Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“PEMBELAJARAN IPS SD”

Diajukan sebagai salah satu untuk memenuhi nilai tugas


Mata Kuliah Pembelajaran IPS
Dosen Pengampu : Fitriyani Umiyanto, S.Kom., M.Pd

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Rianawati (131910102)
2. Nopiyah (131910099)
3. Aisyah Putri Salsabila (131910056)
4. Hasna Raihana (131910055)
5. Khoerunnisa Dwi Cantika (131910065)
6. Sholiha Nurul Hikmah (131910095)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURUSEKOLAH DASAR


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas kesehatan
yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Fitriyani Umiyanto, S.Kom., M.Pd
selaku dosen pengampu Pembelajaran IPS SD di Universitas Pelita Bangsa atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengerjakan makalah dengan
tema" Pengertian dan Jenis Pembelajaran Kontruktivisme Dalam IPS" Penulis Juga
berterimakasih kepada semua teman serta orangtua teristimewa yang telah
memberikan dorongan dan doa kepada penulis dan juga memberikan bantuan kepada
penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Tak lepas dari kekurangan, penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi karya yang
lebih baik dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat melengkapi tugas penulis
sebagai mahasiswa dan untuk mata kuliah Pembelajaran IPS SD.

Cikarang, 02 Desember 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

2.1 Kontruktivisme.................................................................................................. 3
2.2 Pembelajaran IPS.............................................................................................. 8
2.3 Pendekatan pembelajaran konstruktivisme..................................................... 10
2.4 Implementasi pembelajaran ips....................................................................... 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 15


3.2 Saran ................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama
pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme.
Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan
menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan
belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan
pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa
yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar
maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar
lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, pemakalah tertarik melakukan penelitian
konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar
konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta
didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi
awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan
kehidupannya sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kontruktivisme ?
2. Apa prinsip-prinsip dari pembelajaran kontruktivisme ?
3. Apa ciri-ciri dari pendekatan kontruktivisme ?
4. Bagaimana pengimplementasian kontruktivisme terhadap pembelajaran IPS ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kontruktivisme.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari pembelajaran kontruktivisme.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari pendekatan kontruktivisme.
4. Mengetahui pengimplementasian kontruktivisme terhadap pembelajaran IPS.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kontruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan yang memandang siswa


sebagai individu aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara mengalami
dan mengerjakannya, dalam proses masuk ke dunia nyata secara terusmenerus,
sehingga fakta dan keterampilan dipelajari secam holistic dan terjadi proses
menghubungkan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya, Choy (1999) mengemukakan bahwa
konstruktivisme merupakan suatu pendekatan pendidikan dan pembelajaran yang
berdasarkan anggapan bahwa kognisi diakibatkan oleh pembinaan mental, dengan
kata lain, pelajar mempelajari dengan memberikan pernyataan baru dengan
pengetahuan yang telah tersedia. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika
pun untuk mempelajari materi matematika yang baru, pengalamant belajar yang lalu
(konsepsi awal) sebagai pengetahuan prasyarat dari siswa akan mempengaruhi
terjadinya proses belajar matematika tersebut, maka langkah pertama yang harus
dilakukan guru ketika akan mengajarkan materi baru adalah materi baru tersebut
harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur pengetahuan
siswa.

Siswa SD umumnya berusia 7-12 tahun, kisaran umur tersebut berada dalam
tahap operasional konkret, sehingga untuk memudahkan siswa dalam mempelajari
materi matematika yang baru, maka dalam proses pembelajaran harus dalam konteks
(situasi nyata). termasuk benda nyata sebagai penunjang yang mengaitkan
pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki dengan materi baru yang
akan dipelajari.

Pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivisme meliputi empat tahap, yaitu :


1) Tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi
belajar siswa).
2) Tahap eksplorasi
3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep.
4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

Pentahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang lebih


lengkap diungkapkan oleh Yager Hamzah, (2001), adalah sebagai berikut :

1) Tahap persepsi

Pada tahap ini siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang
konsep yang akan di bahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan
problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan
mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas, selanjutnya siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya
tentang konsep tersebut.

2) Tahap eksplorasi

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep
melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan
terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.

3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep


pada tahap ini siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil
observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Saat siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan
penguatan dari guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep
yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.

