Anda di halaman 1dari 69

35

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK-SAINTIFIK


DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMAHAMAN SISWA
PADA MATA PELAJARAN PAI DI SDN KEBON BARU VII KOTA CIREBON

A. Model Pembelajaran Konstruktivistik-saintifik

1. PengertianKonstruktivitisme

Paradigma konstruktivisme merupakan komponen pertama konsep belajar

mandiri. Landasan konsep kegiatan belajar yang berlandaskan paradigma ini yaitu

penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengolah informasi yang

masuk, sehingga terbentuk pengetahuan baru menuju pembentukan sesuatu

kompetensi yang dikendaki pembelajar.1Konstruktivisme berasal dari kata

konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan

membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Indonesia berarti paham atau

aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld

dalam Pannen dkk, 2001:3). Secara sederhana konstruktivisme berangapan bahwa

pengetahuan kita itu merupakan konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui

sesuatu.

Konstruktivisme memiliki karakter yang mampu menyatukan pandangan-

pandangan dari bidang sosiologis, psikologis. Meurut Brown (2008:13)

konstruktivisme memliki dua cabang kajian yaitu kognitif dan sosial.

Konstruktivisme kognitif menekankan bahwa pentingnya pembelajar membangun

representasi realitas mereka sendiri. Artinya pembelajar harus aktif dalam

menemukan atau mengubah informasi kompleks agar mereka mampu menerma

menguasai informasi tersebut sebagai pengetahuan baru. Adapun konstruktivime

1
Haris Mudjiman, Belajar Mandiri, (Surakarta: UNS Press, 2009), hal.23
36

sosial adalah menekankan pentingnya interaksi sosial dan pembelajarn kooperatif

dalam membangun gambaran-gambaran kognitif dan emosional realitas.

Konstruktivisme adalah suatu pandangan epistemologis tentang pemerolehan

pengetahuan yang menekankan pada upaya membangun pengetahuan daripada

transmisi pengetahuan. Konstruktivisme yang muncul hingga saat ini menjadi suatu

teori yang paling berpengaruh dalam praktik pendidikan pada dua puluh lima tahun

yang lalu. Menurut Cooper, konstruktivisme telah menjadi paradigma yang paling

berpengaruh selama dua dekade terakhir abad ke-20.2Konstruktivisme merupakan

model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas siswa dalam setiap

interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan

pengetahuannya sendiri.

Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan

bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri.

Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan

objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan

dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan yang sesuai. Konstruktivisme adalah proses membangun

atau menyusun pengetahuan atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur

kognitif siswa berdasarkan pengalaman.3Menurut Von Glaserfeld dalam

Bettercourt dalam Suparno, konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan

yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita

sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realita).Pengetahuan

bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan selalu merupakan


2
http://download.portalgaruda.org/article/pembelajaran konstruktivistik dalam pendidikan islam sebuah
pilihan pembelajaran aktif bagi mahasiswa stain pamekasan /diunduh pada tanggal 7 Nopember 2016
pukul 15.30 WIB
3
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana,
2008, hlm. 118
37

akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan

seseorang.Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur

pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.4

Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai

pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih

diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih

menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.5Menurut

teori kontruktivisme bahwa pendidik tidak hanya sekedar memberikan

pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mampu membangun sendiri

pengetahuan mereka. Sedangkan pendidik dapat memberikan kemudahan dengan

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan ide-

ide mereka sendiri.6

Konstruktivisme merupakan teori dari Piaget. Menurut cara pandang teori

kontruktivisme bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan

melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya peserta didik akan cepat

memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada

dalam masyarakat.7Para kontruktivisme menjelaskan bahwa satu-satunya

alat/sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah

inderanya seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat,

mendengar,menjamah, mencium, dan merasakannya. Misalnya dengan mengamati

air, bermain air, mengecap air, dan menimbang air, seseorang membangun

4
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hlm 18
5
https://dirinyachapunk..com/2011/12/22/model-pembelajaran-konstruktivisme/diunduh pada tanggal 7
Nopember 2016 pukul 16.00WIB
6
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2012), hlm. 28.
7
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Jakarta : RaSail Media Group,2008), hlm. 71.
38

gambaran pengetahuan tentang air. Para kontruktivitis itu adalah diri seseorang

yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja pada

seseorang (murid) dari seorang guru. Murid sendirilah yang harus mengartikan

apa yang diajarkan dengan menyesuaikan dengan pengalaman-pengalaman

mereka (Lorsbach & Tobin, 1992).8Kontruktivisme beranggapan bahwa

pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mongkonstruksi

pengetahuan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan

lingkungan mereka. Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer

begitu saja dari seseorangkepadaorang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri

oleh masing-masing orang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi,

melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.9

Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses

“mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran

siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam

proses belajar dan mengajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui

pengalaman.Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila

selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur

pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi

informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang

akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam

kotak berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur

pengetahuan) dalam kotak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan

dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi

maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur

8
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hlm 19
9
M.Saekhan Muchith, Pembelajaran kontekstual, (Semarang: rasail ,2008), hlm.71
39

pengetahuan yang sudah ada.Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang

sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya

pengalaman baru.10

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif

yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus

menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek,

informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan

itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide

(Slavin,1994).11

Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan proses aktif


dalam diri pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman
fisik, dan lain-lain). Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman baru atau bahan baru dari pelajaran yang
sedang dibahas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar
sehinga pengertiannya dikembangkan.12 esensi teori konstruktivisme
adalah ide bahwa para pembelajar harus menemukan dan
mentransformasikan sustau informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan.

