaan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan
jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Manajemen berbasis
sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-
guru serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsi-
fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses
yang berkesinambungan. Manajemen sekolah secara langsung akan
mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan
belajar, waktu mengajar dan proses pembelajaran. Dengan demikian upaya
pendekatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen
sekolah, disamping peningkatan kualitas guru dan pengembangan sumber belajar.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu
sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh
pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan
tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam
prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi dalam bentuk kontinum; dengan
pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
(lokal). Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan Indonesia,
sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan uuspn 1989 bahwa pendidikan nasional
diatur secara pusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan
pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup
beralasan karena masing-masing menpunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi
negatif, penegelolaan pendidikan tersebut mamadukan sisten sentralisasi dan
desentralisasi.
Sistem pengaturan yang sentralistik ditunjukan untuk manajemen yang integritas,
kesatuan dan persatuan bangsa. Tilaar (19991:22) mengemukakan bahawa
pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
mengembangkan kehidupan dan kohesinasional karena peserta didiknya adalah
kelompok umur yang secara pedagogik sangat peka terhadap pembentukan
kepribadian. Dalam jenjang inilah dapat diletakan dasar-dasar yang kokoh bagi
ketahanan nasional, apresiasi kebudayaan nasional dan daerah, serta nilai-nilai
petriotisme dan cinta tanah air sebagai negara kesatuan. Dalam pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, pendekatan sentralistik masih diperlukan terutama
untuk menentukan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar
dapat dicapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan di seluruh tanah air.
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti sebagai
pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada
di daerah baik tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat
untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.
Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi memang dapat melemahkan
tumbuhnya perasaan nasional yang sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahan
yang berlebihan, serta akan menjurus pada isolasi dan pertentangan. Namun,
dengan pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan pancasila sebagai satu-
satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan
ditekan seminimal mungkin.
Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan yang lebih
besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan sesuai
dengan potensi dan kebutuhan daerahnya; perubahan kelembagaan untuk
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas dalam
pelaksanaan dan perencanaan pada unit-unit kerja di daerah; kepegawaian yang
menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang
menekankan pada profesionalisme; serta perubahan-perubahan
anggaranpembangunan pendidikan (DIP) yang dikelola langsung dari BKPN
(Bappenas) ke kabupaten dalam bentuk blok ground sehingga menghilangkan
ketakutan dan pengotaan dalanm penanganan anggaran (BPPN dan Bank Dunia,
1999).
Pelaksanaan desentralisasi dalam pengelolaan sekolah memerlukan kesiapan
berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya ada empat hal yang harus
dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi berhasil, yaitu (1) peraturan
perundang-undangan yang mengatur desentralisasi pendidikan dari tingkat
daerah, provinsi sampai tingkat kelembagaan; (2)pembinaan kemampuan daerah,
(3)pembentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun
perencanaan pendidikan, dan (4) perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat
setempat untukmenerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi
pelaksanaan desentralisasi tersebut.
MBS memerlukan upaya-upaya penyatupaduan atau penyelarasan sehingga
pelaksanaan pengaturan berbagai kompenen sekolah tidak tumpang tindih,
berbenturan, saling lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
B. Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah manajemen berbasi sekolah merupakan terjemahan dari school-based
management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya
sesuai dengan perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami,
membantu, don mengontrol pengelolaan pendidikan. Pada sistem MBS, sekolah
dituntut secara mandiri, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan,
dan mempertanggungjawabkan sumber-sumber, baik pada masyarakat maupun
pemerintah.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai bagi para peserta didik. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah
merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tingkat
serta memberikan beberapa keuntungan berikut.
1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada
peserta didik, orang tua dan guru;
2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil
belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim
sekolah.;
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan
guru, manajemen sekolah, rencana ulang sekolah, dan perubahan
perencanaan (Fatlah, 2000).

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus


meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia
akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman MBS dari negara lain,
kemudian dimodifikasi, merumuskan, dan menyusun model dengan
mempertimbangkan berbagai kondisi setempat, seperti sejarah, geografi, struktur
masyarakat dan pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan yang telah
dan berlangsung selama ini.
1. Tujuan MBS
Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS) merupakan salah satu cara pemerintah
untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam ilmu teknologi, yang
dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan
dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.
2. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS
sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan
kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Dengan
diberikannya kesempatan pada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru
didorong untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di
lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme
guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.melalui
penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan
setempat meningkat dan menjalin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan
peserta didik dan masyarakat sekolah. MBS menekankan keterlibatan maksimal
berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin
partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luar dalam
perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. kesempatan partisipasi
tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka pada sekolah. Selanjutnya,
aspek-aspek tersebut pada akhirnya dapat mendukung efektifitas dalam
pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari
pemerintah, pengelolaan sekolah akan lebih akuntabel, transparan, egaliter, dan
demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan.
untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada berbagai level
untk melakukan kewenangan dan tanggung jawab.
3. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan
BPPN bekerja sama dengan Bang Dunia (1999, telah mengkaji beberapa faktor
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manjemen berbasis sekolah.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan
prioritas pemerintah, peranan orang tua dan masyarakat, peranan
profesionalisme dan manajerial, serta pengembangan profesi.
a. Kewajiban Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleeluasaan pengelolaan
sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah,
guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu,
pelaksanaan perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoing dan
tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk
menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai
kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan
masyarakat sekolah. Dengan demikian sekolah dituntut mampu menampilkan
pengelolaan sumber daya secara transparan, demkratis, tanpa monopoli, dan
bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam
rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
b. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi perioritas nasional terutama
yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy
dan numericy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. dalam hal-hal
terebut, sekolah tidak diperbolehkan berjalan sendiri dengan mengabaikan
kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara
demokratis.
c. Peranan Orang Tua dan Masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas utuk
membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memperdayakan
otoritas daerah setepat, serta mengefisienkan sitem dan menghilangkan
birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut diperlukan
partisipasi masyarakat, dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam
manajemen berbasis sekolah. Melalui dewan sekolah (school council), orang
tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai
keputusan. Dengan demikian, masyarakatakan lebih memahami , serta
mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk kegiatan
belajar-mengajar.
d. Peranan Profesional dan Manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku
kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dalam mengoprasikan sekolah.
Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat
profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS,
kepala sekolah, guru, dan tenaga adminitrasi harus memiliki kedua sifat
tersebut, yaitu profesional dan manajerial. Mereka harus memiliki
pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan
untuk menjamin segala keputusan penting yang dibuat oleh sekolah ,
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan. kepala sekolah
khususnya, perlu mempelajari dengan teliti, baik kebijakan dan prioritas
pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut
kepala sekolah harus:
1) Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat
sekitar sekolah.
2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan
dan pembelajaran.
3) Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis situasi
sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan
kejadian di masa depan berdasarkan situasi sekarang.
4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan yang berkaitan dengan efektivitas pendidikan di sekolah.
5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai
peluang, sertamengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
e. Pengembangan Profesi
Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga
kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang di
perlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat
mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya
pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan
bagi tenaga kependidikan untuk MBS.

4. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah


Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, mengelola
sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Lebih
lanjut BPPN dan Bank Dunia (1999), mengutip dari focus on school: The future
Organisation of Education Services for Students, Departement of Education,
Australia (1990), mengemukakan ciri-ciri MBS dalam bagan berikut.
Organisasi Proses Belajar Sumber Daya Sumber Daya
Sekolah Mengajar Manusia Admistrasi

Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan Mengidentifikasi


Manajemen kualittas belajar staf dan dana yang
organisasi siswa menempatkan diperlukan dan
kepemimpinan personel yang mengalokasikan
transformasion dapat melayani dana tersebut
al dalam semua keperluan sesuai dengan
mencapai siswa kebutuhan
tujuan sekolah
Menyusun Mengembangkan Memilih stas Mengelola dana
rencana sekolah kurikulum yang yang memiliki seklah
dan cocok dan wawasan
merumuskan tanggap terhadap manajemen
kebijakan untuk kebutuhan siswa berbasis sekolah
sekolahnya dan masyarakat
sendiri sekolah
Mengelola Menyelenggaraka Menyediakan Menyediakan
kegiatan n pengajaran kegiatan untuk dukungan
sekolah yang efektif pengembangan administratif
profesi dan
semua staf
Menjamin Menyediakan Menjamin Mengelola dan
adanya progam kesejahteraan memelihara
komunikasi pengembangan staf dan siswa gedung dan
yang efektif yang diperlukan sarana lainnya
antara siswa
sekolah dan
masyarakat
terkait
(school
community)
Menjamin akan Progam Kesejahteraan Memelihara
terpeliharanya pengembangan staf dan siswa gedung dan
sekolah yang yang diperlukan sarana lainnya
bertanggung siswa
jawab
(akuntabel
terhadap
masyarakat dan
pemerintah)

C. MBS Sebagai Proses Pemberdayaan


Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat
masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang
seimbang dengan kaum lain yangselama ini telah lebih mapan kehidupannya.
Pemberdayaan telah merambah ke berbagai bidang dan aspek kehidupan
manusia, termasuk pendidikan, antara lain dikeluarkannnya kebijakan MBS
sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. manajemen berbasis sekolah
merupakan pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan
kemandirian sekolah. Kindervatter (1979) memberikan batasan pemberdayaan
sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk mengikatkan kedudukannya di
masyarakat. Peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut.
1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber
sumber daya dan sumber dana;
2. Daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya;
3. Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap berbagai pilihan;
4. Status, meningkatkan citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang
positif atas identitas budayanya;
5. Kemampuan refleksi kritis, mnggunakan pengalaman untuk mengukur potensi
keunggulanya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan
masalah;
6. Legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang
membenarkan terhadap alasan-alasan rasional atau kebutuhan-kebutuhan
masyarakat;
7. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan
untuk orang lain; dan
8. Presepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positifdan inovatif terhadap
hubungan dirinya dengan lingkungannya.

Kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil dan proses


pemberdayaan. Dengan kata lain, pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada diri
khalayak sasaran dapat diamati atau dapat menunjukan keadaan permukaan atau
inikator sebagaimana tersebut diatas.
Cook dan Macaulay (1997) memberikan devinisi pemberdayaan sebagai alat
penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran perbuatan
keputusan dan tanggung jawab. Dengan demikian, akan mendorong keterlibatan
para pegawai dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab. Dalam dunia
pendidikan pemberdayaan ditunjukan kepada para peserta didik, guru, kepala
sekolah, dan pegawai admiistrasi. Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan
untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal,
efektif dan efisien. MBS sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk
membangkitkan kemauan dan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan
mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
peningkatan kesejarteraan. Sedikitnya ada tiga langkah pemberdayaan, dalam
kaitannya dengan MBS, Yaitu, (1) menyusun kelompok guru sebagai penerima
awal atas rencana pendidikan awal ; (2) mengidentifikasi dan membangun
kelompok peserta didik di sekolah; (3) memilih dan melatih guru dan tokoh
masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah;
Untuk dapat memahami dan menerapkan MBS sebagai proses peberdayaan
terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, sebagai yang dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan
masyarakat untuk memegang kontrol (atas diri dan lingkungannya); dari
konsepsi itu perlu dilakukan upaya yang memperhatikan prinsip-prinsip,
(a) melakukan pembangunan yang bersifat lokal; (b) mengutamakan dan
merupakan aksi sosial; (c) menggunakan pendekatan organisasi
kemasyarakatan setempat.
2. Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja; dari
konsepsi itu perlu dilakukan upaya yang memperhatikan prisip-prinsip; (a)
manajemen yang awakelola oleh guru dan kepala sekolah , (b) kepemilikan
oleh masyarakat (tumbuhnya rasa memiliki pada masyarakat terhadap
program sekolah, (c) pemantauan langsung oleh pemerintah daerah, (d)
tumbuhnya rasa kebersamaan (collectives), (e) bekerja secara kolaborasi
antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan sekolah, baik dari
sekolah, masyarakat, pemerintah lembaga swasta, atau pihak-pihak lain.
3. Menggunakan pendekatan partisipatif dari konsepsi tersebut beberapa
prinsip yang perlu di aktualisasikan adalah; (a) merumuskan tujuan
bersama antara sekolah dan masyarakat, (b) menyikapi peluncuran
program MBS sebagai sebuah proses dialog, (c) melakukan pembangunan
sendiri.
4. Pendidikan untuk keadilan, dari konsepsi itu, beberapa prinsip yang perlu
diimplementasikan adalah; (a) mengembangkan kesadaran kritis, (b)
menggunakan metode diskusi dalam kelompok kecil, (c) manggunakan
stimulus berupa masalah-masalah, (d) menggunakan sarana seperti
permainan sebagai alat untuk membantu masyarakat melihat kembali dan
membuat refleksi tentangrealitas yang dihadapi, (f) mengutamakan
menyelesaikan konflik secara menang-mengangan (win-win sollution) ,(g)
menjalin hubungan antara manusia yang bersifat non-hierarkis, termasuk
melalui dialog dan pembagian kepemimpinan, dan, (h)menggunakan
fasilitator yang komit terhadap pembebasan

Keempat hal tersebut merupakan ciri proses pemberdayaan, yang meliputi


(a)community organization; (b) self/management and collaboration; (c)
participatory approaches; dan (d) education of justive. Ciri-ciri inilah yang
menjadi tahapan dasar dalam MBS. Berikut rincian ungkapan karakteristik
pemberdayaan Kindervatter (1979)yang disebutkannya dalam bahasa orang
awam (commonolities).
1. Penyusunan kelompok kecil; pemberdayaan menekankan aktivitas dalam
kelompok kecil yang mandiri. Kelompok-kelompok yang tumbuh secara
alamiah barangkali akan menguat atau terbentuk dengan basis inters-inters
masyarakat. Koalisi juga perlu dibentuk di antar para anggota kelompok.
2. Pengalihan tanggung jawab; dalam manajemen berbasi sekolah terjadi
pengalihan dari pemerintah kepada sekolah untuk memberdayakan diri dan
lingkungannya. Dalam tahap-tahap awal kegiatan, masyarakat barangkali
agak malas atau enggan untuk terlibat. Namun, pengalaman yang positif
akan menanggulangi kemalasan tersebut.
3. Pimpinan oleh para partisipan; dengan latihan mengontrol atau mengambil
keputusan dalam tingkat yang tinggi (akan) mendorong semua aspek
aktivitas organisasi. Kepemimpinan dan pemimpin akan muncul secara
alamiah atau dengan dipilih oleh masyarakat sendiri.
4. Guru sebagai fasilitator; guru sebagai fasilitator merupakan pembimbing
proses, orang sumber, orang yang menunjukkan dan mengenalkan kepada
peserta didik tentang masalah-masalah yang dihadapi. Komitmen guru dan
kepala sekolah sebagai fasilitator adalah terhadap keberhasilan tujuan
pemberdayaan dan melaksanakan peran besarnya sebagai pendukung
masyarakat agar bisa bekerja secara mandiri.
5. Proses bersifat demokratis dan hubungan kerja yang luwes; segala sesuatu
dalam manajemen berbasis sekolah dirundingkan bersama dalam
kedudukan yang sederajat dan diputuskan melalui pemungutan suara atau
musyawarah (konsensus). Peranan dan tanggung jawab dibagi merata.
Dalam beberapa kasus, partisipan tidak tahu bagaimana bertingkah laku
secara kooperatif dan demokratis. Namun hal itu akan diperolehnya
melalui belajar.
6. Merupakan integrasi antara refleksi dan aksi; pengalaman dan masalah-
masalah yang dimiliki para partisipan akan menghasilkan fokus. Analisis
terhadap aksi dan reaksi secara bersama mendorong ke arah perubahan
yang melibatkan setiap orang pada berbagai resiko pemecahan masalah,
perencanaan, pengembangan ketrampilan, dan pertentangan.
7. Metode yang mendorong kepercayaan diri; metode yang digunakan
bersifat meningkatkan keterlibatan aktif, dialog, dan aktivitas kelompok
secara mandiri.
8. Meningkatkan derajat kemandirian social, ekonomi, dan politik, sebagai
hasil proses pemberdayaan kedudukan partisipan dalam masyarakat
meningkat dalam hal-hal khusus tertentu.

