Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran IPA yang
diampuh oleh Dr. Tirtawaty Abdjul, S.Pd, M.Pd
Oleh :
Kelompok 7
Shalawat dan salam tidak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallahu
‘Alaihi Wasallam semoga di hari akhir nanti kita semua mendapat syafa’atnya.
Penulisan makalah ini belumlah sempurna oleh karena itu penulis mohon kepada
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................23
3.2 Saran..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2) Apa Ciri – ciri Pembelajaran dari Konstruktivisme ?
3) Apa Teori Belajar dari Konstruktivisme ?
4) Sebutkan Prinsip – prinsip dari Konstruktivisme ?
5) Jelaskan Proses Belajar menurut Konstruktivisme ?
6) Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?
7) Apa Asumsi- asumsi dari Pembelajaran Konstruktivisme ?
8) Jelaskan Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri
oleh anak melalui pengalaman dari interaksi dengan lingkungan.
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran di mana siswa diberi
kesempatan untuk membangun pengetahuan itu sendiri berdasarkan pengalaman
sebelumnya.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap guru yang akan melaksanakan
pembelajaran di kelas, disadari atau tidak, akan memilih strategi tertentu agar
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan lancar dan hasilnya
optimal. Tidak ada guru yang menginginkan kondisi pembelajaran yang kacau
dengan hasil yang buruk. Setiap guru pasti akan mempersiapkan strategi
pembelajaran yang matang dan tepat, karena memang setiap guru merasakan dan
menyadari bahwa tugasnya sebagai pendidik dan pengajar adalah tugas mulia,
penuh dengan amal kebajikan sehingga setiap ucapan dan perilakunya akan
diteladani oleh seluruh siswanya.
Model pembelajaran merupakan cara atau jalan yang ditempuh oleh guru atau
siswa untuk mencapai suatu tujuan. Seorang guru dalam mengajarkan materi
pelajaran harus memilih model atau yang sesuai dengan materi yang disampaikan,
supaya materi tersebut bisa dipahami siswa. Menurut Ruseffendi, E.T. (1991:240)
“Model pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh
guru atau siswa dalam pencapain tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana
proses pengajaran atau materi pengajara itu, umum atau khusus dikelola”.
Suparno, Paul (2005) mengemukakan, “Manusia berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif
(mental). Manusia harus mengembangkan skema pemikiran lebih umum atau rinci,
atau perlu perubahan, menjawab dan menginterprestasikan pengalaman –
pengalaman tersebut”.
4
Oleh karena itu, pengetahuan seseorang akan terbentuk dan selalu berkembang.
Menurut Suparno, Paul (2005) proses tersebut meliputi :
a. Skema atau skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori – kategori untuk
mengidentifikasikan ransangan yang datang dan terus berkembang.
b. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap
mempertahankan konsep awalnya hanya menambah atau merinci.
c. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal
tidak cocok lagi.
d. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat pengamalan luar dengan struktur di dalamnya (skemata).
Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju
equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
5
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
6
a. Pengetahuan bukanlah gambaran kenyataan dunia belaka, tetapi merupakan
konstruksi kenyataan melalui kegiatan dan pengalaman seseorang (siswa).
b. Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam
membangun pengetahuan sehingga setiap mahasiswa memiliki skema
kognitif, kategori, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini, proses abstraksi
dan refleksi seorang menjadi sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing – masing individual
siswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan apabila konsep baru
yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman yang
dimiliki siswa. Berdasarkan hal ini, pengetahuan adalah apa yang ada dalam
setiap pikiran siswa.
d. Proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan interpretasi
individu siswa terhadap pengalaman yang dialaminya. Pemaknaan terhadap
sesuatu merupakan proses negoisasi antara individu siswa dengan
pengalamannya melalui interaksi dalam proses pembelajaran sehingga
mahasiswa menjadi tahu sesuatu yang dipelajarinya.
2.2 Ciri – ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Guru harus dapat membantu para siswanya agar mampu mengkontruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasi nyata dan berdasarkan pengalaman –
pengalamannya. Oleh karena itu, guru harus menguasai bahan atau materi
pembelajaran dengan baik, dan memiliki berbagai macam strategi pembelajaran
sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Kondisi ini terjadi
karena tidak ada satupun strategi pembelajaran yang sempurna jika diterapkan
dalam segala situasi , semua tempat dan setiap waktu sehingga strategi pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh tempat, kondisi, dan waktu. Strategi yang disusun guru
hanya menjadi salah satu alternatif, bukanlah suatu resep jadi atau rumus buku.
Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut
7
Penguasaan teknik dan intuisi dari setiap guru. Menurut Driver dan Oldham dalam
Matthews (1994) pembelajaran konstrukvitisme memiliki beberapa ciri khusus
sebagai berikut :
1. Orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik. Siswa diberi kesemapatan untuk mengadakan
observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
2. Elisitasi, siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain – lain. Siswa diberi
kesempatan mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan,
gambar, ataupun poster.
3. Restrukturisasi ide
a. Klarifikasi ide yang dikontaskan dengan ide – ide orang lain atau
teman lewat diskusi ataupun pengumpulan ide. Seseorang apabila
dihadapkan dengan ide – ide orang lain, maka akan cenderung untuk
mengkonstruksi gagasannya apakah sesuai atau tidak sesuai dengan
ide – ide orang lain tersebut.
b. Membangun ide yang baru, biasanya hal ini terjadi apabila ide –
idenya tersebut dengan ide – idenya tersebut tidak dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
c. Mengevaluasi ide yang baru dengan suatu percobaan atau persoalan
yang baru perlu dilakukan sehingga dapat diketahui gagasan baru
tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
4. Penggunaan ide dalam banyak situasi, ide atau pengetahuan yang telah
dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam – macam yang
dihadapi sehingga menjadi lebih baik jika diterapkan dalam berbagai macam
kondisi.
5. Review, seseorang selama proses pengapikasian pengetahuannya, perlu
adanya revisi gagasan yang dipakai dengan menambahkan suatu keterangan
atau mengubahnya menjadi lebih lengkap.
8
Evaluasi dalam konstruktivisme berfokus pada pendekatan siswa terhadap
persoalan yang dihadapi bukan jawaban akhir yang diberikan guru. Guru melakukan
pengamatan terhadap kemampuan aplikasi atas konsep siswa dengan memberikan
persoalan yang belum ada pemecahannya secara baku sehingga ada beberapa
alternatif pemecahan baru yang evaluasinya tidak dapat didasarkan pada “yang
paling benar”. Dalam aliran konstruktivisme, guru bukanlah seorang yang maha tau
dan siswa bukan seorang yang belum tahu sehingga perlu diberitahu. Pada proses
pembelajaran, siswa harus aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya,
sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan dengan baik. Guru dan siswa
harus bersama – sama membangun pengetahuan dalam berbagai hal atau bidang
pengetahuan. Dengan demikian, hubungan guru dan siswa adalah sebagai mitra
yang bersama – sama beruasaha membangun suatu pengetahuan.
2.3 Teori Belajar Konstruktivisme
1
Sudarsana, I Ketut,. Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam Implementasi Kurikulum Di Sekolah
(Perspektif Teori konstruktivisme)
13
Salah satu model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran
konstruktivisme. Menurut Cobb (Tim MLPBM 2001:71) 2 memiliki definisi
bahwa belajar matematika adalah proses siwa secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan matematika. Dalam model pembelajaran konstruktivisme siswa
dituntut agar merancang konsep matematika yang akan dipelajari dengan
pengalamannya sendiri. Perancangan suatu konsep menyebabkan siswa akan
mengingat konsep yang telah diperolehnya. Siswa tidak akan mudah mengalami
kejenuhan dalam proses pembelajaran konstruktivisme, karena siswa dituntut
aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru atau tenaga pendidik hanya
bertindak sebagai fasilitator bagi siswanya.
