Disusun Oleh:
1. Ahmad Arka Yuningrat (2086206002)
2. Handika Darma Yudistira (2086206040)
3. Seri Kurwadi (2086206044)
4. Lalu Mochammad Firmansyah (2086206049)
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Dalam makalah yang berjudul “Pendekatan Konstruktivisme dalam
Pembelajaran IPS”. Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan IPS juga agar dapat berbagi ilmu yang kita
miliki. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharap
kankritik dan saran yang sifatnya membangun.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
D. Sistematika Penulisan.............................................................................................2
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................25
A. Simpulan..............................................................................................................25
B. Saran....................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di
dalam kelas. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat
mencapai sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah
diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar
yang baik tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta
kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena
itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan
sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain
pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan
semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan pendidikan.
Konstruktivismetik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan
pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning
(CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui
pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“membangun” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah kami buat, maka kami merumuskan beberapa
rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini.
1. Apa pengertian dari pendekatan konstruktivisme dalam IPS ?
2. Siapa saja tokoh pencetus pendekatan konstruktivisme ?
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan
tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuanyang di miliki siswa
itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk
diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan
penguasan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak
memberikan sumbangan yang cukup baik dalam jangka waktu panjang.
Pengetahuan teoritis yang bersifat hapalan mudah lepas di ingatan
seseorang apabila tidak ditunjang dengan pengalaman nyata. Implikasi
bagi guru dalam mengembangkan tahap konstruktivisme ini terutama
dituntut kemampuan untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari
setiap konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung
mampu secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari
yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus
memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasannya
itu ia selalu dengan mudah memberikan ilusrasi, menggunakan sumber
belajar, dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk
melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki
sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.
Melihat sudut pandang landasan berpikir dalam teori belajar, dalam
Sadulloh (2007: 166) berbeda dengan behaviorisme, konstruktivisme
memfokuskan pada psoses-proses pembelajaran bukan pada perilaku
belajar. Sejak pertengahan tahun 1980-an, para peneliti telah berusaha
untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa mengkonstruksi/
membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang mereka pelajari.
Menurut konstruktivisme, melalui proses-proses kognitif.
Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri
melalui tingkatan dan interaksi dengan dunia. Pendekatan konstruktivisme
sosial juga mempertimbangkan konteks sosial yang di dalamnya
pembelajaran muncul dan menekankan pentingnya interaksi sosial dan
7
lebih tepat disebut dengan teknik bertanya atau kegiatan tanya jawab
antara guru dengan siswa masih merupakan sarana bagi guru yang akan
mengembangkan pembelajaran konstruktivismetik guna menggali potensi
belajar serta memfasilitasi berkembangnya pengalaman-pengalaman
belajar yang baru. Dialog, teknik bertanya atau kegiatan tanya jawab
seperti ini relevan dengan teknik bertanya serta model-model pertanyaan
dalam pembelajaran IPS.
2. Pada abad ke-20, Jean Piaget dan John Dewey mengembangkan teori
pendidikan dan perkembangan siswa (childhood development and education) atau
yang dikenal denganProgressive Education yang kemudian berpengaruh terhadap
proses kelahiran alirankonstruktivismetik dalam pembelajaran serta
pengembangan kurikulum. Dalam teori yangdikembangkannya, Piaget meyakini
bahwa manusia belajar melalui proses konstruksisatu struktur logika setelah
struktur logika lain dicapainya. Maksudnya, manusia dapatmempelajari sesuatu
yang baru setelah sesuatu yang lain dipelajarinya. Dia juga menyimpulkan bahwa
kemampuan nalar anak dan cara pikirnya (modes of thinking)berbeda dengan cara
pikir orang dewasa. Implikasi dari teori ini dan caramengaplikasikannya telah
melandasi bagi lahirnya aliran konstruktivisme dalampendidikan, termasuk dalam
pembelajaran IPS.
Dalam Aunurrahman (2012), dalam teori ini, Piaget mengemukakan
bahwa secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama,
meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya.
Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke
tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi padda satu ke tahap
tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau
meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya.
Berikut dengan perkembangan moral, Piaget mengemukakan dua tahap
perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Tahap pertama disebut
“heterenomous” atau tahap “realisme moral”. Dalam tahap ini seorang
anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh
orang-orang yang berkompeten untuk itu tahap kedua disebut
9
mulai berkembang usia sekitar 11 atau 12 tahun, dimana pada masa ini
anak mulai mampu menentukan aturan permainan secara lebih detail.
Atura-aturan permainan yang dihasilkan ini oleh anak dianggap sebagai
hukum yang dihasilkan dari kesepakatan bersama, walaupun menurut
mereka aturan-aturan tersebut masih dapat dimodofikasi.
Dari hasil penelitiannya Piaget mengetahui anak-anak yang lebih muda
usianya cendrung menilai sesuai tindakan berdasarkan konsekuensi atau
akibat materialnya. Misalnya John lebih nakal dari Hendry, karena John
memecahkan piring dan gelas, sementara Haendry hanya memecahkan
sebuah cangkir.
Dalam hal keadilan, Piaget menguraikan tentang pentingnya keadilan
distributif (ditributif justice), utamanya menyangkut bagaimana cara
melaksanakan hukuman dan ganjaran yang harusnya diberikan kepada
tiap-tiap anggota kelompok. Keadilan distributif ini menuntutnya
dibedakan antara yang di ekualitas dan ekuitas. Ekuitas adalah pandangan
dimana tiap-tiap orang harus diperlakukan secara sama. Sementara ekuitas
juga memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan dari masing-masing
individu.
Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget adalah bahwa
dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada perilaku anak yang
bergerak dari satu tahap ketahap berikutnya. Pola-pola perubahan ini
terkait secara langsung dengan tingkat usia anak.
3. Dewey Hampir sama dengan Piaget, Dewey mengembangkan teori yang
dilandasi olehkeinginan agar pembelajaran dibangun melalui pengalaman nyata
(real experience). Diamenyatakan: "If you have doubts about how learning
happens, engage in sustainedinquiry: study, ponder, consider alternative
possibilities and arrive at your beliefgrounded in evidence." Jadi, inquiri
merupakan salah satu kunci penting dalam membangun pembelajaran yang
konstruktivismetik.
Teori pembelajaran konstruktivismetik semakin kuat setelah
munculnya para pemikir dalam pendidikan, psikologi dan sosiologi yang
11
2. Model Inkuiri
Dalam Adibah (2009) istilah inkuiri berasal dari Bahasa Inggris, yaitu
inquiry yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri
adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh
seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak
merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Adapun
langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri adalah
sebagai berikut:
a. Orientasi
Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan
proses pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak siswa untuk
15
18
19
situasi dan kondisi siswa. Jadi, guru juga harus menerima saat siswa
membahas sesuatu yang sesuai dengan minat mereka. Karena bersifat
fleksibel tidak selalu mengubah rencana pembelajaran dalam kurikulum
sepenuhnya.
5. Memfasilitasi siswa untuk memahami konsep sambil mengembangkannya
melalui dialog dengan siswa. Jadi, dalam hal ini guru harus mengurangi
menjawab “jawaban yang paling benar” dari pertanyaan-pertanyaan siswa.
jawaban yang sempurna dari guru akan menghambat kreativitas berpikir
siswa untuk memecahakan suatu isu dalam suatu konsep. Jadi, guru juga
harus membuat pertanyaan berdialog dan guru melakukan dialog saat
menjawab pertanyaan siswa merupakan salah satu esensi dari
pembelajaran konstruktivisme.
6. Mengembangkan dialog antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan rekannya. Caranya adalah dengan menyajikan wacana sosial
gagasan orang lain atau guru atau wacana dari teman sebayanya. Dengan
melakukan kegiatan ini maka siswa akan lebih tertarik untuk
mengembangkan pemahamannya dengan materi pelajaran.
7. Menghindari penggunaan alat tes untuk mengukur keberhasilan siswa.
Maksudnya adalah evaluasi itu bersifat on going, cara mengukur
keberhasilan siswa bukan hanya dengan menggunakan satu alat tes saja
dan bukan hanya diakhir pembelajaran saja.
8. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap
masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya. Jadi, dalam hal ini guru
benar-benar memfasilitasi beragam pendapat yang diajukan oleh siswa
mengenai masalah-masalah yang kontroversial. Dengan begitu, guru juga
telah memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan
berpikirnya, keterampilan menghargai pendapat, dan mempertahankan
suasana demokratis di dalam kelas.
9. Memberi peluang kepada siswa untuk berpikir mengenai masalah yang
dihadapi siswa. Jadi, dalam hal ini saat bertanya jawab guru tidak boleh
menuntut siswa untuk menjawab cepat setiap pertanyaan yang diajukan
20
4. Guru yang memfasilitasi siswa agar mampu berpikir tingkat tinggi yaitu
menganalisis, mengklarifikasi, memprediksi, mengsintesis, dan
menciptakan.
5. Guru yang dengan sabar menunggu saat siswa sedang menjawab
pertanyaan.
Bruce dan Masha dalam Models of Teaching dalam Sadulloh (2010 : 167-
168) memberikan deskripsi guru konstruktivisme debagai berikut: jack Wilson
adalah guru kelas satu di Lincoln, Nebraska. Ia kesehariannya mengajarkan
membaca pada sekompok anak yang maju dengan cukup baik. Kendati demikian,
ia prihatin bahwa mereka tidak memiliki kesulitan memecahkan kata-kata baru
kecuali kalau mereka tidak dapat membayangkan maknanya dari konteks. Jika
mereka mampu membayangkan apa yang dimaksud kata-kata itu dari potongan
kalimatnya, mereka tampaknya tidak memiliki kesulitan menggunakan prinsip-
prinsip yang telah mereka pelajari untuk memahami kata-kata tersebut. Ia
menyimpulkan bahwa mereka tidak memiliki kontrol penuh atas konsep dan
prinsip analisis fonetik dan struktural. Ia merencanakan aktivitas-aktivitas yang
dirancang untuk membantu mereka mengembangkan konsep-konsep tentang
bagaimana kata-kata disusun dan menggunakan pengetahuan itu dalam
memecahkan kata-kata yang tidak diketahui mereka.
Jack mempersiapkan sekantung kartu yang masing-masing memiliki sebuah
kata. Ia memilih kata-kata yang memiliki prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran),
dan ia dengan sengaja menyimpan kata-kata yang memiliki akar kata sama namun
awalan dan akhiran yang berbeda. Ia mengambil prefiks dan sufiks karena prefiks
dan sufiks adalah karakteristik struktural kata yang terkenal, mudah diidentifikasi.
Ketika kelompok siswa itu berkumpul pada senin pagi, jack memberi
beberapa kartu masing-masing anak. Ia menyimpan sisanya, menghitung secara
bertahap peningkatan jumlah informasi yang diperoleh siswa. Jack meminta
masing-masing siswa untuk membaca sebuah kata pada salah satu kartu tersebut
dan menggambarkan sesuatu mengenai kata itu. Siswa yang lainnya dapat
menambahkan gambarannya. Dengan cara ini properti-properti struktural dari kata
menarik perhatian siswa. Diskusi-diskusi membahas karakteristik-karakteristik
23
seperti konsonan-konsonan awal yang dimulai dengan huruf “s”, vokal, pasangan
konsonan, dan sebagainya.
Setelah para siswa akrab dengan bermacam-macam kata, Jack meminta
mereka untuk mengelompokan kata-kata tersebut. Para siswa mulai mempelajari
kartu-kartu mereka, dengan menilik-nilik kartu tersebut mereka memilah-milah
keumuman kata-kata tersebut.
Ketika para siswa selesai memilah-milah kata, Jack meminta mereka untuk
berbicara menegnai masing-masing kategori, yang menceritakan apa yang dimiliki
kartu-kartu itu secara umum. Secara sedikit demi sedikit, para siswa dapat
menemukan prefiks dan sufiks utama dan memikirkan mengenai makna prefiks
dan sufiks tersebut. Kemudian ia memberi mereka kalimat-kalimat yang
didalamnya kata-kata yang tidak ada dalam bungkus kartu yang diawali dan
diakhiri oleh prefiks dan sufiks dan memina mereka untuk membayangkan
makna-makna dari kata-kata tersebut, dengan menerapkan konsep-konsep yang
telah mereka bentuk untuk membantu mereka membuka makna-makna kata
tersebut.
Aktivitas induktif dilakukan beberapa kali, dengan memilih kumpulan kata
yang berbeda. Jack mengarahkan para siswa melalui kategori-kategori konsonan
dan bunyi-bunyi vokal serta struktur yang mereka butuhkan untuk memecahkan
kata-kata yang tidak dikenal.
J. Strategi Pembelajaran Keterampilan Sosial dengan Menggunakan
Pendekatan Konstruktivisme
Mengenai keterampilan sosial, sudah banyak sekali dijelaskan dalam
kesempatan yang sebelumnya, sehingga langsung saja masuk ke strategi
keterampilan sosial dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Terdapat beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada
parasiswa melalui pendidikan IPS SD. Di antara beberapa strategi tersebut,
strategi konstruktivismetik, cooperative learning (pembelajaran kooperatif) dan
inquiry dapat dipilih dan dikembangkan sebagai alternatif.
1. Strategi konstruktivismetik
24
27
konstruktivisme, karakteristiknya, dan prinsipnya serta memahami bagaimana
cara menjadi guru konstruktivisme dan strategi penerapannya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Supriatna, Nana, dkk. 2010. Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI PRESS.