2.2 Manajemen Komponen-Komponen Sekolah

A. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran


Agar proses belajar-mengajar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,
serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen program
pengajaran. Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh
kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.
Manajer sekolah diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan
kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam
pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer
hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus
menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta
didik dan kebutuhan lingkungan.

B. Manajemen Tenaga Kependidikan


Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan
bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien
untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang
menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus
dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan
memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai
posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga
kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan
pegawai, (2) pengadaan, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi
dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian
pegawai. Tugas kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga
kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan
tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan
pegawai) secara pribadi. Karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan
instrumen pengelolaan tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut
kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan, dan kondite pegawai
untuk membantu kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya

C. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya
peserta didik tersebut dari suatu sekolah.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang
kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Berdasarkan tiga tugas utama
tersebut Sutisna (1958) menjabarkan betanggung jawab kepala sekolah dalam
mengelola bidang kesiswaan berkaitan dengan hal-hal berikut:
1. Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
itu;
2. penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukkan murid ke kelas dan
program studi;
3. evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
4. program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran,
perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
5. pengendalian disiplin murid;
6. program bimbingan dan penyuluhan;
7. program kesehatan dan keamanan;
8. penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.

D. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan


Komponen keuangan dan pembiayaan pada sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-
mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain setiap
kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun
tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-
baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka
MBS, yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan
memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan masing-masing
sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah
keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis seperti sekarang ini.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat
dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah, baik pemerintah pusat,
daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan
diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta didik; (3)
masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan
keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan,
Tugas manajemen keuangan dapat dibagi tiga fase, yaitu financial planning;
implementation; and evaluation. Jones (1985) mengemukakan perencanaan
finansial yang disebut budgeting, merupakan kegiatan mengkoordinasi semua
sumber daya yang tanpa tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara
sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan.
Implementation involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan
berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika
diperlukan. Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian
sasaran. Komponen utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran;
(2) prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan, dan prosedur
pendistribusian; 4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan. Dalam
pelaksanaannya, manajemen keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara
fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang
diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat
yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau
surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibakan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi
fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan
melaksnakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan
ke dalam. Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan,
juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
E. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung
dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media
pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas
yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi
jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman
sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan
olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. Manajemen sarana
dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada
jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan
penghapusan serta penataan.

F. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (1)
memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak; (2) memperkokoh
tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3)
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah
dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang
harmonis antara sekolah masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan
dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik
program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan
dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah
yang bersangkutan.

G. Manajemen Layanan Khusus


Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan
keamananan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan
bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien.
Manajemen layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan keamanan. Sekolah
sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan
proses pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan meningkatkan kesehatan
jasmani dan rohani peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
memiliki kesehatan jasmani dan rohani (UUSPN, bab II pasal 4). Untuk
kepentingan tersebut, di sekolah-sekolah dikembangkan program pendidikan
jasmani kesehatan, menyediakan pelayanan sekolah melalui usaha kesehatan
sekolah (UKS), dan berusaha meningkatkan program pelayanan melalui kerja
sama dengan unit-unit dinas kesehatan setempat.
Di samping itu, sekolah juga perlu memberikan pelayanan keamanan kepada
peserta didik dan para pegawai yang ada di sekolah agar mereka dapat belajar dan
melaksanakan tugas dengan tenang dan nyaman.

2.3 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah


A. Strategi Implementasi MBS
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan
sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar-
mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi. Kondisi-kondisi
tersebut, tampaknya akan menjadi permasalahan yang rumit dan harus
diprioritaskan penanganannya pasca krisis. Oleh karena itu, agar MBS dapat
diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pada pascakrisis di
masa mendatang, perlu adanya pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat
kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.
1. Pengelompokkan sekolah
Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori sekolah, yaitu baik,
sedang, dan kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan.
Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen sekolah
untuk mengimplementasikan MBS berbeda kelompok sekolah dengan kelompok
lainnya. Perencanaan implementasi MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan
mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah. Perencanaan yang merujuk pada
kemampuan sekolah sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman
perlakuan (treatment terhadap sekolah).
2. Pentahapan Implementasi MBS
Penerapan MBS secara menyeluruh sebagai realisasi desentralisasi pendidikan
memerlukan perubahan-perubahan mendasar terhadap aspek-aspek yang
menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, serta
partisipasi masyarakat. Kompleksitas permasalahan pendidikan di Indonesia, yang
juga kecepatan waktu pelaksanaan MBS. Dengan mempertimbangkan
kompleksitas tersebut diyakini akan dapat dilaksanakan paling tidak melalui tiga
tahap yaitu jangka pendek (tahun pertama sampai dengan tahun ketiga), jangka
menengah (tahun keempat sampai tahun keenam), dan jangka panjang (setelah
tahun eenam) jangka pendek prioritaskan pada kegiatan-kegiatan yang tidak
memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-aspek pendidikan. Apabila
masyarakat dan sekolah telah memahami hak dan kewajiban masing-masing.
perubahan-perubahan mendasar tentang aspek-aspek pendidikan dapat dilakukan,
sebagai strategi jangka menengah, dan panjang dalam pelaksanaan MBS.
Mengingat prioritas jangka pendek memerlukan strategi yang segera dapat
ditindaklanjuti, tulisan ini berusaha mengidentifikasi secara rinci kegiatan dan
program yang perlu dipersiapkan. Kegiatan jangka pendek dipilih dengan
mempertimbangkan alasan-alasan berikut.
a. Baik sekolah maupun masyarakat, pada saat ini, diyakini belum mengenal
prinsip-prinsip MBS secara rinci. Oleh karena itu, MBS perlu disosialisasikan
agar mereka memahami hak dan kewajiban masing-masing.
b. Pengalokasian dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama dalam
pelaksanaan otonomi sekolah. Selama ini sekolah memperoleh dana yang
pengalokasiannya melalui birokrasi yang kompleks dan mengikat.
c. Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan memadai,
minimal mengelola dan mengerti MBS. lama ini tenaga yang ada tingkat
sekolah maupun tingkat pengawas, kurang memiliki ketrampilan dalam profesi
mereka. oleh karena itu, perlu adanya pelatihan agar dana yang di secara
langsung sebut mampu dikelola sesuai dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah.
d. Rekomendasi Bank Dunia juga merujuk yaitu kurangnya otonomi kepala
sekolah dalam mengelola keuangan sekolah di satu pihak, dan kurangnya
kemampuan manajemen kepala sekolah di lain pihak. Oleh karena itu, kepala
sekolah perlu menjadi prioritas pertama dalam memperoleh pelatihan
3. Perangkat Implementasi MBS
Perangkat implementasi ini perlu diperkenalkan sejak awal, melalui pelatihan-
pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka pendek. Rencana
sekolah merupakan salah satu perangkat terpenting dalam MBS. Rencana Sekolah
merupakan perencanaan sekolah untuk jangka waktu tertentu, yang disusun
sekolah sendiri bersama dewan sekolah. Adapun yang dikandung rencana tersebut
adalah visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, dan prioritas-prioritas yang akan
dicapai, serta strategi-strategi untuk mencapainya. Dengan membaca rencana
sekolah, seseorang akan memiliki gambaran lengkap tentang suatu sekolah.
Keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah sangat bergantung pada
kemampuan dan kemauan politik pemerintah (political will) sebagai penanggung
jawab pendidikan. kesan di kalangan masyarakat bahwa yang dilakukan adalah
menuju perbaikan dan kemajuan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan dan masyarakat

B. Prospek Gaji Guru dalam Manajemen Berbasis Sekolah


Guru merupakan pemeran utama proses pendidikan yang sangat menentukan
tercapai tidaknya tujuan. Hal ini terasa lagi pada implementasi MBS. Dalam
menjalankan tugasnya, guru memerlukan rasa aman secara psikologis melalui
kepastian karier dan insentif sebagai imbalan atas pekerjaannya. Jaminan ini
harus ada, meskipun negara dalam keadaan krisis. Sehubungan dengan itu dalam
rangka otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, perlu diidentifikasi urusan-
urusan yang harus ditangani oleh pusat dan yang dilimpahkan ke daerah. Hal ini
perlu dilakukan secara bertahap dan seselektif mungkin dengan
mempertimbangkan secara arif kepentingan-kepentingan berikut.
a. Dunia pendidikan secara utuh dan menyeluruh berkenaan dengan
perluasan kesempatan peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi
b. Usaha menjaga Integritas, persatuan dan kesatuan nasional.
c. Keamanan psikologis guru dalam menjalankan tugasnya.
Jalal dan Supriadi (2001) mengidentifikasikan pembagian tugas antara dan
daerah dalam pendidikan secara garis besarnya sebagai berikut. Urusan-urusan
yang harus ditangani pusat a) alokasi jatah guru yang diangkat di setiap daerah
berdasarkan kesediaan formasi secara nasional sesuai dengan anggaran yang
tersedia dengan tetap memperhitungkan kebutuhan daerah; (b) guru yang
bersumber dari RAPBN mengacu kepada system penggajian pegawai negeri
disertai tunjangan profesionalnya; (c) mutasi guru antarprovinsi; (d) pembuatan
rambu-rambu guidelines) yang berisi syarat-syarat minimal tentang kualifikasi
minimal calon guru, sistem rekruitmen, sistem pembinaan mutu, sistem
pengembangan karier, serta penempatan dan mutasi guru antarprovinsi; (e)
evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan standar standar nasional oleh
daerah beserta sanksinya.
Sedangkan urusan-urusan yang dilimpahkan ke daerah, dengan berpedoman
kepada standar nasional yang disusun oleh pusat adalah sebagai berikut.
a. rekruitmen dan seleksi calon guru yang akan diangkat sebagai PNS;
b, peningkatan calon guru untuk memenuhi kebutuhan khusus (guru
kontrak, guru bantu, guru pengganti sementara) yang anggarannya
menjadi beban daerah atau proyek-proyek khusus yang dibiayai oleh
pusat;
c. penempatan dan mutasi guru dalam lingkup daerah yang
d. bersangkutan promosi penilaian kinerja guru dalam rangka kenaikan
pangkat, jabatannya, dan tunjangan atas dasar prestasinya;
e,penetapan jumlah dan pemberian tunjangan daerah sesuai dengan
kemampuan daerah yang bersangkutan (di luar pembinaan mutu
guru/pamong belajar melalui pelatihan/penataran dan wahana-wahana
lainnya
Klasifikasi pembagian tersebut mengisyaratkan bahwa daerah hanya akan
memiliki kewenangan dalam mengelola pendidikan kemampuan daerah untuk
mengambil beban gaji guru dalam APBD masih cukup berat. Untuk
membebankan gaji guru kepada daerah, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. pendapatan asli daerah (PAD);
b, jumlah guru yang ada di daerah tersebut;
c. sumber daya alam apa bisa diandalkan untuk menambah PAD dari dana
perimbangan pusat

2.4 Dana pendidikan dalam konteks manajemen berbasis sekolah

Dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi
dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, yang menuntut kemampuan
sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan. Dalam
penyelenggaraan pendidikan, sumber dana merupakan potensi yang sangat
menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian
pengelolaan pendidikan.
Fungsi dana dalam MBS pada dasarnya untuk menunjang penyediaan sarana
dan prasarana, seperti tanah, bangunan, laborax torium, perpustakaan, media
belajar, operasi pengajaran, pelayanan administratif dan sebagainya. Dana
pendidikan sebenarnya tidak selalu identik dengan uang (red cost), tetapi segala
sesuatu pengorbanan yang diberikan untuk setiap aktivitas dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggara pendidikan.
A. Klasifikasi Dana Pendidikan

Pemikiran tentang dana pendidikan, paling tidak dapat difokuskan pada


dana langsung, dana tak langsung, sumber-sumber dana pendidikan, kriteria
kesejahteraan sosial maksimum, kriteria keputusan, dan beberapa masalah
dalam analisis keuntungan-biaya. Analisis tehadap dana langsung, dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi perbelanjaan untuk penyelenggaraan
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi; rata-rata anggaran pendidikan untuk
tiap peserta didik; serta biaya sarana-sarana pendukung (transportasi, buku-
buku, uang saku, dan sebagainya). Dana tak langsung sering juga dipandang
sebagai biaya pendidikan yang tidak dapat dilihat secara nyata (hidden costs),
yang dapat dibedakan menjadi (1) biaya yang seolah-olah hilang karena siswa
bersekolah, dibandingkan sendainya bekexja untuk mendapatkan pemasukan
(uang), (2) nilai pengecualian pajak seperti yang umumnya dikenakan pada
lembaga-lembaga non-profit (tidak terkecuali lembaga pendidikan); dan (3)
imputed costs depresi dan bunga (dalam hubungannya dengan biaya-biaya
gedung dan perlengkapan pndidikan sekolah). Dalam kaitannya dengan dana
pendidikan, Thomas (1985) mengungkapkan adanya dana langsung dan tidak
langsung, serta dana masyarakat dan dana pribadi.
1. Dana Langsung dan Tidak Langsung
Dana langsung ialah dana yang langsung digunakan untuk operasional
sekolah dan langsung dikeluarkan untuk kepentingan pelaksanaan proses
belajar-mengajar terdiri atas pembangunan dan dana rutin. Dana tidak
langaung ialah dana berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk kesempatan
yang hilang yang dikorbankan oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan
belajar-mengajar. Dana tidak langsung juga menyangkut dana yang menunjang
siswa untuk dapat hadir di sekolah, yang meliputi biaya hidup, transportasi,
dana Iainnya. Dana tidak langsung sulit dihitung karma tidnk nda catatan
resmi. Berdasarkan alasan praktis biaya ini tidak turut dihitung dalam
perencanaan oleh para administrator, perencana atau pembuat keputusan.
Dana pembangunan ialah dana yang digunakan untuk pembelian tanah
bangunan ruang kelas, perpustakaan, lapangan olah raga, konstruksi bangunan,
serta penggantian dan perbaikan. Untuk menghitung besarnya dana
pembangunan digunakan konsep capital cost per student place. Dana
pembangunan ini, terdiri ataa tiga kelompok, yaitu untuk siswa di sekolah,
asrama siswa, dan tempat tinggal guru. Dana rutin ialah dana yang digunakan
untuk membiayai kegiatan operasional pendidikan selama satu tahun
anggaran. Dana rutin digunakan untuk menunjang pelaksanaan program
belajarmengajar, pembayaran gaji guru dan personil sekolah, administrasi
kantor, pemeliharaan serta perawatan sarana dan prasarana. Untuk menghitung
dana rutin yang dibutuhkan seorang siswa per tahun di sekolah digunakan
analisis unit cost.
Nilai unit cost merupakan nilai satuan biaya yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada seorang siwa per tahun dalam suatu jenjang
pendidikan. Unit cost memberikan gambaran tentang besar dana yang
dikeluarkan dan tingkat pelayanan yang diberikan. Menghitung unit cost per
siswa menurut Fatah (200:26) adalah membagi jumlah dana yang tersedia
dalam program anggaran dengan jumlah kredit yang diambil siswa per tahun
dari program tersebut. Biaya program pengajaran per jam menurut (Thomas,
1985) ditentukan oleh ( 1) gaji guru dan tenaga administrasi; (2) dana ruang;
(3) dana perlengkapan dan alat; (4) dana bahan pelajaran. Pembayaran gaji
guru, kepala sekolah, dan para pegawai dalam menajemen berbasis sekolah
seharusnya ditentukan atas pangkat, jabatan, pendidikan, dan masa kerja.
Di samping itu, perlu dipertimbangkan masalah kreativitas dan prestasi
kerjanya. Jumlah gaji yang diterima seorang pegawai minimal dapat
memenuhi biaya hidup, yang merujuk pada daya beli dari penghasilan yang
diterima untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
2. Dana Masyarakat dan Dana Pribadi
Dana masyarakat ialah dana yang dikeluarkan masyarakat untuk
kepentingan pendidikan, baik yang dikeluarkan secara langsung maupun tldak
langsung, berupa uang sekolah, uang buku, dan dana lainnya. Dana tidak
Iangsung seperti pajak dan restribusi, di dalam dana masyarakat termasuk
dana pribadi, yaitu dana yang berasal dari rumah tangga termasuk kesempatan
yang hilang. Dana pribadi ialah dana langsung yang dikeluarkan dalam bentuk
uang sekolah, uang kuliah, pembelian buku, dan dana hidup setiap siswa.

B. Manajemen Keuangan Sekolah

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara
langsung menunjang efektivitas dan eflsiensi pengeIolaan pendidikan. Hal
tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang menuntut kemampuan
sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada
masyarakat dan pemerintah. Keuangan dan pembiayaan sangat menentukan
ketercapaian tujuan pendidikan di sekolah, yang memerlukan sejumlah investasi
dari anggaran pemerintah dan dana masyarakat. Jones (1985) mengemukakan
financial planning is called budgeting merupakan kegiatan mengkoordinasi
semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan
secara sistematis tanpa terjadi efek samping yang merugikan.
1.Pengelolaan Dana di Sekolah
Salah satu cara berpikir, berkaitan dengan pengelolaan dana di sekolah,
adalah kreatif dan dinamis selaras dengan kebutuhan perkembangan yang terjadi
di masyarakat dan lingkungan. Rowe (1990) mengungkapkan tiga langkah
utama pendekatan strategis dalam konteks manajemen, yaitu (1) strategic
planning sebagai dokumen formal, (2) strategic management sebagai upaya
untuk mengelola proses perubahan, dan (3) strategic thinking sebagai kerangka
dasar untuk merumuskan tujuan dan hasil yang dicapai secara
berkesinambungan.
Strategic planning mengacu pada adanya keterkaitan antara tekanan internal
yang datang dari dalam dan kebutuhan eksternal yang datang dari luar. Di sini,
strategi mengandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan,
pertimbangan ekonomis dan finansial, serta analisis terhadap rencana jangka
panjang dan rencana operasional dalam bentuk tindakan yang lebih rinci.
Kerangka manajemen strategis, seperti dikemukakan Rowe meliputi
perencanaan strategis, struktur organisasi, kontrol strategis, dan kebutuhan
sumber. Manajemen strategis berfungsi mengarahkan operasi internal organisasi
berupa alokasi sumber daya manusia, sarana fisik dan keuangan, untuk
mewujudkan interaksi optimal dengan lingkungan sekitarnya. Strategi sekolah
dalam menggali dana pendidikan secara administratif sangat tepat karena
berkaitan dengan bagaimana seorang Kepala sekolah melakukan upaya-upaya
pengelolaan sumber daya dan sumber dana yang terdapat di dalam lingkungan
sekolah. Dalam MBS strategi tersebut dapat direalisasikan melalui
penyelenggara berbagai kegiatan berikut:
a. Melakukan analisis internal dan eksternal terhadap berbagai potensi sumber
dana;
b. Mengidentiflkasi, mengelompokkan dan memperkirakan sumber-sumber
dana yang dapat digali dan dikembangkan;
c. Menetapkan sumber-sumber dana melalui
1) Musyawarah dengan orang tua siswa baru, pada awal tahun ajaran,
2) Musyawarah dengan para guru untuk mengembangkan koperasi sekolah,
3) Menggalang partisipasi masyarakat melalui dewan sekolah, dan
4) Menyelenggarakan kegiatan olah raga dan kesenian peserta Didik untuk
mengumpulkan dana dengan memanfaatkan fasilitas sekolah.

2. Perencanaan Pengelolaan Dana


Dalam hal ini Gordon mengemukakan perencanaan penyusunan anggaran
pendidikan dalam dua pendekatan yang umum digunakan, yaitu pendekatan
tradisional dan Planning Programming Budgeting System (PPBS). Ada dua
bagian dalam penganggaran, yaitu perkiraan Penda. Patan dan pengeluaran.
Prakiraan dan penyajian pendapatan harm dapat dipertanggungiawabkan
sehingga dapat direalisasikan.
Dalam kaitannya dengan penyusunan anggaran, Lipham (1985}
mengemukakan tiga cara pandang, yaitu 1) comparative Approach.
Penganggaran yang dilakukan dengan membandingkan besarny; penerimaan
dan pengeluaran untuk setiap mata anggaran untuk setiap tahun; 2) The
Planning Programming Budgeting Evaluation System (PPBES); penganggaran
yang berorientasi pada rencana dan sasaran program secara khusus dan umum.
Pendekatan ini analisig dana pelaksanaan, serta penilaian PPBES didasarkan
atas zero-based budgeting; 3) functional approach; penganggaran dalam bentuk
gabungan antara unsur PPBES dengan comparative approach.
3.Proses Penyusunan Anggaran
Proses perencanaan anggaran di sekolah, sangat sederhana dan kepala
sekolah dapat melaporkan secara sederhana pula. Format yang digunakan untuk
menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
meliputi (1) sumber pendapatan antara lain DPP, OPF dan BP3; (2) pengeluaran
untuk kegiatan belajar-mengajar, pengadaan dan pemeliharaan sarana prasarana,
pengembangan sumber belajar dan alat pelajaran, serta honorarium dan
kesejahteraan. Dalam kaitannya dengan proses penyusunan anggaran ini,
Lipham (1985) mengungkapkan empat fase kegiatan pokok sebagai berikut.
a. Merencanakan anggaran, yaitu kegiatan mengidentiflkasi tujuan, menentukan
prioritas, menjabarkan tujuan ke dalam penampilan operasional yang dapat
diukur, menganalisis alternatif pencapaian tujuan dengan analisis cost-
efectiveness, dan membuat rekomendasi alternatif pendekatan untuk
mencapai sasaran.
b. Mempersiapkan anggaran, yaitu menyesuaikan kegiatan dengan mekanisme
anggaran yang berlaku, bentuknya, distribusi, dan sasaran program
pengajaran perlu dirumuskan dengan jelas. Melakukan inventarisasi
kelengkapan peralatan dan bahanbahan yang telah tersedia.
c. Mengelola pelaksanaan anggaran, yaitu mempersiapkan pembukaan,
melakukan pembelanjaan dan membuat transaksi, membuat perhitungan,
mengawasi pelaksanaan sesuai dengan prosedur kerja yang berlaku, serta
membuat laporan dan pertanggung jawaban keuangan. '
d. Menilai pelaksanaan anggaran, yaitu menilai pelaksanaan prOa ses belajar-
mengajar, menilai bagaimana pencapaian sasaran program, serta membuat
rekomendasi untuk perbaikan anggaran yang akan datang.

Dalam kaitannya dengan perencanan dan pembiayan MBS perlu dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
a. Mengganti beberapa peraturan dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
b. Melakukan perbaikan terhadap peraturan dan input lain yang relevan, dengan
merancang pengembangan sistem secara efektif.
c. Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap proses dan hasil MBS secara
terus menerus dan berkesinambungan sebagai bahan perencanaan tahap
berikutnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa MBS dapat
diimplementasikan secara efektif dan berjalan lancar apabila didukung oleh
beberapa sumber yang essensial, seperti: a) sumber daya manusia yang
kompeten dan mempunyai wawasan luas serta tepat waktu sesuai dengan
dinamika sosial masyarakat; b) tersediahya informasi yang akurat dan tepat
waktu untuk menunjang pembuatan keputusan; c) menggunakan manajemen
dan teknologi yang tepat dalam perencanaan; d) tersedianya dana yang memadai
untuk menunjang pelaksanaan.
4. Penyusunan Rencana Anggaran Pengeluaran Belanja Sekolah
Pelaksanaan penyusunan Rencana Anggaran Pengeluaran Belanja Sekolah
(RAPBS) di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional tampaknya
memadukan antara pengaturan pemerintah pusat dart sekolah. Dalam hal ini ada
beberapa anggaran yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah yang
intinya pihak sekolah tidak dapat mengubah dari petunjuk penggunaan atau
pengeluarannya dan sekolah hanya bertindak sebagai pelaksana pengguna
dalam tingkat mikro kelembagaan. Dengan demikian, pola pengelolaan
anggaran belanja sekolah, terbatas pada pengelolaan tingkat operasional. Salah
satu kebijakan tingkat sekolah adalah adanya pencarian tambahan dana dari
partisipasi masyarakat, selanjutnya cara pengelolaannya dipadukan sesuai
tatanan yang lajim sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun demikian,
sesuai dengan semangat MBS sekolah memiliki kewenangan dan keleluasaan
yang sangat lebar dalam kaitannya dengan pengelolaan dana untuk mencapai
efektivitas pencapaian tujuan sekolah. Dalam manajemen berbasis sekolah
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja sekolah dilaksanakan oleh kepala
sekolah dibantu para wakilnya yang ditetapkan oleh kebijakan sekolah, serta
dewan sekolah di bawah pengawasan pemerintah.
5. Proses Pengaturan
Dalam garis besarnya pengaturan keuangan di sekolah meliputi penerimaan,
penggunaan, dan pertanggungawaban.
a. Penerimaan
Banyak pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan,
namun dalam pelaksanaanya pendekatan-pendekatan tersebut memiliki berbagai
persamaan. Dalam buku pedoman rencana, program dan penganggaran
dikemukakan bahwa sumber dana pendidikan antara lain meliputi anggaran
rutin (DIK); anggaran pembangunan (DIP); dana penunjang pendidikan (DPP);
Dana BP3; donatur; dan lain-lain yang dianggap sah oleh semua pihak terkait.
Pendanaan pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua, dan
masyarakat (Pasal 33 No.2 Tahun 1989). Di samping itu, sejalan dengan
semangat manajemen berbasis sekolah, sekolah dapat menggali dan mencari
sumber-sumber dana dari pihak masyarakat, baik secara perorangan maupun
secara melembaga, baik di dalam maupun di luar negeri, sejalan dengan
semangat globalisasi.
b. Penggunaan
Dana yang diperoleh dari berbagai sumber perlu digunakan untuk kepentingan
sekolah, khususnya kegiatan belajar-mengajar secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana, pengeluarannya harus
didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan rencana
anggaran pembiayaan sekolah (RAPBS).
Dana yang berasal dari SPP dan DPP pada umumnya digunakan untuk
pelaksanaan proses belajar-mengajar, pengadaan sarana dan prasarana,
pemeliharaan sarana dan prasarana, kesejahteraan pegawai, kegiatan belajar,
penyelenggaraan EBTA/EBTANAS dan pengiriman/penulisan STTB/NEM,
perjalanan dinas supervisi, pengelolaan pelaksanaan pendidikan, serta
pendataan. Sesuai dengan semangat manajemen berbasis sekolah, kepala
sekolah berwewenang penuh untuk mengatur masalah pendanaan pendidikan di
sekolahnya. Meskipun demikian, ia harus tetap memperhatikan perangkat
peraturan yang ada dan selaras dengan rincian pengeluaran.
c. Pertanggungjawaban
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, setiap akhir tahun anggaran
sekolah dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap dana yang dikeluarkan
selama tahun anggaran. Pertanggungjawaban ini dilakukan di dalam rapat
dewan sekolah, yang diikuti komponen Sekolah, komponen masyarakat dan
pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai