Dosen Pembimbing:
Dr. H. Ambo Dalle, S.Ag, M.Pd
Dr. Firman, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 3
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE 2023
KATA PENGANTAR
Syukur dan memuji kebesaran Allah SWT atas segala karunia nikmat yang
diberikan sehingga makalah yang berjudul Teori Pembelajaran Konstruktivisme
dalam Teori Belajar dan Pembelajaran dapat penulis selesaikan sebagai tugas pada
mata kuliah Pembelajaran Jarak Jauh. Shalawat teruntuk Nabi Besar Muhammad
SAW sebagai suri tauladan yang baik dan pembawa rahmat bagi semesta alam.
Penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari peran dosen
pembimbing Bapak Dr. H. Ambo Dalle, S.Ag, M.Pd dan Bapak Dr. Firman,
M.Ag., yang memberikan petunjuk terkait penyusunan makalah ini. Pembahasan
dalam makalah ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan serta menjadi langkah awal dalam mempelajari dan mendiskusikan
berbagai topik pada mata kuliah Pembelajaran Jarak Jauh.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam makalah ini baik dari
materi, referensi, serta struktur penulisan yang belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran dari para pembaca untuk
melahirkan makalah yang lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan................................................................................................................5
1. Untuk mengetahui prinsip dasar dari teori konstruktivisme......................................................5
2. Untuk menegtahui bagaiamana proses pembelajaran melalui teori kontruksi pengetahuan.....5
3. Untuk mengetahui bagaimana peran social dalam pembelajaran konstruktivisme...................5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip dasar dari teori konstruktivisme?
2. Bagaimana proses pembelajaran melalui teori kontruksi pengetahuan ?
3. Bagaimana peran social dalam pembelajaran konstruktivisme ?
1
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 18.
2
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia. Jogjakarta, 2008, hlm.
117.
3
Agus Retnanto, Teknologi Pembelajaran, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm. 49.
4
Ibid., hlm. 50.
5
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 20.
Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivis adalah proses pembelajaran si belajarlah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa. Dengan demikian siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika
pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di lapangan.
Peranan siswa menurut pandangan komstruktivistik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan, pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna
tentang hal yang dipelajari.6
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori ini adalah lebih sebagai
fasilitator atau moderator. Guru tidak berperan sebagai agen yang menuangkan
pengetahuan pada otak peserta didik. Guru memberi bimbingan pada peserta didik
dalam upaya mengeksplorasi dunianya, menemukan pengetahuan, mendeskripsikan,
dan berfikir kritis tetapi dengan penuh kecermatan.7
Dengan begitu peran guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang haru
selalu ditiru dan segala ucapan dan tindakannya selalu benar, sedang murid adalah
sosok manusia bodoh, segala ucapan dan tindakannya tidak dapat selalu dipercaya
atau salah.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa teori pembelajaran konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada terbangunnya
pemahaman dan pengetahuan sendiri secara aktif, kreatif, inovatif, inspiratif, dan
produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang
bermakna.
6
Agus Retnanto, Teknologi Pembelajaran, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm. 81.
7
yoman Surna dan Olga D. Panderiot, Psikologi Pendidikan, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2014, hlm. 12.
memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada. 8
Guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi
siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Peran guru adalah menyediakan suasana di mana pada siswa mendesain dan
mengarahkan kegiatan belajar itu lebih banyak daripada menginginkan bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
ide-ide.9
Dalam pengelolaan pembelajaran yang harus di utamakan adalah pengelolaan
siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan
lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang
dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah dan sebagainya.
Oleh karena itu seorang siswa diharapkan mampu dalam menuangkan gagasannya
yang dimiliki dengan alasan-alasan sebagai hasil dalam memproses suatu
pengetahuan. Teori belajar konstruktivistik menitikberatkan pada bagaimana seorang
siswa mampu menyusun pengetahuan berdasarkan pemahaman dirinya sendiri. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilkinya tetapi hanya membantu dalam
proses pembentukan pengetahuan oleh siswa agar berjalan dengan lancar.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
siswa. Sehingga siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan
teori-teori tentang dirinya. Pada intinya ciri yang dilakukan teori belajar ini adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya melalui
proses berfikir.
Terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa manusia
sesungguhnya dirangsang untuk berfikir, dikemukakan dalam berbagai kalimat tanya.
Materi penyampaian dalam Alqur’an melampaui kemampuan manusia biasa. Kita
lihat misalnya, dalam surat Al-Ghasiyah (88: 17-20) yang artinya:10
“(17) Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?.
(18) Dan langit, bagaimana ditinggikan? (19) Dan gunung-gunung ditegakan? (20)
Dan bumi bagaimana dihamparkan?. (Q.S Al-Ghasiyah : 17-20)
Terdapat beberapa kalimat perintah dengan nuansa bertanya untuk
8
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Konstekstual, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. 71.
9
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia. Jogjakarta, 2008, hlm.116.
10
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi
Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Prenada Media Group, Jakarta 2010, hlm. 147.
memperhatikan bagiamana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung-gunung
ditegakan, dan bumi bagaimana dihamparkan. Pertanyaan-peranyaan itu mestinya
menghentak kepada mereka yang peduli dan serius pada Al-Qur’an dan selanjutnya
membangun gerakan untuk menjawab lewat pengamatan atau oleh fikir secara
mendalam, luas dan menyeluruh.
Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan
pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah
kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru)
ketrampilan dasar yang diperlu. Guru membantu agar siswa mampu mengkrontruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret maka strategi mengajar perlu
juga disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Dr. Paul Suparno
mengungkapkan beberapa ciri mengajar konstruktif sebagai berikut:
(1) Orientasi. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik.
(2) Elicitasi. Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat, dan lain-lain.
(3) Restrukturisasi ide
a. Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau
teman lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide.
b. Membangun ide yang baru.
c. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan,
ada baiknya bila gagasan baru dibentuk itu di uji dengan suatu
percobaan atau persoalan baru.11
Penggunaan ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu
diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat
pengetahuan murid lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
Dalam aplikasi pengetahuannya pada suatu yang dihadapi sehari-sehari, seorang perlu
merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun dengan
merubahnya menjadi lebih lengkap.
11
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 70.
3. Prinsip Dasar Teori Pembelajaran Konstruktivisme
Adapun prinsip dasar tentang kontruktivis, berikut ini uraian singkat
dari masing-masing prinsip:
a) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa. Pada umumnya, kritik
terhadap pendekatan konstruktivis adalah bahwa sebagai kerangka kerja
ilmu pendidikan yang mensubkoordinasikan terhadap minat siswa.
b) Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan. Susunan sebuah kurikulum seputar konsep utama adalah
sebuah dimensi kritik tentang pedagogi konstruktivis ketika mendesain
sebuah kurikulum, guru konstruktivis mengorganisasi informasi sekitar
problematika konsep, pertanyaan dan situasi yang memiliki ciri-ciri
tertentu,
c) Mencari dan menilai pendapat siswa.
d) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan Siswa; 5)
Menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran.12
Muijs dan Reynolds (2008) mengemukakan bahwa siswa adalah konstruktor
pengetahuan aktif yang memiliki sejumlah konsekuensi yaitu :
a) Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif
Pelajar secara aktif mengkonstrusikan belajarnya daru berbagai macam
input yang diterimanya. Ini menyiratkan bahwa belajar harus bersikap
aktif agar dapat belajar secara efektif. belajar adalah tentang membantu
siswa untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang
“mendapatkan jawaban yang benar” karena dengan cara seperti ini siswa
dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar tanpa benar-benar
memahami konsepnya.
b) Siswa-siswa belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik
kognitif (konflik dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui
pengalaman, refleksi dan metakognisi (Beyer, 1985).
c) Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. Siswa secara aktif
berusaha mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru harusnya
berusaha mengkonstruksi berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide
besar eksplorasi yang memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi makna.
12
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi
Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Prenada Media Group, Jakarta 2010, hlm. 147.
d) Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata.
Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman
sebaya, guru, orang tua, dan sebagainya. Dengan demikian yang terbaik
adalah mengkonstruksikan siatuasi belajar secara sosial, dengan
mendorong kerja dan diskusi kelompok.
e) Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa siswa secara individual dan
kolektif mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang perkembangan siswa dan teori
belajar, sehinggga mereka dapat menilai secara akurat belajar seperti apa
yang dapat terjadi.
f) Belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari fakta-fakta
secara abstrak, tetapi sealalu dalam hubungannya dengan apa yang telah
kita ketahui.
15
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007),
hlm.128
16
Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa, Belajar & Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik
Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), hlm. 114.
didik menjadi lebih paham dan dapat mengaplikasikan langsung karena terlibat dalam
proses pembelajaran, peserta didik akan mengingat lebih lama semua konsep
pembelajaran karena ia terlibat langsung secara aktif, peserta didik akan lebih mampu
bersosialisasi dengan lingkungan yang diperolehnya dari interaksi sesame teman dan
guru, pemahaman peserta didik akan menjadi lebih akurat, yakin, dan mampu
berinteraksi sehat sehingga menjadikan proses pembelajaran menyenangkan dan
mampu membina pengetahuan baru.17 Sedangkan kelemahannya tampak dari
beberapa hal, yaitu kurang mendukung peran guru sebagai pendidik, lebih sulit untuk
dipahami karena cakupannya lebih luas.
Implikasi Teori konstruktivistik dalam pembelajaran berkaitan dengan
rancangan pembelajaran, seperti yang diajukan oleh Tayler beberapa sarannya yakni,
kesempatan bagi peserta didik untuk mengutarakan ide secara baik sesuai dengan
bahasa sendiri, memberi kesempatan peserta didik untuk berfikir lebih kreatif dan
imajinatif sesuai dengan pengalamannya, kesempatan peserta didik untuk
mengaplikasikan ide baru, mendorong peserta didik dalam mengembangkan gagasan
yang telah ia miliki, peserta didik mampu menciptakan lingkungan yang kondusif.
17
Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), hlm. 121.
menandaskan bahwa kematangan fungsi mental anak justru terjadi lewat proses
kerjasama dengan orang lain.
Pendekatan konstruktivis sosial menggunakan sejumlah inovasi di dalam
pembelajaran di kelas. Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivis sosial adalah:
1. Pengetahuan dibangun/dikonstruksikan bersama;
2. Pengetahuan dipengaruhi oleh konteks dan situasi sosial tertentu (situated
cognition). Situated cognition mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu
ditempatkan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran
seseorang.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran konstruktivis sosial perlu menciptakan
situasi seperti yang terjadi di dunia nyata. Pembelajaran mengandung arti setiap
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan
dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan
lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam
pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi
indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran hakikatnya adalah
usaha sadar dari seorang guru untuk mengarahkan interaksi siswa dengan sumber
belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Belajar merupakan peningkatan dan perubahan kemampuan kognitif, apektif,
dan psikomotorik kearah yang lebih baik lagi. Belajar tidak lepas dari keseluruhan
aspek pribadi manusia. Ada beberapa macam aktifitas dalam belajar yang perlu
diperhatikan, yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Menggunakan panca indra untuk mengindra dan mengamati yang merupakan
kegiatan belajar yang paling mendasar dan telah dilakukan sejak awal kehidupan
manusia.
2. Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling penting dan utama dalam
belajar.
3. Mencatat dan menulis point-point penting dari yang telah diamati dan dibaca
sangat diperlukan untuk memperkuat ingatan.
4. Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk menyimpan kesan-kesan
dalam memori.
5. Berpikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan banyak karya yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
6. Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang belum diketahui merupakan
kegiatan belajar yang harus dibiasakan.
7. Latihan dan mempraktekan sesuatu yang telah dipelajari akan mampu
menciptakan perubahan dalam dirinya
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Muchith M. Saekhan, 2008. Pembelajaran Konstekstual, Rasail Media Group: Semarang.
Muhammad Thobroni dan Arif Mustafa, 2011. Belajar & Pembelajaran Pengembangan
Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: AR-
Ruzz Media.
Nur Wahyuni, Esa dan Baharuddin, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzzmedia:
Jogjakarta.
Yoman Surna dan Olga D. Panderiot, 2014. Psikologi Pendidikan, Gelora Aksara Pratama:
Jakarta.