Anda di halaman 1dari 28

Makalah

TEORI DAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran IPA yang
diampuh oleh Dr. Tirtawaty Abdjul, S.Pd, M.Pd

Oleh :

Kelompok 7

1. Dhea Priti Aristifani Junus (433420011)


2. Vita Nestria Putri (433420012)
3. Ulfiyatus Sholikhah (208420100015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wata’ala yang telah melimpahkan


rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah Teori dan Pembelajaran Konstruktivisme ini.

Shalawat dan salam tidak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallahu
‘Alaihi Wasallam semoga di hari akhir nanti kita semua mendapat syafa’atnya.

Penulisan makalah ini belumlah sempurna oleh karena itu penulis mohon kepada
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca.

Gorontalo, 03 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme............................3


2.2 Ciri – ciri Pembelajaran Konstruktivisme.........................................7
2.3 Teori Belajar Konstruktivisme..........................................................9
2.4 Prinsip – prinsip Konstruktivisme.....................................................11
2.5 Proses Belajar menurut Konstruktivisme..........................................11
2.6 Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme............................13
2.7 Asumsi-Asumsi Konstruktivisme.....................................................19

2.8 Perspektif – perspektif dalam Konstruktivisme................................20


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................23
3.2 Saran..................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada
proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan
model pembelajaran ini dikarenakan agar pembelajaran siswa antusias terhadap
persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya.
Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
langsung kepada benda – benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran.
Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan
konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar
selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan – gagasan pendidik
pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi – konsepsi itu salah,
harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut agar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah yang
bertema model pembelajaran konstruktivisme. Kami berharap bisa mengembangkan
keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan
pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran
karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman
yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari – hari.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian model pembelajaran kontruktivisme ?

1
2) Apa Ciri – ciri Pembelajaran dari Konstruktivisme ?
3) Apa Teori Belajar dari Konstruktivisme ?
4) Sebutkan Prinsip – prinsip dari Konstruktivisme ?
5) Jelaskan Proses Belajar menurut Konstruktivisme ?
6) Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?
7) Apa Asumsi- asumsi dari Pembelajaran Konstruktivisme ?
8) Jelaskan Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme


Konstruktivisme berasal dari kata konstroktiv dan isme. Kontruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus
bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil
kontruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paragdima baru dalam dunia pembelajaran yang
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan program siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Teori konstruktivisme lahir dari Plaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah
salah satu paham siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif
berasaskan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Pada proses ini, siswa akan
menyesuaikan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Pada proses ini, siswa
akan menyesuaikan pengetahuan sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.
Briner berpendapat, pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa
membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan
dan pengalaman sebelumnya, mengimplikasikannya pengetahuan baru yang
diperoleh dengan mind set yang telah ada.
Selain itu, Bell mengemukakan pendapat bahwa konstruktivisme memandang ketika
siswa datang ke kelas membawa persiapan mental dan metakonatif. Artinya, siswa
datang ke kelas sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan dipelajari.
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan dari proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran

3
(memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri
oleh anak melalui pengalaman dari interaksi dengan lingkungan.
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran di mana siswa diberi
kesempatan untuk membangun pengetahuan itu sendiri berdasarkan pengalaman
sebelumnya.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap guru yang akan melaksanakan
pembelajaran di kelas, disadari atau tidak, akan memilih strategi tertentu agar
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan lancar dan hasilnya
optimal. Tidak ada guru yang menginginkan kondisi pembelajaran yang kacau
dengan hasil yang buruk. Setiap guru pasti akan mempersiapkan strategi
pembelajaran yang matang dan tepat, karena memang setiap guru merasakan dan
menyadari bahwa tugasnya sebagai pendidik dan pengajar adalah tugas mulia,
penuh dengan amal kebajikan sehingga setiap ucapan dan perilakunya akan
diteladani oleh seluruh siswanya.
Model pembelajaran merupakan cara atau jalan yang ditempuh oleh guru atau
siswa untuk mencapai suatu tujuan. Seorang guru dalam mengajarkan materi
pelajaran harus memilih model atau yang sesuai dengan materi yang disampaikan,
supaya materi tersebut bisa dipahami siswa. Menurut Ruseffendi, E.T. (1991:240)
“Model pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh
guru atau siswa dalam pencapain tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana
proses pengajaran atau materi pengajara itu, umum atau khusus dikelola”.
Suparno, Paul (2005) mengemukakan, “Manusia berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif
(mental). Manusia harus mengembangkan skema pemikiran lebih umum atau rinci,
atau perlu perubahan, menjawab dan menginterprestasikan pengalaman –
pengalaman tersebut”.

4
Oleh karena itu, pengetahuan seseorang akan terbentuk dan selalu berkembang.
Menurut Suparno, Paul (2005) proses tersebut meliputi :
a. Skema atau skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori – kategori untuk
mengidentifikasikan ransangan yang datang dan terus berkembang.
b. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap
mempertahankan konsep awalnya hanya menambah atau merinci.
c. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal
tidak cocok lagi.
d. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat pengamalan luar dengan struktur di dalamnya (skemata).
Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju
equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Penekanan dan tahap – tahap dalam pembelajaran konstruktivisme menurut


Hanburi (Hamzah 2001:6) sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika yaitu :

a. Siswa mengontruksi pengetahuan matematika dengan cara menginteraksi ide


yang mereka miliki.
b. Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti strategi siswa
lebih bernilai.
c. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Tytler (Hamzah 2001:6) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan


rancangan pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut :

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya


dengan bahasa sendiri

5
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang


mengacu pada pembelajaran konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman, dengan kata lain siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengalaman mereka.

Konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh


adalah hasil konstruksi kita sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer
pengetahuan dari seseorang kepada orang lain secara utuh sebagaimana pemahaman
orang yang memberikan pengetahuannya tersebut. Pengetahuan bukanlah barang
yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang
belum mempunyai pengetahuan. Seorang guru jika bermaksud mentransfer konsep,
ide dan ditransformasikan , dan dikontruksikan oleh mahasiswa melalui
pengalaman – pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Banyak mahasiswa yang
salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya menunujukkan bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan mudah. Pengetahuan tersebut pasti
dikonstruksikan atau setidaknya diinterpretasikan dan ditransformasikan sendiri
oleh mahasiswa berdasarkan pengalamannya dalam proses pembelajaran sehingga
ada kemungkinan pemahaman antara guru dan siswa berbeda.

Gagasan konstruktivisme tentang pengetahuan di lingkungan siswa adalah sebagai


berikut :

6
a. Pengetahuan bukanlah gambaran kenyataan dunia belaka, tetapi merupakan
konstruksi kenyataan melalui kegiatan dan pengalaman seseorang (siswa).
b. Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam
membangun pengetahuan sehingga setiap mahasiswa memiliki skema
kognitif, kategori, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini, proses abstraksi
dan refleksi seorang menjadi sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing – masing individual
siswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan apabila konsep baru
yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman yang
dimiliki siswa. Berdasarkan hal ini, pengetahuan adalah apa yang ada dalam
setiap pikiran siswa.
d. Proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan interpretasi
individu siswa terhadap pengalaman yang dialaminya. Pemaknaan terhadap
sesuatu merupakan proses negoisasi antara individu siswa dengan
pengalamannya melalui interaksi dalam proses pembelajaran sehingga
mahasiswa menjadi tahu sesuatu yang dipelajarinya.
2.2 Ciri – ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Guru harus dapat membantu para siswanya agar mampu mengkontruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasi nyata dan berdasarkan pengalaman –
pengalamannya. Oleh karena itu, guru harus menguasai bahan atau materi
pembelajaran dengan baik, dan memiliki berbagai macam strategi pembelajaran
sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Kondisi ini terjadi
karena tidak ada satupun strategi pembelajaran yang sempurna jika diterapkan
dalam segala situasi , semua tempat dan setiap waktu sehingga strategi pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh tempat, kondisi, dan waktu. Strategi yang disusun guru
hanya menjadi salah satu alternatif, bukanlah suatu resep jadi atau rumus buku.
Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut

7
Penguasaan teknik dan intuisi dari setiap guru. Menurut Driver dan Oldham dalam
Matthews (1994) pembelajaran konstrukvitisme memiliki beberapa ciri khusus
sebagai berikut :
1. Orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik. Siswa diberi kesemapatan untuk mengadakan
observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
2. Elisitasi, siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain – lain. Siswa diberi
kesempatan mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan,
gambar, ataupun poster.
3. Restrukturisasi ide
a. Klarifikasi ide yang dikontaskan dengan ide – ide orang lain atau
teman lewat diskusi ataupun pengumpulan ide. Seseorang apabila
dihadapkan dengan ide – ide orang lain, maka akan cenderung untuk
mengkonstruksi gagasannya apakah sesuai atau tidak sesuai dengan
ide – ide orang lain tersebut.
b. Membangun ide yang baru, biasanya hal ini terjadi apabila ide –
idenya tersebut dengan ide – idenya tersebut tidak dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
c. Mengevaluasi ide yang baru dengan suatu percobaan atau persoalan
yang baru perlu dilakukan sehingga dapat diketahui gagasan baru
tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
4. Penggunaan ide dalam banyak situasi, ide atau pengetahuan yang telah
dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam – macam yang
dihadapi sehingga menjadi lebih baik jika diterapkan dalam berbagai macam
kondisi.
5. Review, seseorang selama proses pengapikasian pengetahuannya, perlu
adanya revisi gagasan yang dipakai dengan menambahkan suatu keterangan
atau mengubahnya menjadi lebih lengkap.

8
Evaluasi dalam konstruktivisme berfokus pada pendekatan siswa terhadap
persoalan yang dihadapi bukan jawaban akhir yang diberikan guru. Guru melakukan
pengamatan terhadap kemampuan aplikasi atas konsep siswa dengan memberikan
persoalan yang belum ada pemecahannya secara baku sehingga ada beberapa
alternatif pemecahan baru yang evaluasinya tidak dapat didasarkan pada “yang
paling benar”. Dalam aliran konstruktivisme, guru bukanlah seorang yang maha tau
dan siswa bukan seorang yang belum tahu sehingga perlu diberitahu. Pada proses
pembelajaran, siswa harus aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya,
sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan dengan baik. Guru dan siswa
harus bersama – sama membangun pengetahuan dalam berbagai hal atau bidang
pengetahuan. Dengan demikian, hubungan guru dan siswa adalah sebagai mitra
yang bersama – sama beruasaha membangun suatu pengetahuan.
2.3 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori - teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori


pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori
konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan -
aturan lama dan merevisinya apabila aturan - aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa
agar benar - benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide - ide. Slavin dalam Nur (Hamzah, 2008 : 16).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.
Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide - ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar.
9
Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman
yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga
tersebut. (Nur (Hamzah, 2008:18)
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari fikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara
mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol - botol kecil
yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (Hamzah, 2008 : 18) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah
peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua
adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara
bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang
diterima.
Wheatley (Hamzah, 2008 : 18) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan
dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme.
Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh
struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak
secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (Hamzah,
2008 : 19) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila
belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu,
untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari
seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
10

2.4 Prinsip – prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip - prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam


belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru
tidak boleh hanya semata - mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara - cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide - ide
dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi - strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai
tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu
sendiri yang memanjatnya.

2.5 Proses Belajar menurut Konstruktivisme


11
a) Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang
dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung
satu arah dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya, melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya.
Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan
pengetahuan dari pada fakta - fakta yang terlepas -lepas.
b) Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi
makna tentang hal - hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus
mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal
bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
c) Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri
d) Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
e) Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.
12
2.6 Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Perkambangan pengetahuan dan teknologi pada era saat ini terus berkembang
seiring berjalannya waktu. Perkembangan pembelajaran pada era sekarang
menerapkan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi situasi dalam
proses pembelajaran dan tidak lepas dari kurikulum yang telah ditetapkan. Mutu
pembelajaran juga tidak lepas dari faktor adanya pembelajaran sebagai siswa yang
telah disesuaikan dengan kondisi kelas dan situasi pembelajaran. 1 Seperti pada
konsep pembelajaran dibidang matematika yang melekat pada berbagai pelajaran
seperti geografi, fisika, biologi, kimia, ekonomi dan lain sebagainya yang digunakan
untuk memahami ataupun mengembangkan cabang ilmu lainnya. Sehingga sangat
penting bagi para siswa atau pelajar memahami dan mencapai keberhasilan dalam
pembelajaran matematika. Sehingga diperlukan peranan seorang guru dalam
mencapai keberhasilan tersebut, seorang guru atau tenaga pendidik seharusnya
memiliki kemampuan dalam melatih dan menggunakan metode pembelajaran yang
sesuai dengan siswanya.

Strategi belajar mengajar memiliki garis besarnya masing-masing yang


berupa tindakan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi
pembelajaran sendiri dapat diartikan sebagai pola-pola umum untuk guru ataupun
peserta didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Diperlukannya strategi yang tepat agar materi pembelajaran
yang diterima oleh peserta didik mudah untuk dipahami dan diserap. Strategi
pembelajaran yang tepat adalah dengan metode atau pendekatan yang cocok dengan
materi yang disampaiakan. Sehingga dengan adanya strategi belajar mengajar
diharapkan peserta didik dapat mudah untuk memahami dengan melalui berbagai
metode dan pendekatan dalam pembelajaran yang berbeda-beda.

1
Sudarsana, I Ketut,. Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam Implementasi Kurikulum Di Sekolah
(Perspektif Teori konstruktivisme)
13
Salah satu model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran
konstruktivisme. Menurut Cobb (Tim MLPBM 2001:71) 2 memiliki definisi
bahwa belajar matematika adalah proses siwa secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan matematika. Dalam model pembelajaran konstruktivisme siswa
dituntut agar merancang konsep matematika yang akan dipelajari dengan
pengalamannya sendiri. Perancangan suatu konsep menyebabkan siswa akan
mengingat konsep yang telah diperolehnya. Siswa tidak akan mudah mengalami
kejenuhan dalam proses pembelajaran konstruktivisme, karena siswa dituntut
aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru atau tenaga pendidik hanya
bertindak sebagai fasilitator bagi siswanya.
Dalam suatu pembelajaran seperti matematika yang didalamnya terdapat
suatu prosedur pemecahan masalah, sehingga seorang siswa dapat melatih
kemampuan analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga membantu siswa memahami konsep, fakta-
fakta, dan prinsip matematika dengan menggunakan penyajian ilustrasi dan
realistis. Herman, T (2006 : 52)3 mengungkapkan bahwa “ menjadikan siswa
yang terampil dalam memecahkan masalah bukan hanya menjadikan mereka
terampil berfikir matematika, namun juga melatih mereka dalam menghadapi
tantangan hidup dengan percaya diri”.

Guru ataupun tenaga pendidik diharuskan mencari alternatif dalam


pendekatan pembelajaran, yang diharapkan agar kemampuan penalaran dan
prestasi peserta didik meningkat terutama dibidang pembelajaran matematika.
Alternatif pendekatan konstruktivisme dilakukan dengan memberikan leluasa
pada siswa untuk mengkonstruk sendiri

14
2
Sundawan, Mohammad Dadan,. PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG
3
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Matematika Tingkat Tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi pada Program Pascasarjana
UPI Bandung : tidak diterbitkan
pengetahuannya baik secara individu maupun kelompok atau diskusi. Wallace,
Engel, dan Mooney (dalam Asra dan Sumiati) 4 mengatakan bahwa teori belajar
kognitif memiliki postulat “untuk mengembangkan penalaran pembelajaran
harus dalam bentuk diskusi kelompok”.
Dalam penerapan pembelajaran konstruktivisme, peserta didik dapat
mengkonstruksi penegtahuannya dengan melalui media diskusi kelompok
sehingga peserta didik mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan
prestasi pada pelajaran matematika. Tetapi hal tersebut bertentangan dengan
pembelajaran konvensional yaitu guru hanya sebagai pemindahan pengetahuan
kepada peserta didik, atau dapat diartikan sebagai peserta didik hanya menerima
pengetahuan yang sudah disiapkan oleh gurunya saja. Sehingga pembelajaran
dengan metode konvensional dinilai kurang mampu meningkatkan kemampuan
penalaran pada peserta didik.
Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dalam pembelajaran
matematika dikemukan oleh Slavin (2000)5 bahwa “students must construct
knowledge in their own mind”. Dan didukung dengan pernyataan Glaserfeld
(dalam Yevdokimov, 1999) yang mengungkapkan bahwa learning is a process
of construction in which the students themselves have to be the primary actors.
Pernyataan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa konstruktivisme bukan
suatu ide yang muncul secara tiba-tiba, melainkan konstruktivisme muncul
karena terdapat sebuah ide yang berkembang secara bertahap melalui suatu
proses evolusi yang panjang.

