Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

Penulis
Dwi Setiyani Johdi 1813022053
Mery Anjasari 1853022003
Roza Amalia 1813022025

Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran


Dosen : Dr. Dedy Hermanto Karwan, M. M., Dipl. Ed.

Program Studi Pendidikan Fisika


Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Berkat limpahan dan rahmatNya, kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliahbelajar dan pembelajaran.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang –orang di sekitar
kami, khususnya dari Bapak Dr. Dedy Hermanto Karwan, M. M., Dipl. Ed.,
sehingga kendala- kendala yang kami hadapi dapat teratasi.

Makalah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber


informasi, referensi, dan berita. Semoga makalah ini memberikan wawasan yang
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan sarannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa
yang akan datang.

Bandarlampung, 14 April
2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

COVER……………...…………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR...…………………………………………….……………ii

DAFTAR ISI..…………………………………………….……………………..iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………..……………………………………....1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….2
C. Tujuan…………………………………………………………………2
D. Manfaat……………………………………………………..…………3

BAB II TEORI KONSEP

BAB III PEMBAHASAN DAN IMPLEMENTASI


A. Pembahasan…………………...……………………………………….9
B. Implementasi…………………………………………………………11

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..13
B. Saran………………………………………..………………………..13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan,


mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat,
serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan
pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut,
dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya.

Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja,melainkan harus


diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga
bukan merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang
berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat
menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.

Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan oleh
gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja
dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik
tersebut. Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan,
tetapi hanya sebagai fasilitator, yang menyediakan stimulus baik berupa
strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika peserta didik,
mengalami kesulitan belajar, ataupun menyediakan media dan materi
pembelajaran agar peserta didik itu merasa termotivasi, tertarik untuk belajar
sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan ahirnya peserta didik tersebut
mampu mengkontruksi sendiri pengetahuaanya.

Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran.


Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan
menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber
kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan
gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu
salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.

Melihat dari permasalahan tersebut, melatarbelakangi makalah kami. Selain


itu juga untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar
konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam
mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena
dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman
yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivitisme?
2. Apakah ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme?
3. Bagaimanakah prinsip teori belajar konstruktivitisme?
4. Bagaimanakah proses belajar menurut teori konstruktivitisme?
5. Apakah kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivitisme?
6. Bagaimanakah implementasi teori belajar konstruktivitisme?
7. Bagaimanakah hakikat teori belajar konstruktivitisme?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori belajar


konstruktivitisme
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme
3. Untuk mengetahui prinsip teori belajar konstruktivitisme
4. Untuk mengetahui proses belajar menurut teori konstruktivisme
5. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan teori belajar
konstruktivitisme
6. Untuk mengetahui implementasi teori belajar konstruktivitisme
7. Untuk mengetahui hakikat teori belajar konstruktivitisme

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan


teori belajar konstruktivisme sehingga dapat dijadikan sumber informasi
yang bermanfaat bagi dunia pendidikan.
2. Dapat dipergunakan sebagai pemahaman dan gambaran bagi kita semua
untuk mengetahui teori belajar konstruktivitisme
BAB II
TEORI KONSEP

Teori belajar Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat


generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk
suatu skema yang baru.

Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada


proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan
terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk


aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun
pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut
disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur
kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan
dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus
menerus melalui proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari Teori belajar Konstruktivisme dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu
konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng


mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu
berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya,
dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Teori belajar Konstruktivisme ini lebih menekankan perkembangan konsep dan


pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat
siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya
tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan
dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu
saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang
berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat
menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Unsur-unsur penting dalam Teori belajar Konstruktivisme:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan social yang kondusif
4. Adanya dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

Secara garis besar, prinsip-prinsip Teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai


berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Proses belajar konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:


1) Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam
proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan
keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru
sebagai fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau
pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas
kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa
sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian
pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan
yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan
pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang
telah diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5) Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada
ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka
kita dapat mengetahui seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh
siswa.

Ciri-Ciri Teori Belajar Kontrukvisme.

Adapun ciri – ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah:

 Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui


penglibatan dalam dunia sebenarnya.
 Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya
sebagai panduan merancang pengajaran.
 Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan
pembawaan murid.
 Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
 Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
 Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
 Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan
hasil pembelajaran.
 Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
 Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
 Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
 Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
 Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
 Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
 Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
 Mencari dan menilai pendapat siswa.
 Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
(Mulyana, 2012)

Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,


dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-
kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan
terdekat/proksimal masing-masing.Kedua, pendekatan Vygotsky dalam
pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding,
semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk
pembelajarannya sendiri.

a. Pengelolaan pembelajaran

Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi


perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis
manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam
Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi
dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih.
Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan

Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan


tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam
daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang
terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta
didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka,
tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan
bimbingan atau bantuan orang lain.

Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:

 Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui


penglibatan dalam dunia sebenarnya.
 Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya
sebagai panduan merancang pengajaran.
 Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan
pembawaan murid.
 Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
 Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
 Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
 Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan
hasil pembelajaran.
 Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

(Ratumanan, 2004:49)
BAB III
PEMBAHASAN DAN IMPLEMENTASI

A. Pembahasan

Proses belajar konstruktivistik adalah pemberian makna oleh siswa kepada


pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi
prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas-lepas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan
pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata
pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja
atau prestasi belajarnya dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti
nilai, ijazah, dan sebagainya.
 Peran siswa (si-belajar)
Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru
harusnya dapat memberikan peluang optimal bagi terjadinya proses
belajar. Namun, yang menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat
belajar siswa sendiri. Paradigma konstruktivistik memandang siswa
sudah memilik kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuan awal tersebut adalah menjadi dasar dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu, meskipun kemampuan awal
tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendepat guru,
sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
 Peran guru
Guru membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru
dituntut memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak dapat
mengeklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai
dengan kemauannya.

 Sarana Belajar
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya disediakan untuk membantu pembentukan siswa dalam
mengkonstruksikan pengetahuan sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang
dihadapinya. Dengan demikian siswa akan terbiasa dan terlatih untuk
berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis,
dan mampu mempertanggung jawabkan pemikkirannya secara rasional.

 Evaluasi Belajar
Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan
dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-
aktivitas lain yang didasarkan pada pengelaman. Pandangan
konsrktivistik mengemukakan bahwa relitas ada pada pikiran seseoramg.
Manusia mengkonstruksi dan menginterprestasikannya berdasarkan
pengalamannya.

Dalam teori belajar konstruktivistik terdapat kelebihan dan kekurangan sebagai


berikut:
1. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik
Teori Konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
 Dalam Aspek Berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru,
murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan
membuat keputusan;
 Dalam aspek kefahaman seorang murid terlibat secara langsung
dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan
mampu mengapliksikannya dalam semua situasi;
 Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan
aktif, mereka akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan
ini murid dapat meningkatkan kefahaman mereka;
 Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh
apabila seorang murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja
maupun dengan guru dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan
maupun wawasan baru.

2. Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik


Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:
 Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai
dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
 Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda, situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreatifitas siswa.
 Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya
proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang
itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi
anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya
mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
 Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu
sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu
dengan yang lainnya;.
B. Implementasi
a. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas
yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat
hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan
kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia
adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang
kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah
dikelola.
e. teknik tanya jawab, sebelum kegiatan inti dalam suatu pembelajaran
berlangsung, guru dan siswa dapat melakukan tanya jawab yang
berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini berguna untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut
dengan memanfaatkan pengetahuan awal (dasar) yang dimilikinya.
f. teknik diskusi, siswa mendiskusikan dengan siswa lainnya dan guru
mengenai materi pelajaran tersebut.
g. Metode penugasan merupakan suatu cara dalam proses belajar mengajar
dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Penggunaan metode ini
memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun
bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun
kelompok. Metode pemberian tugas ini juga dapat dipergunakan untuk
mendukung metode pembelajaran yang lainnya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri
oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih


menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi

B. Saran
1. Diharapkan kepada guru untuk menggunakan teori belajar
konstruktivitisme dalam proses belajar mengajar. Khususnya mata
pelajaran matematika.
2. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model
mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan
penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para sisiwa untuk
mendukung model-model itu.
3. Saat menerapkan teori belajar konstruktivitisme guru harus kreatif
mengelola kelas.
4. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan
teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi
engetahuan pada diri peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Aina. 2012. Teori Belajar Kontruktivistik. Diakses dari


https://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-konstruktivistik.html
pada tanggal 14 April 2019 pukul 6.20 WIB

Ratumanan. 2014. Strategi Belajar Mengajar: Yogyakarta.Deepublish


LAMPIRAN

1. Apakah ada kelemahan dari teori belajar konstruktif? (Qonita :


1813022045)
Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:
 Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai
dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
 Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda, situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreatifitas siswa.
 Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya
proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang
itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi
anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya
mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;
 Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu
sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu
dengan yang lainnya;.
2. Cara agar pembelajaran berjalan sesuai dengan kemampuan? (Vemia :
1813022035)
Guru mengajarkan materi sesuai dengan kemampuan siswa, bagi siswa
yang sulit untuk memahami materi bisa diberi bimbingan khusus diluar
jam pelajaran, menggunakan metode, tanya jawab sebelum memulai
pelajaran, dan diskusi belajar.
3. Bagaiman cara mengembangkan public speaking pada seorang anak yang
introvert? (Nisa Fadillah : 1813022029)
Dengan cara melatih anak untuk bergaul, melatih merangkai kata,
mengimplementasikannya terutama saat pembelajaran berlangsung
contohnya dengan presentasi, guru mengajukan tanya jawab yang harus
dijawab oleh murid, dll.

Anda mungkin juga menyukai