Kelompok 2
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2021
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena
dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala
kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah Psikologi Belajar yang berjudul
“Teori Belajar Kontruktivisme” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah
kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-
sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana
yang berguna. Kami menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, kami mengharapkan
dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-
Nya. Wassalam.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan
bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
kecakapan atau pengetahuan ,sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang
berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individuagar kehidupannya bisa lebih
baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi
seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
1.3 Tujuan
2. MenjelaskankarakterisrikTeori Konstruktivisme?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001:3).
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif
dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku
apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.
Dari pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif
dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan
lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang
lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu
dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu:
3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti
prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan
guru
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman
baru yang didasarkan pada pengalaman nyata
Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme antara lain:
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan individu yang unik dengan
kebutuhan dan latar belakang yang unik pula. Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan
keunikan dan kompleksitas pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan
memberi penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.
Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang
efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan
pengetahuan itu dalam situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi
untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya sebagai hasil belajar atau
karena motivasi eksternal yang lain, misalnya dari guru atau orang tuanya.
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu kepada
siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda
pendapat dengan pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab
pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif. Disini
para pembelajar mencari makna dan akan mencoba mencari keteraturan dari berbagai kejadian
yang ada di dunia, bahkan seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
4. Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap potensi belajarnya
sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap potensi untuk memecahkan masalah
baru, diturunkan dari pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka
dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk
menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok bahasan, maka
fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap pokok
bahasan/konten kurikulum.
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda diakomodasi untuk
melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman
yang sama tentang kebenaran dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang kompleks untuk
dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan
untuk memecahkan masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan
pemberian dan pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan
keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang
biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada
struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak
atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan
hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai
cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi,
dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang
cacing tanah?”.
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi
kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil
kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin
ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu
sesuai hasil pengamatannya.
2.5 Teori Belajar Kontruktivisme
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme
adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema
tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka
semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
3) Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman
yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam
keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide
utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem
isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang
berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif
anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini
untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-
strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan
(scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggung
jawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang
belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat
mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya.
Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka
selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik
mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
10
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasiitator.
Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan dari
pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan
oleh siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk
memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh agar
mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik
individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa besar suatu
pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
2.7 Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir
mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa
yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya
berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi pemecah masalah (problem solver).
11
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada
siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan
komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau
menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan
penyelidikan.
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk
mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru
mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis,
prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat
membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka
memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan
gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri
yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa
menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan
konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
12
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.
Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa
agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu
mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu
sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah
aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa
yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan
kerangka berpikir yang telah ada dan dimilikinya.
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
13
1. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya
secara lebih bebas.
2. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide
atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
3. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks,
dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari
berbagai interpretasi.
4. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu pendekatan di mana siswa
harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks,
memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
b) Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada
siswa untuk merespon.
d) Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya.
e) Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
3.2 Saran
Makalah ini merupakan bahan konstruk dari kelompok 2 yang tentunya merupakan sudut
pandang mahasiswa tentang pembelajaran kontsruktivisme yang memerlukan diskusi lebih
lanjut mengenai materi ini. Dari itu diperlukan saran dari dosen dan mahasiswa lain mengenai:
15
DAFTAR PUSTAKA
https://restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-dalam-pembelajaran/
http://widyaelrahma.blogspot.com/2013/12/makalah-teori-konstruktivisme.html?m=1
http://jelajahpemikir.blogspot.com/2016/02/contoh-makalah-teori-belajar.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme
https://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kontruktivistik.html?m=1
16