Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar dan


Pembelajaran Program Studi Pendidikan Agama Islam
Semester 1 - Virtual

Dosen Pembimbing:
Dr. H. Ambo Dalle, S.Ag, M.Pd
Dr. Firman, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Abdul Zainab 2320203886108029


Hasrudi 2320203886108006
Yusniar Umar 2320203886108030

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE 2023
KATA PENGANTAR

Syukur dan memuji kebesaran Allah SWT atas segala karunia nikmat yang
diberikan sehingga makalah yang berjudul Teori Pembelajaran Konstruktivisme
dalam Teori Belajar dan Pembelajaran dapat penulis selesaikan sebagai tugas pada
mata kuliah Pembelajaran Jarak Jauh. Shalawat teruntuk Nabi Besar Muhammad
SAW sebagai suri tauladan yang baik dan pembawa rahmat bagi semesta alam.
Penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari peran dosen
pembimbing Bapak Dr. H. Ambo Dalle, S.Ag, M.Pd dan Bapak Dr. Firman,
M.Ag., yang memberikan petunjuk terkait penyusunan makalah ini. Pembahasan
dalam makalah ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan serta menjadi langkah awal dalam mempelajari dan mendiskusikan
berbagai topik pada mata kuliah Pembelajaran Jarak Jauh.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam makalah ini baik dari
materi, referensi, serta struktur penulisan yang belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran dari para pembaca untuk
melahirkan makalah yang lebih baik lagi.

Parepare, 30 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan................................................................................................................5
1. Untuk mengetahui prinsip dasar dari teori konstruktivisme......................................................5
2. Untuk menegtahui bagaiamana proses pembelajaran melalui teori kontruksi pengetahuan.....5
3. Untuk mengetahui bagaimana peran social dalam pembelajaran konstruktivisme...................5

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa tahun belakangan ini filsafat konstruktivisme sangat


mempengaruhi perkembangan praktek pendidikan di seluruh dunia. Banyak
pembaharuan system pembelajaran serta pengembangan kurikulum didasari oleh
konstruktivisme. Konstruktivisme terutama menekankan peran aktif siswa dalam
membentuk pengetahuan.
Proses pembelajaran secara substansial dapat dimaknai sebagai suatu proses
pengembangan moral keagamaan, aktivitas tan kreativitas siswa melalui berbagai
interaksi edukatif dan pengalaman belajar. Namun demikian, pada tataran
implementasinya, proses pembelajaran masih banyak mengabaikan aktivitas dan
kreativitas siswa. Fenomena sepeti ini, antara lain disebabkan oleh menerapan model
dan sistem pembelajaran yang lebih banyak menekankan pada penguasaan
kemampuan intelektual (kognitive) saja serta proses pembelajaran yang terpusat pada
aktivtas guru (teacher centred learning) di kelas, sehingga keberadaan siswa di kelas
hanya menjadi objek, menunggu uraian dan penjelasan guru, kemudian mencatat dan
menghafalnya.
Peran guru sebagai pendidik sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan
kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga mereka siap serta mampu
berinteraksi dan beradaptasi dalam kehidupan nyata dengan baik. Langkah konkret
yang harus dilakukan dalam suatu pembelajaran ialah menyusun kurikulum.
Selanjutnya berdasarkan kurikulum yang telah ditentukan proses pembelajaran
diharapkan berjalan dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan.
Tentunya dalam pencapaian tujuan pembelajaran harus didukung oleh peran
guru secara maksimal. Guru harus mengetahui dan menerapkan langkah yang tepat
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan pembelajaran
secara komprehensif guru harus mampu memahami konsep-konsep pembelajaran
yang ada.
Paradigma pendidik harus mulai diubah dari paradigma pembelajaran yang
berpusat pada guru ke arah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dari
pembelajaran berbasis buku teks menuju pembelajaran berbasis konteks dan riset.
Dengan adanya perubahan pandangan yang dimiliki pendidik diharapkan akan
berimplikasi kepada pembelajaran yang akan dilakukan dalam kelas. Perubahan
pandangan yang mendasari proses pembelajaran tentunya harus didukung oleh
pemahaman guru (pendidik) terhadap konsep pembelajaran konstruktivisme.
Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang
berpusat pada pemahaman. Bahwa proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik
merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang
dilakukan oleh peserta didik sebelum pendidik memberikan stimulus dalam proses
pembelajaran dalam kelas. Pada proses pembelajaran ini, pendidik dituntut menjadi
fasilitator yang baik, mampu menggali potensi peserta didik. Dalam hal ini maka
diharapkan peserta didik mampu menemukan pengetahuan dan pengalaman yang
dilakukan oleh peserta didik sendiri serta mengembangkan kemampuannya dan
mengajukan pertanyaan dari hasil pengalamannya sendiri.
Namun, dalam teori sosiokultural meyakini bahwa perkembangan kognitif
seseorang merupakan sebuah hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar dan
masyarakat. Dari interaksi dengan lingkungan dan masyarakat inilah seseorang
mampu membentuk perkembangan kongnitifnya. Dari latar belakang yang
dipaparkan oleh penulis maka tulisan ini akan berfokus pada teori konstruktivisme
dalam pengembangan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip dasar dari teori konstruktivisme?
2. Bagaimana proses pembelajaran melalui teori kontruksi pengetahuan ?
3. Bagaimana peran social dalam pembelajaran konstruktivisme ?

C. Tujuan dan Kegunaan


1. Untuk mengetahui prinsip dasar dari teori konstruktivisme.
2. Untuk menegtahui bagaiamana proses pembelajaran melalui teori kontruksi
pengetahuan.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran social dalam pembelajaran
konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Dari Teori Konstruktivisme


1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri dan juga
pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). 1 Dalam pandangan
kostruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman.
Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai
macam pengalaman baru.2
Para konstruktivis menjelaskan bahwa satu-satunya alat/sarana yang tersedia
bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Dan dari sanalah
pengetahuan diperoleh.3 Jadi, suatu pengalaman diperoleh manusia melalui indera,
sehingga melalui indera manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Selain itu, para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri
seorang yang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seorang guru ke kepala murid. Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang
telah di ajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka.4
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari
pikiran yang mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud
menstransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada seorang murid, pemindahan
harus di interpretasikan dan di konstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya.5
Dengan demikian apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus dipahami oleh
siswa. Pemahaman siswa boleh berbeda dengan guru. Sehingga dapat dikatakan
bahwa yang berhak menentukan pengetahuan yang ada pada diri seseorang adalah
individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu dengan melalui alat indera yang dimiliki
atau dari satu pengalaman pada pengalaman yang selanjutnya.

1
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 18.
2
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia. Jogjakarta, 2008, hlm.
117.
3
Agus Retnanto, Teknologi Pembelajaran, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm. 49.
4
Ibid., hlm. 50.
5
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 20.
Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivis adalah proses pembelajaran si belajarlah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa. Dengan demikian siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di lapangan.
Peranan siswa menurut pandangan komstruktivistik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan, pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna
tentang hal yang dipelajari.6
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori ini adalah lebih sebagai
fasilitator atau moderator. Guru tidak berperan sebagai agen yang menuangkan
pengetahuan pada otak peserta didik. Guru memberi bimbingan pada peserta didik
dalam upaya mengeksplorasi dunianya, menemukan pengetahuan, mendeskripsikan,
dan berfikir kritis tetapi dengan penuh kecermatan.7
Dengan begitu peran guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang haru
selalu ditiru dan segala ucapan dan tindakannya selalu benar, sedang murid adalah
sosok manusia bodoh, segala ucapan dan tindakannya tidak dapat selalu dipercaya
atau salah.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa teori pembelajaran konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada terbangunnya
pemahaman dan pengetahuan sendiri secara aktif, kreatif, inovatif, inspiratif, dan
produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang
bermakna.

2. Ciri-ciri Pendekatan Konstruktivisme


Menurut cara pandang teori konstruktivisme bahwa belajar adalah proses
untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata. Artinya, siswa akan cepat

6
Agus Retnanto, Teknologi Pembelajaran, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm. 81.
7
yoman Surna dan Olga D. Panderiot, Psikologi Pendidikan, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2014, hlm. 12.
memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada. 8
Guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi
siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Peran guru adalah menyediakan suasana di mana pada siswa mendesain dan
mengarahkan kegiatan belajar itu lebih banyak daripada menginginkan bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
ide-ide.9
Dalam pengelolaan pembelajaran yang harus di utamakan adalah pengelolaan
siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan
lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang
dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah dan sebagainya.
Oleh karena itu seorang siswa diharapkan mampu dalam menuangkan gagasannya
yang dimiliki dengan alasan-alasan sebagai hasil dalam memproses suatu
pengetahuan. Teori belajar konstruktivistik menitikberatkan pada bagaimana seorang
siswa mampu menyusun pengetahuan berdasarkan pemahaman dirinya sendiri. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilkinya tetapi hanya membantu dalam
proses pembentukan pengetahuan oleh siswa agar berjalan dengan lancar.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
siswa. Sehingga siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan
teori-teori tentang dirinya. Pada intinya ciri yang dilakukan teori belajar ini adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya melalui
proses berfikir.
Terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa manusia
sesungguhnya dirangsang untuk berfikir, dikemukakan dalam berbagai kalimat tanya.
Materi penyampaian dalam Alqur’an melampaui kemampuan manusia biasa. Kita
lihat misalnya, dalam surat Al-Ghasiyah (88: 17-20) yang artinya:10
“(17) Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?.
(18) Dan langit, bagaimana ditinggikan? (19) Dan gunung-gunung ditegakan? (20)
Dan bumi bagaimana dihamparkan?. (Q.S Al-Ghasiyah : 17-20)
Terdapat beberapa kalimat perintah dengan nuansa bertanya untuk

8
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Konstekstual, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. 71.
9
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia. Jogjakarta, 2008, hlm.116.
10
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi
Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Prenada Media Group, Jakarta 2010, hlm. 147.
memperhatikan bagiamana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung-gunung
ditegakan, dan bumi bagaimana dihamparkan. Pertanyaan-peranyaan itu mestinya
menghentak kepada mereka yang peduli dan serius pada Al-Qur’an dan selanjutnya
membangun gerakan untuk menjawab lewat pengamatan atau oleh fikir secara
mendalam, luas dan menyeluruh.
Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan
pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah
kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru)
ketrampilan dasar yang diperlu. Guru membantu agar siswa mampu mengkrontruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret maka strategi mengajar perlu
juga disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Dr. Paul Suparno
mengungkapkan beberapa ciri mengajar konstruktif sebagai berikut:
(1) Orientasi. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik.
(2) Elicitasi. Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat, dan lain-lain.
(3) Restrukturisasi ide
a. Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau
teman lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide.
b. Membangun ide yang baru.
c. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan,
ada baiknya bila gagasan baru dibentuk itu di uji dengan suatu
percobaan atau persoalan baru.11
Penggunaan ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu
diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat
pengetahuan murid lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
Dalam aplikasi pengetahuannya pada suatu yang dihadapi sehari-sehari, seorang perlu
merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun dengan
merubahnya menjadi lebih lengkap.

11
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 70.
3. Prinsip Dasar Teori Pembelajaran Konstruktivisme
Adapun prinsip dasar tentang kontruktivis, berikut ini uraian singkat
dari masing-masing prinsip:
a) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa. Pada umumnya, kritik
terhadap pendekatan konstruktivis adalah bahwa sebagai kerangka kerja
ilmu pendidikan yang mensubkoordinasikan terhadap minat siswa.
b) Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan. Susunan sebuah kurikulum seputar konsep utama adalah
sebuah dimensi kritik tentang pedagogi konstruktivis ketika mendesain
sebuah kurikulum, guru konstruktivis mengorganisasi informasi sekitar
problematika konsep, pertanyaan dan situasi yang memiliki ciri-ciri
tertentu,
c) Mencari dan menilai pendapat siswa.
d) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan Siswa; 5)
Menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran.12
Muijs dan Reynolds (2008) mengemukakan bahwa siswa adalah konstruktor
pengetahuan aktif yang memiliki sejumlah konsekuensi yaitu :
a) Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif
Pelajar secara aktif mengkonstrusikan belajarnya daru berbagai macam
input yang diterimanya. Ini menyiratkan bahwa belajar harus bersikap
aktif agar dapat belajar secara efektif. belajar adalah tentang membantu
siswa untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang
“mendapatkan jawaban yang benar” karena dengan cara seperti ini siswa
dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar tanpa benar-benar
memahami konsepnya.
b) Siswa-siswa belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik
kognitif (konflik dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui
pengalaman, refleksi dan metakognisi (Beyer, 1985).
c) Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. Siswa secara aktif
berusaha mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru harusnya
berusaha mengkonstruksi berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide
besar eksplorasi yang memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi makna.

12
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi
Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Prenada Media Group, Jakarta 2010, hlm. 147.
d) Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata.
Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman
sebaya, guru, orang tua, dan sebagainya. Dengan demikian yang terbaik
adalah mengkonstruksikan siatuasi belajar secara sosial, dengan
mendorong kerja dan diskusi kelompok.
e) Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa siswa secara individual dan
kolektif mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang perkembangan siswa dan teori
belajar, sehinggga mereka dapat menilai secara akurat belajar seperti apa
yang dapat terjadi.
f) Belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari fakta-fakta
secara abstrak, tetapi sealalu dalam hubungannya dengan apa yang telah
kita ketahui.

Bagaimana menimbulkan minat siswa terhadap sesuatu dalam proses


belajar mengajar itu sangat penting. Suatu minat dapat diekspresikan melalui
suatu pernyataan yang menunjukan bahwa anak didik lebih menyukai suatu
hal daripada hal lainya. Seorang guru konstruktivis harus mampu memahami
dan melayani kebutuhan siswa. Guru tidak hanya berperan menyampaikan
informasi kepada siswa, tetapi ia juga hendaknya mendorong siswa untuk
mau memberikan informasi atau pengetahuannya kepada orang lain termasuk
gurunya.
Memperhatikan karakteristisk para siswa dalam pembelajaran sangat
diperhitungkan, lantaran dapat mempengaruhi jalannya proses dan hasil
pembelajaran siswa yang bersangkutan. Belajar menjadi lebih baik jika
tuntutan kognitif, social dan emosional dari kurikulum dapat dicapai oleh
para siswa. Karena itu harus ada hubungan tertentu antara tuntutan
kurikulum dan anggapan yang dibawa setiap kedalam kegiatan kurikuler.

B. Pembelajaran Melalui Kontruksi Pengetahuan


Sigit berpendapat mengenai pembelajaran konstruktivisme yang menekankan
bahwa cara membangun pengetahuan atau kemampuan baru membutuhkan proses
konstruksi yang harus dibangun oleh peserta didik sendiri dari hasil pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimilikinya.13 Pembelajaran konstruktivisme merupakan
pembelajaran yang cukup baik di mana peserta didik ikut serta dalam proses
pembelajaran di kelas dan bukan hanya menerima pelajaran dari pendidik yang
kemudian peserta didik menjadi pasif dalam proses pembelajaran seperti halnya
dalam pembelajaran yang menganut teori behaviorisme.
Dalam teori ini peserta didik diharuskan menemukan sendiri dan kemudian
mentransformasikan informasi yang telah kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan lama yang kemudian akan direvisi jika aturan tersebut tidak sesuai lagi.
Tugas siswa yang harus diperhatikan ialah memahami dan menerapkan pengetahuan,
dengan cara mencari masalah yang kemudian harus dipecahkan serta harus mencari
segala sesuatu baru dari pengalaman yang akan membantu dirinya dalam
mengembangkan kemampuan yang telah ia miliki.
Satu prinsip yang harus diperhatikan dalam teori ini ialah bahwa seorang
pendidik dalam proses pembelajaran bukan hanya memberikan pengetahuan secara
langsung kepada peserta didik, namun peserta didik sendirilah yang harus mencari,
menemukan, dan kemudian memecahkan masalah yang telah ia temukan. Lantas
tugas guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan
menerapkan ide-ide yang telah mereka dapatkan sehingga mereka sadar akan
pentingya mengaplikasikan strategi belajar yang telah mereka susun dengan
pengetahuan mereka sendiri.14
Pembelajaran konstruktivisme mempunyai beberapa strategi penerapan yaitu,
pertama top-down processing. Dalam pembelajaran kontruktivisme, peserta didik
belajar mulai dari masalah yang utuh kemudian harus dipecahkan sehingga mampu
menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Contohnya, peserta
didik dianjurkan untuk membaca, kemudian ia akan belajar untuk mengeja kalimat
yang akan dibaca tersebut.
Kedua, cooperative learning. Strategi yang diterapkan dalam proses belajar,
yang mana peserta didik akan menyelesaikan pemecahan masalah setelah ia
berdiskusi dengan teman atau kelompok. Strategi ini lebih menekankan lingkungan
belajar dan dari lingkungan itulah peserta didik mampu mengeksplorasi, mengutarkan
13
Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Konstruktivisme Teori dan Aplikasi Pembelajaran (Bandung: Alfabeta,
2013), hlm.22.
14
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Prenada, 2009), 28
serta menantang pengetahuan yang telah ia miliki di depan kelompok belajar yang
telah ditentukan oleh guru. Ketiga, generative learning. Strategi ini membantu peserta
didik untuk mengintegrasikan materi dan pengetahuan baru secara aktif dalam proses
pembelajaran. dengan teori ini mampu mengajarkan peserta dalam mmbuat
pertanyaan serta kesimpulan dengan baik.15
Pembelajaran konstruksitivisme mencakup beberapa unsur penting yang
mencakup pertama, memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal peserta
didik. Kegiatan pembelajaran ditujukan kepada peserta didik agar mampu
membangun atau mengonstruk ulang pengetahuan yang sudah ia miliki di awal
dengan pengetahuan baru sehingga mampu mendorong siswa agar terjadi perubahan
dengan memanfaatkan teknik yang telah ia miliki. Kedua, pengalaman belajar yang
autentik dan bermakna.
Pembelajaran dirancang dengan kegiatan sedemikian rupa agar menjadi
bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, bakat, sikap, kebutuhan siswa menjadi
pertimbangan penting dalam pembelajaran. Gagasan ini bisa dilihat dari usaha yang
dilakukan oleh guru dalam mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan
juga penerapan konsep.
Ketiga, Terbentuknya lingkungan sosial yang kondusif. Kegiatan
pembelajaran menawarkan kesempatan penuh kepada peserta didik agar terus
berinterkasi secara produktif antar siswa maupun guru. Dari hal inilah siswa mampu
untuk bersosialisasi dengan lingkungan secara kondusif. Keempat, mendorong peserta
didik agar lebih mandiri. Di kesempatan ini peserta didik harus mampu bertanggung
jawab terhadap proses belajarnya. Sehingga mereka mendapatkan kesempatan untuk
merefleksi dan menata kegiatan belajarnya. Kelima, usaha pengenalan tentang dunia
ilmiah kepada peserta didik. Pada ilmu sains diharapkan bukan hanya mengajarkan
tentang produk, konsep, prinsip serta teori, akan tetapi diharapkan mampu
memberikan pelajaran sikap serta proses. Dengan ini maka diharapkan sains mampu
mengenalkan kehidupan ilmuwan kepada peserta didik.16
Penerapan teori konstruktivis juga mempunyai beberapa kelemahan dan
kelebihan. Kelebihannya yaitu peserta didik mampu untuk menyelesaikan masalah,
merealisasikan ide serta membuat keputusan dalam proses pembelajaran, peserta

15
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007),
hlm.128
16
Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa, Belajar & Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik
Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), hlm. 114.
didik menjadi lebih paham dan dapat mengaplikasikan langsung karena terlibat dalam
proses pembelajaran, peserta didik akan mengingat lebih lama semua konsep
pembelajaran karena ia terlibat langsung secara aktif, peserta didik akan lebih mampu
bersosialisasi dengan lingkungan yang diperolehnya dari interaksi sesame teman dan
guru, pemahaman peserta didik akan menjadi lebih akurat, yakin, dan mampu
berinteraksi sehat sehingga menjadikan proses pembelajaran menyenangkan dan
mampu membina pengetahuan baru.17 Sedangkan kelemahannya tampak dari
beberapa hal, yaitu kurang mendukung peran guru sebagai pendidik, lebih sulit untuk
dipahami karena cakupannya lebih luas.
Implikasi Teori konstruktivistik dalam pembelajaran berkaitan dengan
rancangan pembelajaran, seperti yang diajukan oleh Tayler beberapa sarannya yakni,
kesempatan bagi peserta didik untuk mengutarakan ide secara baik sesuai dengan
bahasa sendiri, memberi kesempatan peserta didik untuk berfikir lebih kreatif dan
imajinatif sesuai dengan pengalamannya, kesempatan peserta didik untuk
mengaplikasikan ide baru, mendorong peserta didik dalam mengembangkan gagasan
yang telah ia miliki, peserta didik mampu menciptakan lingkungan yang kondusif.

C. Peran Sosial dalam Pembelajaran Konstruktivisme


Secara umum, pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada konteks
sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksikan
bersama (mutual). Pendekatan konstruktivis sosial ini sangat dipengaruhi oleh teori
perkembangan kognitif Vygotsky (1896-1934).
Vygotsky mengatakan bahwa perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari
situasi sosial dan kultural. Dia percaya bahwa perkembangan memori, perhatian, dan
nalar melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat,
seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori. Teori Vygotsky menarik
banyak perhatian karena teorinya mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu
dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif.
Dengan kata lain, di samping individu, kelompok di mana individu berada,
sangat menentukan proses pembentukan pengetahuan pada diri seseorang. Melalui
komunikasi dengan komunitasnya, pengetahuan seseorang dinyatakan kepada orang
lain sehingga pengetahuan itu mengalami verifikasi, dan penyempurnaan. Vygotsky

17
Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), hlm. 121.
menandaskan bahwa kematangan fungsi mental anak justru terjadi lewat proses
kerjasama dengan orang lain.
Pendekatan konstruktivis sosial menggunakan sejumlah inovasi di dalam
pembelajaran di kelas. Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivis sosial adalah:
1. Pengetahuan dibangun/dikonstruksikan bersama;
2. Pengetahuan dipengaruhi oleh konteks dan situasi sosial tertentu (situated
cognition). Situated cognition mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu
ditempatkan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran
seseorang.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran konstruktivis sosial perlu menciptakan
situasi seperti yang terjadi di dunia nyata. Pembelajaran mengandung arti setiap
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan
dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan
lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam
pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi
indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran hakikatnya adalah
usaha sadar dari seorang guru untuk mengarahkan interaksi siswa dengan sumber
belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Belajar merupakan peningkatan dan perubahan kemampuan kognitif, apektif,
dan psikomotorik kearah yang lebih baik lagi. Belajar tidak lepas dari keseluruhan
aspek pribadi manusia. Ada beberapa macam aktifitas dalam belajar yang perlu
diperhatikan, yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Menggunakan panca indra untuk mengindra dan mengamati yang merupakan
kegiatan belajar yang paling mendasar dan telah dilakukan sejak awal kehidupan
manusia.
2. Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling penting dan utama dalam
belajar.
3. Mencatat dan menulis point-point penting dari yang telah diamati dan dibaca
sangat diperlukan untuk memperkuat ingatan.
4. Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk menyimpan kesan-kesan
dalam memori.
5. Berpikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan banyak karya yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
6. Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang belum diketahui merupakan
kegiatan belajar yang harus dibiasakan.
7. Latihan dan mempraktekan sesuatu yang telah dipelajari akan mampu
menciptakan perubahan dalam dirinya

BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Muchith M. Saekhan, 2008. Pembelajaran Konstekstual, Rasail Media Group: Semarang.

Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa, 2011. Belajar & Pembelajaran Pengembangan
Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: AR-
Ruzz Media.

Nur Wahyuni, Esa dan Baharuddin, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia:
Jogjakarta.

Retnanto, Agus, 2011. Teknologi Pembelajaran, Nora Media Enterprise: Kudus.

Riyanto Yatim, 2010. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi


Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas,
Prenada Media Group: Jakarta.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius: Yogyakarta.

Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada.

Wardoyo Mangun Sigit, 2013. Pembelajaran Konstruktivisme Teori dan Aplikasi


Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Yoman Surna dan Olga D. Panderiot, 2014. Psikologi Pendidikan, Gelora Aksara Pratama:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai