Di
S
U
S
U
N
OLEH:
JAKPARIYANTO (06121281823064)
DOSEN PEMBIMBING :
Drs.H.Darlius,M.M,.M.Pd
Nopriyanti, S.Pd, M.Pd
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
2020
Teori-Teori Belajar Menurut Para Ahli
1. Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik
yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus
respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide
– ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang
membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang
mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah
aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari
apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru
dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-
strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan
(scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar
seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh
kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan
aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai
kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas
yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan
terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di
dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri
akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat
ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan
melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang
dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya
tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat
terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari
perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup
manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran
mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu
(Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan
tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan
dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing
tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah
terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen
Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi
stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan.
Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000, dalam Sanjaya, 2011).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni: 1) hukum efek; 2) hukum
latihan, dan 3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan
jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana
yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000 dalam Sanjaya, 2011).
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner
juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat
yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia
seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi
diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan
anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Menurut Bandura dalam eksperimennya terdapat faktor-faktor yang berproses dalam belajar
observasi yaitu:
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip
prinsip sebagai berikut:
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura ini dianggap sebagai kerangka
Teori Behaviour Kognitif, yaitu teori belajar sosial yang membantu memahami terjadinya
perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori
Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan
secara massal.
4.Teori Humanistik
A. Konsep Teori belajar Humanistik
Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang
individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali
kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik
memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan
individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses. Kognitif
adalah aspek penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah aspek sikap yang
keduanya perlu dikembangkan dalam membangun individu. Belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses
pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat
terus menjalani pembelajaran dengan baik. Motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal
dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.
13. David Ausubel
David mengungkapkan bahwa dengan teori belajar bermakna, maka belajar bisa
diklasifikasikan menjadi dua dimensi, diantaranya adalah :
Dimensi yang berkaitan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada
siswa melalui penerimaan atau penemuan sehingga siswa lebih aktif, atau
Dimensi yang menyangkut tentang cara siswa untuk mengabaikan informasi pada
beberapa struktur yang ada, khususnya struktur kognitif diantaranya adalah fakta, konsep, dan
generalisasinya yang telah dipelajari dan diingat siswa.
14. Menurut (Imron, 1996;2)
(Imron, 1996;2) “Belajar adalah sebuah perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang
relatif menetap, karena bentuk hasil dari sebuah pengalaman.”
16. Vigotsky
Menurut Vigotsky pembelajaran terjadi bila anak bekerja ataupun mencoba menangani tugas
yang belum pernah namun tugas itu telah berada dalam zone of proximal development. ZPD
merupakan istilah yang dibuat Vigotsky untuk berbagi tugas yang memang terlalu sulit,
namun mereka bisa melakukan hal tersebut karena adanya koordinasi dan bimbingan yang
lebih terampil atau bisa diandalkan. ZPD ini umumnya cocok bag anak-anak yang lebih suka
tantangan.
17. Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan
koneksionisme, teori ini mungkin kurang populer namun secara tidak langsung banyak
dilakukan pada pendidikan jaman sekarang ini. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Cukup
ampuh untuk anak-anak yang memang memiliki hubungan dengan keluarga yang kurang
baik, padahal dalam proses belajar keluarga merupakan media terbaik untuk belajar.
18.Teori Sibernatik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa .
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal
untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan
oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan
satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain
melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru
untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan
unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar
melalui proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan
dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan
informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan
informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan
menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi,
disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah
dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine
(1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi
dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih, 2005: 82)
Berdasarkan ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktural dan
pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya dapat bertahan dalam
waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberikan perhatian
(attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter
WM adalah bahwa:
1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi didalamnya hanya
mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa pengulangan.
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki
oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan
dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini
disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa
informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu suatu struktur
representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk
mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan
bahwa proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru
pada pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan
(Budiningsih, 2005: 84).
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)
pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.
Hilgard (dalam Sanjaya, 2007) : learning is the process by which an activity originates or
changed through training procedures (wether in the laboratory or in the natural environment)
as distinguished from changes by factors not attributable to training (belajar adalah proses
perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun
dalam lingkungan alamiah).
20.Teori Hudoyo
Hudoyo (1990) : Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Seseorang dikatakan belajar,
bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Daftar Pustaka