Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK BERDASARKAN TEORI


KONSTRUKTIVISME

3C
Dosen Pengampu

Dr. Harry Soeprianto, M.Si.

Mata Kuliah:

Perkembangan Peserta Didik

Disusun Oleh:

Kelompok 3

ALVANO TUGAS HENDRAWAN E1R022033

LAYLATUL HISDA E1R022063

SAUQI ISMI E1R022128

SRI REJEKI AGUSTIANGINGSI E1R022129


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
hidayah-Nya serta tak lupa salam kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad
SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perkembangan Peserta Didik Berdasarkan Teori Konstruktivisme” ini tepat
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari bapak Dr. Harry Soeprianto, M.Si, . Pada mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis mengenai Perkembangan Peserta Didik
Berdasarkan Teori Konstruktivisme.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Harry Soeprianto, M.


Si, selaku Dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai bidang studi. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membagi Sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
saya nantikan kesempurnaaan makalah ini.

Mataram, 29 agustus 2023


Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
PEMBAHASAN......................................................................................................7
A. Pengertian......................................................................................................7
B. Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar...............................................8
C. Dasar Pendekatan Konstruktivisme dalam belajar......................................13
D. Alasan Munculnya Teori Konstruktivisme.................................................17
E. Kelebihan dan kekurangan Teori Konstruktivisme.....................................17
F. Implementasi Teori dalam Pembelajaran Peserta Didik.............................22
G. Implikasi Teori Terhadap Pendidikan Peserta Didik...................................26
BAB III..................................................................................................................27
PENUTUP..............................................................................................................27
A. Kesimpulan.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori pembelajaran konstruktivisme menjelaskan bahwa manusia


membangun atau menciptakan pengetahuan sengan cara mencoba
memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya (Nurhadi,
2003). Oleh sebab itu, dalam pembelajaran sains guru hendaknya
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun
pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran sains tentunya tidak dapat
dipisahkan dari hakikat sains. Hakikat sains merupakan suatu proses
inkuiri atau proses mencari informasi untuk menjawan suatu masalah yang
hasilnya merupakan prinsip, konsep, kaidah tentang tingkah laku sains
(Marina, 2003). Depkinas (2008) juga menjelaskan bahwa salah satu
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran
pembelajaran sains adalah inkuiri sains.

Usaha mengembangkan diri manusia dan Masyarakat yang


memiliki kepekaan, mandiri, bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya
sendiri sepanjang hayat, serta mampu mengkolaborasikan dalam
memecahkan masalah, diperlukan layanan pendididkan yang mampu
melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek
Pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya.

Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan


oleh gurunya. Hal ini menunnjukan bahwa pengetahuan tidak begitu saja
dipindahkan, melainkan harus diknstruksikan sendiri oleh peserta didik
tersebut. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seoranng pendidik tidak akan
berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan
sumber kesulitan belajar selanjutnya.

Melihat dari permasalahn tersebt, melatarbelakangi jami. Selain itu


untuk mengetahui bagaimana hakikat teori belajar konstruktivisme ini bisa
mengembangkan kearifan siswa dalam mengknstruksikan pengetahuannya
sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa
lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal
yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa proleh dari lingkungan
kehidupan seharihari.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu perkembangan peserta didik?


2. Apa itu teori konstruktivisme?
3. Bagaimana perkembangan peserta didik berdasarkan teori
konstruktivisme?
4. Bagaimana pandangan teori konstriktivisme tentang belajar?
5. Bagaimana dasar pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar?
6. Apa alas an munculnya teori konstruktivisme?
7. Apa kelebihan dan kekuranga teori konstruktivisme?
8. Bagaimana implementasi teori konstruktivisme pada peserta didik?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa itu perkembangan peserta didik.


2. Mengetahui apa itu teori konstruktivisme.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan peserta didik berdasarkan teori
konstruktivisme.
4. Mengetahui pandangan teori konstriktivisme tentang belajar.
5. mengetahui dasar pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar.
6. Mengetahui alasan munculnya teori konstruktivisme.
7. Mengetahui kelebihan dan kekuranga teori konstruktivisme.
8. Mengetahui bagaimana implementasi teori konstruktivisme pada
peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pendidikan adalah usaha dasar terencana untuk mewujudkan


