Anda di halaman 1dari 17

PARADIGMA PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

MAKALAH
Disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Belajar dan Pembelajaran PAI yang dibina oleh
Bapak Dr. H. Mohammad Muchlis Solichin, M.Ag.

Oleh :
ABDUL MUIN
NIM. 22380011033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA IAIN MADURA
SEPTEMBER 2022

i
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Topik Pembahasan.......................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..........................................................................................................................4
A. Definisi Pembelajaran Konstruktivisme........................................................................4
B. Ruang Lingkup Pembelajaran Konstruktivisme............................................................5
C. Langkah-Langkah Pembelajaran Konstruktivisme........................................................5
D. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Konstrutivisme...........................................6
E. Pandangan Para Tokoh-Tokoh Tentang Konstruktivisme.............................................8
F. Penerapan Teori Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI...............12
BAB III.....................................................................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................13

ii
1

BAB I

A. Latar Belakang

Filosofi pembelajaran, mengajar adalah penting, tetapi belajar jauh lebih


penting. Filosofi yang sama dinyatakan oleh Heather Fry, Steve Katteridge dan
Stephanie Marshall (2009) dalam bukunya “Handbook Teaching and Learning in
Higher Education” bahwa mengajar untuk belajar. Filosofi tersebut
mengingatkan kita semua bahwa esensi pembelajaran adalah belajar (learning).1
Pada masa kini dimana paradigma pembelajaran sudah mengalami
pergeseran besar-besaran dengan dalih bahwa tidak ada satu metode atau strategi
apapun yang cocok diterapkan dalam segala situasi dan kondisi. Paradigma
pembelajaran yang selama ini mendudukkan pengajar sebagai pusat
pembelajaran (teacher center learning) tidak lagi diberikan porsi dominan sebagai
teknisi aktif dan knowledge transferer, melainkan penekanannya terlebih kepada
pelajar (student center learning) untuk lebih aktif dalam membangun
pengetahuannya, sehingga peran pengajar pada masa konstruktivisme tidak lebih
dari pada seorang fasilitator dan mediator untuk membantu seorang pelajar dalam
membangun pengetahuannya.2
Pergeseran paradigma dari Behaviorisme ke Konstruktivisme membawa
perubahan yang begitu dominan dalam sistem pendidikan, dimana pelajar
menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran. begitu pula membawa pengaruh
cukup besar bagi peserta didik dalam proses membangun pengetahuan.
Perubahan mendasar ditandai dari yang semula memandang peserta didik sebagai
objek pasif (yang memerlukan dorongan dan penguatan dari seorang guru
(teacher centered) dalam menghasilkan pengetahuan) ke arah pembelajaran yang
1
Nahot Tua Parlindungan Sihaloho, “Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan”, Jurnal Rontal Keilmuan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Vol. 5,
No. 2, (November 2019), 52, https://doi.org/10.29100/jr.v5i2.1397.
2
Hamzah, “Konstruktivisme Dan Implikasiinya Dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Konasbara. Vol.
-, No. 8, (2018), 118, ISSN: 2597-5242.
2

berpusat pada siswa (student centered) secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
untuk menghasilkan pengetahuan. Schunk menegaskan bahwa alih-alih sejumlah
peneliti pembelajaran hari ini berbicara tentang bagaimana pengetahuan
diperoleh (acquisition), melainkan mereka berbicara tentang bagaimana sebuah
pengetahuan dibangun (construction).3
Indonesia memiliki sistem pendidikan dalam konteks kehidupan bangsa dan
bernegara yaitu sistem pendidikan nasional, yang berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa dan mewujudkan tujuan
nasional. Hal tersebut berhubungan dengan paradigma pendidikan yaitu suatu
pemikiran yang mendasar tentang pendidikan. Perkembangan paradigma di
Indonesia saat ini pun sudah mengalami perkembangan, salah satu realitas
pembelajaran di Indonesia sekarang sudah menerapkan teori belajar
konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme berakar pada filsafat humanisme
dan fenomenologi. Perkembangan dalam paradigma ini juga mengambil
sejumlah gagasan yang dikembangkan oleh teori belajar kognitif.4
B. Topik Pembahasan

1. Apa Definisi dari Pembelajaran Konstruktivisme ?


2. Bagaimana Ruang Lingkup Pembelajaran Konstruktivisme ?
3. Bagiamana tahap-tahap dalam Pembelajaran Konstruktivisme ?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Konstruktivisme?
5. Bagaimana pandangan para ahli tentang Pembelajaran Konstruktivisme?
6. Bagaimana penerapan teori belajar Konstruktivisme dalam pembelajaran
PAI ?

3
Ibid, 118.
4
Dinda Dwi Azizah Fuan Sa’adah, “Aplikasi Hakikat Teori Belajar konstruktivism dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, An-Nuha. Vol. 1, No. 1, (Februari 2021), 1,
http://annuha.ppj.unp.ac.id/index.php/annuha/index.
3

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui definisi dari Pembelajaran Konstruktivisme
2. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Pembelajaran Konstruktivisme
3. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam Pembelajaran Konstruktivisme
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Konstruktivisme
5. Untuk mengetahui pandangan para ahli tentang Pembelajaran
Konstruktivisme
6. Untuk mengetahui penerapan teori belajar Konstruktivisme dalam
pembelajaran PAI

BAB II
4

PEMBAHASAN
A. Definisi Pembelajaran Konstruktivisme

Istilah constructivism dalam bahasa Indonesia diserap menjadi konstruktivisme


yang juga berasal dari kata kerja Inggris “to construct” kata ini juga merupakan
serapan dari bahasa Latin “conetruere” yang mempunyai arti menyusun atau
membuat struktur. Secara istilah, konstruktivisme merupakan aliran filsafat yang
menganggap bahwa pengetahuan adalah buah dari konstruksi bentukan diri sendiri.
Lebih lanjut, Von Glasersfeld dalam Suparno menegaskan bahwa pengetahuan bukan
suatu imitasi atau tiruan dari sebuah kenyataan. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer bagitu saja dari orang-orang tetapi harus diintepretasikan dalam diri sendiri
oleh masing-masing diri. Pengetahuan bukan hasil instans, tapi proses yang
berkembang terus menerus.5
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan, kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik agar dapat belajar dengan baik.6
Pembelajaran konstrukivisme membuka suatu ruang yang baik, sehingga hal ini
dapat membantu untuk siswa dapat terlibat didalam kelas demi mengeksplorasi dan
menggali lebih dalam kemampuan potensi dan keindahan juga dengan sikap perilaku
yang terbuka. Dalam hal ini peserta didik dapat membina pengetahuannya sendiri
serta dapat mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan juga sebagai proses
menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah dimiliki
ide dan pemikiran konstruktivisme bersumber dari dalam diri pembelajar yang

5
Yusuf M., Arfiansyah Witrialail, “Konsep Merdeka Belajar Dalam Pandang Filsafat
Konstruktivisme”, Al- Murabbi, Vol. 7, No. 2, (Januari 2021):
123, https://doi.org/10.53627/jam.v7i2.3996.
6
Anggraeni Aisyah, “Urgensi Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Pada Pembelajaran PKn SD
Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa”, Jurnal PPKn & Hukum, Vol. 14, No. 2, (Oktober 2019):
21.
5

dengan kata lain pembelajaran lebih berfokus kepada murid untuk mengendalikan
cara belajar sendiri. Tahapan perkembangan psikologi anak akan turut dalam
mengikuti tahapan perkembangan kognisi. Pembelajaran murid dalam mengkontruksi
pengetahuan dilakukan dengan transformasi, organisasi dan penataan kembali
informasi dan pengetahuan sebelumnya, dalam hal iniguru tidak tidak boleh
memaksa/ indoktrinasi dalam mengajar, tetapi lebih kepada memberi kesempatan
untuk murid berkembang secara alamiah.7
B. Ruang Lingkup Pembelajaran Konstruktivisme

Ruang lingkup teori belajar konstruktivistik bersifat terbatas. Dimana teori ini
memusatkan pada peserta didik yang di beri kebebasa berkreasi dalam mengkonstruk
dan menggabungkan apa yang terjadi di lingkungannya. Oleh karena itu, sebagian
besar contoh yang diberikan melibatkan pengendalian perilaku. Proses-proses belajar
yang kurang tampak dan sukar diamati, seperti pembentukan konsep, belajar dari
buku, pemecahan masalah, dan berfikir kurang diteliti oleh para ahli 8. Teori ini lebih
memusatkan kepada perubahan perilaku yang nampak, karena pada uji cobanya teori
ini di dipraktekkan kepada hewan seperti merpati, tikus, dan anjing yang tidak
memiliki akal pikiran..