15

4
Riyanto, bambang,. Meningkatkan kemampuan penalaran dan prestasi matematika dengan pendekatan
konstruktivisme pada siswa sekolah menengah atas
5
Slavin, R.E. 2000. Educational psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn & Bacon.
2.6.1 Pengaruh Lingkungan Terhadap Penerapan Model Pembelajaran
Konstruktivisme

Pengaruh lingkungan pada model pembelajaran konstruktivisme


memiliki banyak kriteria yang beragam tentang bagaimana lingkungan yang
dapat mempengaruhi pembelajaran konstruktivisme. Taylor dan Fraser (1991)
dan Aldridge et al (2000) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang
konstruktivismememiliki lima ciri yaitu :

1. Autonomi, merupakan keterlibatan siswa atau peserta didik dalam


mengontrol proses belajarnya atau
2. Pengetahuan awal, merupakan pemanfaat pengetahuan awal siswa dalam
pembelajaran.
3. Negosiasi, merupakan peranan siswa dalam menentukan tujuannya dan
kosensus lainnya.
4. Keberpusatan pada siswa, merupakan keterkaitan antara pengalaman
belajar dengan kepentingan siswa.
5. Ketidakpastian, merupakan penilaian kritis siswa terhadap pembelajaran.

Beberapa pendapat dan kriteria para ahli menentukan bahwa lingkungan


pembelajaran yang konstruktivisme mencakup lima unsur yaitu, (Widodo,
2004)6

1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. Pada unsur


ini siswa didorong untuk mengeksplor pengetahuan-pengetahuan baru
yang belum diketahui dengan memanfaatkan pengetahuan awal siswa.
Sehingga diperlukan teknik untuk mendorong siswa agar terjadi
perubahan terhadap konsepsi pada siswa dengan memperhatikan
pengetahuan awal pada siswa.

16

6
Widodo, Ari,. Konstruktivisme dan pembelajaran sains. Jurnal pendidikan dan kebudayaan , no.
064, januari 2007
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna. Pembelajaran yang
dilakukan pada unsur ini dibuat dengan sedimikian mungkin agar proses
pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna bagi para siswa.
Sehingga sikap, minat, dan kebutuhan dalam belajar siswa dijadikan
sebagai acuan pertimbangan dalam merancang model pembelajaran yang
tepat. Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai acuan pertimbangan dapat
dilihat dari kehidupan sehari - hari saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif. pada unsur ini siswa
dibebaskan untuk produktif dan berfikir kritis dengan guru maupun siswa
lainnya. Sehingga siswa dapat merasakan pembelajaran dan memiliki
kesempatan untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Dorongan pembelajaran mandiri. Pada unsur ini sisiwa diharapkan
memiliki sikap yang bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
Sehingga siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan dan mengatur
kegiatan belajarnya secara mandiri, serta agar siswa tidak memiliki rasa
ketergantungan oleh orang lain.
5. Usaha mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah. Pada unsur ini
diharapkan siswa mengetahui tentang sains atau kehidupan ilmuwan.
Sains bukan hanya tentang produk atau fakta, konsep, prinsip, dan teori
saja melainkan mencakup tentang proses dan sikap. Sehingga
diperlukannya pelatihan dan pengenalan pada siswa.

2.6.2 Urutan Pembelajaran Terhadap Penerapan Model Pembelajaran


Konstruktivisme

Setiap para ahli memiliki penilaian yang berbeda terhadap penekanan


tahapan yang dianggap penting dan melalui tahapan yang dilalui dapat dijadikan
relefasi yang rinci. Walaupun terdapat berbagai perbedaan pada pendapat para
ahli, tetapi banyak pula kesamaan yang didapatkan.

17
Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun memiliki pemahaman yang
berbeda, tetapi terdapat prinsip dasar yang disetujui bersama. Kesamaan urutan
pembelajaran membangun konsep atau pengetahuan dikemukakan oleh Oser dan
Party (1990) yang menunjukkan bahwa urutan pembelajaran konstruktivisme
yang dikemukakan oleh para ahli yang menganut pembelajran konstruktivisme
adalah konsisten dengan prinsip kognitif secara umum, sehingga sekalipun tidak
menyatakan urutan pembelajaran konstruktivisme secara rinci tetapi dasar yang
mereka gunakan tetap sama.

Berdasarkan beberapa literatur atau para ahli yang mengkaji tentang


tahapan pembelajaran konstruktivisme, disepakati terdapat lima tahapan yang
saling berurutan (Widodo, 2004) yaitu :

1. Pendahuluan, pada tahapan ini merupakan tahap penyiapan pembelajaran


siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
2. Eksplorasi, yaitu tahapan dimana siswa diharapkan mengidentifikasi dan
mengaktifkan pengetahuan awal pembelajaran pada siswa.
3. Restrukturisasi, yaitu tahap dimana siswa dapat merestrukturisasi
pengetahuan awal mereka agar terjadi pembentukan konsep secara
bertahap yang telah diharapkan.
4. Aplikasi, yaitu tahap penerapan atau mengaplikasikan konsep yang sudah
dibangun pada kondisi ataupun situasi yang berbeda ataupun dalam
kehidupan sehari-hari.

18
5. Review dan evaluasi, yaitu tahap untuk mengoreksi atau meninjau lebih
lanjut apa yang telah dilakukan atau yang telah terjadi pada proses
pembelajaran yang telah dilakukan dan berkaian dengan kensep atau
pembelajaran.

2.7 Asumsi-Asumsi Konstruktivisme


Konstruktivisme berpusatkan pada interaksi antar orang - orang dan situasi -
situasi dalam penguasaan dan penyempurnaan keterampilan dan pengetahuan.
Konstruktivisme dan teori kognitif memiliki asumsi sama yang mengarah pada
prilaku, orang, dan lingkungan yang berinteraksi secara timbal balik. Asumsi-
asumsi pada konstruktivisme yaitu :
1. Manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi
diri mereka sendiri. Pada asumsi ini siswa diharapkan memiliki
kebebasan dalam mengembangkan yang sudah didapatkan,
pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan latihan, melakukan
eksperimen, ataupun berdiskusi antar sesama siswa. Sehingga ilmu yang
didapatkan dapat berkembang dan semakin bertambah bagi siswa.
2. Guru atau tenaga pendidik sebaiknya tidak mengajarkan pembelajaran
dengan metode atau cara tradisional pada siswa. Asumsi yang dimaksud
adalah guru diharuskan untuk aktif dan membangun situasi menarik
sehingga siswa menjadi aktif dan kritis dengan materi pembelajaran yang
dilakukan melalui pengolahan materi-materi dan interaksi sosial. Yang
dimaksud guru harus aktif adalah guru harus dapat menggunakan media
dalam proses pembelajaran. Bukan hanya menggunakan metode lama
seperti metode ceramah, mencatat buku hingga habis, tetapi yang
dibutuhkan adalah guru yang dapat mengajar siswa dengan metode
apapun sehingga sisiwa menjadi aktif dan tidak mudah jenuh dalam
proses pembelajaran berlangsung.

19
Aktivitas - aktivitas dalam proses pembelajaran meliputi mengamati
fenomena - fenomena, pengumpulan data, merumuskan masalah, dan menguji
hipotesis, serta sebagai penilaian kerja sama dengan orang lain. Mengajak siswa
mengunjungi tempat - tempat yang berada diluar kelas juga merupakan aktivitas
dalam proses pembelajaran. Peranan guru diperlukan sebagai sarana
pendisiplinan pada siswa, ilmu ini digunakan untuk merencanakan kurikulum
yang dilakukan bersama - sama. Sehingga siswa perlu diarahkan untuk dapat
mengatur dirinya sendiri dengan mandiri dan berperan aktif dalam pembelajran
yang mereka lalui dengan dapat menentukan tujuan, memantau, mengoreksi atau
mengevaluasi kemajuan meraka sendiri, dan bertindak melampai standar yang
disyaratkan bagi mereka dengan menelusuri hal - hal yang menjadi minat bakat
mereka agar tidak terjadi paksaan di dalamnya.
2.8 Perspektif – perspektif dalam Konstruktivisme
Pertama, konstruktivisme eksogeneus mengacu pada pemikiran bahwa
penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari struktur-
struktur yang berbeda dalam dunia eksternal. Pandangan ini mendasarkan pengaruh
kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman,
pengajaran dan pengamatan terhadap model-model.

Kedua, konstruktivisme endogenus menekankan pada koordinasi tindakan- tindakan


yang sebelumnya, bukan secara langsung dari informasi lingkungan; karena itu,
pengetahuan bukanlah cerminan dari dunia luar yang diperoleh melalui
pengalaman-pengalaman, pengajaran, atau interaksi sosial. Pengetahuan berkembang
melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat
diprediksikan secara umum.
Ketiga, konstruktivisme dialektikal. berpendapat bahwa pengetahuan tidak hanya
dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui saling
berinteraksi sesama teman, guru, tetangga dan bahkan lingkungan sekitar kita. Selain
itu juga interpretasinya tidak terikat dengan dunia luar. Bahkan pengetahuan atau
pemahaman timbul akibat saling berlawanan mental dari interaksi antara lingkungan
sekitar dengan seseorang.

20
Dari ketiga pandang tersebut memiliki kelebihan masing - masing, seperti
konstruktivisme eksogeneus yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
seorang siswa terhadap ilmu tertentu secara akurat dan terperinci. Kemudian
konstruktivisme endogenus yaitu untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi
secara terstruktur mulai dari yang paling bawah sampai dengan yang paling tinggi.
Sedangkan konstruktivisme dialektikal digunakan ketika guru atau pendidik ingin
merencanakan itervensi - intervensi untuk mendorong pemikiran siswa dan untuk
mengarahkan penelitian untuk menemukan efektifitas dari pengaruh - pengaruh sosial
seperti paparan terhadap model - model dan kerja sama dengan teman sebaya.
2.8.1 Kelebihan Konstruktivisme

Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan, begitu
juga dengan sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme.
Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme diantaranya :

Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar. 14 Maksudnya yaitu dalam


proses pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam pembelajaran,
siswa tuntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi
latihan, bertanya, praktik dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi
arah dalam pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh
siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak hanya di
dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui
diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya.
Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. 15 Maksudnya di mana
siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan di
sekolah dan yang dia dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan-
pengetahuannya yang dia dapatkan tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan
seksama, selain itu juga siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu - ilmu yang
baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu - ilmu yang sudah lama.

21
Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti
menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya.16 Artinya
pembelajaran tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa
harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan
informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya ,
keluarga, surat kabar, televisi, dan lain sebagainya.

Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Maksudnya


siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya
dengan yang di sekolah sehingga tercipta konsep yang diharapkannya. Kelima,
perbedaan individual terukur dan di hargai. Keenam, guru berfikir proses
membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan
membuat keputusan. 17

2.8.2 Kekurangan Konstruktivisme

Pertama, proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses


belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu
arah dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur kognitif.
Kedua, peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru
atau pendidik berperan membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan
oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri.18
Keempat, sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi
pengetahuannya sendiri. Kelima, evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa
lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan
interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas
lain yang didasarkan pada pengalaman.19
22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konstruktivisme berasal dari kata konstroktiv dan isme. Kontruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus
bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil
kontruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paragdima baru dalam dunia pembelajaran yang
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan program siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar akan kodrat manusia yang tak
luput dari kesalahan, maka dari itu untuk lebih menyempurnakan penyusunan
makalah kedepan, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
membangun dari pembaca.
23

DAFTAR PUSTAKA

Dale, H Schunk. Learning Theories An Aducation Prespective. Diterjemahkan Oleh


Eva Hamdiah, Rahmat Fajar, Dengan Judul Teori-Teori Pembelajaran
Perspektif Pendidikan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2012. Hal. 323

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan


Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Disertasi pada Program Pascasarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan

Riyanto, bambang. Siroj, Rusdy A. MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN


DAN PRESTASI MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Jurnal
Pendidikan Matematika. Vol. 5. No. 2. Juli 2011

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn &
Bacon.

Sudarsana, I Ketut,. Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam Implementasi


Kurikulum Di Sekolah (Perspektif Teori konstruktivisme). Jurnal Ilmu
Pendidikan. Vol. 1. No. 1. Januari 2018.

Sundawan, M Dadan. PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME


DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG. Jurnal Logika. Vol. XVI. No. 1. Maret
2016.

Suparlan. TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN. Jurnal Keislaman


dan Ilmu Pendidikan. Vol. 1. No. 2. Juli 2019

Widodo, Ari. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan. No. 064. Januari 2007.

Sugrah, Nurfatimah. IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME


DALAM PEMBELAJARAN SAINS. Vol. 19. No. 2. September 2019.

Dahar, Ratna Willis. (1991). Teori – teori belajar. Jakarta : Erlangga.


Depdiknas, (2005). Model – model Pembelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Dikrektorat Pendidikan
Menengah Lanjutan Pertama.

Tim MKPBM, (2011). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :


JICA.

Anda mungkin juga menyukai