Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir kepada kita kelak.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eka
Kurniawan, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung serta membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Kajian yang kami jabarkan di makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan
segala keterbatasan. Oleh karena itu, kami meminta kepada para pembaca untuk memberikan
masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar dapat
diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik. Kami
harap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Definisi Teori Belajar Konstruktivisme............................................................................3
B. Ciri-ciri Teori Belajar Konstruktivisme...........................................................................5
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme..........................................6
D. Tahapan Pengembangan Teori Belajar Konstruktivisme...............................................8
BAB III PENUTUP........................................................................................................................9
Kesimpulan.................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan,
mandiri, bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta
mampu berkolaborasi dan memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang
mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktik-praktik
pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya. Pengetahuan tidak bisa di transfer
begitu saja,melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing masing individu.
Pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses
yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat
menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Banyak peserta didik yang yang salah menangkap apa yang diberikan oleh
gurunya. Hal itu menunjukan bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan,
melainkan harus di kontribusikkan sendiri oleh peserta didik tersebut. Peran guru dalam
pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator, yang
menyediakan stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika
peserta mengalami kesulitan belajar, atupun menyediakan media dan materi dalam
pembelajaran menjadi bermakna dan akhirnya peserta didik tersebut mampu
mengkontribusi sendiri pengetahuannya.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran.
Jika tidak ditemukan, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep
yang benar. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada
siswa melainkan sebagai proses mengubah konsep-konsep siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme?
2. Apa saja ciri-ciri dari teori belajar konstruktivisme?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivisme?
4. Apa saja tahapan pengembangan dari teori belajar konstruktivisme?
iv
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari teori belajar konstruktivisme.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari teori belajar konstruktivisme.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivisme.
4. Untuk mengetahui tahapan pengembangan dari teori belajar konstruktivisme.
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi tersebut. Pendekatan
Konstruktivisme dalam pembelejaran dilakukan, melalui proses eksplorasi
personal,diskusi, dan penelitian reflektif.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa pendekatan Konstruktivisme adalah suatu pola pembelajaran yang
menjadikan siswa sebagai pusat di dalam proses pembelajaran agar dapat
mengembangkan dan membangun pengetahuan yang dimilikinya.
Ada beberapa tokoh penganut aliran konstruktivisme, yaitu :
1. Jerome Bruner
Jerome Bruner merupakan pelopor aliran psikologi belajar kognitif. Bruner
sangat mendorong agar pendidikan mengutamakan pada pengembangan berpikir.
Bruner banyak memberikan pandangan tentang perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan,
dan mentransformasikan pengetahuan tersebut.
Bruner menyatakan bahwa belajar lebih berhasil jika prosesnya diarahkan pada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam tema yang diajarkan.
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam tema yang dibicarakan,
maka anak akan memahami materi yang akan dikuasainya tersebut. Anak juga akan
mencari hubungan antar konsep dan struktur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami
dan diingat oleh anak.
Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-
bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimilikinya. Di alam
belajar, siswa haruslah terlibat secara aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep
dan struktur dalam materi yang dibicarakan.
Menurut Bruner, di dalam belajar haruslah melibatkan tiga proses yang terjadi
hampir selalu bersamaan. Ketiga proses belajar tersebut, yaitu : (1) Memperoleh
informasi baru; (2) Transformasi informasi; dan (3) Menguji relevansi informasi
dengan ketepatan pengetahuan.
2. John Dewey
vii
John Dewey berpandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan kehidupan
masyarakat secara lebih besar dan kelas adalah laboratorium untuk memecahkan
masalah kehidupan nyata.
Ajaran Dewey menganjurkan agar guru mendorong siswa untuk terlibat dalam
proyek atau tugas yang berorientasi pada masalah. Guru juga diharapkan dapat
membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
3. Lev Vygotsky
Menurut Vygotsky, perkembangan intelektual dapat ditinjau dari konteks historis
dan budaya pengalaman anak. Selain itu, perkembangan intelektual juga tergantung
pada sistem-sistem isyarat yang mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan untuk
membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah.
Vygotsky menghendaki adanya setting kelas berbentuk kooperatif antar
kelompok siswa dengan kemampuan berbeda-beda, sehingga mereka dapat
berinteraksi dan memunculkan strategi dalam memecahkan masalah. Di dalam proses
pembelajaran, Vygotsky menekankan pada perancahan (scaffolding), sehingga
semakin lama siswa akan semakin dapat mengambil tanggung jawabn untuk
pembelajarannya sendiri.
4. Jean Piget
Jean Piaget dikenal sebagai tokoh konstruktivisme yang pertama. Piaget
menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme adalah pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realita. Peran guru dalam
pembelajaran menurut Piaget adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran anak
dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya. Proses
mengkontruksi pengetahuan menurut Piaget, meliputi skemata, asimilasi, akomodasi,
dan keseimbangan. Skemata adalah sekumpulan konsep yang digunakan ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Asimilasi merupakan proses kognitif
dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Akomodasi terjadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada, sehingga cocok dengan rangsangan tersebut. Sedangkan
viii
keseimbangan atau ekuilibrasi terjadi antara asimilasi dan akomodasi. Keseimbangan
dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
ix
Kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan pendekatan Konstruktivisme
menurut Sidik adalah sebagai berikut.
a) Kelebihan
1. Pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar
siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki
kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
siswa.
3. Pembelajaran Konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan
pada saat yang tepat.
4. Konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan
baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan
akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah
menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada
satu jawaban yang benar.
b) Kekurangan
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
x
2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbedabeda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas
siswa.Siswa mengkostruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu
penegtahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
Riyanto (2010: 157) mengemukakan kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran
Konstruktivisme sebagai berikut.
a) Kelebihan
1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri jawabannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
b) Kekurangan
1. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun
menggunakan pendekatan tradisional.
2. Guru Konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan
memilih atau menggunakan media.
3. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses
belajar dan mengajar yang baru. Dari pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar Konstruktivisme
lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru, siswa lebih didorong untuk
mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
xi
Suatu pendekatan pembelajaran memiliki tahapan atau langkah-langkah yang harus
dilaksanakan agar tercapainya hasil belajar yang diharapkan, langkah-langkah dalam
pendekatan Konstruktivisme menurut Suprijono (2009: 41) yaitu:
1. Orientasi, merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada siswa memerhatikan
dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.
2. Elicitasi, merupakan tahap untuk membantu siswa menggali ide-ide yang dimilikinya
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan atau
menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang
dipresentasikan kepada seluruh siswa.
3. Rekonstruksi ide, dalam tahan tahap ini siswa melakukan klarifikasi ide dengan cara
mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi.
Berhadapan dengan ide-ide lain seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi
gagasanya, kalau tidak cocok. Sebaliknya menjadi lebih yakin jika gagasanya cocok.
4. Aplikasi ide, dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk siswa perlu
diaplikasikan pada macam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat
pengetahuan siswa lebih lengkap bahkan lebih rinci.
5. Review, dalam fase ini memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuannya pada
situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasanya dengan menambah suatu
keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. Jika hasil reviu
kemudian dibandingkan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki, maka akan
memunculkan kembali ide-ide (elicitasi) pada diri siswa.
xii
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar konstrutivisme merupakan suatu metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan. Teori ini memberikan
keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Model
pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui
pengalamannya dari hasil interaks dengan lingkungannya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan
pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa
dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain,
siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
xiv