Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME DAN KONTEKSTUAL

Dosen Pengampu : Dra. Nurussa`adah, M. Si.

Disusun oleh :

1. Muhammad Ferriza Rizqi (4101420046)

2. Elina Dwi Tsaqila (4101420083)

3. Redwinda Aktari (4101420192)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
DAN KONTEKSTUAL" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurussa`adah selaku dosen Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 19 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang.....………………………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………....…..1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………….2

BAB II: KAJIAN TEORI……………………………………………………………………3

A. PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME…………………………………...3

B. PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL…………………………………………8

BAB III: PENUTUP………………………………………………..………………………12

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………12

B. SARAN……………………………………………….…………………………12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan
bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
kecakapan atau pengetahuan, sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang
berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik kedepan. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa
lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan
interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.

Menurut UNESCO dalam , pembelajaran yang efektif pada abad ini harus
diorientasikan pada empat pilar yaitu, (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to
be, dan (4) learning to live together. Keempatnya dapat diuraikan bahwa dalam proses
pendidikan melalui berbagai kegiatan pembelajaran peserta didik diarahkan untuk
memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, menerapkan atau mengaplikasikan apa yang
diketahuinya tersebut guna menjadikan dirinya sebagai seseorang yang lebih baik dalam
kehidupan sosial bersama orang lain.

Untuk mencapai keempat pilar pembelajaran tersebut diperlukan suatu metode atau
pendekatan dalam proses belajar mengajar. Saat ini model pendekatan yang gencar
dilaksanakan adalah model pembelajaran yang berpusat kepada siswa (students center). Dua
di antara beberapa jenis pendekatan student center yang kerap diterapkan adalah pendekatan
konstruktivisme dan kontekstual.

Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan memaparkan mengenai pengertian
serta konsep pembelajaran konstruktivisme dan kontekstual, bagaimana karakteristik
pembelejaran konstruktivisme dan kontekstual, hingga apa saja kekurangan dan kelebihan
pembelajaran konstruktivisme dan kontekstual.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka muncul beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, meliputi:

1. Bagaimana pengertian dan konsep dari pembelajaran konstruktivisme?

2. Bagaimana karakteristik pembelajaran konstruktivisme?

1
3. Bagaimana asumsi pembelajaran kontruktivisme?

4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontruktivisme?

5. Bagaimana pengertian dan konsep dari pembelajaran kontekstual?

6. Bagaimana karakteristik pembelajaran kontekstual?

7. Bagaimana komponen pembelajaran kontekstual?

8. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontekstual?

1.3 Tujuan

Menilik rumusan masalah yang telah tersusun, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian dan konsep dari pembelajaran konstruktivisme?

2. Mengetahui karakteristik pembelajaran konstruktivisme?

3. Mengetahui asumsi pembelajaran kontruktivisme?

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontruktivisme?

5. Mengetahui pengertian dan konsep dari pembelajaran kontekstual?

6. Mengetahui karakteristik pembelajaran kontekstual?

7. Mengetahui komponen pembelajaran kontekstual?

8. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontekstual?

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

a. Pengertian Pembelajaran Kontruktivisme

Menurut Dahar (1989) dalam Melyana, I. P., & Pujiati, A. (2015) Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta atau membangun pengetahuan suatu makna dari apa yang dipelajari dan sesuai
dengan pengalamanya.

Pembelajaran konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan


bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara
aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif, melainkan melalui tindakan. Hal
ini bermakna bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan hasil dari usaha pelajar itu
sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar (peserta didik secara terus-
menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi
aturan-aturan tersebut bila tidak sesuai lagi).

Di dalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang


berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu
dengan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik menyelesaikan setiap masalah.

Teori Konstruktivisme menurut Piaget yaitu bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang
dimilikinya secara individual.

Teori Konstruktivisme menurut Vygotsky dinyatakan sebagai pembelajaran kognisi


social (Social cognition), dimana perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi banyak
maupun sedikit oleh kebudayaanya, termasuk budaya dari lingkungan keluarganya, dimana
dia berkembang.

Menurut Mohammad (2004:4) dalam (Nurjana, N., 2017) prinsip utama dalam
pembelajaran konstrutivisme adalah:

1). Penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran, yaitu peserta didik belajar melalui
interaksi dengan guru atau teman,

3
2). Zona perkembangan terdekat, yaitu belajar konsep yang baik adalah jika konsep itu
berada dekat dengan peserta didik,

3). Pemagangan kognitif, yaitu peserta didik memperoleh ilmu secara bertahap dalam
berinteraksi dengan pakar, dan

4). Mediated learning, yaitu diberikan tugas komplek, sulit, dan realita kemudian baru diberi
bantuan.

b. Karakteristik Pendekatan Kontruktivisme

Karakteristik lingkungan belajar yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme,


dikemukakan oleh Indrawati (1999) dalam (Rosalin, 2008:7) dalam (Dewi, S., et. al 2014),
sebagai berikut:

1. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, melainkan memiliki tujuan serta
dapat merespon situasi pembelajaran dengan membawa konsepsi awal sebelumnya.

2. Melibatkan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang sering kali
melibatkan negosiasi interpersonal.

3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara
personal dan sosial.

4. Seperti siswa, guru juga membawa konsepsi awal ke dalam situasi pembelajaran, baik
mengenai materi pelajaran, dan pandangan mereka tentang pembelajaran.

5. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan


situasi kelas serta tatanan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpikir
secara ilmiah.

6. Kurikulum bukanlah sesuatu yang sekedar dipelajari melainkan seperangkat program


pembelajaran, materi, sumber, serta pembahasan yang merupakan titik tolak siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuan.

c. Asumsi Pembelejaran

1. Hakekat Peserta Didik

1) Peserta didik adalah individu yang bersifat unik.

Kontruktivisme memandang peserta didik sebagai individu yang unik, serta


memiliki latar belakang dan kebutuhan yang unik pula. Konstruktivisme tidak hanya

4
mengetahui keunikan dan kompleksitas peserta didik saja tetapi juga mendorong,
menggunakan, dan menghargainya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses
belajar.

2) Latar belakang dan kebudayaan peserta didik.

Dari sudut pandang kontruktivisme, penting untuk memperhatikan latar belakang


dan kebudayaan peserta didik karena hal ini dapat membantu membentuk pengetahuan
dan kebenaran sehingga peserta didik menciptakan, menemukan, dan memperoleh proses
belajar.

3) Tanggungjawab belajar.

Von Glaserfeld (1989) mengemukakan pentingnya peserta didik membangun


pemahamannya senidiri serta tidak hanya sekedar merefleksikan bahan ajar yang telah
mereka pelajari.

4) Motivasi belajar.

Motivasi belajar peserta didik bergantung pada keyakinan peserta didik terhadap potensi
belajarnya. Keyakinan akan potensi peserta didik diperoleh dari pengalaman peserta
didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang telah lalu. Dengan memiliki
pengalaman menyelesaikan tugas yang menantang, peserta didik memperoleh keyakinan
dan motivasi untuk menghadapi tantangan yang lebih kompleks lagi.

2. Peran Peserta Didik

Sesuai dengan pendekatan konstruktivisme, pendidik harus menyesuaikan diri


dengan peran sebagai fasilitator dan bukan sebagai pendidik. Apabila pendidik itu
sebagai pendidik, maka peserta didik memainkan peran pasif sedangkan jika sebagai
fasilitator, peserta didik memainkan peran aktif dalam proses belajar.

3. Hakekat Proses Belajar

1) Belajar merupakan proses sosial dan aktif.

Belajar bukan suatu proses yang hanya didalam jiwa seseorang, atau bukan
perkembanagan perilaku yang bersifat pasif yang dibentuk oleh kekuatan eksternal
dan belajar yang bermakna itu terjadi apabila individu terlibat dalam kegiatan sosial.

2) Dinamika interaksi antara tugas, pendidik, dan peserta didik.