C. Langkah-Langkah Pembelajaran Konstruktivisme

Berdasarkan teori ini dapat ditentukan prosedur atau langlah-langkah


pembentukan tingkah laku yaitu :

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran


berparadigma konstruktivistik, yaitu sebagai berikut;

7
Panjaitan Kornelius Johanes, Renny Maria, and Manullang Agustinus, “Implikasi Model
Pembelajaran Konstruktivisme Dengan Pendidikan Kristen”, Didaskalia, Vol. 3, No. 1, (Juni 2022):
47, Implikasi Model Pembelajaran Konstruktivisme dengan Pendidikan Agama Kristen |
DIDASKALIA : Jurnal Pendidikan Agama Kristen (ejournal-iakn-manado.ac.id).
8
6

1. Memberikan keleluasan kepada siswa untuk melaksanakan aktivitas


belajar dalam berbagai konteks
2. Pengetahuan yang dihasilkan melalui aktivitas belajar seharusnya dapat
membantu siswa untuk dapat memberikan solusi terhadap permasalahan
yang dihadapinya.
3. Aktivitas belajar dapat berlangsung ketika terjadi interaksi sosial antara
siswa dengan guru, temannya, yang dengannya terjadi kolaborasi antara
mereka.
4. Guru sebaiknya dapat mengarahkan siswa dalam proses belajarnya secara
konsisten yang dapat memkonstruksikan pengetahuannya.
5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
pemaknaan, yaitu suatu untuk memperoleh kedalaman pemahaman
terhadap satu atau berbagai informasi.
6. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya dengan melakukan akitivitas
berpikir dan interpretasi terhadap peristiwa yang dialami secara individual
dan bersifat unik yang berbeda antar individu siswa9

D. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Konstrutivisme

1. Kelebihan
a) Berfikir, alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
b) Faham, oleh kerana itu murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya
dalam semua situasi.
c) Ingat, oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Yakin siswa melalui pendekatan ini membina

9
Mohammad Muchlis Solichin, PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DALAM BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2017), 14-15.
7

sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan


menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d) Kemahiran sosial, Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan
rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e) Seronok, oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin
dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar
dalam membina pengetahuan baru.
2. Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
Berikut beberapa kelemahan teori konstruktivisme:

a) Proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses belajar


yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah
dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur
kognitif.
b) Peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan.
c) Peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri.
d) Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama dalam
kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi
pengetahuannya sendiri.
e) Evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi
8

terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain


yang didasarkan pada pengalaman.10
E. Pandangan Para Tokoh-Tokoh Tentang Konstruktivisme

1. Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme


dalam proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan
seseorang dalam teori perkembangan intelektual. Piaget dipengaruhi
keahliannya dalam bidang Biologi. Ia percaya bahwa makhluk hidup perlu
beradaptasi dan mengorganisasi lingkungan fisik di sekitarnya agar tetap
hidup. Baginya, pikiran dan tubuh juga terkena aturan main yang sama.
Piaget sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuan itu pada dasarnya adalah
teori adaptasi pikiran (kognitif) ke dalam suatu realitas, seperti organisme
beradaptasi ke dalam lingkungannya. Menurut Piaget, manusia memiliki
struktur pengetahuan dalam otaknya seperti sebuah kotak-kotak yang
masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Sehingga
pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh oleh
masing-masing individu dan disimpan dalam otak yang berbeda. Dan setiap
pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak tersebut atau
struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat
manusia belajar menurur Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam
dirinya, yaitu: proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
a) Proses organisasi: adalah proses ketika manusia menghubungkan
informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang
sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya di dalam otak. Melalui
proses organisasi inilah manusia dapat memahami sebuah informasi baru
yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan
struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga manusia dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi atau pengetahuan tersebut.
10
Suparlan, “Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran”, Islamika, Vol. 1, No. 2, (Juli 2019), 85-87,
https://doi.org/10.36088/islamika.v1i2.208.
9

b) Proses adaptasi: adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama,


mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut
dengan asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah
dimiliki dengan struktur pengetahuan yang baru, sehingga akan terjadi
keseimbangan.
Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengemukakan empat konsep dasar,
yaitu: skemata, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan (equilibrium).
a) Skemata Secara sederhana dapat dipandang sebagai kumpulan konsep
atau kategori yang digunakan individu ketika berinteraksi dengan
lingkungan. Skemata ini senantiasa berkembang. Perkembangan ini
dimungkinkan oleh stimulus-stimulus yang dialaminya yang kemudian
diorganisasikan dalam pikirannya. Semakin mampu seseorang
membedakan satu stimulus dengan stimulus lainnya, maka semakin
banyak skemata yang dimilikinya.
b) Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru
ketika seseorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata
atau perilaku yang sudah ada. Asimilasi pada dasarnya tidak mengubah
skemata, tetapi mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan
skemata.
c) Akomodasi adalah proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai
dengan pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan
terbentuk skemata baru dan berubahnya skemata lama. Di konsep
akomodasi tampak terjadi perubahan secara kualitatif, sedangkan pada
asimilasi terjadi perubahan secara kuantitaif. Jadi pada hakikatnya,
akomodasi menyebabkan terjadinya perubahan atau pengembangan
skemata. Sebelum terjadi akomodasi, struktur mental anak mengalami
ketidakstabilan (disequilibrium) di saat menerima stimulus baru (proses
asimilasi). Tatkala terjadi akomodasi secara bersamaan maka struktur
mental anak akan stabil kembali, dan begitu seterusnya. Begitulah proses
10

asimilasi dan akomodasi terjadi secara terus menerus dan menjadikan


skemata manusia berkembang bersama dengan waktu dan bertambahnya
pengalaman. Dengan kata lain, proses asimilasi dan akomodasi
terkoordinasi dan teintegrasi menjadi penyebab terjadinya adaptasi
intelektual dan perkembangan struktur intelektual.
d) Keseimbangan (equilibrium) Dalam proses adaptasi terhadap
lingkungan, individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau
skemata yang stabil. Stabil dalam artian adanya keseimbangan antara
proses asimilasi dan akomodasi. Seandainya hanya terjadi asimilasi
secara kontinyu maka yang bersangkutan hanya akan memiliki beberap
pemahaman atau skemata global dan tidak mampu melihat perbedaan
antara berbagai hal. Begitu pun sebaliknya, jika akomodasi saja yang
terjadi secara kontinyu maka individu hanya akan memiliki skemata
yang kecil-kecil saja dan tidak memliki skemata yang umum, maka
individu tidak akan mampu melihat persamaan-persamaan di antara
berbagai hal. Itulah sebabnya sehingga musti ada keserasian yang Piaget
menyebutnya dengan keseimbangan (equilibrium).11
2. Menurut Vigotsky, belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Dalam
proses belajar terjadi perkembangan pengertian yang spontan menuju yang lebih
ilmiah. Dengan diilhami oleh karya Vigotsky, sosiokulturalisme lebih
menekankan praktek kultural dan sosial dalam lingkungan belajar. Menurut para
sosiokulturalis, aktivitas mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang
dalam praktek sosial dan kultural yang ada. Mereka menerapkan partisipasi
individu dalam praktek kegiatan yang diorganisasikan secara kultural, misalnya
dalam interaksi di dalam kelas. Konstruktivisme bersifat kontekstual. Siswa
selalu membentuk pengetahuan dalam situasi dan konteks yang khusus.

11
Hamzah, “Konstruktivisme Dan Implikasiinya Dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Konasbara. Vol.
-, No. 8, (2018), 121-122, ISSN: 2597-5242.
11

Penafsiran terkini dari ide-ide Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan


tugas-tugas kompleks, sulit dan realistik dan kemudian diberikan bantuan
secukupnya dalam menyelesaikan tugas tersebut. Hal ini diharapkan agar
terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks
tersebut.
3. Wheatley mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori
belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara
pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi
bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang
dimiliki anak. Dari uraian di atas menekankan kepada bagaimana pentingnya
keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan
pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Secara spesifik
Hudoyo menyatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu
bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena
itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu
dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
4. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori
belajar konstruktivisme, Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam
kaitannya dengan pembelajaran, yaitu: (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan
dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai,
dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.12

F. Penerapan Teori Pembelajaran Konstruktivisme Dalam


Pembelajaran PAI

12
Ahmad Nizar Rangkuti, “Konstruktivisme Dan Pembelajaran Matematika”, Darul ‘Ilmi. Vol. 02,
No. 02 (Juli 2014), 63-65, https://doi.org/10.24952/di.v2i2.416.
12

Pendidikan Agama Islam merupakan upaya secara sadar, terencana dan


sistematis dalam mendewasakan peserta didik, namun tidaklah sama pendidikan
agama islam dalam ruang lingkup Islam, pendidikan agama islam dalam
keluarga, pendidikan agama islam dalam sekolah dan Perguruan Tinggi. Pada
dasarnya terdapat keunikannya tersendiri. Namun PAI dalam sekolah lebih
memfokuskan kepada pemahaman nilai-nilai Islam serta perwujudannya kepada
Allah. Namun di lain sisi setiap peserta didik merupakan mahluk sosial yang
hidup didalam sebuah lingkungannya sendiri sehingga PAI perlu membuka ruang
untuk setiap pengalaman peserta didik sehingga pembelajaran PAI tidak hanya
bersifat pengetahuan teoritis saja melainkan menjadi sebuah disiplin ilmu yang
relevan dengan pengalaman hidup peserta didik dan peserta didik diberi keluasan
untuk memahami iman dalam pengalamannya. Maka peran Guru PAI sangatlah
besar dalam hal ini dimana tidak bisa dihindarkan bahwa salah satu menjadi
faktor keberhasilan pembelajaran PAI dalam mencapai tujuannya ialah, ketika
seorang guru PAI mampu menguasai serta menerapkan berbagai metode
pembelajaran yang dapat membuat siswa tertarik serta antusias dalam mengikuti
pembelajaran.38 Ada pun salah satu metode yang dapat menempakatkan siswa
agar berperan aktif ialah metode konstruktivisme dimana ketika teori ini dapat
dipraktekkan dalam pembelajaran PAI maka akan memberika hasil dimana ; (1)
Peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuan tentang Islam dengan
mengintegrasikan dengan pengalaman yang mereka punya; (2) Pendidikan
Agama Islam (PAI) lebih bermakna karena karena siswa mengerti dan mereka
dapat menyesuaikan dengan kebutuhan mereka masing-masing hal ini
dikarenakan kebutuhan setiap siswa tentu lah tidak sama satu dengan yang lain;
(3) siswa dapat saling berdiskusi dan berbagi pengalaman sehingga hal ini
membuat siswa akan lebih kaya dalam mendapatkan informasi; (4) siswa
menjadi aktif dan ikut berperan didalam pembelajaran dapat berdialog dengan
guru maupun teman sekalas dalam pembelajaran PAI sehingga suasana kelas
menjadi hidup; (5) siswa datang kesekolah tidak dengan kepala kosong
13

melainkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman selain itu siswa juga
menjadi lebih mandiri dalam mencari tahu dan mendapatkan pemahamannya
sendiri.13

BAB III
A. Kesimpulan

13
Panjaitan Kornelius Johanes, Renny Maria, and Manullang Agustinus, “Implikasi Model
Pembelajaran Konstruktivisme Dengan Pendidikan Kristen”, Didaskalia, Vol. 3, No. 1, (Juni 2022):
53, Implikasi Model Pembelajaran Konstruktivisme dengan Pendidikan Agama Kristen |
DIDASKALIA : Jurnal Pendidikan Agama Kristen (ejournal-iakn-manado.ac.id).
14

Teori belajar konstruktivisme merupakan teori yang lebih mengedepankan


peserta didik dalam berkreasi serta mengkonstruk apa yang terjadi di lingkungan,
sekolah. Sedangkan guru sebagai fasilitator dan tidak banyak berperan aktif
dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
15

Sihaloho Tua Parlindungan Nahot, “Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran


Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan”, Jurnal Rontal Keilmuan
Pancasila Dan Kewarganegaraan. Vol. 5, No. 2, November 2019.
Hamzah, “Konstruktivisme Dan Implikasiinya Dalam Pembelajaran Bahasa Arab”,
Konasbara. Vol. -, No. 8, 2018.
Azizah Fuan Sa’adah Dinda Dwi, “Aplikasi Hakikat Teori Belajar konstruktivism
dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, An-Nuha. Vol. 1, No. 1,
Februari 2021.
Arfiansyah Witrialail Yusuf M., “Konsep Merdeka Belajar Dalam Pandang Filsafat
Konstruktivisme”, Al- Murabbi, Vol. 7, No. 2, Januari 2021.
Anggraeni Aisyah, “Urgensi Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Pada
Pembelajaran PKn SD Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa”, Jurnal
PPKn & Hukum, Vol. 14, No. 2, Oktober 2019.
Johanes Kornelius Panjaitan, Maria Renny, and Agustinus Manullang, “Implikasi
Model Pembelajaran Konstruktivisme Dengan Pendidikan Kristen”,
Didaskalia, Vol. 3, No. 1, Juni 2022.
Mohammad Muchlis Solichin, PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DALAM
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN, (Pamekasan: Duta Media Publishing,
2017.
Suparlan, “Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran”, Islamika, Vol. 1, No. 2, Juli
2019.
Rangkuti Nizar Ahmad, “Konstruktivisme Dan Pembelajaran Matematika”, Darul
‘Ilmi. Vol. 02, No. 02, Juli 2014.
Budyastuti Yuni, Fauziati Endang, “Penerapan Teori Konstruktivisme pada
Pembelajaran Daring Interaktif”, Jurnal Papeda, Vol. 3, No. 2, Juli 2021.

Anda mungkin juga menyukai