Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA

“MENGUASAI PRINSIP-PRINSIP DAN PROSEDUR PENGGUNAAN


MODEL PEMBELAJARAN KELOMPOK PENGOLAHAN INFORMASI
MODEL PBL (PROBLEM-BASED LEARNING)”

DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd.,M.Pd

KELOMPOK 4 :
1. ANDI BERLIANA ( A1C317062 )
2. JUNIKA PURNAMA ( A1C317026 )
3. NUR IKA SANDI PRATIWI ( AIC317016 )

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Menguasai prinsip-prinsip dan prosedur
penggunaan model pembelajaran kelompok pengolahan informasi: Model PBL(
Problem-Based Learning)” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa


masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat


menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata.

Jambi, 28 Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Tujuan ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka .........................................................................................3

2.1.1 Pengertian Pembelajaran .........................................................................3

2.1.2 Pengertian Problem Based Learning .......................................................4

2.1.3 Tujuan Problem Based Learning ...........................................................12

2.1.4 Karakteristik Model Problem Based Learning ......................................12

2.1.5 Langkah-Langkah Model Problrm Based Learning ..............................20

2.1.6 Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis PBL .....................................24

2.1.7 Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis PBL ....................................26

2.1.8 Keterkaitan PBL dan Hasil Belajar .......................................................27

2.1.9 Peran Patisipan Dalam Problem Based Learning ..................................28

2.1.10 Evaluasi dalam Problem Based Learning ..............................................29

2.1.11 Komponen-komponen dalam Problem Based Learning……………...30

2.2 Kajian Kritis ..........................................................................................33

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................35

3.2 Saran ......................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................37

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan
pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai
individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat
mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut peserta didik hanya
mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik
merasa bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham
dengan apa yang baru saja disampaikan oleh guru.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model
pembelajaran yang lainnya, Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah
menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi
investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah
menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah
guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan
kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses
pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat
menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri
merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai
masalah.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini
berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Melalui model
pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan hanya
perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam bidang
affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.

4
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran.
2. Untuk mengetahui pengertian dari model berbasis PBL (Problem-Based
Learning).
3. Untuk mengetahui tujuan dari model PBL.
4. Untuk mengetahui karakteristik dari model pembelajaran berbasis PBL.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah dari model pembelajaran berbasis
PBL.
6. Untuk mengetahui kelebihan dari model pembelajaran berbasis PBL.
7. Untuk mengetahui kekurangan dari model pembelajaran bebasis PBL.
8. Untuk mengetahui keterkaiatan hasil belajar dengan model pembelajaran
berbasis PBL.
9. Untuk mengetahui peran partisipan di dalam PBL
10. Untuk mengetahui cara mengevaluasi dalam PBL
11. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam PBL

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KAJIAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian Pembelajaran

Sebagai unsur terpenting dari pendidikan, pembelajaran merupakan


upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar
yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang
memadai. Dalam proses mengajar dan pembelajran, metode mempunyai andil
yang cukup besar dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki peserta didik, akan ditentukan oleh tingkat kerelevansian penggunaan
suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Karena metode menjadi sarana dan
salah satu cara untuk mencapai tujuan. Adapun tujuan pembelajaran adalah
kemampuam ( kompetensi ). Atau ketrampilan peserta didik yang diharapkan
dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses
pembelajaran tertentu. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada penguasaan
materi memang terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek,
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Dalam praktik pendidikan modern, menjejali pikiran para
mahasiswa dengan berbagai konsep dan teori saja tanpa disertai pengalaman
di lapangan terbukti kurang efektif ( Saleh, 2013: 191- 192 ).

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa


beserta unsur yang ada di dalamnya. Guru merupakan faktor yang paling dominan
yang menentukan kua-litas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang baik, tentu
akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Menurut Rusman (2012: 148 ).
dalam sistem pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih metode
pembelajaran yang tepat, mampu memilih dan mengguna-kan fasilitas
pembelajaran, mampu memilih dan menggunakan alat evaluasi, mampu me-
ngelola pembel-ajaran di kelas maupun di la-boratorium, menguasai materi, dan
memahami karakter siswa. Salah satu tuntutan guru ter-sebut adalah mampu
memilih metode pem-belajaran yang tepat untuk mengajar. Apabila metode

6
pembelajaran yang digunakan guru itu tepat maka pencapaian tujuan
pembelajaran akan lebih mudah tercapai, sehingga nilai ke-tuntasan belajar siswa
akan meningkat, minat dan motivasi belajar siswa juga akan mening-kat dan akan
tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan ( Surjono dan Wulandari,
2013: 179 ).

Menurut Khosim ( 2017 : 5 ), metode pembelajaran dapat diartikan


sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai
makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran.
Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh
strategi atau metode pembelajaran :

1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.


2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran
dapat dilaksanakan secara optimal.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai.

2.1.2 Pengertian Model PBL ( Problem Based Learning )

Menurut Efendi (2008 : 124- 125), problem based learning adalah


lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu
sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, meraka diharuskan
mengidentifikasikan suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun
telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar
menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan
masalah tersebut. PBL dapat juga di definisikan sebagai sebuah metode
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat
digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu
(knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana
agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuan.

7
Menurut Nata ( 2009 : 243), problem base learning yang selanjutnya
disebut PBL, adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagi
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini,
peserta didik dari awal sudah dihadapkan berbagai masalah kehidupan yang
mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku
sekolah.
Alder dan Milne (1997) dalam buku Efendi (2008 : 124-125),
mendefinisikan PBL dengan metode yang berfokus kepada identifikasi
permasalahan serat penyusunan kerangk analisis dan pemecahan. Metode ini
dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan
interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau kurang dipahami, serta berbagi
peran untuk melaksanakan tugas dan saling melaporkan.

PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s


students. When students are given inadequately constructed problems to solve,
they learn to think the way real world professionals such as architerls,
archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires
that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches
students that they must first discern exactly what the problem is instead of
immediately what they already know about it by constructing hypotheses based
upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide
what new information is needed. And determine how they must thest this new
information to refine their original theirues (Ronis, 2008 : 34).