suasan belajar dan proses pembelajara agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuata spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, ilmu
hidup, pengetahuan umum, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
untuk masyarakat.
Pentingnya pendidikan terhadap umat manusia, baik itu yang
masih dalam taraf usia dini sampai usia tua, mengakibatkan beberapa
usaha untuk memajukan usaha tersebut. Dari usaha tersebut muncul
berbagai teori untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan.
Meningkatkan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang
harus dilaksnakan secara terus-menerus untuk meningkatkan suatu kualitas
proses belajar mengajar dan berbangai faktor yang berkaitan dengan itu,
dengan arah agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan lebih
efisien. Muara dari penigkatan mutu tidak lain adalah pencapaian tujuan
pendidikan, yang diwujudkan kemampuan yang utuh pada diri peserta
didik. Proses belajar mengajar menepati posisi yang amat penting dan
menentukan. Namun, perlu dicata bahwa proses belajar mengajar
merupakan suatu indek yang bersifat manusiawi antar pendidik dan
peserta didik yang penuh dengan ketidakpastian.
Secara umum teori merupakan sejumblah proposal yang
terintegrasi secara sintakstik ( kumpulan proposal ini mengikuti atura-
aturan yang dapat menghubungkan secara logis proposal yang satu dengan
proposal lain, dan juga pada data yang diamati), serta yang digunakan
untuk mempredisikan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati.
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi
bagi dunia pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori
konstruktivisme alangkah lebih baiknya di ketahui dulu konetruktivisme
itu sendiri. Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam konteks
filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
susunan hidup yang berbudaya modern. Berdasarkan penjelasan tersebut
di atas, bahwa konstruktivisme merupakan sebuah teori yang sifatnya
membangun, membangun dari segi kemampuan, pemahaman, dalam
proses pembelajaran. Sebab dengan memiliki sifat membangun maka
dapat diharapkan keaktifan dari pada siswa akan meningkat
kecerdasannya.
Perkembangan adalah hasil dari proses mencampur (asimilasi),
menampung(akomodasi) , dan menyeimbangkan (ekuilibrisasi) proses
yang membantu anak-anak menyusun penalaran-penaralan baru yang lebih
baik. Tatkala anak-anak berinteraksi dengan lingkungan mereka, mereka
membangun berbagai skema, atau pola-pola pengaturan. Bangunan ini
merupakan dasar bagi struktur yang lebih rumit sejalan dengan
perkembangan kegiatan mental itu.

B. Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar

Kontruktivisme dianggap sebagai sebagai pemikiran atau


pandangan terhadap terbentuknya suatu pengetahuan baru yang dijadikan
dasar dalam berbagai bidang kajian. Kontruktivisme merupakan teori yang
menyatukan berbagai macam pandangan-pandangan bidang sosialogis dan
psikologis. Menurut Brown kontruktivisme memiliki dua cabang yakni
kognitif dan sosial.

Kontruktivisme kognitif menekankan bahwa pelajaranatau peserta


didik membangun realitas mereka sendiri. Artinya peserta didik harus
mampu menemukan atau mengubah informasi yang komplek agar mereka
mampu memperoleh pengetahuan yang baru. Pandangan ini didukung oleh
Piaget yang berpendapat bahwa pelajaran adalah proses perkembangan
yang melibatkan perubahan, pemunculan diri dari kontruksi yang
membangun dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan
kontruktivisme sosial menekankan pentingnya interaksi sosial dan
pelajaran kooperaktif dalam menyusun gambaran-gambaran kognitif,
emosional dan realitas. Pandangan ini didukung oleh Vygotsky yang
menyatakan bahwa pemikiran dan pembentukan makna pada anak-anak
dibentuk secara sosial dan muncul dari interaksi sosial dari lingkungannya.

Berikut adalah pandangan tokoh tentang kontruktivisme :

a. Lev Vygotsky
Merupakan seorang psikolog dan pakar pelajaran yang hidup di
abad ke-20. Salah satu teorinya membuatnya sangat dikenal di rusia
dan dunia barat adalah teori perkebagan sosial, khususnya pada
perkenaan dengan belajar pada konteks sosial yang saat ini dijadikan
praktik di dunia pendidikan.Ide dasar yang menjadi objek kajian utama
pemikiran Lev Vygotsky tentang potensi perkembangan kognitif dan
pembelajaran yang berada diantara Zone Of Proximal
Developmen(ZPD).
ZPD adalah area teoritas mengenai pemahaman atau
perkembangan kognitif yang dekat tapi berada di luar pemahaman
pembelajaran atau peserta didik saat ini. Artinya jika peserta didik
ingin membuat kemajuan dalam belajarnya ia harus dibantu untuk
berpindah dari zona ini dan kemudian masuk kedalam level yang lebih
tinggi. Dari level yang baru ini akan membentuk ZPD yang baru lagi.
Dalam perkembanga kognitifnya individu atau peserta didik harus
keluar dari ZPD untuk menuju ke level yang lebih tinggi, hal ini
berlangsung secara terus menerus.
Proses pembelajaran dapat berlangsung dari proses belajar mandiri
dari peserta didik maupun mendapatkan bantuan dari orang lain.
Proses belajar menurut Vygotsky membutuhkan interaksi sosial,
sehingga membutuhkan peran orang lain dalam kegiatan belajar.
proses interaksi ini menurut Vygotsky adalah Scaffolding. Scaffolding
menurut Vygotsky adalah bantuan belajar yang dilakukan oleh para
ahli (orang dewasa) kepada individu dalam kegiatan belajar pada
wilayah ZPD. Scaffolding yang dimaksudkan adalah guru yang
menjadi fasilitor dalam proses belajar dan orang berasal dari individu
lain yang melakukan interaksi sosial dan memiliki potensi untuk
mendukung proses belajar. individu tersebut bisa berasal dari peserta
didik lain yang berinteraksi dengan teman teman mereka baik secara
kelompok maupun berpasangan. Artinya Scaffolding dapat berasal dari
individu yang memberikan dukungan dalam proses belajar mengajar
seseorang.
Berdasarkan pendapat Vygotsky diatas dapat dipahami bahwa
dalam prose belajar atau kegitan belajar tidak terlepas dari proses
interaksi sosial yang menjadi unsur mendukung proses belajar
seseorang, baik dilakukan secara berkelompok atau berpasangan. Pada
proses belajar yang bertindak sebagai scaffolder atau unsur yang
mendukung kegiatan belajar bukan hanya guru tetapo peserta didik
yang membantu dalam mendukung kegiatan belajar seseorang.

b. Jean Piaget
Adalah seorang filsuf, ilmuwan dan psikolog asal swiss. Ia dikenal
karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori kognitifnya.
Selain itu ia juga dianggap sebagai perintis besar dalam teori
konstruktivisme tentang pengetahuan. Prinsip perkembangan teori
Piaget sangat terkait dengan perkembangan kognitif yang meliputi
skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi.
Menurut Piaget pembelajaran merupakan penyesuaian dengan
lingkungan. Ia mendeskripsikan tiga proses dalam penyesuaian itu
yakni asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi dapat diartikan
sebagai pengumpulan dan pengelompokkan informasi baru, artinya
seorang individu dalam proses pembelajarannya akan mendapatkan
informasi baru yang kemudian akan dikumpulkan dan dikelompokkan
ke dalam skema yang telah ada. Akomodasi adalah modifikasi dari
skema agar informasi yang baru dan kontradiktif dapat diterjemahkan,
artinya informasi yang telah terkumpul dan dikelom[okkan dalam
skema-skema yang telah ada sebelumnya kemudian di modifikasi
menjadi pengetahuan yang baru. Equilibrasi adalah dorongan secara
terus-menerus ke arah keseimbangan atau ekuilibrium. Keseimbangan
yang diamaksud adalah keadaan yang tidak adanya kontradiksi yang
terjadi pada representasi mental lingkungan suatu individu.
Menurut Piaget proses perkembanga intelektual manusia terdiri
dari empat tahap yaitu : sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional(2-7
tahun), operasi konkret (7-11 tahun), dan opersi formal ( 11 tahun
keatas).

Pendapat Vygotsky dan Piaget tentang konstruktivisme di dukung


oleh pandangan Bruner yang menyatakan bahwa belajar adalah proses
yang aktif dan melibatkan peserta didik untuk merekonstruksi ide atau
konsep yang berdasarkan pengetahuan yang sebelumnya dan saat ini. Dari
prnfdapat Bruner yang mendukung pendapat Vygotsky dan Piaget dapat
dipahami bahwa prose belajar yang ideal berasal dari pengetahuan yang
sebelumnya baik melalui konstruksi kognitif dan interaksi sosial.

Merasa kurang lengkap untuk mengetahui dari pada teori


konstruktivisme Sebelum mengetahui pendapat-pendapat dari pada pakar
ahli, diantaranya yaitu: Hill, Mengatakan, sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang di
pelajari. Menurut hill konstruktivisme merupakan bagaimana
menghasilkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya, dengan kata lain bahwa
bagaimana memadukan sebuah pembelajaran dengan melakukan atau
mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna untuk kemaslahatan.

Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang


aktif, di mana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti
dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan
konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dimilikinya. Berdasarkan pendapatnya di atas, maka dapat di pahami
bahwa konsturktivisme merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan
cara memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami apa yang
mereka telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-konsep yang di
ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-
harinya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dibuat sebuah
kesimpulan yaitu konstruktivisme merupakan sebuah teori yang
memberikan keluasan berfikir kepada siswa dan memberikan siswa di
tuntut untuk bagaimana mempraktikkan teori yang sudah di ketahuinya
dalam kehidupannya.
Dalam teori belajar konstruktivisme, Piaget menekankan bahwa
kecerdasan berasal dari proses mengorganisasikan (organizing) dan
mengadaptasi (adaption). Pengorganisasian diartikan sebagai
kecenderungan setiap anak untuk mengintegrasikan proses menjadi sebuah
sistem yang saling berhubungan (Simatwa, 2010). Sedangkan
Bodner(1986) mengartikan adaptasi (adaption) sebagai kecenderungan
bawaan dari seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Dan
interaksi-interaksi tersebut akan menumbuhkan perkembangan dari
organisasi mental yang kompleks secara progresif.
Menurut Baharuddin (2008), proses adaptasi merupakan proses
yang berisi dua kegiatan yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
proses kognitif yang membuat seseorang mampu mengintegrasikan
persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada di dalam pikirannya. Proses asimilasi dapat dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus menerus sehingga setiap orang selalu
mengembangkan proses ini (Suparno, 2012).
Dalam kenyataannya terkadang terjadi Ketika seseorang
menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, orang tersebut tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang
telah ia miliki. Pengalaman yang baru itu bisa jadi tidak cocok sama sekali
dengan skema yang telah ada. Berkaitan dengan hal ini Baharuddin (2008)
mendefinisikan akomodasi sebagai suatu proses struktur kognitif yang
berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Proses ini dapat
menghasilkan terbentuknya skema baru dan berubahnya skema lama.

C. Dasar Pendekatan Konstruktivisme dalam belajar

1. Konsep Belajar Kontrukivisme Jean Piaget

Menurut Jean Piaget, Manusia Memiliki struktur pengetahuan


dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing
mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi
seseorang akan di maknai berbeda oleh masing-masing orang dan akan
di simpan di kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan di
hubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak.

Proses yang terjadi saat manusia belajar:

a. Proses orgnisasi

Proses ini merupakan proses yang dimana setiap manusia


menghubungkan informasi yang di terimanya dengan struktur
pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya.

b. Proses Adaptasi
proses adaptasi memiliki dua kegiatan yaitu, (1) Menggabungkan
atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia. (2)
Mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur
pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan.

Dalam Proses adaptasi terdapat empat konsep dasar yaitu:

1. Skemata, Manusia cenderung mengorganisasikan tingkah laku


dan pikiranya. Pikiran harus memiliki struktur yaitu skema
yang berfungsi melakukan adaptasi dengan lingkungan dan
menata lingkungan itu secara intelektual. Secara sederhana
skemata dapat diartikan sebagai Kumpulan konsep atau
kategori yang di gunakan individu Ketika ia berinteraksi
dengan lingkungan.
2. Asimilasi, Merupakan proses kognitif dan penyerapan
pengalaman baru ketika seseorang memadukan stimulus atau
persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada.
Asimilasi pada dasarnya tidak mengubah skemata. Asimilasi
adalah proses kognitif individu dalamusahanya
mengadaptasikan diri dengan lingkunganya, dan terjadi secara
kontinu, berlangsung terus menerus dalam perkembangan
kehidupan intelektual anak.
3. Akomodasi, Merupakan suatu proses struktur kognitif yang
berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Proses kognitif
tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru dan
berubahnya skemata lama.
4. Keseimbangan, Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan,
individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau skemata
yang stabil. Stabil dalam artian adanya keseimbangan antara
proses asimilasi dan proses akomodasi.

Menurut Piaget, Perkembangan struktur kognitif hanya berjalan


bila anak mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dalam
lingkungannya. Ini hanya mungkin bila nalar anak dibawa ke situasi
lingkungan tertentu. Baru bila seseorang bertindak terhadap
lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi dengan objek,
mengamati dan meneliti, serta berpikir, ia berasimilasi dan
berakomodasi terhadap alam. Perbuatan itu mengembangkan skemata
dan juga pengetahuannya.

2. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Elliot mengemukakan pandangan Vygotsky, bahwa belajar adalah


sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. (1) belajar
merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. (2) proses
secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya
berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, munculnya
perilaku seseorang adalah karena intervening kedua elemen tersebut.

Fosnot mengungkapkan gagasan Vygotsky, bahwa belajar


merupakan suatu perkembangan pengertian. Dia membedakan adanya
dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Pengertian spontan
adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari.
Pengertian ini tidak terdefinisikan dan terangkai secara sistematis
logis. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas.
Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara
logis dalam suatu sistem yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi
perkembangan dari pengertian yang spontan ke yang ilmiah.
Sehinggadalam proses belajar kedua pengertian ini saling berkaitan
dan saling mempengaruhi.

Menurut Vygotsky, pentingnya interaksi sosial dalam


perkembangan kognitif telah melahirkan konsep perkembangan
kognitif. Perkembangan kognitif ini berkaitan erat dengan
perkembangan bahasanya. Vygotsky membagi perkembangan kognitif
yang didasarkan pada perkembangan bahasa menjadi empat tahap,
yaitu:

1. Preintelectual speech

Tahap ini adalah tahap awal perkembangan kognitif ketika manusia


baru lahir, yang ditunjukkan dengan adanya proses dasar secara
biologis (menangis, gerakan-gerakan tubuh) berkembang menjadi
bentuk yang lebih sempurna (bicara dan perilaku).

2. Naive pscycology

Tahap kedua dari perkembangan bahasa ketika seseorang anak


„mengeksplore‟ atau menggali objek-objek konkret dalam dunia
mereka. Anak mulai memberi nama atau label terhadap objek-objek
tersebut dan telah dapat mengucapkan beberapa kata dalam berbicara.
Ia dapat mencapai pemahaman verbal dan dapat menggunakannya
utnuk berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga hal ini dapat
lebih mengembangkan kemampuan bahasanya yang akan
mempengaruhi cara berpikir dan lebih meningkatkan hubungannya
dengan orang lain.

3. Egocentric speech

Tahap ini terjadi ketika anak berusia 3 tahun. Anak selalu


melakukan percakapan tanpa memedulikan orang lain apakah orang
lain mendengarkan atau tidak.

4. Inner speech

Tahap ini memberikan fungsi yang penting dalam mengarahkan


perilaku seseorang. Ucapan yang ditujukan untuk dirinya sendiri dapat
memberi arah bagi perilakunya dan menyelesaikan tugas-tugas sulit
yang harus dipecahkan.
Ide dasar lain dari teori belajar Vygotsky adalah scaffolding.
Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada seorang
anak yang sedang pada awal belajar, kemudian sedikit demi sedikit
mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu
memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya. Bantuan (scaffold)
yang diberikan adalah aktivitas atau tugas, antara lain:

(1) memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan


dengan tugas.
(2) mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan
menyelesaikannya.
(3) memberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu anak
fokus untuk mencapai tujuannya.
(4) secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak-
anak dan standar atau penyelesaian keinginan.
(5) mengurangi frustasi dan risiko.
(6) memberi contoh dan dengan jelas menetapkan harapan dan
aktivitas yang ditampilkan.

D. Alasan Munculnya Teori Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif


muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, bila ditelusuri lebih
jauh, gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh
Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Italia. Dialah cikal bakal
konstruktivisme.

Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya
ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia
membuatnya. Sementara itu, orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang
telah dikonstruksikannya. Pengetahuan menurut Vico tidak lepas dari
orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari
pengamat yang berlaku.

Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari


usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan
bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi ketika konsep-
konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena sebuah
informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan
(disequilibrium). Selain itu juga menekankan pada pentingnya lingkungan
sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan
dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pengubahan secara
konseptual.

E. Kelebihan dan kekurangan Teori Konstruktivisme

1. Kelebihan Teori Konstruktivisme


a. Memberi kesempatan mengutarakan pendapat
Dalam pembelajaran yang berdasarkan pada teori
konstruktivisme, peserta didik diberi kesempatan untuk
mengungkapkan rancangan atau gagasannya secara eksplisit
(lugas, cermat, dan lantang) dengan menggunakan bahasanya
sendiri (menyampaikan pendapat sesuai pemikirannya), saling
berbagi pemikiran dan gagasan dengan teman-temannya, dan
mendorong peserta didik memberikan penjelasan mengenai
gagasan yang diutarakannya.

b. Mendorong berpikir lebih imajinatif dan kreatif


Memberikan pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
(rancangan yang tersusun di dalam pikiran) yang dimiliki oleh
peserta didik atau rancangan kegiatan. Yang disesuaikan dengan
gagasan awal peserta didik supaya mereka memperluas ilmu
pengetahuannya mengenai suatu contoh fenomena dalam
psikologi sosial.
Serta memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena tersebut
sehingga peserta didik terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasannya mengenai fenomena yang menantang
mereka. Selain itu, pembelajaran konstruktivisme juga
memberikan peserta didik kesempatan dalam berpikir mengenai
pengalaman yang sudah mereka dapatkan.

Sehingga hal tersebut dapat mendorong peserta didik berpikir


lebih kreatif, imajinatif, mendorong refleksi mengenai teori dan
model, serta mengenalkan pada mereka gagasan-gagasan pada
saat yang tepat.

c. Mencoba gagasan baru, memperoleh kepercayaan diri dan


motivasi

Proses pembelajaran yang berdasarkan pada teori konstruktivisme


membuat para peserta didik mendapat kesempatan untuk
mencoba gagasan-gagasan baru dan menyampaikan pendapatnya
secara lugas. Sehingga dengan adanya kesempatan mencoba
suatau gagasan-gagasan baru tersebut, peserta didik dapat
terdorong untuk lebih termotivasi dan lebih percaya diri dalam
menggunakan konteks yang dikenal maupun konteks asing yang
batu dikenal oleh mereka.
Sehingga pada akhirnya dapat memotivasi peserta didik untuk
menggunakan berbagai macam strategi belajar. Dalam teori ini,
peserta didik diberi kesempatan untuk membina sendiri
kefahaman mereka mengenai sesuatu. Hingga inilah yang
membuat peserta didik menjadi lebih yakin dan mampu
mengatasi bagaiman cara meningkatkan kepercayaan
diri terhadap dirinya sendiri.
Serta menjadi lebih berani dalam menghadapi suatu masalah
dalam situasi baru dan berani dalam mengambil keputusan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.

d. Dapat mengidentifikasi perubahan gagasan mereka

Peserta didik diberi kesempatan untuk dapat mengidentifikasi


setiap perubahan pada gagasan yang mereka ambil. Oleh sebab
itu, dengan adanya kesempatan untuk mengidentifikasi ulang
gagasan mereka, maka diharapkan peserta didik dapat terdorong
dan lebih termotivasi untuk memikirkan gagasan-gagasan mereka
kembali. Dengan hal ini juga dapat membuat peserta didik
kemudian menyadari bahwa adanya kemajuan dalam berpikir
pada diri mereka masing-masing.
Kefahaman mereka mengenai suatu konsep akan lebih jelas
apabila mereka melihat dan terlibat secara langsung dalam
pembinaan pengetahuan baru. Para peserta didik yang mampu
memahami apa yang telah dipelajarinya maka akan dapat
mengaplikasikan pengetahuan barunya dalam kehidupan dan
situasi baru ke depannya.

e. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif

Pembelajaran dengan menggunakan teori konstruktivisme


mempunyai kelebihan mampu memberikan peserta didik sebuah
lingkungan belajar yang kondusif, saling menyimak dan
mendengarkan satu sama lain, menghindari kesan bahwa hanya
ada satu jawaban yang benar, mendukung peserta didik
menyampaikan gagasannya.

f. Dapat menghadapi masalah


Dalam pembelajaran teori konstruktivisme, murid yang mahir
berinteraksi sosial dengan orang-orang disekitarnya dibolehkan
bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi suatu masalah.
Peserta didik yang memiliki kemahiran sosial ini diperoleh
apabila peserta didik berinteraksi dengan teman-teman
sejawatnya dan guru dalam membina pengetahuan mereka.

Di dalam suatu teori, apabila memiliki beberapa kelebihan, maka


akan ditemukan juga di dalamnya suatu kekurangan yang menjadi
kendala pada saat pengaplikasiannya.

2. Kekurangan Teori Konstruktivisme


Adapun beberapa kekurangan yang mungkin timbul dalam penerapan
teori belajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme
diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kesulitan memberikan contoh yang konkrit dan realistik


Guru seringkali merasa kesulitan dalam memberikan peserta didik
contoh-contoh yang konkrit dan realistik ketika dalam proses
pembelajaran. Tentu karena hal tersebut, guru didorong untuk harus
memiliki kreatifitas yang tinggi dalam menyampaikan materi yang
diajarkan kepada peserta didik. Karena memberikan peserta didik
contoh-contoh konkrit dan realistik juga merupakan peran guru dalam
proses pembelajaran.
b. Sulit untuk mengubah kebiasaan mengajar
Terkadang ada beberapa guru yang tidak mau berubah dalam
menggunakan model pengajarannya kepada peserta didik. Hal ini
dikarenakan guru sudah merasa nyaman dengan cara pengajaran lama
yang sudah biasa digunakannya, yaitu dengan menggunakan model
ceramah.
Guru merasa bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional juga sudah bisa membawa peserta didik untuk
mendapatkan nilai yang tinggi, sehingga menggunakan model atau
cara pembelajaran lainnya dianggap tidak terlalu diperlukan.
c. Membutuhkan lebih banyak waktu
Pada dasarnya, proses pembelajaran berdasarkan konstruktivisme ingin
membuat peserta didik menjadi lebih aktif, hal ini terkadang justru
menjadi kendala dengan kemampuan kognitif peserta didik yang
berbeda-beda, dan kemudian membuat beban guru menjadi lebih berat
karena banyaknya beban guru dalam mengajar. Sehingga hal ini lah
yang membuat guru berpendapat bahwa menggunakan pembelajaran
konstruktivisme membutuhkan waktu yang lebih banyak lagi.

d. Terbatasnya fasilitas
Banyak sekolah-sekolah yang masih terbatas dalam menyediakan
fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam mendukung pembelajaran
konstruktivisme, seperti belum tersedianya alat-alat laboratorium atau
komputer yang cukup memadai untuk jumlah peserta didik yang besar.
Sehingga, kurangnya sarana dan prasarana yang terjadi dalam
lingkungan sekolah membuat pembelajaran konstruktivisme menjadi
kurang mendukung.

e. Terlalu banyak bidang studi


Di luar sana masih banyak guru-guru yang mengajar di luar bidang
studi yang sesuai dengan kualifikasinya. Hal ini membuat guru jadi
terlalu banyak mempelajari bidang studi yang ada dalam kurikulum
pengajaran, sehingga pada akhirnya penguasaan materi yang akan
diajarkan oleh guru menjadi kurang memadai.

f. Pemikiran yang berbeda dengan para ahli


Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, peserta didik dibebaskan
mengutarakan gagasannya sendiri. Sehingga pada akhirnya hal ini
akan membuat peserta didik membuat pengetahuan dengan ide atau
gagasan mereka masing-masing yang akan berbeda dengan pendapat
para ahli di bidangnya.

F. Implementasi Teori dalam Pembelajaran Peserta Didik

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme


telah melahirkan berbagai macam model-model pembelajaran. Berbagai
model pembelajaran didasarkan pada konstruktivisme adalah sebagai
berikut:33

1. Discovery Learning
Discovery Learning (Jerome Bruner) yaitu siswa didorong untuk
belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong
siswa untuk memppunyai pengalamanpengalaman dan
menghubungkan pengalaman-pengalaman tersebut untuk
menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri. Beberapa
keuntungannya antara lain siswa memiliki motivasi dari dalam diri
sendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya sampai mereka
menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi mereka.
Selain itu siswa juga belajar mandiri dalam memecahkan problem
dan memiliki keterampilan berpikir kritis, karena mereka harus
menganalisis dan mengelola informasi.
2. Reception Learning
Ausubel menjelaskan sebuah alternatif model pembelajaran yang
disebut reception learning. Para penganut teori resepsi ini
menyatakan bahwa guru mempunyai tugas untuk menyusun situasi
pembelajaran, memilih materi yang sesuai bagi siswa, kemudian
mempresentasikan dengan baik pelajaran yang dimulai dari umum
ke yang spesifik. Inti pendekatan ini adalah expository teaching
(pengajaran ekspositori), yaitu perencanaan pembelajaran yang
sistematis terhadap informasi yang bermakna. Pengajaran ini berisi
tiga tahapan pembelajaran, yaitu:
a. Advance organizer, yaitu sebuah statemen perkenalan yang
menghubungkan antara skema yang sudah dimiliki oleh siswa
dengan informasi baru yang akan dia pelajari. Fungsinya
sebagai jembatan yang memberi bimbingan untuk memahami
informasi yang baru. Tujuannya yaitu, memberi arahan bagi
siswa untuk mengetahui apa yang terpenting dari materi yang
akan dipelajarinya; menghighlight di antara hubungan-
hubungan yang akan dipelajari; dan memberikan penguatan
terhadap pengetahuan yang diperoleh/dipelajari.
b. Tahap berikutnya adalah menyampaikan persamaan dan
perbedaan dengan contoh yang sederhana. Hal ini agar tidak
terjadi kebingungan ketika siswa mempelajari materi yang baru
dengan pengetahuan yang sudah ada. Berbagai cara yang dapat
membantu siswa memahami persamaan dan perbedaan, antara
lain dengan cara ceramah, diskusi, film-film, atau tugas-tugas
belajar.
c. Penguatan organisasi kognitif. Ausubel menyatakan bahwa
guru mencoba untuk menambahkan informasi yang baru ke
dalam informasi yang sudah dimiliki oleh siswa pada awal
pelajaran dimulai dengan membantu siswa untuk mengamati
bagaimana setiap detil dari informasi berkaitan dengan
informasi yang lebih besar atau lebih umum. Dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pemahamannya tentang informasi apa yang baru mereka
pelajari.
3. Assited Learning
Assited Learning mempunyai peran yang sangat penting bagi
perkembangan kognitif individu. Vygotsky menyatakan bahwa
perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan
seorang anak dengan lingkungan di sekitarnya, baik dengan teman
sebaya, orang dewasa, atau orang lain dalam lingkungannya.
Seorang anak tidak sendirian dalam menemukan dunianya sebagai
bagian proses perkembangan kognitifnya. Anak dapat melakukan
konservasi dan kalsifikasi dengan bantuan anggota keluarga, guru,
atau kelompok bermainnya.
Jerome Bruner menyebut bantuan orang dewasa dalam proses
belajar anak dengan istilah scaffolding (dukungan), dapat berupa
isyarat-isyarat, peringatan-peringatan, dorongan memecahkan
problem dalam beberapa tahap, memberikan contoh, atau segala
sesuatu yang mendorong siswa untuk tumbuh dan menjadi pelajar
yang mandiri dalam memecahkan problem yang dihadapinya.
Menurut Vygotsky, interaksi sosial dan bantuan belajar lebih dair
sekadar metode mengajar, keduanya merupakan sumber terjadinya
proses-proses mental yang lebih tinggi seperti memecahkan
problem, mengarahkan memori dan perhatian, berpikir dengan
simbol-simbol.
4. Active Learning
Active Learning menurut Melvin L. Silberman, belajar bukan
merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi
kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan
tindakan sekaligus. Mereka mempelajari gagasan-gagasan,
memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka
pelajari. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan,
dan menarik.
5. The Accelerated Learning
The Accelerated Learning (Dave Meier) adalah pembelajaran yang
dipercepat, menyenangkan dan memuaskan. Pendekatan yang
digunakan adalah SAVI, yaitu Somatic (learning by moving and
doing_belajar dengan bergerak dan berbuat); Auditory (learning by
talking and hearing_belajar dengan berbicara dan mendengarkan);
Visual (learning by observing and picturing_belajar dengan
mengamati dan menggambarkan); dan Intellectual (learning by
problem solving and reflecting_belajar dengan pemecahan masalah
dan melakukan refleksi).
6. Quantum Learning
Quantum Learning didefinisikan sebagai interaksi yang mengubah
energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Dan
belajar bertujuan untuk meraih sebanyak cahaya: interaksi,
hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan energi cahaya.
Quantum Learning mengasumsikan bahwa siswa, mampu
menggunakan potensi nalarn dan emosinya secara jitu, akan
membuat locatan prestasi yang tidak dapat terduga sebelumnya.
Dengan metode belajar yang tepat, siswa dapat meraih prestasi
belajar secara berlipat ganda. Salah satu konsep dasar dari metode
ini adalah bahwa belajar harus mengasyikkan dan berlangsung
dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi
baru akan lebih lebar dan terekam baik.
7. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pembelajarn
yang diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Tugas guru adalah
membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak
berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu
yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari
“menemukan diri”, bukan dari “apa kata guru”.
Penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran dapat
membantu peserta didik dalam memahami isi materi pembelajaran,
mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari
tahu solusi atas pertanyaannya, meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap suatu konsep secara komprehensif, mendorong ppeserta didik
untuk menjadi pemikir aktif, dan mengembangkan berbagai karakter,
antara lain berpikir kritis, lgis, mandiri, cinta ilmu, rasa ingin tahu,
menghargai orang lain, bertanggung jawab, dan percaya diri.

G. Implikasi Teori Terhadap Pendidikan Peserta Didik


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Sularmi, S. (2018). Penerapan Teori Konstruktivisme untuk Meningkatkan


Prestasi Belajar PKn Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Punjul
Tulungagung. Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual, 3(2), 165-174.

Sunanik, S. (2014). Perkembangan Anak ditinjau dari Teori


Konstruktivisme. SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of
Islamic Education), 2(1), 14-14.

Anda mungkin juga menyukai