4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep


Pada tahap terakhir ini, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik
melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah yang berkaitan dengan isu
isu dalam lingkungan siswa tersebut.

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu


bahwa pengetahuan dibangun bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis,
tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan
pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri dan
memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan
aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiata, bukan guru.

Berpikir kritis merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk memeriksa


kebenaran dari suatu informasi menggunakan ketersediaan bukti, logika, dan
kesadaran akan bias Keterampilan berpikir kritis adalah proses kognitif siswa dalam
menganalisis secara sistematis dan spesifik masalah yang dihadapi, membedakan
masalah tersebut secara cermat dan teliti, serta mengidentifikasi dan mengkaji
informasi guna merencanakan strategi pemecahan masalah.

Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap


manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang
lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya.
Suatu hal yang perlu diingat, tidak mungkin untuk menciptakan sebuah
pembelajaran konstruktivis yang bersifat "generik", berlaku untuk semua simasi.
Menurut sifatnya. konstruktivisme Konstruktivisme (construktism) merupakan
landasan berfikir pendekatan. kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit,
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

Bakti Gunawan menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah sesuatu yang


tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran yang
melibatkan pembelajaran dengan menggunakan temuan-temuan masyarakat.

Perkembangan kognitif sosial siswa merupakan hal penting untuk diperhatikan,


karena merupakan kawasan yang membutuhkan pemrosesan yang sangat serius dalam
membentuk karakter dalam rangka meningkatkan potensi ingatan dan penalaran yang
lebih baik. Untuk memaksimalkan perkembangan, seharusnya anak bekerja dengan
teman yang lebih terampil (lebih dewasa) yang dapat memimpin secara sistematis
dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.

a. Proses Belajar Konstruktivisme

Proses belajar konstuktivistik berupa "Constructing and restructuring of


knowledge and skills within the individual in a complex network of increasing
conceptual consistently". Membangun dan merestrukturisasi pengetahuan dan
keterampilan individu dalam lingkungan sosial dalam upaya peningkatan konseptual
secara konsisten. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada
pengelolaan peserta didik dalam memproses gagasannya bukan semata-mata olahan
peserta didik dan lingkungan belajarnya bahkan i prestasi belajarnya yang dikaitkan
dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai ijazah dan sebagainya. Penerapan
teori belajar.

Konstruktivisme sering digunaka pada model pembelajaran pemecahan masalah


(problem solving seperti pembelajaran menemukan (discovery learning) dan
pembelajaran berbasis masalah (problem-based leaming). Untuk memperbaiki
pendidikan harus diketahuil bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara
pembelajarannya. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi (bentukan) dari
dirinya. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajar melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman
maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia,
sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Bila pendidik bermaksud
menstranfer konsep, ide dan pengetahuan tentang sesuatu kepada siswa,
pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh mahasiswa melalui
pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri.

b. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

Pada dasamya konstruktivisme mengandung lima prinsip tentang belajar dan


mengajar. yaitu: pertama, pembelajar telah memiliki pengetahuan awal; kedua, belajar
merupakan proses pengkonstruksian pengetahuan berdasarkan pengetahuan awal
yang telah dimiliki: ketiga, belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar, keempat,
proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam konteks tertentu; dan
kelima, pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Banyak variasi
konstruktivisme dan juga pandangan tentang bagaimana lingkungan pembelajaran dan
urutan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip prinsip konstruktivisme. Untuk itu
perlu dukungan khusus bagi para guru, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan,
serta forum berbagi pengalaman agar mereka dapat menerapkan prinsip-prinsip
konstruktivisme dalam melaksanakan proses pembelajaran.

c. Ciri-Ciri Konstruktivisme
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

2.2 Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran wajib dalam
pendidikan di tingkat dasar maupun menengah di Indonesia. IPS di luar negeri lebih
dikenal dengan social studies, social education, social studies education, dan
sebagainya. Wesley (Sapriya, 2009) menyatakan bahwa "the social studies are the
social sciences simplified for pedagodical purpose". Jadi IPS menurut Wesley lebih
mengarah kepada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial yang bertujuan pada kemampuan
pedagogik.

Pengertian social studies (IPS) yang lain yaitu menurut National Council for Social
Studies (NCSS) (Supardi, 2011) "Social studies are the integrated study of the social
sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program,
social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as
antropology. archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political
science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content drom the
humanities, mathematics. and the natural sciences."

Barr dalam Sapriya (2009) berpendapat bahwa The social studies is an integration of
experience and knowledge concerning human relations for the purpose of citizenship
education. Sedangkan menurut Banks dalam Sapriya (2009). "The social studies is that
part of the elementary and high school curriculum which has the primary responsibility
for helping students to develop the knowledge, skills, attitudes, and values needed to
participate in the civic life of their local communities, the nation, and the word",

Lebih lanjut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 di tuliskan bahwa "Mata pelajaran
IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu. Dengan pendekatan tersebut
diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan
mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan".

Berdasar pengertian tersebut, IPS merupakan mata pelajaran yang terintegrasi atau
terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan menjadi warga negara yang baik. IPS di sekolah merupakan mata
pelajaran yang memadukan secara sistematis disiplin-disiplin ilmu seperti antropologi,
arkeologi, ekonomi, geografi. sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama,
dan sosiologi, sama seperti serasinya ilmu humaniora, matematika, dan ilmu alam.

Muhammad Numan Somantri (2001) menyatakan bahwa Pendidikan IPS di sekolah


(dasar dan menengah) merupakan pengintegrasian dari berbagai disiplin ilmu sosial
dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan, disajikan secara
ilmiah dan pedagogis untuk tujuan pendidikan. Pendidikan IPS untuk sekolah disajikan
terpadu dengan mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu yang ditujukan untuk
kepentingan pendidikan. Keterpaduan berbagai disiplin ilmu ini siswa diharapkan
mampu mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Trianto (2010)mengemukakan IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-


ilmu sosial, seperti sosiologi sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya
yang dirumuskan atas dasar kenyataan dan fenomena sosial dan diwujudkan dalam
suatu pendekataan interdisipliner dari aspek dan cabang ilmu-ilmu sosial. IPS
merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-
cabang ilmu sosial.

Sapriya (2009) menyampaikan bahwa materi IPS untuk jenjang sekolah tersebut
lebih mementingkan dimensi pedagogik maupun psikologis serta karakteristik
kemampuan siswa itu sendiri.

Berdasar pengertian Sapriya tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan IPS di


sekolah sangat mementingkan karakteristik siswa serta aspek psikologisnya tidak
hanya aspek kognitifnya saja.
Menurut Supardi pendidikan IPS lebih menekankan pada keterampilan yang harus
dimiliki siswa dalam memecahkan masalah, baik masalah yang ada di lingkup diri
sendiri sampai masalah yang kompleks sekalipun. Intinya, pendidikan IPS ini lebih
difokuskan untuk memberi bekal keterampilan memecahkan masalah yang dihadapi
oleh siswa. Berdasar beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan IPS di sekolah merupakan mata pelajaran terpadu atau terintegrasi dari
beberapa disiplin ilmu sosial dan humaniora serta fokus pada keterampilan diri siswa
agar menjadi warga negara yang baik dan mampu menyelesaikan masalah di
lingkungannya.

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah perpaduan cabang-cabang


ilmu sosial dan humaniora termasuk di dalamnya agama, filsafat, dan pendidikan,
bahkan juga menyangkut aspek-aspek ilmu kealaman dan teknologi.

Jadi pembelajaran IPS adalah interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik,
dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju
pada suatu tujuan pembelajaran IPS yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.3 Pendekatan pembelajaran konstruktivisme.

Pendekatan pembelajaran konstruktivistik merupakan salah satu pendekatan dalam


pembelajaran IPS yang dapat dikembangkan oleh guru-guru IPS pada pendidikan IPS di
Sekolah Dasar (SD). Pendekatan tersebut menekankan pada kegiatan siswa dalam
menggali pengetahuan atau pengalaman sehari-hari yang dibawa dari luar kelas.
Dengan demikian, melalui pendekatan ini para siswa dipandang sebagai memiliki
potensi belajar sekaligus sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan
dalam proses pembelajaran IPS di kelas. Melalui pendekatan ini, posisi guru hanyalah
sebagai fasilitator yang memungkinkan para siswa mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan atau mengkonstruksi pengalaman yang dimilikinya menjadi pengalaman
baru yang bermakna bagi dinnya. Pendekatan konstruktivistik adalah sangat relevan
untuk dikembangkan dalam pendidikan IPS di SD mengingat objek kajian dalam
pendidikan IPS SD adalah mengenai lingkungan siswa mulai dari lingkungan dekat
hingga lingkungan yang lebih luas. Melalui pendekatan ini diharapkan para siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan yaang relevan. dengan kepentingan serta tingkat usianya
sekaligus dapat mengembangkan keterampilan sosial. Ketrampilan tersebut sangt
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran IPS di SD pendekatan konstuktivistik dapat dilakukan pada


semua topik dan pokok bahasan. Namun demikian, ketika guru menggunakan
pendekatan ini, mereka dapat membahas dan mengkaji topik yang dimunculkan oleh
guru dan siswa saat kegiatan belajar berlangsung. Artinya, materi yang dibahas di kelas
tidak harus selalu sama dengan apa yang telah direncanakan guru dalam renpel
(rencana pelajaran) atau program program lainnya yang telah disusun sebelumnya.

Pendekatan konstruktivistik dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan


materi ajar di kelas. Selama ini pengajaran IPS di sekolah masih menggunakan
pendekatan tradisional seperti ceramah, diskusi, dan lain-lain, serta lebih menekankan
pada aspek-aspek kognitif dan mengabaikan keterampilan-keterampilan sosial.
Konsekuensi dan metode tersebut adalah siswa merasa bosan terhadap materi
pelajaran IPS dan dalam jangka panjang. tentu saja, akan terjadi penurunan kualitas
pembelajaran itu sendiri. Demikian juga dalam, evaluasi, sering kali hanya dilakukan
pada saat akhir kegiatan dan tidak pernah dilaksanakan dalam proses.

2.4 Implementasi pembelajaran ips

Dalam poandangan Brook and Brook (1999) pendekatan konstruktivistik


mengharuskan guru-guru IPS untuk melakukan hal-hal berikut ini :
Pertama, mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa dalam
mengembangkan materi pembelajaran. Menurut Brooks dan Brooks, kemandirian dan
inisiatif itu akan mendorong siswa untuk menghubungkan gagasan dan konsep. Siswa
yang berinisiatif untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan isu-isu mengenai
materi pelajaran dan kemudian mencobanya untuk menjawab sendiri pertanyaan itu
serta menganalisisnya menjadikan dia sebagai pemecah masalah serta lebih penting
lagi sebagai penganalisisnya. Siswa seperti itu dapat dimanfaatkan oleh guru untuk
mengembangkan materi pelajaran di dalam kelas yang melibatkan secara aktif semua
peserta didik. Dalam pelajaran IPS pertanyaan pertanyaan kritis dari siswa seperti:
"mengapa terjadi banjir di perkotaan; mengapa banyak pelanggaran terhadap aturan
dan norma dalam kehidupan masyarakat; mengapa keadaan cuaca di dataran tinggi
terasadingin dan di pantai terasa panas; dan lain-lain" merupakan pertanyaan kritis
yang dapat dikembangkan dalam materi pelajaran IPS yang konstruktivistik.
Kedua, menggunakan data mentah dan sumber utama (primary resources), untuk
dikembangkan dan didiskusikan bersama-sama dengan siswa di kelas. Data-data atau
angka angka yang tercantum dalam monogram di kantor kelurahan atau kecamatan
mengenai keadan penduduk misalnya merupakan data utama. Data tersebut dapat
dikembangkan dalam proses pembelajran IPS yang konstruktivistik melalui diskusi di
kelas dan untuk membangun kemampuan siswa dalam membuat prediksi, analisis, dan
kesimpulan berdasarkan kemampuan individual.
Ketiga, memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan klasifisikasi,
analisis. melakukan prediksi terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupans
charihari, dan menciptakan konsep-konsep baru. Menurut Brooks dan Brooks, sekali
lagi, bahwa analisis, interpretasi, prediksi, dan simtesa itu merupakan kegiatan mental
yang membutuhkan kemampuan menghubungkan ke dalam teks dan konteks dan
kemudian membentuk pemahaman. Pelajaran IPS yang penuh dengan ceritera baik
yang disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun lisan yang dibacakan oleh guru -
merupakan materi yang baik untuk melatih kemampuan siswa dalam menganalisis,
menginterpretasi, memprediksi, mensintesa. dan membuat kesimpulan. Kata-kata
yang sering kita dengar dan kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari mempengaruhi
cara kita berpikir danbertindak. Melalui ceritera yang dibacakan oleh guru di kelas,
siswa-siswa dilatih untuk mengembangkan imajinasinya serta membuat prediksi
terhadap apa yang akan terjadi kemudian. Pengalaman belajar siswa terhadap apa
yang didengarnya itu merupakan modal bagi dia untuk melakukan prediksi dan
kesimpulan terhadap apa yang telah dipelajarinya.
Keempat, bersifat fleksibel terhadap response dan interpretasi siswa dalam masalah
masalah sosial, bersedia mengubah strategi pembelajaran yang tergantung pada minat
siswa, serta mengubah isi pelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi siswa. Ketika
seorang guru IPS menfasilitasi minat siswa terhadap materi tertentu yang aktual tidak
berarti guru tersebut meninggalkan rencana pelajaran dan kurikulum sepenuhnya. Dia
masih tetap dapat mengembangkan materi pelajaran IPS seperti direncanakan dalam
rencana pembelajaran. Sebagai contoh ketika guru akan menerangkan mengenai
materi ketampakan lingkungan alam dan buatan di daerah dia masih bisa meneruskan
materi tersebut. Akan tetapi, ketika di lingkungan mereka terjadi banjir maka materi
tentang ketampakan lingkungan alam dan buatan di daerah itu dijelaskan dalam
konteks materi yang direncanakan. Dengan mengembangkan konsep-konsep baru
sesuai dengan konteks atau kejadian di lingkungan setempat sebenarnya guru telah
bersifat fleksibel untuk menampung minat siswa pada masalah-masalah sehari-hari
yang secara langsung dirasakan oleh para siswa.
Kelima, memfasilitasi siswa untuk memahami konsep sambil mengembangkannya
melalui dialog dengan siswa. Dalam mengembangkan materi pengajaran IPS yang
konstruktivistik, guru IPS harus mampu mengurangi "jawaban paling benar" terhadap
pertanyaaan-pertanyaan siswa. Jawaban yang diberikan guru akan mendorong siswa
untuk pasif dan tidak memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan
alternatif jawaban terhadap pertanyaan atau isu yang muncul dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM). Model latihan soal dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sifatnya test
objektif dan hanya menghendaki jawaban tunggal juga tidak akan bermanfaat bagi
pengajaran kostruktivistik. Model latihan tersebut cenderung membelenggu kreativitas
berpikir siswa. Oleh karena itu, materi yang sifatnya pemahaman dan interpretatif
dalam pengajaran IPS adalah sangat bermanfaat untuk melatih siswa berpikir kritis.
Dialog terhadap pertanyaan dan terhadap jawaban siswa merupakan salah satu esensi
dari pengajaran konstruktivistik.
Keenam, mengembangkan dialog antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan rekan-rekannya. Salah satu cara terbaik bagi siswa untuk mengubah dan
memperkuat konsepsinya adalah melalui wacana (discourse) sosial. Memiliki
kesempatan untuk menyajikan gagasan seseorang, seperti halnya kesempatan untuk
mendengar dan merefleksikan gagasan terhadap orang lain, adalah merupakan hal
yang sangat berharga.
Keuntungan mengembangkan wacana dengan orang lain, terutama dengan teman
sebaya, dapat memfasilitasi proses pembentukan makna. Dalam pengajaran
tradisional, sebagian siswa sering kali dijejali dengan perbedaan "baik" dan "buruk"
serta "benar" dan "salah" dan semuanya disajikan secara hitam putih. Konsekuensi dari
penyajian seperti itu adalah siswa hanya belajar mengenai jawaban singkat dan hanya
berbicara mengenai gagasan baik dan jawaban yang benar yang mungkin saja yang
"baik" dan yang benar tersebut adalah menurut standar guru. Penyajian seperti im
jelas tidak mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman mengenai materi
pelajaran. Sebaliknya, dengan dialog antara masyarakat kelas (guru dan siswa) akan
tercipta pembelajaran kooperatif (cooperative learning) Menuru hasil penelitian,
pengalaman pembelajaran kooperatif (cooperative learning) telah mampu
meningkatkan daya tarik interpersonal di antara siswa yang semula memiliki prasangka
kurang baik, dan pengalaman tersebut telah meningkatkan interaksi antar kelompok
(etnik atau status sosial), baik dalam pengajaran di kelas maupun dalam hubungan
sosial di luar kelas.
Ketujuh, menghindari penggunaan alat test untuk mengukur keberhasilan siswa.
Evaluasi bersifat on going. dilakukan secara komprehensif, dan pertanyaan yang
bersifat terbuka akan mendorong siswa untuk saling bertanya satu sama lain. Seorang
guru IPS yang konstruktivistik adalah yang berusaha untuk menghindari penggunaan
alat test sebagai satu satunya alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan siswa. Jika
seorang guru mengajukan pertanyaan dengan tujuan hanya memperoleh satu jawaban
yang benar, bagaimana siswa dapat diharapkan mampu mengembangkan minat dan
keterampilannya dalam menganalisis yang diperlukan untuk inquiry.
Kedelapan, mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap
masalah masalah kontroversial yang dihadapinya. Masalah-masalah kontroversial
dalam pengajaran IPS seperti pentingnya mempertahankan hutan demi kelestarian
alam serta pentingnya memanfaatkan hutan guna meningkatkan devisa (pendapatan)
merupakan masalah menarik untuk didiskusikan. Apabila guru IPS memfasilitasi
beragam pendapt mengenai isu kontroversial di atas maka dia telah mengembangkan
pengajaran IPS yang konstruktivistik. Dalam pengajaran ini, siswa diajak untuk
mengembangkan argumentasinya terhadap pilihan tentang mempertahankan hutan
atau mengeksploitasi hutan. Dengan diberikannya kebebasan Keuntungan
mengembangkan wacana dengan orang lain, terutama dengan teman sebaya, dapat
memfasilitasi proses pembentukan makna. Dalam pengajaran tradisional, sebagian
siswa sering kali dijejali dengan perbedaan "baik" dan "buruk" serta "benar" dan
"salah" dan semuanya disajikan secara hitam putih. Konsekuensi dari penyajian seperti
itu adalah siswa hanya belajar mengenai jawaban singkat dan hanya berbicara
mengenai gagasan baik dan jawaban yang benar yang mungkin saja yang "baik" dan
yang benar tersebut adalah menurut standar guru. Penyajian seperti im jelas tidak
mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman mengenai materi pelajaran.
Sebaliknya, dengan dialog antara masyarakat kelas (guru dan siswa) akan tercipta
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) Menuru hasil penelitian, pengalaman
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) telah mampu meningkatkan daya tarik
interpersonal di antara siswa yang semula memiliki prasangka kurang baik, dan
pengalaman tersebut telah meningkatkan interaksi antar kelompok (etnik atau status
sosial), baik dalam pengajaran di kelas maupun dalam hubungan sosial di luar kelas.
Kesembilan, memberi peluang kepada siswa untuk berpikir mengenai masalah yang
dihadapi siswa. Konsepsi ini berkaitan dengan strategi bertanya yang sering
dikembangkan oleh guru IPS. Ketika guru IPS mengajukan pertanyaan kepada siswa,
sebaiknya siswa diberi waktu untuk memikirkan jawaban dan seterusnya setiap
jawaban siswa itu dihargai oleh guru. Model jawaban cepat yang dituntut oleh guru IPS
dari para siswa ketika mereka mengajukan pertanyaan kepada para peserta didiknya
tidak cocok lagi dikembangkan dalam pengajaran konstruktivistik. Model cepat-tepat
yang lebih banyak mengukur kemampuan kognitif para siswa harus dihindari oleh guru
IPS di SD. Berikanlah waktu yang lebih banyak bagi siswa untuk mencari jawaban serta
argumentasi mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan guru.
Kesepuluh, memberi peluang kepada siswa untuk membangun jaringan konsep
serta membentuk metaphora. Guru IPS yang konstruktivistik mampu mengembangkan
materi pelajaran melalui konsep-konsep yang saling berhubungan. Pengajaran konsep
sangat berguna untuk meningkatkan pemahaman secara menyeluruh terhadap materi
pembelajaran IPS. Melalui konsep-konsep yang saling berhubungan itu dapat
dikembangkan methapora pada diri siswa.

Dengan demikian, dalam mengevaluasi keberhasilan belajar model konstruktivistik


dalam pendidikan IPS di SD, proses belajar nampaknya lebih penting daripada hasil.
Guru IPS yang melakukan evaluasi proses belajar yang konstruktivistik dan dengan
menggunakan portofolio harus mampu mencatat kemampuan dan keterampilan-
keterampilan yang dikembangkan dalam KBM. Kemampuan-kemampuan dalam
mengumpulkan informasi/data, mengolah informasi, memanfaatkan informasi untuk
dirinya serta mengkomunikasikan hasil untuk berbagai keperluan harus dapat
dikembangkan dan dievaluasi dalam pengajaran IPS yang bersifat konstruktivistik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata. Dimana dalam proses pembelajaran konstuktivisme,
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam
proses belajar dan mengajar. Sehingga siswa menjadi pusat kegiatan dan bukan guru.

Pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivisme meliputi empat tahap, yaitu :

1) Tahap persepsi
2) Tahap eksplorasi
3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep
4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep

Pada dasamya konstruktivisme mengandung lima prinsip tentang belajar dan


mengajar. Yaitu : pertama, pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. kedua,
belajar merupakan proses pengkonstruksian pengetahuan berdasarkan pengetahuan
awal yang telah dimiliki. Ketiga, belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar.
keempat, proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam konteks tertentu,
dan kelima, pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
IPS adalah perpaduan cabang-cabang ilmu sosial dan humaniora termasuk di
dalamnya, agama, filsafat dan pendidikan, bahkan juga menyangkut aspek-aspek ilmu
kealaman dan teknologi. Pendekatan konstruktivistik adalah sangat relevan untuk
dikembangkan dalam pendidikan IPS di SD mengingat objek kajian dalam pendidikan
IPS SD adalah mengenai lingkungan siswa mulai dari lingkungan dekat hingga
lingkungan yang lebih luas.
Dalam pandangan Brook and Brook (1999) pendekatan konstruktivistik
mengharuskan guru-guru IPS untuk melakukan hal-hal berikut ini : Pertama,
mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa dalam mengembangkan materi
pembelajaran. Kedua, menggunakan data mentah dan sumber utama (primary
resources), Ketiga, memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan
klasifisikasi, analisis, melakukan prediksi terhadap peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan menciptakan konsep-konsep baru. Keempat, bersifat
fleksibel terhadap response dan interpretasi siswa dalam masalah-masalah sosial,
bersedia mengubah strategi pembelajaran yang tergantung pada minat siswa, Kelima,
memfasilitasi siswa untuk memahami konsep sambil mengembangkannya melalui
dialog dengan siswa. Keenam, mengembangkan dialog antara guru dengan siswa dan
antara siswa dengan rekan-rekannya. Ketujuh, menghindari penggunaan alat test
untuk mengukur keberhasilan siswa. Kedelapan, mendorong siswa untuk membuat
analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya.
Kesembilan, memberi peluang kepada siswa untuk berpikir mengenai masalah yang
dihadapi siswa. Kesepuluh, memberi peluang kepada siswa untuk membangun jaringan
konsep serta membentuk metaphora.

3.2 Saran
Selama ini pengajaran IPS di sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional
seperti ceramah dan diskusi, serta lebih menekankan pada aspek-aspek kognitif dan
mengabaikan keterampilan-keterampilan sosial. Konsekuensi dari metode tersebut
adalah siswa mudah merasa bosan terhadap materi pelajaran IPS dan dalam jangka
panjang, tentu saja akan terjadi penurunan kualitas pembelajaran itu sendiri. Sehingga
dalam menanggulangi hal ini penulis menyarankan agar dalam pembelajaran IPS di SD
para guru dapat menggunakan pendekatan-pendekatan lain, salah satunya ialah
pendekatan konstruktivistik. Dimana dengan pendekatan ini siswa dapat berpikir untuk
menyelesaikan masalah, mengembangkan gagasan dan membuat keputusan. Siswa
juga dapat lebih paham karena terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan
baru, dan mereka dapat mengapliksikannya dalam semua situasi, Maka
pembelajaranpun akan menjadi lebih menarik, sehingga tentunya kualitas
pembelajaran akan semakin membaik.

DAFTAR PUSTAKA

NinaSupriatna Bahan belajar mandiri IPS SD


Agus Hariyadi Suprianto" Kontruktivisme dan pembelajaran
Depdiknas 2003 Standar Kompetensi Pendidikan Ips. Jakarta Pusat Kurikulum
Bidang Depdiknas.
Paulana Pannen dkk.Kontruktivistik dalam pembelajaran. Jakarta. Projek
Pengembangan Universitas Terbuka Dikjen Dikti 1991

Anda mungkin juga menyukai