Anda di halaman 1dari 14

Teori Belajar Konstruktivistik

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
yang berjudul " Teori Belajar Konstruktivistik". Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini. Makalah ini berisi analisis mendalam tentang Teori Konstruktivistik yang di
aplikasikan di dalam pembelajaran PPKN.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
referensi dan sumber informasi. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Lampung, 10 Maret 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Tokoh-Tokoh Konstruktivistik.....................................................................................3
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik...................................................6
2.3 Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran PPKn....................................................9
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................10
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................10
3.2 Saran..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan
bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
kecakapan atau pengetahuan ,sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang
berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa
lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan
interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.

Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan
masyarakat masa depan yang dikehendaki, yaitu orang-orang yang memiliki kepekaan,
kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan dan
mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk
menemukan diri sendiri.Langkah srategis bagi perwujudan tujuan tersebut adalah adanya
layanan ahli kependidikan yang bersifat berhasil dan berdaya guna tinggi. Pendekatan cara
belajar siswa aktif di dalam pengelolaan proses pembelajaran yang mengakui peranan siswa
di dalam proses belajar adalah landassan yang kokoh bagi terbentuknya manusia masa depan
yang diharapkan.

Dalam proses belajar dan mengajar yang harus diperhatikan adalah bagaimana manusia
belajar dan bagaimana manusia mengajar. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami
cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa yang
dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau
peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya. Demikian juga manusia akan
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu yang sudah ada
dan tersedia sementara orang lain tinggal menerimanya, pengetahuan bukanlah suatau barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada
pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut.

1
Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.
Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3).
Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan,
teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia
pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan
perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa
belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri.

Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi pembelajaran


bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.Siswa tidak
lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan
untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk
menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru
bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber
belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya,
perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.


Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi
siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa (Suherman dkk, 2001:76). Oleh karena itu, guru harus
menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar
secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun,
mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam
kegiatan belajarnya (Setyosari, 1997: 53).

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-Tokoh Konstruktivistik

1. Konsep belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui


pengalaman, dan pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan
diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar.15 Pemahaman semakin mendalam
dan berkembang jika selalu diasah dengan pengalaman yang baru. Menurut piaget, manusia
mempunya struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang mempunyai makna
di setiap ruangannya. Pengalaman yang sama bagi seseorang kan dimaknai berbeda oleh
masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengetahuan yang
baru akan dihubung-hubungkan dengan pengetahuan yang telah terstruktur dalam otak. Oleh
karena itu, pada saat belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam
dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.16Piaget berpendapat bahwa
sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dianamakan “skema”.
Skema terbentuk karena pengalaman. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurna skema
yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan mealui proses asimilasi dan
akomodasi.

Konstruktivisme menurut Piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses


di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan inetraksi mereka.35 Jadi, Belajar konstruktivisme Jean Piaget
adalah proses tumbuh dan berkembangnya pengetahuan melaui pengalaman. Pada saat proses
belajar berlangsung terjadi dua proses kegiatan, yaitu (proses organisasi) proses
menghubungkan informasi dengan pengetahuan yang sudah terinternalisasi dalam otak dan
(proses adaptasi) proses penggabungan pengalaman baru yang telah diterima (asimilasi), dan
pengubahan struktur pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang baru
(akomodasi).

3
2. Konsep Belajar Konstruktivisme Vigotsky

Salah satu konsep dasar dari konstruktivisme dalam belajar adalah interaksi sosial antara
individu dengan lingkungannya. Menurut Vigotsky belajar adalah sebuah proses yang
melibatakan dua elemen. penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biology sebagai
proses dasar. Kedua, belajar merupakan proses psikososial sebagai proses yang lebih tinggi
dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga munculnya perilaku
seseorang karena intervening kedua elemen tersebut

Teori Konstruktivisme menurut pandangan Vigotsky merupakan fungsi mental yang lebih
tinggi bergerak antara inter psikologi melalui interaksi sosial dan intra psikologi. Internalisasi
dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu
bergerak antara inter psikologi (antar orang) dan intra psikologi (dalam diri individu).Jadi,
belajar konstruktivisme menurut Vigotsky adalah proses yang melibatkan dua elemen
penting, yaitu proses biologi sebagai elemen dasar dan psikososial sebagai proses yang lebih
tinggi esensinya. Artinya pengetahuan yang sudah ada adalah hasil dari proses dasar dan akan
berkembang ketika berinteraksi dengan sosial.

3. Maria Montessori

Maria Montessori dalam sejarahnya adalah tokoh konstruktivistik dalam periode awal
yang mana pada zaman tersebut berbagai pendidikan masih banyak menganut aliran
behaviorisme, teori belajar konstruktivistik yang dikemukakan oleh Maria memakai
paradigma kognitif yaitu mengutamakan pengetahuan kognitif ataupun pengembangan fikiran
terhadap proses pembelajaran. Paradigma tersebut diselidiki dengan cara geneologi pengeta-
huan yang berasalkan dari Plato kemudian datang dengan kita dari Descrates, Kant, serta
ilmuwan psikologi lain lalu dinkembangkan kembali oleh Jean Piaget &Vygotsky.
Berdasarkan pendapat sebelumnya inilah dikembangkannya uji klinis medis terkait
perkembangan teori belajar individu oleh Maria Montessori dengan berfokus pada konsep
belajar di sosial, dengan demikian, fungsi utama pendidik hanya untuk memberi dorongan
terhadap ketertarikan dalam diskusii, dan mengambil sikap pasif (Muzakki et al., 2021).

Pada intinya teori menurut perspektif Maria ini lebih menekankan prinsip yang harus
dipegang guru yaitu guru wajib percaya dan yakin bahwasanya ilmu peserta didik dapat

4
diciptakan berdasarkan pemahaman pribadi, sehingga dianjurkan bagi guru untuk tidak
melakukan campur tangan pada perkembangan pengetahuan peserta didik, guru harus
membiarkan peserta didik berkembang melalui interaksinya dengan lingkungan masing-
masing agar dapat menjadi aktif, mandiri, dan mengalami kemajuan. Kemampuan untuk
melakukan self construction, sensitive periods, absorbent mind, dan dalam hukum
perkembangan tertentu adalah konsep teoritis utama teori belajar konstruktivisme perspektif
Maria.

Montessori (Muzakki et al., 2021), kemampuan self construction mengacu pada


kemampuan seorang anak dalam mengkonstrusi sendiri perkembangan jiwanya berdasarkan
perkembangan fisik dan psikologisnya. Kemampuan ini diyakini telah dimiliki oleh seorang
anak sejak ia lahir, kemudian Maria juga meyakini bahwa pada waktu-waktu pertama tiap
orang memiliki kemampuan disebut sebagai sensitive periods yang maksudnya kemampuan
seorang individu mudah menerima stimulus-stimulus tertentu dalam masa-masa tertentu.
Untuk itu, sebagai guru kita harus mendorong mereka untuk mengembangkan semua
keterampilan sejak usia dini. Pikiran anak juga yang mampu menyerap informasi, ia
mempunyai kemampuan untuk belajar secara otodidak, dan dalam hukum perkembangan
tertentu,pertumbuhan perkembangan kognitif manusia terjadi melalui tiga tahap ialah sensori
motorik stage (lahir-2 tahun), selanjutnya pre-operational thinking (2-7 tahun), lalu concrete
operations (7-12 tahun), serta formal operations (12-15 tahun).

4. Jerome Brunner

Pembelajaran akan berhasil menurut perspektif Brunner adalah jika proses belajar tersebut
diarahkan pada konsep dan struktur yang termuat dalam tema yang diajarkan, sehingga akan
menjadikan anak dapat memahami materi yang akan diajarkan nantinya dan juga ia akan
mencari hubungan antara konsep dan struktur tersebut (Nurlina et al., 2019). Berdasarkan
pendapat Brunner materi yang mempunyai pola atau struktur tertentu akan lebih mudah
dipelajari dan diingat oleh anak. Peserta didik harus dapat menemukan keteraturan dengan
cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah
dimilikinya, untuk mengenal konsep dan materi yang diajarkan, mental peserta didik harus
terlibat secara aktif ketika belajar. Menurut Brunner ada tahapan dan terjadi dengan waktu
yang sama dalam proses pembelajaran ialah mendapatkan info terbaru, perubahan informasi,
serta diujinya kerelevan info terhadap akurasi pengetahuan(Nurlina et al., 2019). Pada intinya

5
teori yang dikemukakan oleh Brunner itu sesuai dengan teori yang dituangkan Jean Piaget
mengenai proses seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Bahwasanya dalam
memperoleh pengetahuan seorang individu akan menyaring informasi tersebut terlebih
dahulu sebelum akhirnya menerima pengetahuan baru tersebut.

5. John Dewey

John Dewey berpendapat bahwasanya pendidikan seyogyanya mencontohkan ke-hidupan


bersosial dengan cara luas, serta bahwa tingkatan harus digunakan guna menyelesaikan
permasalahan yang ada. Teori Dewey mengharuskan supaya pendidik mewajibkan peserta
didiknya dalam berpartisipasi terhadap suatu projek ataupun tugas yang berpusat terhadap
permasalahan, pendidik juga dianjurkan bisa menolong peserta didik guna melihat
permasalahan sosial serta intelektual (Nurlina et al., 2019). Teori konstruktivistik menurut
pandangan John Dewey bahwa dalam proses pembelajaran guru bisa memakai penyajian
berbentuk percobaan masalah yang terjadi dilapangan, metode pembelajaran yang keterkaitan
dengan teori ini adalah pendekatan penemuan atau discovery learning serta pembelajaran
bermakna atau meaningful learning.

6. Shymansky

Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana peserta didik
membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan
proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dimilikinya.Berdasarkan pendapatnya di atas, maka dapat di pahami bahwa konsturktivisme
merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara memberikan ruang yang seluas-
luasnya untuk memahami apa yang mereka telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-
konsep yang di ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya.