Menurut Peterson (2004) dalam buku Efendi (2008 : 124-125), metode ini
memberikan mahasiswa permasalahan yang tidak terstruktur dengan baik dan
pemecahan masalah tidak satu saja karena berfokus pada pembelaran sendiri (self-
learning) serat sangat jauh dari penjelasan yang langsung ke inti/jawaban/isi dan
atau penjelasan yang langsung diberikan oleh pengajaran.

Sikap dan ketrampilan umum yang perlu dikembangkan dalam PBL diantaranya :.

1. Kerja sama tim.


2. Ketua kelompok.

8
3. Mendengarkan.
4. Menghargai pendapat teman.
5. Berpikir kritis.
6. Belajar mandiri dan penggunaan berbagai macam sumber.
7. Kemampuan berpresentasi.
Menurut Nata ( 2009 : 243-244), model pembelajaran problem base
learning adalah dengan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan
masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk analisis dan disintesis dalam usaha
mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan itu dapat diajukan
atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa
sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai
kegiata-kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, PBL adalah sebuah metode
pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan
masalah tersebut.
Menurut Huriah ( 2018 : 9- 10), pembelajaran berbasis masalah masalah
merupakan suatu metode untuk membangun dan melatih seseorang belajar dengan
menggunakan masalah sebagai stimulus di dalam berpikir dan kegiatan ini focus
pada aktivitas mahasiswa. Model problem based learning merupakan
pembelajaran dimana masalah digunakan untuk menstimulus kemampuan berpikir
mahasiswa. PBL adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan
masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka
diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata
maupun telaah kasus.

Menurut Nursalam (2008) di dalam Huriah ( 2018 : 10), memberikan


definisi terkait PBL, yaitu lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan
masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal,mereka
diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata
maupun telaah kasus. PBL memiliki ciri yaitu pembelajaran dimulai dengan
pemberian masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Pembelajar secara
berkelompok aktif mendiskusikan dan merumuskan masalah dan mengidentifikasi
tujuan pembelajaran yang harus mereka capai dari masalah tersebut.

9
Sage (1946:15). Problem-based Learning is focused, experiental learning
(minds-on, hands-on) organized around the investigation and resolution of messy,
real-world problems. PBL- which incorporates two complementary processes,
curriculum organization and instructional strategy-includes three main
characteristics:

a. Engages students as stakeholders in a problem situation.

b. Organizes curriculum around a given holistic problem, enabling student


learning in relevant and connected ways.

c. Creates a learning environment in which teachers coach student thingking


and guide student inquiry, facilitating deeper levels of understanding.

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses


pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut
peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki
kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannay menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi
tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Harmadi, 2017 :
117).

Ivor K. Davis, seperti dikutip Rusman, mengemukakan bahwa, “Salah


satu kecenderungan yang sering dilupakan ialah melupakan bahwa hakikat
pembelajaran adalah belajarnya mahasiswa dan bukan mengajarnya dosen.”
Dosen dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu
semangat setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman
belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan
dikembangkannya keterampilan berpikir mahasiswa (penalaran, komunikasi
dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM). Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based
Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada
prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi
pengetahuan baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat

10
pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut
dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan
pembelajaran model ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan
kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak
pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah. Problem Based Learning
(PBL) dapat dimaknai sebagai metode pendidikan yang mendorong
mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok
untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi
masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum
mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir
secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan
menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran ( saleh, 2013 :
203 – 204 ).

Istilah PBL atau PBM, disinyalir telah dikenal pada masa John Dewey.
Pembelajaran ini didasarkan pada kajian Dewey yang menekankan pentingnya
pembelajaran melalui pengalaman. Menurut Dewey belajar berdasarkan
masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon yang merupakan
hubungan antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan menyajikan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan masalah itu,
menyelidiki, menganalisis, dan mencari pemecahannya dengan baik ( Saleh,
2013 : 204 ).

PBL is a student approach that is widely used as a method of


instructions. PBL, which focuses on guiding studenta to build self-directed
learning skills, is derived from seminal learning theories such as
constructivism (Piaget) and constructionism ( papert ) where the learners
actively construct new knowledge based on their current knowledge ( Awang
and Ramly,2008 ). PBL also helps students develop creative thinking,
problem solving, and communication skills ( Awang & Ramly, 2008; Major &
Palmer, 2001 ) ( in Blikstein & Chan, 2018 : 2 ).

Model pembelajaran PBL merupakan cara penyajian bahan pelajaran


dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisi

11
dan didintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh
mahasiswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan dosen kepada
mahasiswa, dari mahasiswa bersama dosen, atau dari mahasiswa sendiri, yang
kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan-
kegiatan belajar mahasiswa ( Saleh, 2013 : 204 ).

PBL is defined by Ross (1991) as … the learning which results from the
process of working towards the understanding of, or resolution of, a problem
(Barrows and Tamblyn 1980, as cited in Ross 1991: 34)in Hilman ( 2003 : 2 ).

PBL is a learner-centered pedagogical approach that affords learners


(incluiding prospective and certified teachers) oppor tunites to engage in
goal-directed inquiry. Learners work collaboratively with others as they
analyze complex and ill-defined problems (Barrows, 200: Hmelo-
Silver,2004). Learners also work independently tocollect information they
then bring cak to the group’s functioning. The teacher’s role changes from one
of primarily “telling” information to one that facilitates thingking, reflecting
and collaborative inquiry, while content decisions are left up to the student.
This PBL’sgoals consist of conceptual and pedagogical content knowledge
construction, and selfdirected, lifelong learning. These goals are brought to
fruition throughlearners’ engagement in the PBL tutorial process and three of
the process’s features: the proble-case, learning issues, and the facilitator
(Simone, 2014 : 18).

PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s


students. When students are given inadequately constructed problems to solve,
they learn to think the way real world professionals such as architerls,
archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires
that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches
students that they must first discern exactly what the problem is instead of
immediately what they already know about it by constructing hypotheses based
upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide
what new information is needed. And determine how they must thest this new
information to refine their original theirues (Ronis,D.L, 2008 : 34).

12
Barrows dalam Saleh ( 2013 : 204 ). mendefinisikan PBM sebagai
sebuah strategi pembelajaran yang hasil maupun proses belajar-mengajarnya
diarahkan kepada pengetahuan dan penyelesaian suatu masalah. PBM
merupakan strategi belajar yang membelajarkan mahasiswa untuk
memecahkan masalah dan merefleksikannya dengan pengalaman mereka.

Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah.


Menurut Glazer (2001) menyatakan bahwa PBL menekankan belajar sebagai
proses yang melibatkan pem- ecahan masalah dan berpikir kritis dalam konteks
yang sebenarnya. Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa PBL memberikan ke-
sempatan kepada siswa untuk mempelajari hal lebih luas yang berfokus pada
mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung
jawab. Melalui PBL siswa memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-
masalah yang realistis, dan menekan- an pada penggunaan komunikasi,
kerjasama, dan sumber-sumber yang ada untuk meru- muskan ide dan
mengembangkan keterampi- lan penalaran. Hasil penelitian Abdullah dan Ridwan
(2008) menyatakan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Penelitian Hasrul Bakri (2009),
menyatakan bahwa PBL mampu meningkatkan minat belajar praktek menggulung
trafo. Hasil penelitian Oon-Seng Tan (2008) menyatakan PBL dapat mengantar
kan siswa untuk menyelesaikan permasalahan hidup melalui proses menemukan,
belajar dan berpikir secara independen . Melihat karakter- istik dari PBL, model
pembelajaran tersebut sesuai jika diterapkan pada pembelajaran ma- teri perbaikan
dan setting ulang PC ( Suyanto dan Nafiah, 2014: 127- 128).

Problem Based Learning adalah seoerangkat model mengajar yang


menggunakan masalah sebagai focus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri ( Hmelo- Silver, 2004: Serafino
dan Cicchelli, 2005 Egen dan Kaucak, 2012 : 307 ) dalam Suyanto dan Nafiah.
PBL merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentng cara berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
dankonsep yang esensial dari materi pelajaran. PBL merupakan pembelajaran
berdasarkan Teori Kognitif yang didalamnya termasuk teori belajar

13
konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah dapat dikembangkan jika peserta didik melakukan sendiri,
menemukan, dan memindahkan kekomplekan pengetahuan yang ada ( Suyanto
dan Nafiah, 2014 : 129-130 ).

Model PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada siswa.


Dalam PBL atau pembelajaran berbasis masalah ini siswa memegang peran yang
dominan dalam pembentukkan pengetahuan mereka dalam pelaksanaan
pembelajaran dibandingkan dengan guru ( Abdurrozak,dkk. 2016 : 873 ).

Menurut Barrow ( dalam Huda, 2013, hlm 271 ) ( dalam Abdurrozak, dkk,
2016: 873). Mendefiniskan Problem Based Learning atau PBL sebagai “
pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman atau resolusi
suatu masalah”. Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm. 134 dalam
Abdurrozak, dkk, 2016 : 873 ).“PBL adalah suatu pembelajaran yang
menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan berfungsi bagi siswa,
sehingga masalah tersebut dapat dijadikan batu loncatan untuk melakukan
investigasi dan penelitian”. Maka dari itu PBL merupakan sebuah pembelajaran
yang menuntut siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui
permasalahan.

Menurut Arends (2008:41 dalam Surjono dan Wulandari, 2013 :180). PBL
merupakan pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan berbagai
situasi bermasalah yang autentik dan bermakna ke-pada siswa. Sebagai tambahan,
dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai ma-salah autentik sehingga
jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Setelah masalah diperoleh maka selanjutnya melakukan perumusan ma-salah, dari
masalah masalah tersebut kemu-dian dipecahkan secara bersama sama dengan
didiskusikan. Saat pemecahan masalah ter-sebut akan terjadi pertukaran informasi
antara siswa yang satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan yang telah
dirumuskan dapat terpecahkan. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan
tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru disini berperan sebagai fasili-tator untuk
mengarahkan permasalahan se-hingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan
pencapaian kompetensi.

14
2.1.3 Tujuan Problem Based Learning

Tujuan PBL menurut penelitian yang dikembangkan oleh Hmelo-silver


(2004) dalam Huriah ( 2018 : 12- 13), yaitu :
1. Mengkontruksi luas dan fleksibilitas pengetahuan dasar.
2. Dalam PBL, mahasiswa termotivasi untuk memperluaskan pengetahuan
dasar yang dimiliki dengan memecahkan masalah. Mahasiswa yang
mengikuti kegiatan PBL dapat mencapai pengetahuan seluas-luasnya
terkait topik pembelajaran yang terdapat dalam kasus.
3. Mengembangkan efektivitas ketrampilan pemecahan masalah.
4. Proses diskusi PBL, menjadi mahasiswa belajar bagaimana memecahkan
masalah dengan cara berdiskusi dengan anggota lain. Mahasiswa dapat
belajar secara efektif ketrampilan pemecahan masalah.
5. Mengembangkan pengarahkan diri dan ketrampilan belajar sepanjang
hayat.
6. Pada proses diskusi PBL terjadi interaksi antar anggota. Proses ini
menjadikan mahasiswa belajar berkomonikasi yang efektif dan toleransi
sesama anggota.
7. Mahasiswa menjadi kaloborator yang efektif.
8. Pada saat diskusi PBL, mahasiswa akan belajar bagaiamana menyakinkan
anggota lain agar dapat menerima ide-ide yang disampaikan.
9. Menjadikan motivasi intriksi dalam belajar.
10. Masalah yang menarik dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
belajar, dibandingkan dengan metode kuliah kelas dimana mereka hanya
duduk mendengarkan (pembelajaran pasif).

2.1.4 Karakteristik Model Problem Based Learning ( PBL )


Menurut Saleh (2013:205). Didalam strategi PBM ( pembelajaran
berbasis masalah ) terdapat tiga ciri utama:
Pertama, strategi PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi PBM mahasiswa

15
aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya
menyimpulkannya.
Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran.
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode
ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini
dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Ciri lainnya dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning), dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator,
pembimbing dan motivator. Dosen mengajukan masalah
otentik/mengorientasikan mahasiswa kepada permasalahan nyata (real world),
memfasilitasi/ membimbing dalam proses penyelidikan, menfasilitasi dialog
antara mahasiswa, menyediakan bahan ajar mahasiswa serta memberikan
dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual
mahasiswa.
Keberhasilan model PBM sangat tergantung pada ketersediaan sumber
belajar bagi mahasiswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan,
menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup
apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan dosen dalam
mengangkat dan merumuskan masalah.
Huinchun (2013 : 15-18). lays out eight characteristics PBL:

1. An knowledgement of the base of experience of the learners.


2. An emphasis on students taking responsibility for their own learning
3. A crossing of boundaries between disciplines
4. An interwining of theory and practice.
5. A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products of
such a process.

16
6. A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
7. A change in focus from staff assement of learning outcomes to students self-
and peer assessement.
8. A focus on communication and interpersonal skills which help students
understand that in order to pass on their knowledge, communication skills
are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (publikasi


tahun 2005) ( dalam Saleh, 2013 : 206 ). menjelaskan karakteristik dari PBL,
yaitu :
1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada
mahasiswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga
oleh teori konstruktivisme dimana mahasiswa didorong untuk dapat
mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada mahasiswa adalah masalah yang


otentik sehingga mahasiswa mampu dengan mudah memahami
masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
profesionalnya nanti.

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja mahasiswa


belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya,
sehingga mahasiswa berusaha untuk mencari sendiri melalui
sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam


usaha membangun pengetahuan secara kolaborativ, maka PBL
dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut
pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators.

17
Pada pelaksanaan PBL, dosen hanya berperan sebagai
fasilitator. Namun, dosen harus selalu memantau perkembangan
aktivitas mahasiswa dan mendorong mahasiswa agar mencapai target
yang hendak dicapai.

Selain itu, Menurut Saleh ( 2013: 206 – 207 ). karakteristik Pembelajaran


Berbasis Masalah dapat dirinci sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia


nyata yang tidak terstruktur.

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa,


sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dlam belajar.

e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya da


evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.

g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

h. Pengembangan ketrampilan inquiry ( menemukan) dan pemecahan


masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan.

i. Keterbuakaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari


sebuah proses belajar.

j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses


belajar.

Menurut Huriah ( 2018 : 13-14), sejumlah karakteristik mengenai problem


based learning, yaitu :
1. Setiap mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap sasaran capaian
pembelajaran mereka sendiri.

18
2. Triger masalah yang dipakai di dalam problem based learning memberikan
gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam
mencari pemecahannya.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda memantang pengetahuan
yang dimiliki mahasiswa.
4. Apa yang terjadi selama belajar mandiri, mahasiswa menerapkan kembali
dengan cara menganalisi ulang penyelesaiannya.
5. Analisis akhir dari kegiatan pemecahan masalah dan diskusi tentang
konsep dan prinsip yang dipelajari merupakan hal yang terpenting.
6. Penilaian individu dan penilaian peer dilakukan setiap akhir kegiatan.
7. Model pembelajaran yang mencakup keseluruhan, berbagai disiplin ilmu
dan subjek belajar.
8. Hakikat pembelajaran ini adalah kalobarasi, komunikasi dan kooperatif.
9. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses PBL.
10. Pengembangan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
11. Kegiatan PBL membawa kearah nilau pada situasi nyata.
12. Ujian mahasiswa harus mengukur kemajuan mahasiswa terhadap tujuan
belajarnya.
13. Kurikulum PBL harus berdasarkan pedagogic dan bukan bagian dari
kurikulum didaktik.
Savery (2006: 12-14 ). Each of these essential characteristics has been
extended brienfly to provide additional information and resource:.

1) Student must have the responsibility for their own learning

PBL is a learner-centered approach – students engage with the problem


with whatever their current knowledge/experience affods. Learner
motivation increases when reponbility for the solution to the problem and
the process rests with the learner (Savery & Duffy, 1995) and as student
ownership for learning increases (Savery,1998;1999). Inherent in the
design of PBL is a public articulation by the learners of what they know

19
and about what they need to learn more. Individuas accept responbility for
seeking relevant information and bringing that back to the group to help
inform the development of a vible solution.

2) The problem simulation used in problem-based Learning must be ill-


structures and allow for free inquiry.

Problems in the real world are ill-structured (or they would not be
problems). A critical skill developed through is the ability to identify the
problem and set parameters on the development of a solution. When a
problem is well-structured learners are less motivated and less invested in
the development of the solution.

3) Learning should be integrated from a wide range of disciplines or subjects.

Barrows notes that during self directed learning, students should be ableto
access, study and integrate information from all the disciplines that might
be related to understanding and resolving a particular problem-just as
people in the real world must recall and aplly information integrated from
diverse sources in their work. The rapid expansion of information has
encouranged a cross-fertilization of ideas and led to the development of
new disciplines. Multiple perspectives lead to a more through
understanding of the issues and the development of a robust solution.

4) Collaboration is essential

In the world after most learners will find themselves in jobs where they
need to share information and work productively with others. PBL
provides a format for the development of these essential skills. During a
PBL session the tutor will ask question of any and all members to ensure
that information has been shared between members in relation to the
group’s problem.

5) What student learn during ther self- directed learning must be applied back
to the problem with reanalysis and resolution.

20
The point of self-firected research for individuals to collect information
that will inform the group’s decision-making process in relation to the
problem. Is is essential that each individual share coherently what he or
she has learned and how that information might impact on developing a
solution to the problem.

6) A closing analysis of what has been learned from work with the problem
and a discussion of what concepts and principles have been learned are
essential.

Given that PBL is very enganging, motivating and involving form of


experiential learning, learners are often very close to the immediate details
of the problem and the proposed solution. The purpose of the post-
experience debriefing process (see Steinwachs, 1992; Thiagarajan, 1993
for details on debriefing) is to consolidate the learning and ensure that the
experience all facets of the PBL process to better understand what they
know, what they learned, and how they perfomed.

7) Self and peer assessment should be carried out at the completion of each
problem and at the end of every curricular unit.

These assessment activities related to the PBL process are closely related
to the previous essential characteristic of refecation on knowledge gains.
The significance of this activity is to reinforce the self-reflective nature of
learing and sharpen a range of metacognitive processing skills.

8) The activities carried out in problem-based learning must be those valued


in the real world.

A relation and guidelines for the selection of authentic problems in PBL is


discussed extensively in savery & Duffy.

9) Students examinations must measure student progress towards the goals of


problem-based learning.

The goals of PBL are both knowledge-based and process-based. Students

21
need to be assessed on both dimensions at regular intervals to ensure that
they are benefiting as intended from the PBL approach. Students are
responsible for the content in the they have “convered” through
engagement with problems. They need to be able to recognize and
articulate what they know and what they have learned.

10) problem-based learning must be the pedagogical base in the curriculum


and not part of a didactic curriculum.

PBL is based on the principles of adult learning. Knowles, the father os


adult learning theory, proposed that a learning environment which is characterized
by physical comfort, mutual respect and freedom of expression is accepted, the
learners perceive learning goals as their own and accept partial responbility for
planning amd conducting the learning sessions and their active participation in the
learning process is encouranged. PBL is usually carried out in small groups of 5 to
10 students each, who meet two or three times a week for PBL tutorials. The
groups are presented with a clinical problem and in a series of steps, they disuss
the possible mechanisms and causes, develop hypotheses and methods to test
them, are presented with further information, use this new information to refine
their hypotheses and finally, reach a conclusion (Shankar, 2010 : 3249-3250).

Later and Huinchun (1985 : 15-18) lays out eight characteristics PBL:

a) An knowledgement of the base of experience of the learners.


b) An emphasis on students taking responsibility for their own learning
c) A crossing of boundaries between disciplines
d) An interwining of theory and practice.
e) A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products
of such a process.
f) A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
g) A change in focus from staff assement of learning outcomes to students
self-and peer assessement.

22
h) A focus on communication and interpersonal skills which help students
understand that in order to pass on their knowledge, communication skills
are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

2.1.5 Langkah – Langkah Model Problem Based Learning


Terdapat beberapa langkah, protokol dan prosedur PBM. Barret (2005
dalam Saleh, 2013 : 210 - 211) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan
PBL sebagai berikut:
a) Mahasiswa diberi permasalahan oleh dosen ( atau permasalhan diungkap
dari pengalama mahasiswa ).
b) Mahasiswa melakukan diskusi dalam kelomok kecil melakukan hal-hal
berikut:
1. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
2. Mendefinisikan masalah
3. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka
miliki.
4. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk enyelesaikan masalah.
c) Mahasiswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan
masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan
cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber
personal atau melakukan observasi
d) Mahasiswa kembali kepada kelompok PBL untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah.
e) Mahasiswa menyajikan solusi yang mereka temukan
f) Mahasiswa dibantu oleh dosen melakukan evaluasi berkaitan dengan
seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan
yang sudah diperoleh oleh mahasiswa serta bagaimana peran masing-masing
mahasiswa dalam kelompok.
Sedangkan Menurut Arends (2008:55 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014:
130). langkah-langkah dalam melaksanakan PBL ada 5 fase yaitu:

1) Mengorientasi siswa pada masalah.

23
2) Mengorganisasi siswa untuk meneliti

3) Membantu investigasi mandiri dan berkelompok

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

permasalahan yang digunakan dalam PBL adalah permasalahan yang


dihadapi di dunia nyata. Meskipun kemampuan individual dituntut bagi setiap
siswa, tetapi dalam proses belajar dalam PBL siswa belajar dalam kelompok
untuk memahami persoalan yang dihadapi. Kemudian siswa belajar secara
individu untuk memperoleh informasi tambahan yang berhubungan dengan
pemecahan masalah. Peran guru dalam PBL yaitu sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran.

Tabel 1. Langkah-langkah PBL menurut Abdurrozak, dkk (2016 : 874).

No. Fase Perilaku Guru

1 Fase 1: a. Membahas tujuan pembelajaran.

Memberikan orientasi b. Mendeskripsikan berbagai kebutuhan


mengenai permasalahan penting.
kepada siswa

c. Memotivasi siswa agar dapat terlibat


dalam kegiatan mengatasi masalah.

2 Fase 2:

Mengorganisasikan siswa agar d. Membantu siswa mendefinisikan dan


dapat melakukan penelitian mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan permasalahan
yang dihadapi

24
3 Fase 3:

e. Mendorong siswa untuk mendapatkan


Membantu siswa melakukan informasi yang tepat, melaksanakan
investigasi secara mandiri dan eksperimen, serta mencari penjelasan
Kelompok dan solusi.

4 Fase 4:

f. Membantu siswa dalam merencanakan


Mengembangkan dan dan menyiapkan artefak-artefak yagn
mempresentasikan artefak dan tepat seperti laporan, rekaman video,
exhibit serta model-model.

g. Membantu siswa untuk


. menyampaikannya kepada orang lain.

5 Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi h. Membantu siswa untuk melakukan


proses-proses dalam mengatasi refleksi terhadap investigasinya serta
masalah proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Efendi (2008 : 125- 126), problem based learning merupakan


metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam metode ini,
peserta didik diberikan suatu permasalahan. Selanjutnya secara berkelompok
(disarankan kelompok kecil : 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan
tersebut. Untuk mendapatkan solusi, mereka diharapkan secara katif mencari
informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh dari
bahan bacaan (literature), narasumber, dan sebagainya.
Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-
langkah yang dilakukan dalam metode PBL.
1. Identifikasi masalah
Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya.
Mereka dapat terstimulus untuk “mendiagnosis” masalah tersebut dengan

25
segera. Mereka harus didorong untuk berpikirkan lebih dalam pertanyaan
“apa”, “mengapa”, “bagaimana”,”kapan”, dan sebagainya.
2. Ekplorasi pengetahuan yang telah dimiliki
Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya.
Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya,
termasuk dari pengalam hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami
materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tahu tentang topik tersebut.
3. Menetapkan hipotesis
Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari
permasalahan yang diberikan.
4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari
Isu pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pertanyaan yang tak
dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki mahasiswa. Pada
tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran, baik
bagi kelompok maupun tiap individu.
5. Belajar mandiri
Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi
tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan bagian yang merupakan
bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk
pertemuan (tutorial) berikutnya.
6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan bary terhadap masalah
Mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran
pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang beru
diterapkan pada permasalahan yang diberikan diawal.
7. Pengkajian dan refleksi
Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah
diraih, sekaligus kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik
mengenai proses yang telah berlangsung.
Jensen And Mostrom (2002: 21)Steps in the based learning tutorial process

1. Step one: identify and elarify terms in the case scenario that are unfamiliar
2. Step two: define the problem or problems to be discussed (all views should
be considered)

