TEORI KONTRUKSIVISME
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah metode pembelajaran
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr,wb.
Segala puji kami haturkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam, karena atas
rahmat dan petunjuknya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kami tentang
“Teori Kontruksivisme”. Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang dalam naungan iman dan islam.
Dan tak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
ikut serta dalam penyusunan makalah kita ini. Sehingga kami dapat menyelesaikannya
tepat waktu.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama
pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme.
Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. Seorang
guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak
demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang
benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar
bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan
sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana
mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus
membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami melakukan penelitian konsep
untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme ini
bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya
sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih
memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki
siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-
hari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah devinisi dari teori konstruktivisme ?
2. Bagaimanakah konsep dasar dari teori Konstruktivisme ?
3. Bagaimana implementasi teori konstruktivisme ?
C. Tujuan
1
BAB I
PEMBAHASAN
2
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan
pada hasil
5. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan
proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
11. Menekankan bagaimana siswa belajar
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman
nyata
3
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar
bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam
proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan pandangan pendidikan
sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab pembelajaran lebih kepada guru,
sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif. Disini para pembelajar
mencari makna dan akan mencoba mencari keteraturan dari berbagai kejadian
yang ada di dunia, bahkan seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
4. Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa
terhadap potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap
potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari pengalaman langsung
di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka dari itu belajar dari
pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk
menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
5. Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok
bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya
sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
6. Kolaborasi Antarpembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda
diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan diskusi-
diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran dalam suatu
wilayah bahasan yang spesifik.
7. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilan-
keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti itu. Pada
prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan pelatihan keterampilan-
keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilan-keterampilan yang
lebih kompleks.[4]
4
atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam,
padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species).
Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah
melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi,
dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang
kau ketahui tentang cacing tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan
diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban
mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk
dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan
sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian
oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang
ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing
tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.[5]
5
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan
dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang
para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon
faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan
merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan
mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa
lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang
bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau
menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan
orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang
didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan
nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna
akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong
terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi,
seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini.
Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama
melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme
melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam
dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi
atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara
bersama-sama.[7]
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan
didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-
6
cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih
tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri
pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses
menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan
mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan
untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan
yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan
sehingga diperoleh konstruksi yang baru.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu
pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan
menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan
aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang
dapat membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan
terbentuk: a) Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. b) Guru
mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu
kepada siswa untuk merespon. c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. d)
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa
lainnya. e) Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong
7
terjadinya diskusi. f) Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan
materi-materi interaktif.
DAFTAR PUSTAKA