Dalam suatu pembelajaran seperti matematika yang didalamnya terdapat
suatu prosedur pemecahan masalah, sehingga seorang siswa dapat melatih
kemampuan analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga membantu siswa memahami konsep, fakta-
fakta, dan prinsip matematika dengan menggunakan penyajian ilustrasi dan
realistis. Herman, T (2006 : 52)3 mengungkapkan bahwa “ menjadikan siswa
yang terampil dalam memecahkan masalah bukan hanya menjadikan mereka
terampil berfikir matematika, namun juga melatih mereka dalam menghadapi
tantangan hidup dengan percaya diri”.
14
2
Sundawan, Mohammad Dadan,. PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG
3
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Matematika Tingkat Tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi pada Program Pascasarjana
UPI Bandung : tidak diterbitkan
pengetahuannya baik secara individu maupun kelompok atau diskusi. Wallace,
Engel, dan Mooney (dalam Asra dan Sumiati) 4 mengatakan bahwa teori belajar
kognitif memiliki postulat “untuk mengembangkan penalaran pembelajaran
harus dalam bentuk diskusi kelompok”.
Dalam penerapan pembelajaran konstruktivisme, peserta didik dapat
mengkonstruksi penegtahuannya dengan melalui media diskusi kelompok
sehingga peserta didik mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan
prestasi pada pelajaran matematika. Tetapi hal tersebut bertentangan dengan
pembelajaran konvensional yaitu guru hanya sebagai pemindahan pengetahuan
kepada peserta didik, atau dapat diartikan sebagai peserta didik hanya menerima
pengetahuan yang sudah disiapkan oleh gurunya saja. Sehingga pembelajaran
dengan metode konvensional dinilai kurang mampu meningkatkan kemampuan
penalaran pada peserta didik.
Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dalam pembelajaran
matematika dikemukan oleh Slavin (2000)5 bahwa “students must construct
knowledge in their own mind”. Dan didukung dengan pernyataan Glaserfeld
(dalam Yevdokimov, 1999) yang mengungkapkan bahwa learning is a process
of construction in which the students themselves have to be the primary actors.
Pernyataan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa konstruktivisme bukan
suatu ide yang muncul secara tiba-tiba, melainkan konstruktivisme muncul
karena terdapat sebuah ide yang berkembang secara bertahap melalui suatu
proses evolusi yang panjang.
15
4
Riyanto, bambang,. Meningkatkan kemampuan penalaran dan prestasi matematika dengan pendekatan
konstruktivisme pada siswa sekolah menengah atas
5
Slavin, R.E. 2000. Educational psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn & Bacon.
2.6.1 Pengaruh Lingkungan Terhadap Penerapan Model Pembelajaran
Konstruktivisme
16
6
Widodo, Ari,. Konstruktivisme dan pembelajaran sains. Jurnal pendidikan dan kebudayaan , no.
064, januari 2007
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna. Pembelajaran yang
dilakukan pada unsur ini dibuat dengan sedimikian mungkin agar proses
pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna bagi para siswa.
Sehingga sikap, minat, dan kebutuhan dalam belajar siswa dijadikan
sebagai acuan pertimbangan dalam merancang model pembelajaran yang
tepat. Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai acuan pertimbangan dapat
dilihat dari kehidupan sehari - hari saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif. pada unsur ini siswa
dibebaskan untuk produktif dan berfikir kritis dengan guru maupun siswa
lainnya. Sehingga siswa dapat merasakan pembelajaran dan memiliki
kesempatan untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Dorongan pembelajaran mandiri. Pada unsur ini sisiwa diharapkan
memiliki sikap yang bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
Sehingga siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan dan mengatur
kegiatan belajarnya secara mandiri, serta agar siswa tidak memiliki rasa
ketergantungan oleh orang lain.
5. Usaha mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah. Pada unsur ini
diharapkan siswa mengetahui tentang sains atau kehidupan ilmuwan.
Sains bukan hanya tentang produk atau fakta, konsep, prinsip, dan teori
saja melainkan mencakup tentang proses dan sikap. Sehingga
diperlukannya pelatihan dan pengenalan pada siswa.
17
Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun memiliki pemahaman yang
berbeda, tetapi terdapat prinsip dasar yang disetujui bersama. Kesamaan urutan
pembelajaran membangun konsep atau pengetahuan dikemukakan oleh Oser dan
Party (1990) yang menunjukkan bahwa urutan pembelajaran konstruktivisme
yang dikemukakan oleh para ahli yang menganut pembelajran konstruktivisme
adalah konsisten dengan prinsip kognitif secara umum, sehingga sekalipun tidak
menyatakan urutan pembelajaran konstruktivisme secara rinci tetapi dasar yang
mereka gunakan tetap sama.
18
5. Review dan evaluasi, yaitu tahap untuk mengoreksi atau meninjau lebih
lanjut apa yang telah dilakukan atau yang telah terjadi pada proses
pembelajaran yang telah dilakukan dan berkaian dengan kensep atau
pembelajaran.
19
Aktivitas - aktivitas dalam proses pembelajaran meliputi mengamati
fenomena - fenomena, pengumpulan data, merumuskan masalah, dan menguji
hipotesis, serta sebagai penilaian kerja sama dengan orang lain. Mengajak siswa
mengunjungi tempat - tempat yang berada diluar kelas juga merupakan aktivitas
dalam proses pembelajaran. Peranan guru diperlukan sebagai sarana
pendisiplinan pada siswa, ilmu ini digunakan untuk merencanakan kurikulum
yang dilakukan bersama - sama. Sehingga siswa perlu diarahkan untuk dapat
mengatur dirinya sendiri dengan mandiri dan berperan aktif dalam pembelajran
yang mereka lalui dengan dapat menentukan tujuan, memantau, mengoreksi atau
mengevaluasi kemajuan meraka sendiri, dan bertindak melampai standar yang
disyaratkan bagi mereka dengan menelusuri hal - hal yang menjadi minat bakat
mereka agar tidak terjadi paksaan di dalamnya.
2.8 Perspektif – perspektif dalam Konstruktivisme
Pertama, konstruktivisme eksogeneus mengacu pada pemikiran bahwa
penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari struktur-
struktur yang berbeda dalam dunia eksternal. Pandangan ini mendasarkan pengaruh
kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman,
pengajaran dan pengamatan terhadap model-model.
20
Dari ketiga pandang tersebut memiliki kelebihan masing - masing, seperti
konstruktivisme eksogeneus yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
seorang siswa terhadap ilmu tertentu secara akurat dan terperinci. Kemudian
konstruktivisme endogenus yaitu untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi
secara terstruktur mulai dari yang paling bawah sampai dengan yang paling tinggi.
Sedangkan konstruktivisme dialektikal digunakan ketika guru atau pendidik ingin
merencanakan itervensi - intervensi untuk mendorong pemikiran siswa dan untuk
mengarahkan penelitian untuk menemukan efektifitas dari pengaruh - pengaruh sosial
seperti paparan terhadap model - model dan kerja sama dengan teman sebaya.
2.8.1 Kelebihan Konstruktivisme
Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan, begitu
juga dengan sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme.
Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme diantaranya :
21
Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti
menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya.16 Artinya
pembelajaran tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa
harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan
informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya ,
keluarga, surat kabar, televisi, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konstruktivisme berasal dari kata konstroktiv dan isme. Kontruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus
bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil
kontruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paragdima baru dalam dunia pembelajaran yang
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan program siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar akan kodrat manusia yang tak
luput dari kesalahan, maka dari itu untuk lebih menyempurnakan penyusunan
makalah kedepan, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
membangun dari pembaca.
23
DAFTAR PUSTAKA
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn &
Bacon.