26
3. Step three: discuss the problem at brainstroming sesions suggest possible
explanations based on prior knowledge students draw on etch others
knowledge, identify areas of incomplete knowledge
4. Step four: review move expanations to tentative solutions, record
explanations and restructure if needed
5. Step five: formulate learning objectives group works toword consensusof
learning objectives tutor make sure learning abjectives are focused,
achievable, comprehensive, and appropriate.
6. Step six: private (all students gather information related to each learning
objective)
7. Group shares results of private study (students identify their learning
resources and share their results) tutor checks learning and assesses group
(scribe records key findings during each of the process).
2.1.6 Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Problem Base Learning (PBL)

Menurut Huriah ( 2018 : 22-23), problem based learning merupakan


bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kelebihan
dalam metode PBL, yaitu :
Kelebihan Problem Based learning
a. PBL berpusat pada mahasiswa : memotivasi pembelajaran aktif,
meningkatkan pemahaman, dan stimulus seseorang untuk terus belajar
selama hidupnya.
b. Kompentensi umum : PBL memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan
sikap dan ketrampilan umum yang dikehendaki di masa mendatang.
c. Intgrasi : PBL memfasilitasi integrasi kurikulum inti.
d. Motivasi : PBL menyenangkan bagi tutor dan mahasiswa dalam proses
melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
e. Pembelajaran mendalam : PBL meningkatkan kemampuan pemahaman
mendalam bagi mahasiswa.
f. Pendekatan konstruktif : mahasiswa aktif berdasarkan pengetahuan dan
membangun kerangka konseptual dari pengetahuan tersebut.

Menurut Saleh (2013 : 209–210). Sebagai suatu strategi pembelajaran,

27
metode PBL memiliki beberapa keunggulan di antaranya:

a. Pemecahan masalah ( problem solving ) merupakan teori teknik yang cukup


bagus untuk memahami suatu pelajaran.

b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta


memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
mahasiswa.

c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran


mahasiswa.

d. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana


mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan


pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat
mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil
maupun proses belajarnya.

f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa


bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya),
pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh mahasiswa, bukan hanya sekedar beajar dari dosen atau
dari buku-buku saja.

g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai


mahasiswa.

h. Pemecahan maslah dapat mengembangka kemampuan mereka untuk


menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa


untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata

j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk

28
secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal
telah berakhir.
Menurut Wasonowati, dkk (2014: 68). Model PBL dipilih karena
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain adalah:

a) Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan


membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru.

b) Pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan


lebih disukai siswa.

c) Model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses


pembelajaran, dan

d) Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan


pengetahuan yang mereka miliki ke dalam dunia nyata.

2.1.7 Kelemahan Model Berbasis Problem Based Learning (PBL)

Menurut Huriah ( 2018 : 22-23), problem based learning merupakan


bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kekurangan
dalam metode PBL, yaitu :
Kekurangan Problem based learning :
a. Tutor tidak dapat mengajar : tutor merasa nyaman dengan metode
tradisional sehingga kemungkinan PBL akan terasa membosankan dan sulit.
b. Sumber daya manusia : lebih banyak staf yang terlibat dalam proses
tutorial.
c. Model peran : kemungkinan mahasiswa mengalami kekurangan akses pada
dosen yang berkualitas di mana dalam kurikulum tradisional memberikan
kuliah dalam kelompok besar.
d. Sumber-sumber lain : sebagaian besar mahasiswa memerlukan akses pada
perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan pula.
e. Informasi berlebihan : mahasiswa kemungkinan tidak yakin dengan
seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan informasi apa yang
relavan dan berguna.

29
Menurut Saleh ( 2013: 209-210 ) Beberapa kelemahan strategi
pembelajaran berbasis masalah antara lain:
a. Manakala mahasiswa tidak memilikiminat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan measa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan tanpa pemahaman mengapa
mereka berusaha untuk memcahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
c. PBL tidak dapat diterapkan untuk setaiap materi pelaran ada bagian dosen
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntu kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah.
d. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman mahasiswa yang
tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembangian tugas.
e. Kurang cocok untuk diterapka di Sekolah Dasae Karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok PBL sangat cocok untuk
mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak untuk sekolah menengah.
f. PBL biasanya membutuhkan waktuyang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walaupun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi.
g. Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja
mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memiliki
kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.

h. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

2.1.8 Keterkaitan PBL dan Hasil Belajar

Menurut Orhan & Ruhan (2007 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014 : 130-
131). Menyatakan bahwa model PBL memberikan dampak positif pada prestasi
akademik siswa dan sikap siswa terhadap sains. Dalam pelaksanaan PBL di
sekolah kesehatan, PBL memberi dampak positif terhadap kompetensi dokter
dalam di- mensi sosial dan kognitif (Gerald Choon-Huat Koh, Hoon Eng Khoo,

30
Mee Lian Wong & David Koh,2008). Dalam penelitian yang di- laksanakan oleh
Hasrul Bakri (2009), menun- jukkan bahwa penerapan PBL di SMK dalam
pembelajaran praktek dapat meningkatkan minat dan kemampuan praktek siswa
dalam praktek menggulung trafo. Penelitian Ade Gafar Abdullah dan Taufik
Ridwan (2008), menyatakan bahwa dalam penerapan PBL ter- dapat peningkatan
hasil belajar siswa.

2.1.9 Peran Partisipan Dalam Problem Based Learning


Menurut Suradijono (2009) di dalam Efendi (2008 : 127- 128), selama
berlangsungnya proses belajar dalam PBL, mahasiswa akan mendapatkan
bimbingan dari narasumber atau fasilitator, bergantung pada tahapan kegiatan
yang dijalankan. Tiap tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai
berikut :
1. Narasumber
Peran narasumber dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Menyusun kasus pemicu (trigger problems)
b. Sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan
dalam sumber pembelajarab berupa bahan cetak atau elektronik.
c. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran.
2. Tutor/ fasilitator
Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran
kerja kelompok serta melakukan evaluasi terhadap efektivitas proses belajar
kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah sebagi berikut :
a) Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana
yang nyaman.
b) Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap
kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca
materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu teman-teman yang lain
mendengarkan da nada seorang anggota yang mencatat informasi yang
penting sepanjang jalannya diskusi.
c) Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan
perkembangan kelompok.