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik

1. Kelebihan Konstruktivisme

Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan, begitu juga dengan
sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling melengkapi antara yang satu

6
dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme. Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme
diantaranya :Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar.Maksudnya yaitu dalam proses
pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam pembelajaran, siswa tuntut untuk lebih
aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi latihan, bertanya, praktik dan lain
sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah dalam pembelajaran dan menyediakan apa-
apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak
hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui
diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya.

Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. Maksudnya di mana siswa dituntut
untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan di sekolah dan yang dia dapatkan di
luar sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuannya yang dia dapatkan tersebut bisa dia
kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu juga siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-
ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama.

Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti menginstrksi


informasi dalam struktur penelitian lainnya.Artinya pembelajaran tidak hanya mendengarkan
dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman
pribadinya dengan informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya ,
keluarga, surat kabar, televisi, dan lain sebagainya.

Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Maksudnya siswa bebas


mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya dengan yang di sekolah
sehingga tercipta konsep yang diharapkannya. Kelima, perbedaan individual terukur dan di
hargai. Keenam, guru berfikir proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk
menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.

Terdapat beberapa kelebihan pendekatan kosntruktivisme dalam pembelajaran meliputi:

1) Pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberikan kesempatan kepada siswa


untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
2) Pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan
dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang
fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa

7
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang
menantang siswa.
3) Pembelajaran konstruktivis memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,mendorong
refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang
tepat.
4) Pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru
dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5) Pembelajaran konstruktivis mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6) Pembelajaran konstruktivis memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari
selalu ada satu jawaan yang benar.

2. Kekurangan Konstruktivisme

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya tidak ada teori yang sempurna, maka teori
konstruktivistik juga memliki kekurangan diantaranya :

Pertama, proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses belajar yang
bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri
siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutakhiran sruktur kognitif.

Kedua, peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan.

Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengonstruksian oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

Keempat, sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Kelima, evaluasi,
pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya

8
berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-
aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

Lalu yang kelima, penerapan teori ini akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, karena
teori ini menuntut peserta didik membangun pengetahuannya sendiri (Efgivia, Ry, et al.,
2021). Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya masing-masing peserta didik memiliki
perbedaan masing-masing baik dari perbedaan dari segi kepribadian, intelektual, kemampuan
berbahasa, latar belakang pengalaman, gaya belajar, bakat, dan juga minat. Perbedaan-
perbedaan tersebut perlu diperhatikan oleh guru dalam melaksanakan dan mengelola
pembelajaran, sebagai fasilitator, maka guru harus mampu memberikan rangsangan yang
tepat sesuai dengan perbedaan dari masing-masing peserta didik.

Dan yang keenam kondisi di masing-masing sekolah juga berdampak pada aktivitas siswa
dalam membangun pengetahuan dan aktivitas siswa yang baru (Efgivia, Ry, et al., 2021).
Maksudnya, jika tema pembelajaran yang akan diajarkan tidak didukung oleh lingkungan,
maka teori konstruktivistik ini akan gagal memenuhi tujuannya.

2.3 Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran PPKn

Aplikasi Teori belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran :

1) MembebaskanMembebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta


lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
2) Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan
ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut,
serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3) Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah
kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi.
4) Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

9
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi dunia pendidikan,
sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme alangkah lebih baiknya di
ketahui dulu konetruktivisme itu sendiri. Konstruktivisme berarti bersifat membangun.
Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
susunan hidup yang berbudaya modern.

Memiliki berbagai kelebihan yang dapat di implementasikan ke dalam dunia pendidikan.


Yang pertama memberikan penemuan-penemuan menjadi sistematis. Kedua melahirkan
hipotesis, maksudnya setiap penelitian membutuhkan hipotesis, sebab tanpa sebuah hipotesis
maka penelitiannya itu kurang baik, sebab hipotesis mempunyai fungsi tersendiri dalam
setiap penelitian. ketiga membuat prediksi, maksudnya yaitu sebuah terori harus bisa
melahirkan sebuah prediksi-prediksi sementara dari pada anggapan-anggapan kita sebagai
peneliti, untuk membuktikannya tersebut maka dibutuhkanlah sebuah teori untuk
memberikan atau membuktikannya apakah benar tidak atau sesuai dengan pemikiran peneliti
dan yang terakhir memberi penjelasan.

3.2 Saran

Teori ini lebih cocok diterapkan dalam pendidikan yang peserta didiknya remaja dan
dewasa, karena dalam usia tersebut sudah adanya kematangan secara fisik maupun fisikis
sehingga lebih mudah dalam menerapkannya dari usia anak-anak. Apalagi dalam
perkuliahan, teori ini sangat penting dan sering kali diterapkan. Oleh karena itu, kami
mengajak pada teman-teman mahasiswa untuk lebih aktif dalam mencari wawasan dan
pengetahuan seperti makna dalam teori ini. Selain itu kami menyadari bahwa penulis masih
jauh dari kata sempurna, ke depannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, besar harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Apabila terdapat kesalahan mohon
dapat memaafkan dan memakluminya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai