Anda di halaman 1dari 27

Matakuliah: Metodologi Pembelajaran Fisika

PERKEMBANGAN TEORI KONSTRUKTIVISME


DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
Di
S

Oleh :

Kelompok III

AISYAH (8176175001)

DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004)

PENDIDIKAN FISIKA REGULER A 2017

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan kasih-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Ada pun
makalah ini disusun, untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Pembelajaran
Fisika. Makalah ini diberi judul Perkembangan teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Fisika. Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat dalam
mengetahui peranan perkembangan teori behavioris dan kognitifis pada siswa dalam
pembelajaran fisika.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, karena itu kritik dan saran
membangun yang sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2017

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................................... i

Daftar isi.............................................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan Eksperimen .......................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian teori belajar konstruktivisme ....................................................... 3


2.2 Tokoh peletak dasar paham teori konstruktivisme ........................................ 4
2.3 Prinsip-prinsip teori konstruktivisme ............................................................ 5
2.4 Ciri-ciri teori konstruktivisme ....................................................................... 6
2.5 Komparasi teori behaviorisme dan teori kosntruktivisme ............................. 6
2.6 Kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme ............................................. 8
2.7 Aplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran fisika ............... 9
2.8 Kendala yang dihadapi ketika pengaplikasian teori belajar konstruktivisme
dalam pembelajaran ....................................................................................... 18

Bab III Penutup

Kesimpulan ................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 23

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam
kelas.Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan
materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah
proses belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk
itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar
yang baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa
menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar
dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang
diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik
belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan
guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas
minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya
dijadikan umpan balik untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivisme merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan
pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan
yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi
makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi
dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan
situasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka
sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
1
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru.
konstruktivisme menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student
center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru
tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah
yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari teori belajar konstruktivisme?
2. Bagaimanakah ciri-ciri teori konstruktivisme?
3. Siapakah yang menjadi peletak dasar paham teori konstruktivisme?
4. Bagaimanakah prinsip teori konstruktivisme?
5. Bagaimanakah komparasi teori behaviorisme dan teori konstruktivisme?
6. Apakah kelebihan dan kekurangan teori konstruktivisme?
7. Bagaimanakah aplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran fisika?
8. Apa sajakah kendala yang dihadapi ketika pengaplikasian teori belajar
konstruktivisme dalam pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari teori belajar konstruktivisme
2. Mengetahui yang menjadi peletak dasar paham teori konstruktivisme
3. Mengetahui prinsip teori konstruktivisme
4. Mengetahuiciri-ciri teori konstruktivisme
5. Mengetahui komparasi teori behaviorisme dan teori konstruktivisme
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori konstruktivisme
7. Mengetahui aplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran fisika
8. Mengetahui kendala yang dihadapi ketika pengaplikasian teori belajar
konstruktivisme dalam pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme


Teori belajar konstruktivisme bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan
Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya
memahami informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari
belajar.Pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang
sesuai untuk pembelajaran. Hakekat dari teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus
secara individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi
lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan aktif
dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang
memungkinkan siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi
di kelas.
Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa: konstruktivisme memberikan arah
yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan
pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk
mengumpulkan informasi atau fakta saja.
Menurut faham konstruktivisme pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari
orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada
orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak:
skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno,2007).

3
2.2 CIRI-CIRI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
` Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata (Trianto, 2010: 113).
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivisme yaitu:
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah
ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerja sama dengan orang lain.
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus
terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
(Yulaelawati, 2004: 54)
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

4
2.3 PELETAK DASAR PAHAM TEORI KONSTRUKTIVISME
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika
Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme.Mereka
merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam
bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami
bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual.
Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus
dan berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa
menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky(1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan
intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang.
Mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam
upaya mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertianbaru.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya
mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran
penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya
membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa
aktif terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut
Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak, apa yang
dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan
masalah, merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan,
berpikir untuk mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya
bagi cara belajar selanjutnya atas kemampuan sendiri.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning,
Bruner mengatakan bahwa: Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau

5
pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:
43).

2.4 . Prinsip-Prinsip Konstruktivistik


Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
c. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
g. Mencari dan menilai pendapat siswa
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

2.5 KOMPARASI TEORI BEHAVIORISME DAN KONSTRUKTIVISME


Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme yaitu :

BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK

Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran

Pengetahuan: objektif, pasti, tetap Pengetahuan : non- objektif, temporer,


selalu berubah
Belajar: perolehan pengetahuan Belajar: pemaknaan pengetahuan

6
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke Mengajar: menggali makna
orang yang belajar
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak Mind berfungsi sebagai alat
struktur pengetahuan menginterpretasi sehingga muncul makna
yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki Si pembelajar bisa memiliki pemahaman
pemahaman yang sama dengan pengajar yang berbeda terhadap pengetahuan yang
terhadap pengetahuan yang dipelajari dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah Segala sesuatu bersifat temporer, berubah,
terstruktur, teratur, rapi. dan tidak menentu.
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi Kitalah yang memberi makna terhadap
realitas

Masalah Belajar dan Pembelajaran

Keteraturan Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan- Si pembelajar dihadapkan kepada
aturan yang jelas yang ditetapkan lebih lingkungan belajar yang bebas
dulu secara ketat
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial Kebebasan merupakan unsur yang sangat
esensial
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan
menambah pengetahuan dikategorikan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
sebagai KESALAHAN, HARUS interpretasi yang berbeda yang perlu
DIHUKUM DIHARGAI
Keberhasilan atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku
yang pantas dipuji atau diberi HADIAH
Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai Kebebasan dipandang sebagai penentu
penentu keberhasilan keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di Kontrol belajar dipegang oleh si
luar diri si Pembelajar Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada Tujuan pembelajaran me-nekankan pada
penambahan pengetahuan penciptaan pemahaman, yang menuntut

7
Seseorang dikatakan telah belajar apabila aktivitas kreatif-produktif dalam konteks
mampu mengungkapkan kembali apa yang nyata
telah dipelajari

Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran

Keterampilan terisolasi Penggunaan pengetahuan secara bermakna


Mengikuti urutan kurikulum ketat Mengikuti pandangan si Pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil Menekankan pada proses

Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi

Respon pasif Penyusunan makna secara aktif


Menuntut satu jawaban benar Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari Evaluasi merupakan bagian utuh dari
belajar belajar

2.6 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIVISME


Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola
mengajar yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuaiatau tidak
dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru
diharapkan menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola
mengajar sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki
kelebihan dan kekurangan.
1.Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah
sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan
temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan
untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

8
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model
dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa
terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai
konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi
siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah
menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada
satu jawaban yang benar.

2. Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah
sebagai berikut:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
d. Ketidaksiapan murid untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri
pengajaran berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai
pengalaman yang sama, masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran
menjadi tidak bermakna bagi siswa.

2.7. APLIKASI TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN FISIKA


Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
9
dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru
membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang
sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar.
Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan keaktifan
siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on dan hands-on serta terjadi interaksi dan
mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa
sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan
pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga
penerapan konsep.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam
berbagai konteks sosial.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu
siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.
e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses
dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan
10
memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. Pembelajaran kontruktuvisme
merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun
langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik.
Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan siswa di tugaskan untuk
terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong
menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa
lebih mamahami makna ketimbang konsep.
Beberapa dasawarsa terakhir ini filsafat konstruktivisme sangat banyak
mempengaruhi pembelajaran fisika di banyak negara dan mulai dipraktikkan di beberapa
tempat di Indonesia.Secara menonjol yang ditekankan dari filsafat konstruktivisme adalah
bahwa pengetahuan itu bentukan (konstruksi) siswa sendiri.Pengetahuan itu kebanyakan
dibentuk lewat pengalaman indrawi, lewat melihat, menjamah, membau, mendengar, dan
akhirnya merumuskannya dalam pikiran.Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus
memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru.Dalam konteks
belajar seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu bukan untuk
mengumpulkan banyak fakta melainkan dapat menemukan sesuatu (pengetahuan) dan
mengalami perkembangan pemikiran. Maka siswa hanya akan mengerti sungguh-sungguh
dan mempunyai kompetensi dalam bidang fisika yang digeluti, bila siswa sendiri belajar
secara aktif, mengolah bahan, mencernanya, dan merumuskannya di dalam pemikirannya
sendiri. Semua hal lain termasuk pelajaran dan arahan guru hanya merupakan bahan yang
harus diolah dan dirumuskan oleh siswa sendiri.
Dalam konteks pembelajaran konstruktivis, peran guru berubah dari paradigma
lama.Dalam paradigma lama guru adalah sumber segalanya dan merekalah yang aktif untuk
memberikan pelajaran dengan system bank (guru aktif, siswa pasif; guru memberi siswa
diberi; guru tahu dan siswa tidak tahu; guru mengajar dan siswa diajar) berubah ke siswa
aktif dan guru membantu. Peran guru lebih sebagai fasilitator yang membantu agar
konstruksi siswa itu berjalan efektif, efisien dan benar (Suparno, 2007)
Dalam praktik mengajar siswa SD sampai SMA, tampak jelas bahwa kebanyakan
siswa hanya mau belajar fisika secara sungguh-sungguh bila pembelajarannya menarik dan
menyenangkan. Maka ada istilah physics is fun, artinya fisika itu menyenangkan! Bila siswa
senang mereka akan belajar sendiri. Bila mereka sungguh belajar sendiri, maka mau tidak
mau mereka akan semakin menguasai bahan fisika dan menjadi berkompetensi. Maka sangat
penting bila guru fisika dapat mengajar fisika yang menyenangkan.Disamping itu guru fisika
diharapkan lebih dekat dengan siswa, banyak humor, dan menjalin relasi yang dialogis
11
dengan siswa.Dengan demikian siswa tidak takut dan lebih berani untuk bertanya kepada
guru.
Fisika oleh Piaget dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis, yang merupakan
pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian serta bagaimana objek-objek
itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu
objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan
fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan sesuatu objek. Maka sangat jelas bahwa untuk
mempelajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang fisika, diperlukan kontak langsung
dengan hal yang ingin diketahui.Inilah sebabnya dalam fisika metode eksperimen dan
inquiry, dimana siswa dapat mengamati, mengukur mengumpulkan data, menganalisa data,
dan menyimpulkan sangat cocok untuk mendalami fisika. Metode ilmiah yang sangat jelas
menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian kongkrit, tepat untuk digunakan dalam
mempelajari fisika.
Biasanya siswa sudah membawa konsep-konsep fisika sebelum mereka mengikuti
pelajaran formal di sekolah. Misalnya mereka sudah membawa konsep gerak, gaya, listrik,
magnet, dan lain-lain, yang mereka ketahui dari hidup sehari-hari. Kadang konsep-konsep
mereka itu tidak tepat dan tidak sesuai dengan pengertian para ahli fisika.Itulah yang disebut
miskonsepsi.Oleh karena itu seorang guru fisika perlu mengerti bahwa siswanya bukanlah
lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat dicekoki.Seorang guru fisika
konstruktivis beranggapan bahwa siswanya itu sudah mengerti sesuatu sebelum mengikuti
pembelajaran fisika karena pengalaman hidup siswa itu.Pengertian awal itulah yang perlu
dikembangkan dan diluruskan dalam belajar di sekolah.Mereka juga membawa perbedaan
tingkat intelektual, personal, sosial emosional, kultural masuk ke dalam kelas.Ini semua
mempengaruhi pemahaman mereka.Oleh sebab itu guru harus dapat membantu memajukan
dan memperkembangkannya sesuai dengan pengetahuan yang lebih ilmiah.
Oleh karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka studi
kelompok dapat dikembangkan dalam belajar fisika.Dalam studi kelompok siswa masing-
masing harus berpikir dan mempelajari lebih dulu materi. Setelah itu mereka baru saling
mengungkapkan apa yang ditemukan dalam pemahaman itu dan mengadakan diskusi lebih
lanjut. Dalam diskusi dan perdebatan lebih lanjut, siswa dimungkinkan untuk memantapkan
gagasan mereka dengan gagasan teman. Bila gagasan mereka tidak benar, mereka
akanditantang untuk merubahnya. Sedangkan bagi siswa yang gagasannya ternyata benar, ia
akan semakin yakin dan mengerti.

12
Dalam konstruktivisme, peran seorang guru fisika bukanlah untuk mentransfer
pengetahuan yang telah dimilikinya kepada siswa, tetapi lebih sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan
efektif. Fungsi sebagai mediator dan fasilitator dari guru oleh Suparno (2007) dijabarkan
dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil tanggung jawab dalam
membuat perencanaan belajar, melakukan proses belajar, dan membuat penelitian.
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa
dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan
ide ilmiahnya.
3. Menyediakan sarana yang merangsang berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan
dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa.
Guru perlu menyediakan pengalaman konflik.
4. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak.
Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu dapat digunakan
untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi
hipotesis dan kesimpulan siswa.
Sebagai guru yang konstruktivis, guru fisika selain mengerti isi bahan fisika juga
perlu mengerti bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah fisika berkembang.
Pemahaman historis ini akan meletakkan suatu pengetahuan dalam konteks yang mudah
dipahami, dari pada terlepas begitu saja. Misalnya dalam menjelaskan mengenai listrik, guru
fisika harus mengerti juga bagaimana sejarah penemuan dan pengembangan listrik dalam
hidup.Bahkan guru fisika dituntut untuk mengerti bagaimana listrik itu digunakan dalam
teknologi modern yang setiap hari dihadapi siswa dalam hidup mereka.Maka pengajaran
fisika perlu dikaitkan dengan sejarah, perkembangan serta teknologi yang terkait.
Langkah-langkah dalam pengelolaan pembelajaran yang konstruktivistik dapat
dilihat dari tiga sisi yakni: persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sebelum guru mengajar (Tahap Persiapan):
Mempersiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama.
Mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan agar pembelajaran
lancar.
Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar.
Persoalan konkrit dari hidup sehari-hari dapat digunakan untuk merangsang siswa
berpikir.
13
Mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, sehingga dapat
mengajar lewat keadaan siswa dan dapat membantu siswa lebih tepat.
Mempelajari pengetahuan awal siswa. Lewat pengetahuan awal ini guru akan
membantu siswa mengembangkan pengertiannya.

Selama proses pembelajaran (Tahap Pelaksanaan):


Siswa dibantu aktif belajar; menekuni bahan.
Siswa dipacu bertanya;
Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasakan
sendiri pengetahuan mereka. Dengan demikian siswa lebih yakin akan
pengetahuannya.
Mengikuti pikiran dan gagasan siswa;
Menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok, studi di luar
kelas, di luar sekolah, dengan simulasi, eksperimen dan lain-lain. Dengan berbagai
metode ini, siswa dapat dibantu menurut inteligensi mereka.
Siswa diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan fisika di luar sekolah
seperti museum, tempat laboratorium, tempat bersejarah, Badan Meteorologi dan
Geofisika dan lain-lain.
Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas terlebih untuk topik yang sulit
sehingga siswa lebih mengerti.
Tidak mencerca siswa yang berpendapat salah atau lain, sebaliknya pendapat mereka
diperhatikan.
Menerima jawaban alternatif dari siswa dan dibahas.
Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif dan buka dicela.
Menyediakan data anomali untuk menantang siswa berpikir.
Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka tanpa harus dikejar-
kejar waktu.
Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah
gagasan mereka itu tepat atau tidak.
Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya sendiri dalam
belajar dan menemukan sesuatu.
Mengadakan evaluasi yang kontinu dan menyertakan proses belajar dalam evaluasi
itu.

14
Sesudah proses pembelajaran (Tahap Evaluasi):

Guru memberi pekerjaan rumah, mengumpulkannya dan mengoreksinya. Tanpa


dikoreksi, PR tidak banyak gunanya, karena siswa yang keliru akan tetap keliru bila
tidak ditunjukkan dimana ia keliru.
Memberikan tugas lain untuk pendalaman materi.
Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan perlu dikembangkan guru.
Dalam pengembangan pembelajaran seperti ini, maka sikap yang perlu dimiliki guru,
yaitu:
Siswa tidak dianggap seperti tabula rasa, tetapi sebagai subyek yang sudah tahu
sesuatu.
Model kelas: siswa aktif, guru menyertai.
Bila ditanya siswa dan tidak dapat menjawab, tidak perlu marah dan mencerca siswa.
Lebih baik mengakuinya dan mencoba mencari bersama.
Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi.
Guru dan siswa saling belajar. Banyak informasi untuk sumber belajar selain guru
maka mereka perlu saling belajar dan mengembangkan.
Dalam mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar untuk belajar
sendiri.
Memberikan ruang bagi siswa untuk boleh salah. Siswa masih dalam proses belajar,
maka mereka boleh membuat kesalahan. Dari kesalahan itu dapat dibantu
berkembang.
Hubungan guru-siswa yang dialogal, saling dialog, dan kerjasama dalam mendalami
pengetahuan.
Mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam.
Mengerti konteks bahan yang mau diajarkan sehingga dapat menjelaskan secara
kontekstual. (Suparno, 2007)

Setiap metode pembelajaran yang membantu siswa melakukan kegiatan dan


akhirnya dapat mengkonstruksi pengetahuan yang mereka pelajari dengan baik, dapat
dikatakan sebagai metode yang aktif dan konstruktivis. Tentu saja paradigma baru dalam
pembelajaran siswa aktif dan konstruktivis ini mengharuskan guru untuk mengubah cara
pandang. Dalam persiapan mengajar guru lebih memfokuskan pada penciptaan pengalaman
baru bagi siswa yang melalui pengalaman tersebut, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan.

15
Guru dapat menentukan atau memilih bahan pelajaran yang tepat sehingga dengan
pemahaman akan konsep (yang benar) yang dibentuk siswa, memungkinkan mereka dapat
menghubungkannya dengan pemahaman sebelumnya serta membuka peluang untuk mencari
dan menemukan pemahaman konsep baru. Dengan penciptaan kondisi pemahaman yang
demikian maka guru telah memberdayakan para siswanya.
Metode mengajar fisika yang dapat membantu siswa aktif dan senang belajar
berdasarkan filsafat konstruktisme, teori inteligensi majemuk, tingkat perkembangan kognitif
seseorang, relasi guru dan siswa yang lebih dialogis antara lain: (1) Inquiry (penyelidikan),
(2) Discovery (penemuan), (3) Eksperimen atau laboratorium, (4) Simulasi-role play, (5)
Problem Solving, dan lain-lain dan yang dapat dikembangkan oleh guru. Salah satu contoh
yang dapat penulis berikan di sini adalah model inquiry.

Inquiry (Penyelidikan)
Salah satu metode mengajar yang sangat konstruktivis adalah metode inquiry
(penyelidikan). Dalam metode pembelajaran ini siswa dilibatkan dalam proses penemuan
melalui pengumpulan data dan tes hipotesis. Yang utama dari metode inquiry adalah
menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada
keaktifan siswa.
Meski para ahli menjelaskan secara berbeda-beda model inquiry, tetapi secara
sederhana dapat dijelaskan sebagai model pengajaran yang menggunakan proses berikut
(Kindsvater, Wilen, & Ishler, 1996 dalam Suparno, 2007):

1. Identifikasi persoalan
2. Membuat hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menganalisis data
5. Mengambil kesimpulan

Dari langkah-langkah di atas, jelas bahwa model inquiry menggunakan prinsip-


prinsip metode ilmiah atau saintifik dalam menemukan suatu prinsip, hukum ataupun teori.
Secara umum metode ilmiah ini punya langkah seperti: (1) merumuskan masalah, (2)
membuat hipotesis, (3) melakukan percobaan untuk mengumpulkan data, (4) menganalisis
data yang diperoleh, dan (5) mengambil kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak.

16
Proses di atas adalah proses pendekatan induktif, yaitu dari pengalaman lapangan untuk
mencari generalisasi dan konsep umum.
Kindsvater dkk.membedakan antara dua macam inquiry yaitu guided inquiry
danopen inquiry (bebas). Guided inquiry adalah inquiry yang banyak dicampuri oleh guru.
Guru memberikan persoalan dan siswa disuruh memecahkan persoalan itu dengan prosedur
yang tertentu yang diarahkan oleh guru. Siswa dalam menyelesaikan persoalan menyesuaikan
dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh guru.Campur tangan guru misalnya dalam
pengumpulan data, guru sudah memberikan beberapa data dan siswa tinggal melengkapi.
Guru lebih banyak memberikan pertanyaan di sela-sela proses sehingga kesimpulan lebih
cepat dan lebih mudah diambil.
Model inquiry terarah ini lebih cocok untuk awal semester dimana siswa belum biasa
melakukan inquiry. Dengan model tersebut siswa tidak mudah bingung dan tidak akan gagal
karena guru terlibat penuh.
Berikut contoh mengajar dengan inquiry terarah: Benda Padat dalam air.

Persoalan: apakah semua benda padat bila dimasukkan ke dalam air akan tenggelam?
Mengapa demikian?
Hipotesis: siswa diminta membuat hipotesis. Misalnya, semua benda padat akan
tenggelam dalam air karena massa jenisnya lebih besar dari air.
Pengumpulan data: disediakan banyak macam benda padat dan Waskom air. Siswa
diminta memasukkan benda-benda itu dalam air, dan mengamati serta mencatat
apakah semuanya akan tenggelam dalam air atau tidak. Kemudian dibuat tabel.
Analisis data: siswa diminta menganalisis data-data yang terkumpul.
Kesimpulan: siswa diminta membuat kesimpulan. Bagaimana kesimpulannya?
Apakah semua tenggelam? Mengapa? Apakah hipotesis mereka benar? Siswa disuruh
menjelaskan.

Berbeda dengan inquiry terarah, pada open inquiry (inquiry terbuka, bebas) siswa
diberi kebebasan dan inisiatif untuk memikirkan bagaimana akan memecahkan persoalan
yang dihadapi. Siswa sendiri berpikir, menentukan hipotesis, lalu menentukan peralatan yang
akan digunakan, merangkainya, dan mengumpulkan data sendiri. Jadi siswa lebih
bertanggung jawab dan lebih mandiri. Guru hanya sebagai fasilitator, membantu sejauh
diminta oleh siswa. Guru tidak banyak memberikan arah dan memberikan kebebasan kepada
siswa untuk menemukan sendiri. Berikut contoh mengajar dengan inquiry bebas.

17
Persoalan: Selidikilah apakah suhu es yang dipanaskan sehingga mengalami
perubahan wujud terus-menerus naik?
Siswa dalam kelompok bebas melakukan inquiry. Pengembangan pola pembelajaran
yang demikian, membutuhkan komitmen total guru fisika untuk selalu:
Aktif mengembangkan bahan pelajaran dan metodenya.
Tidak merasa puas atas keyakinan dan hasil yang dicapainya, serta ingin
mengembangkannya menjadi semakin baik. Guru fisika menjadi seorang pemikir dan
perancang pembelajaran yang terus-menerus belajar (termasuk belajar dari kesalahan
dan kelemahannya).
Kritis (tidak hanya ikut-ikutan) sehingga mampu memilih mana yang paling tepat
bagi siswanya (ada inisiatif untuk berbuat).
Bebas berpikir dan mengembangkan pemikirannya termasuk berfantasi terhadap
sesuatu yang baik yang menjadi penyemangat karyanya dalam menciptakan siswa
fisika yang kreatif dan inovatif untuk massa depannya.
Mampu berefleksi terhadap apa yang dilakukan dan yang akan dilakukan serta
implikasinya pada pembentukan pribadi para siswanya (intelektual maupun nilai-nilai
humanisme dan spiritual).
Dengan pengelolaan pengajaran yang konstruktivis, maka guru fisika telah
mengantarkan siswanya untuk mengetahui bagaimana belajar cara belajar (learning how to
learn). Dengan kemampuan ini siswa akan menjadi berdaya dan akan menjadi seorang
pembelajar sepanjang hidupnya.

2.8 Kendala - Kendala dalam Penerapan Pembelajaran menurut Konstruktivisme


Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil belajar.
Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran
menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa
mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini
merupakan suatu hal yang tidak mudah.
2. Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran
berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang
sesuai.
18
3. Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam
pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target
pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.
4. Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting
dari suatu pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil akhirnya.
5. Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata
pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan
yang cukup serius.
6. Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer
pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap menunggu informasi
menjadi pencari dan pengkonstruksi informasi merupakan kendala itu sendiri.
7. Adanya budaya negatif di lingkungan siswa.Salah satu contohnya di lingkungan
rumah.Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, ank dilarang membantah
pendapat orang tuanya.Kondisi ini juga terbawa ke sekolah.Siswa terkondisi untuk
mengiakan pendapat atau penjelasan guru.Siswa tidak berani mengemukakan
pendapatnya yang mungkin berbeda dengan gurunya.

19
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan
tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai
skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara
aktif dan terus-menerus
2. Ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:
a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada
sebelumnya.
b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman.
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerja sama dengan orang lain.
e. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus
terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
3. Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika
Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep
konstruktivisme.Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan
kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
4. prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
c. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan lancar.
20
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
g. Mencari dan menilai pendapat siswa
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

5. Kelebihan teori belajar konstruktivisme adalah:


a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan
temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan
untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model
dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
Kelebihan teori belajar konstruktivisme adalah:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
6. Komparasi pembelajaran behaviorisme dengan konstruktivisme meliputi pandangan
tentang pengetahuan, belajar dan pembelajaran, masalah belajar dan pembelajaran,
strategi pembelajaran, serta evaluasi.
7. Pembelajaan menurut konstruktivisme yaitu kegiatan belajar adalah kegiatan yang
aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri
dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan
ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka.

21
8. Kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme yaitu : sulit
mengubah keyakinan dan kebiasaan guru, guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan
mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme, adanya anggapan guru bahwa
penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu
yang cukup besar, sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir, besarnya beban
mengajar guru, siswa terbiasa menunggu informasi dari guru, dan adanya budaya negatif di
lingkungan siswa.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group.

Suparno, Paul. 2007. Metodologi pembelajaran fisika: kosntruktivistik dan menyenangkan.


Yogyakarta : Univeersitas Sanata Darma

Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan,


dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.

23

Anda mungkin juga menyukai