31
d) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-
evaluation.
e) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian
tujuan.
f) Memantau jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagi
masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses
belajar terus berlangsung, agar tidak ada fase dalam proses
pembelajaran yang terlewati atau terabaikan dan agar setiap fase
dilakukan dalam urutan yang tepat.
g) Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur tantangan
dalam penyelesaian tugas.
h) Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari
kesulitannya.
i) Membimbingan proses belajar mahasiswa dengan mengajukan
pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan ini
hendaknya merupakan pertanyaan tentang berbagai konsep, ide,
penjelasan, dan sudut pandang.
j) Mengevaluasi kegiatan belajar mahasiswa, termasuk pertisipasinya
dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap
mahasiswa terlibat dalam proses kelompok serta berbagi pemikiran dan
pandangan.
k) Mengevaluasi penerapan PBL yang telah dilakukan.
2.1.10 Evaluasi Dalam Problem Based Learning
Menurut Efendi (2008 : 127- 128), tidak selamanya proses belajar dengan
metode PBL berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul.
Hal yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan
pengajajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa
kebiasaan materi konvensional, di mana pemberian materi hanya terjadi satu arah
saja. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang
membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan
waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu
pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui

32
apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka dilakukan proses evaluasi/penilaian.
Dalam pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua komponen pokok
yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi.
1. Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa
2. Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa

2.1.11 Komponen – Komponen Model PBL

1. Sintaks Model PBL.

Syntac pembelajaran merupakan langkah- langkah operasional


pembelajaran yang sifatnya baku. Langkah langkah ini dipilihb sesuai dengan
modek yang di kembangkan. Syntax diperlukan dalam pengembangan sebuah
model pembelajaran supaya langkah-langkah yang dirancang tersebut dapat
dijadikan pedoman bagi guru yang akan menerapkannya (Andayani, 2015 :136).

Menurut Japar ( 2015:16 ).Sintaks model PBMSK yang dikembangkan


terdiri atas tujuh fase, yaitu:

a. fase-1 menyampaikan tujuan dan orientasi siswa pada masalah,

b. fase-2 mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar,

c. fase-3 membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,

d. fase- 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya,

e. fase-5 menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah,

f. fase-6 evaluasi, dan

g. fase-7 memberi penghargaan,

2. Sistem Sosial Model PBL.

Social system atau sistem sosial ialah proses belajar mengenali,


menganalisis dan mempertibangkan eksistensi dan perilaku siswa dan guru
sebagai sebuah istitusi sosial dalam berbagai ranah dan pebelajaran. Peran guru dn
siswa disini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok
kepentingan, bukan sebagai idividu (Andayani, 2015 :136).

33
Menurut Suradi (2005: 39-40) dalam Japar (2015: 16). Komunikasi antara
guru dengan siswa dapat dibagi dalam lima pola, yaitu:

a. pola ”Guru (G) – Siswa (S)”,

b. pola ” Guru (G) – Siswa (S) – Guru (G),

c. pola ”Guru (G) – Siswa (S) – Siswa (S)”,

d. pola ”Guru (G) – Siswa (S), Siswa (S) – Guru (G), Siswa (S) – Siswa (S),
dan

e. pola melingkar,

3. Sistem Reaksi Model PBL

Principles of reaction atau prinsip reaksi adalah suatu prinsip yang


menggambarkan bagaimana reaksi siswa terhadap aktivitas pembelajaran yang
diterapkan guru. Dalam penerapan sebuah model pembelajaran, reaksis siswa
menjadi aktivitas yang terencana, tidak terjadi secara serta merta. Karena itu guru
di tuntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga
tercapai secara tuntas perilaku-perilaku, sikap-sikap yang akan diperoleh pada saat
dan setelah pembelajaran berlangsung. Demikian pula sebaliknya, guru harus
bereaksi terhadapa aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengrahkan
aspek yang sempit melainkan ke suau kesatuan yang utuh dan bermakna
(Andayani,2015 : 137).

Prinsip reaksi model PBMSK. Menurut Joyce, Weil, & Shower (2009)
dalam japar (2015:16). bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru dalam
menghargai dan merespons stimulus berupa prilaku-prilaku siswa dalam proses
pembelajaran.

4. Sistem pendukung model PBL.


Support System atau sistem pendukung adalah komponen-komponen yang
menjadi pendukung dalan penerapan sebuah model pembelajaran. Sistem
pendukung ini merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk
penyelesaian masalah dan menjamin terjadinya interaksi guru siswa untuk
menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Bentuk sistem pendukung dapat

34
berupa sekumpulan prosedur berbasis model untuk membantu guru dalam
mengambil keputusan dalam pembelajaran (Andayani,2015 : 137-138).

Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). bahwa yang
dimaksud sistem pendukung adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan
untuk melaksanakan model tersebut (Japar,2015:16).

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring.

Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). Bahwa dampak
instruksional adalah tujuan utama yang bersifat segera/mendesak untuk dicapai
(instructional effect) yaitu hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara
mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan sedangkan dampak
pengikut/pengiring yaitu hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses
pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung
oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.

Menurut Huriah (2018 : 19-20), di dalam aktivitas diskusi tutorial problem


based learning terdapat tutor dan mahasiswa, juga dibutuhkan beberapa sarana dan
prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Beberapa fasilitas yang
diperlukan, diantaranya :
1. Ruang diskusi tutor yang berfungsi sebagai tempat transit dan apersepsi
antara penanggung jawab mata kuliah/blok dan tutor. Ruang tutor
dilengkapi meja, kursi dan perlengakapan lainnya yang menunjang
kegiatan persiapan tutorial bagi tutor.
2. Buku penilaian kegiatan tutorial yang berfungsi mengevaluasi kesiapan
dan keaktifan dalam pelaksanaan diskusi. Selesai proses diskusi, tutor
harus selesai menilai setiap mahasiswa di buku penilaian tutorial
sehingga admin dapat langsung menginput nilai.
3. Sesorang petugas yang bertugas untuk mempersiapkan kebutuhan terkait
pelaksanaan tutorial dan bertugas menginput nilai kegiatan tutorial.
4. Ruang kecil yang cukup nyaman untuk 8 sampai 10 orang, lengkap
dengan meja, kursi, papan tulis, dan penerangan yang cukup. Kondisi
ruangan

35
5. Seperangkat komputer untuk petugas admin yang akan melakukan input
nilai kegiatan tutorial.
6. Perpustakaan mini yang harus dilengkapi dengan referensi baru, sesuai
dengan materi yang dibahas dalam diskusi kelompok. Referensi dapat
berupa buku, jurnal, CD-ROM, kaset video, akses internet. Setelah
selesai diskusi kelompok mahasiswa diberi kesempatan untuk
penelusuran pustaka guna mencari informasi terkait dengan modul.
7. Ruang diskusi diluar gedung akan sangat membantu, misalnya taman
yang rindang, sejuk, tidak bising dan dilengkapi dengan tempat duduk
melingkar, akan sangat mendukung tugas mahasiswa dalam upaya self
directed learning.
8. Fasilitas wifi atau internet di dalam ruang diskusi yang memungkinkan
mahasiswa maupun dosen untuk mengakses jurnal.
9. E-learning system untuk mengupload kuis atau mini kuis pada pertemuan
kedua. E-Learning juga digunakan untuk mengupload laporan tutorial
mahasiswa. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan keaktifan
mahasiswa terkait keterlibatab dalam e-learning.

2.2 KAJIAN KRITIS

Siswa dapat dikatakan belajar apabila terjadi proses perubahan tingkah


laku. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari pembelajaran tersebut
tercapai dengan baik. Untuk mengetahui tercapainya tujuan dari sebuah proses
pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses
pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan sebuah model
pembelajaran yang tepat dan efektif.

Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang


melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru
adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan
memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun

36
sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal
yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung
yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik
dalam berpikir. Kondisi yang tetap harus dipelihara dalam model pembelajaran
PBL (Problem-Based Learning) ini adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi,
demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBL berjalan dengan


lancer. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hal yang paling sering terjadi
adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajajar dengan metode ini. Peserta
didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan materi konvensional, di mana
pemberian materi hanya terjadi satu arah saja. Faktor penghambat lain adalah
kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak.
Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang
diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban
kurikulum. Untuk mengetahui apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka
dilakukan proses evaluasi/penilaian.

37
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi


terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Untuk mengetahui
tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi
atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut
maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif.

Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang


melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru
adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan
memfasilitasi investigasi dan dialog. Model pembelajaran berbasis masalah
adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian masalah.

Ciri- ciri dari model pembelajaran berbasis PBL ini anatar lain: aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. strategi
PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa
hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah.
Pembelajaran berbasis masala melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang
mengembangkan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir, dalam lingkungan yang
bertambah kompleks sekarang ini.

38
3.2 Saran

Adapun beberapa saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1) Bagi guru mata pelajaran Fisika, penerapan model pembelajaran Fisika


berdasarkan masalah pada proses pembelajaran di kelas, dapat ditrapkan
untuk membantu siswa dalam memahami materi secara lebih mudah dengan
cara berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok.

2) Guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif yang


disesuaikan dengan materi pembelajaran Fisika.

39
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrozak, dkk. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap


Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal pena ilmiah. Vol. 1, No. 1.
Andayani. 2015. Problema dan Aksioma : Dalam Metodologi Pembelajaran
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.
Blikstein, Paulo and Chan, Monica M. 2018. Exploring Problem- Based Learning
for Middle School Design and Engiineering Education in Digital
Fabrication Laboratories. Interdisciplinary Journal of Problem- Based
Learning. Volume 12, issue 2.
Dwi,A.Gunawan,R.Sadirman.2014. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Efendi, F. N. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Harmadi.2017. pengembangan model dan metode pembelajran dalam dinamika
belajar siswa. Yogyakarta : Deepublish.
Hilman, Wendy. 2003. Learning How To Learn: Problem Based Learning.
Australian Journal of Teacher Education. Volume 28. Issue 2.
Huriah, T. 2018. Metode Student Center Learning. Jakarta : Prenada Media
Group.
Japar. 2015. Model Pmbelajaran Berbasis Masalah Setting Kooperatif Untuk
Meningkatkan Daya Matematis Dan Keterampilan Sosial. Journal of EST.
ISSN : 2460-1497. Vol.1. No.1.
Jensen, G. M. And Mostrom, E. 2002. Handbook of Teaching and Learning for
Physical Therapists. United states: Gayle May.
Khosim, N. 2017. Model model pembelajaran. Bandung : Sang Surya.
Li, Huinchun. 2003. Educational Change Towards Problem Based Learning: An
Organizational Perspective. Denmark: River Publishers.
Nafiah, Yunin Nurun dan Suyanto, Wardan. 2014. Penerapan model problem-
based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil
belajar siswa. Jurnal pendidikan vokasi. Vol 4, nomor 1.
Nata,A. 2009. Perspektif islam tentang starategi pembelajaran. Jakarta : Kencana.

40
Ronis, D. L. 2008. Problem-Based Learning For Math & Science Integrating
Inquiry and the Internet. California: Corwin Press A Sage Publications
Company.
Sage, S. T. S. 2002. Problems As Possibilities Problem-Based Learning for K-16
Education. Virginia USA: Association for Supervicion and Curriculum
Development.
Saleh, Marhamah. 2013. Strategi pembelajaran Fiqh dengan Problem- Based
Learning. Jurnal ilmiah didaktika. Vol XIV. No,1.
Savery, John R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and
Distinctions. Journal of Problem-based Learning. Volume 1, no.1.
Shankar, P R. 2010. Problem-based Learning: A Review. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. ISSN: 3249-3254.
Simone, Chistina De. 2014. Problem-Based Learning in Teacher Education:
Trajectories of Change. International Journal of Humanities and Social
Science. Vol. 4, No. 12.
Surjono, Herman dwi dan Wulandari, Bekti.. 2013. Pengaruh Problem-Based
Learning Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Plc Di
Smk. Jurnal penidikan vokasi. Vol 3, Nomor 2.
Wasonowati, R.R.T, Dkk. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning
(PBL) Pada Pembelajaran Hukum - Hukum Dasar Kimia Ditinjau Dari
Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2 Surakarta
Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 3.

41

Anda mungkin juga menyukai