5
Karakteristik peran fasilitator dalam sudur pandang konstruktivisme sosial
adalah bahwa pendidik dan peserta didik terlibat secara sama dalam kegiatan belajar

4. Kolaborasi antar Peserta Didik

1) Belajar sambil mengajar

Apabila peserta didik harus menyajikan dan berlatih isi pelajaran baru dengan
teman sekelasnya, maka akan terbentuk pembuatan pengetahuan yang bersifat
kolektif, dan proses ini tidak bersifat linier, sebagaimana yang terjadi dalam proses
pembelajaran.

2) Pentingnya konteks

Paradigma konstruktivisme sosial memandang konteks yang menjadikan


belajar sebagai pusat belajar.

5. Asesmen

Asesmen dipandang sebagai proses dua jalan yang melibatkan interaksi antara
pendidik dan peserta didik, oleh karena itu asesmen dan belajar dipandang proses yang
berkaitan dan bukan sebagai proses yang terpiah.

6. Pemilihan, cakupan, dan urutan materi pembelajaran

1) Pengetahuan dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu.

2) Keterlibatan peserta didik.

3) Struktur proses belajar.

d. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontruktivisme

a) Kelebihan pembelajaran kontruktivisme:

1) Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.

2) Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan


gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

3) Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang


pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong
refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.

6
4) Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks.

5) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif


yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari
kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

b) Kelemahan pembelajaran kontruktivisme:

1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil


konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan
miskonsepsi.

2) Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,


hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.

3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.

7
B. PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL

a. Pengertian Pembelajaran Konstektual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan


konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.

Pendekatan pembelajaran kontekstual mencerminkan suatu proses pendidikan yang


holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka
sehari–hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga peserta didik memiliki
pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan
ke permasalahan lainnya.

Pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2002) dalam (Suprapto, E., 2015) yaitu
bahwa pembelajaran kontekstual adalah proses pendidikan yang mempunyai tujuan untuk
membantu siswa melihat makna didalam materi yang mereka pelajari dengan cara
mengaitkan materi dengan konteks kehidupan keseharian mereka.

Menurut (Johnson, 2002: 73) Prinsip-prinsip yang mendasari pembelajaran


kontekstual yakni:

1. Prinsip saling ketergantungan

Prinsip saling ketergantungan menuntun pada penciptaan hubungan bukan isolasi. Para
pendidik yang bertindak menurut prinsip ini akan mengadopsi praktik CTL dalam
menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Prinsip saling
ketergantungan menekankan pada kerjasama. Dengan bekerjasama siswa akan terbantu
untuk menemukan persoalan, memasang rencana, dan mencari pemecahan masalah

2. Prinsip diferensiasi

Prinsip diferensiasi mengilhami pembelajaran kontekstual yang menghargai keunikan,


keragaman, dan kreativitas siswa, proses pembelajaran yang bervariasi, menyenangkan,
dan memotivasi siswa untuk belajar sesuai dengan perkembangan intelektualny

3. Prinsip pengaturan diri

8
Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk
mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, CTL
memiliki sasaran menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh
ketrampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas
sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya.

b. Karakteristik Pembelajaran Konstektual

Karakteristik pembelajaran kontekstual menurut (Muslich, 2009) dalam (Kadir, A.,


2013) adalah:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang


diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life
setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas


yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa


(learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi


antarteman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja


sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning
to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja


sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy


activity).

c. Komponen Pembelajaran Konstektual

Beberapa komponen dari pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002) dalam (Kadir,


A., 2013) yaitu:

9
1. Konstruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan
CTL, dimana siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif
dalam proses belajar mengajar.

2. Menemukan (Inquiry). Pengetahuan dan ketrampilan yang diharapkan bukan hasil dari
mengingat melainkan hasil dari menemukan sendiri. Siklus inkuiri yaitu : observasi,
bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan menyimpulkan.

3. Bertanya (Questioning). Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru


untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Hasil belajar diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain, sharing dengan teman, maupun kelompok. Masyarakat belajar terjadi
apabila ada komunikasi dua arah.

5. Pemodelan (Modelling). Dalam sebuah pembelajaran ada model yang bisa ditiru, bisa
berupa cara mengoperasikan sesuatu, melafalkan ejaan dan sebagainya. Pendidik
memberi contoh cara bekerja sesuatu, secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan.

6. Refleksi (Reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang hal-hal yang telah dilakukan pada masa lalu. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima atau ditemukan.

7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment) adalah proses pengumpulan berbagai


data yang bisa memberikan gambaran perkembangan peserta didik. Kemajuan belajar
dinilai dari proses, bukan dari hasil. Dengan demikian penilai tidak hanya pendidik,
tetapi bisa juga teman atau orang lain.

d. Kelebihan Dan Kelemahan

a) Kelebihan pembelajaran kontekstual:

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berarti
secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada


siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana

10
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”
bukan ”menghafal”.

3) Siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka lihat dan
apa yang mereka alami dalam kehidupan nyatanya.

4) Kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan karena siswa tidak hanya


mengalami belajar di dalam kelas (indoor) saja tetapi juga di luar kelas (outdoor),
sehingga membuat siswa tidak bosan untuk menerima pelajaran yang diberikan
oleh guru.

5) Dengan pembelajaran yang seperti ini akan membuat siswa lebih mencintai
lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan yang ada di sekitarnya dan lebih
peka terhadap alam.

6) Siswa dapat berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu
isu, dan memecahkan masalah.

7) Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok

b) Kelemahan pembelajaran kontekstual:

1) Kurang efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam proses belajar
mengajar.

2) Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual nampak jelas antara siswa
yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang
kemudian dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang
kemampuannya.

3) Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran kontekstual akan sulit untuk
mengejar ketertinggalan, karena dalam pembelajran ini kesuksesan siswa bergantung
dari keaktifan dan usaha sendiri.

4) Tidak semua siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengambangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan pendekatan kontekstual.

5) Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan Kontruktivesme menekankan bahwa siswa harus aktif membangun


struktur pengetahuannya sendiri berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Pengetahuan bibangun berdasarkan pengalaman siswa. Sedangkan pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan
konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja. Keduanya memiliki karakteristik masing-
masing dan memiliki kekurangan kelebihannya masing-masing.
B. Saran

a. Sebagai seorang pendidik harus selalu mampu menjadi fasilitator dan


motivator bagi siswa agar siswa mau aktif dalam pembelajaran dan minat
siswa dalam belajar juga akan meningkat.
b. Guru harus mampu menciptakan suasana kontruktivisme dan kontekstual
dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang teah ditetapkan oleh
pemerintah. Suasana yang nyaman juga akan membuat siswa bersemangat
dalam belajar.
c. Siswa harus senantiasa aktif terlibat dalam pembelajaran, karena
kontruktivisme dan kontekstual tak lepas dari aktifitas keaktifan siswa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Melyana, I. P., & Pujiati, A. (2015). Pengaruh Sikap dan Pengetahuan Kewirausahaan
terhadap Kesiapan Berwirausaha Melalui Self-Efficacy. Journal of Economic
Education, 4(1).

Dewi, S. K., Suarjana, I. M., & Sumantri, M. (2014). Penerapan model polya untuk
meningkatkan hasil belajar dalam memecahkan soal cerita matematika siswa kelas
V. MIMBAR PGSD Undiksha, 2(1).

Nurjana, N. (2017). PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN


PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA PENJUMLAHAN PECAHAN
BERPENYEBUT BERBEDA BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 07 NGALAU
GADANG KECAMATAN IV NAGARI BAYANG UTARA. THEOREMS (THE jOuRnal of
mathEMatics), 2(2), 157-175.

Suprapto, E. (2015). Pengaruh model pembelajaran kontekstual, pembelajaran langsung dan


motivasi berprestasi terhadap hasil belajar kognitif. invotec, 11(1).

Kadir, A. (2013). Konsep pembelajaran kontekstual di sekolah. Dinamika Ilmu: Jurnal


Pendidikan, 13(1).

13

Anda mungkin juga menyukai