Disusun Oleh:
NAMA : LINDA APRILIA YANSIP(2020011044072)
MARTA DAUNDI(20200110440)
LINDA WARWURU (20200110440)
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I.PENDAHULUAN……………………………………………………
I. Latar belakang……………………………………………….
II. Rumusan masalah…………………………………………
III. Tujuan ………………………………………………………….
BAB II.PEMBAHASAN……………………………………………………..
I. Pembahasan…………………………………………………
a) Pengertian dan pendapat para ahli……………….
b) Karakteristik teori belajar konstruktivistik……..
c) Aplikasi dan implikasi dalam pembelajaran…..
d) Kelebihan dan kekurangan……………………………
BAB III.PENUTUP…………………………………………………………..
I. Kesimpulan…………………………………………………..
II. Saran……………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
BAB 1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir,
merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk
menghasilkan kecakapan atau pengetahuan ,sebuah perilaku, pengetahuan, atau
teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi
yang lebih baik ke depan. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju
pengembangan diri individuagar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya.
Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia
dengan lingkungan tersebut.
Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya
pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan
sedikit demi sedikit.Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von
Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat,
banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai
landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa
belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi
pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat
pada siswa.Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi.
Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau
siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya.
Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat
informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber
informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan,
alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PEMBAHASAN
Jean Piaget
Pengetahuan tidak diperoleeeh secara pasif oleh seorang,melainkan melalui
tindakan.kemampuan mengkonstruksi ilmu pada anak akan berbeda berdasarkan
kematangan intelektual.pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki
keterampilan menyesuaikan diri.Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan
tumbuh dan berkembang melalui pengalaman, dan pengetahuan yang diterima oleh
seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi
makna dari luar. mengatakan bahwa skemata orang dewasa berkembang dimulai
dari skemata anak melalui proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi.
Maka banyak stimulus yang diterima, semakin banyak pula skemata yang dimilikinya.
Dengan demikian, skemata adalah struktur kognitif yang selalu berkembang dan
berubah. Proses yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi
dan akomodasi.
Pemahaman semakin mendalam dan berkembang jika selalu diasah dengan
pengalaman yang baru. Menurut piaget, manusia mempunya struktur pengetahuan
dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang mempunyai makna di setiap ruangannya.
Pengalaman yang sama bagi seseorang kan dimaknai berbeda oleh masing-masing
individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengetahuan yang baru
akan dihubung-hubungkan dengan pengetahuan yang telah terstruktur dalam otak.
Oleh karena itu, pada saat belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua
proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Piaget
berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang
kemudian dianamakan “skema”.
Skema terbentuk karena pengalaman. Semakin dewasa anak, maka semakin
sempurna skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan mealui
proses asimilasi dan akomodasi. Proses organisasi adalah proses otak ketika
menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah
disimpan dalam dalam otak. Melalui proses inilah, manusia dapat memahami
pengetahuan baru yang didapatkannya dengan menyesuaikan informasi tersebut
dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehinggan manusia dapat
mengasimilasi dan mengakomodasikan informasi tersebut,Proses adaptasi berisi dua
kegiatan.
Pertama, menggabungkan atau mengintegrasikan struktur pengetahuan dengan
pengetahuan yang baru, atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur
pengetahuan yang telah dimiliki dengan struktur pengetahuan yang baru,
sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). Dalam proses adaptasi ini,
Piaget mengemukakn empat konsep dasar, yaitu; skemata, asimilasi, akomodasi
dan keseimbangan. Pertama, skemata. Manusia selalu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Manusia juga cenderung mengorganisasikan tingkah laku
dan pikirannya. Hal itu mengakibatkan adanya sejumlah struktur psikologis yang
berubah pada setiap fase perkembangan tingkah laku dan kegiatan berfikir
manusia. Struktur ini disebut dengan struktur pikiran (intellektual scheme)
Dengan demikian pikiran harus mempunyai struktur pikiran yaitu skema yang
berfungsi mengadaptasi lingkungan dan menata lingkungan itu secara
intelektual. Skemata dapat dipandang sebagai kumpulan konsep yang nanti
digunakan dalam berinteraksi dengan lingkungan, skemata ini senantiasa
berkembang. Artinya ketika masih kecil anak hanya memiliki bebrapa skemata
saja, dengan bertambahnya usia akan terbentuk sekemata-skemata yang
banyak, luas, kompleks dan beragam. Perkembangan ini dimungkinkan karena
stimulus-stimulus yang beragam dan kemudian diorganisasikan dalam
pikirannya. Piaget
Kedua, asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dan penyerapan pengalaman
baru ketika seseorang memadukan stimulus-stimulus yang baru ke dalam
skemata skemata yang telah terinternalisasi dalam pikiran. Misalnya seseorang
belum mengerti akan arti dari pendidikan tetapi sudah mengerti arti belajar.
Ketika stimulus pendidikan masuk, maka akan diolah dalam pikirannya, dicocok-
cocokkan dengan skemata-skemata yang telah ada pada struktur mentalnya.
Karena skemata yang telah terinternalisasi adalah belajar, maka ia memaknai
pendidikan seperti halnya memaknai arti dari belajar. Nanti, ketika ia telah
memahami arti pendidikan, maka terbentuklah skemata pendidikan dalam
struktur pikirannya. Asimilasi pada dasarnya tidak mengubah skemata, tetapi
mempengaruhi pertumbuhan skemata yang baru. Dengan demikian, asimilasi
adalah proses kognitif individu dalam usahanya mengadaptasikan diri dengan
lingkungannya. Asimilasi terjadi secara continue, berlangsung terus-menerus
dalam perkembangan kehidupan intelektual anak.
mengatakan bahwa skemata orang dewasa berkembang dimulai dari skemata anak
melalui proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi. Maka banyak stimulus
yang diterima, semakin banyak pula skemata yang dimilikinya. Dengan demikian,
skemata adalah struktur kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses yang
menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi.
vygosky
menekankan siswwa pada sosialkultural dan pembelajaran siswaa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya di pengaruhi pleh lingkungan sosial
disekitarnya.pengetahuan,sikap,pemikiran,tata nilai yang dimiliki siswa akan
berkembang melalui proses interaksi, ini adalah pengetahuan yang memiliki tingkatan
atau jenjang yang disebut dengan Scaffolding. Scaffolding memiliki arti pemberikan bantuan
terhadap seorang individu selama melewati tahap awal pembelajaran pada ahirnya bantuan
tersebut akan dikurangi.
guru memberi bantuan dalam menempu proses belajar : dalam hal ini guru
adalah pengarah,dan siswalah yang bersifat aktif untuk mencari tau
Memberikan peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan wawasan baru
lewat keterlibatan dalam dunia nyata.
Memberikan kesempatan kepada untuk mengajukan ide dan melakukan tanya
jawab.
II. Implikasi
Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
mendorong sisiwa berfikir tinggi
siswa terlibat secara aktiv dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lain
siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya
diskusi
guru mengajukan pertanyaan terbuk dan memberikan kesempatan kepada
sisswa untuk merespon
guru memberikan data matang,sumber-sumber utama dan materi-materi
interaktif
peserta didik diharapkan aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
untuk dirinya,dan guru hanyala mediator,fasilitor
Adapun sebagai berikut aplikasi dan implikasi teori belajar konstruktivistik:
a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan
jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak
mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau
sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam
mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya.Karena, hanya
dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul
memahami suatu materi yang diajarkan
b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi
yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru.
Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi
pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang
digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-
masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”,
menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada
siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan
mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik.
f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok
dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang
membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri
peserta didik.
a. Kelebihan
b.Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat
dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang
begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainny,peran guru
sebagai pendidik kurang mendukung karena cakupanya lebih luas,lebih sulit
dipahami, apabila siswa pasif pembelajaran ini dinggap tidak cocok dengannya.
.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari materi diatas kami menyimpulkan teori belajar konstruktivistik adalah
teori dimana proses belajar harus diawali dengan konflik agar siswa dapat aktiv,dan
proses pembelajaran ini menuntut agar siswa aktiv
B. saran
Saran kami kepada para guru untuk memahami metode-metode dan teori
pembelajaran ikonstruktivistik ini juga diharapkan dapat digunakan pada mata
pelajaran yang pada umumnya dianggap sulit oleh siswa contohnya:metematika.
DAFTAR PUSTAKA