Kontruktivistik lahir dari psikologi kognitif, teori tersebut memandang

bahwa belajar adalah sebuah upaya menemukan makna pembelajaran melalui

interaksi social yang aktif dilaksankan oleh pelajar dengan lingkungannya. Hal

tersebut sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Jean Peaget teori perkembangan

kognitif dan epistomologi genetiknya bahwa kontruktivistik dalam belajar adalah

10
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2007, hlm. 108
11
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : PT.Bumi Akara,2010),hlm.74
12
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011), Hlm.22
40

pemerolehan pengetahuan yang diadaptasikan melalui struktur kognitif terhadap

lingkungan para pelajar.

Konstruktivisme sebagai teori belajar (learning theory) dikembangkan oleh

Piaget, Vygotsky dan Bruner. Pemikiran Piaget dan Vygotsky merupakan aliran

atau mazhab konstruktivisme. Piaget memiliki kecenderungan bahwa individu

membentuk makna (meaning) melalui proses di dalam diri. Sementara itu,

Vygotsky memiliki kecenderungan bahwa individu membentuk makna melalui

proses interaksi sosial.

Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme

dalam proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang

dalam teori perkembangan intelektual. Menurut Wadsworth (1989), teori

perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam biologi.

Piaget antara lain, mengamati kehidupan keong, yang setiap kali harus beradaptasi

dengan lingkungannya. Oleh karena itu, Ia berpikir bahwa perkembangan

pemikiran juga mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi

dengan mengorganisasi lingkungan sekitar. Piaget (1971) sendiri menyatakan

bahwa teori pengetahuan itu pada dasarnya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam

suatu realitas.13 Berdasarkan teori ini menunjukkan bahwa proses belajar diawali

dari pengalaman nyata yang dialami oleh seseorang, pengalaman tersebut

direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha

memahami apa yang terjadi serta apa yang dilaminya.14

Piaget dan para konstruktivis (Dahar, Ratna Willis 1991:167)

mengemukakan ”Dalam mengajar, seharusnya diperhatikan pengetahuan yang

telah diperoleh siswa sebelumnya”. Dalam proses pembelajaran, siswa

13
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hlm 30
14
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.15
41

membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan dalam proses belajar

mengajar.15

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif

membangun sistem makna dan pemahaman relaitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif

sebagaian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan

lingkungan.Pengetahuan datang dari tindakan.Piaget yakin bahwa

pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting terjadinya

perubahan perkembangan.Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman

sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas

pemikiran yang apada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi logis (Nur, 1998).16

Tiga dalil pokok Piaget mengemukan 1) perkembangan intelektual terjadi

melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama,

maksudnya setiap manusia mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan

yang sama, 2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi

mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan

penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan 3)

gerak melalui tahap-tahap yang dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),

proses pengembangkan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman

(asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi) (Ruseffendi, 1998).17

15
Dadan Muhamad, Perbedaan Model Pembelajaran Konstruktivisme dan Model Pembelajaran Langsung,
Jurnal Logika, Vol XVI, No 1 Maret Tahun 2016 ISSN: 1978-2560 diunduh pada tanggal 16 Nopember
2016 pukul 20.00 WIB
16
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2007, hlm. 108
17
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY, 5 Desember, diunduh pada tanggal 17 Nopember 2016 pukul 20.00 WIB
42

Prinsip-prinsip teori Piaget terkait dengan perkembangan kogintif menurut

(Oakley, 2004: 14) meliputi skema, asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Skema

merupakan repsesentasi kognitif dari kegiatan-kegiatan (aktifitas) atau sesuatu

(benda). Ketika seorang organisme lahir, mereka telah memiliki skema atau naluri

yang ada sebelumnya. Contoh ketika bayi terlahir mereka telah memiliki skema

untuk menyusui kepada ibunya.18

Skema/skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi

hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan dan naluri (Wadsworth, 1989).

Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seorang mengintegrasikan

persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah

ada di dalam pikirannya. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam

mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungann baru sehingga

pengertian orang itu berkembang. Akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru

yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau (2) memodifikasi skema

yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Equilibrasi adalah pengaturan

diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan

akomodasi.19

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan

bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan

akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,

akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi

baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Piaget mengemukakan

bahwa pembelajar dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan

informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan


18
Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Kontruktivisme ( Teori dan Aplikasi dalam Pembentukan
Karakter), (Bandung : Alfabeta,2013), hlm.35
19
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hlm 31-32
43

adalah konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang. Pengetahuan tidak

bersifat statis tetapi terus berevolusi.Piaget memandang bahwa tahap-tahap

perkembangan intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial

dan budaya individu.

Piaget dan Vygotsky memiliki perbedaan penekanan dalam perkembangan

kognitif. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang

dilalui oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya,

sementara Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial

pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu

terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia sumbangan penting

teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti

teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal

dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran.

Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial

masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa

pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum

dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau

tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of

proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya

yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan

tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan


44

pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang

lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.20

Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan

koleganya mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai

pembelajaran penemuan. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai

dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan sendirinya memberi

hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna (Dahar, 1988: 125)21

Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti,

dan hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free

Discovery Learning”, Bruner mengatakan bahwa: “Proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang dijumpai dalam kehidupannya” (Budiningsih, 2005: 43)

Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang

menemukan dan mentransformasikansendiri suatu informasi kompleks apakah

mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya.22

Kelebihan Teori Konstruktivistik23.

1. Berpikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berpikir untuk

menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.

20
https://alkhalayani..com/2013/03/27/model-pembelajaran-konstruktivistik/diunduh pada tanggal 7
Nopember 2016,jam 15.30 wib
21
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.26
22
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : PT.Bumi Akara,2010),hlm.74
23
Anari, Teori belajar konstruktivistik, dalam http://www.annarj13.com/2014/11/ teori- belajar-
konstruktivistik- dan. html/ diunduh tanggal 13 0ktober 2016 Jam 16.00 WIB.
45

2. Paham: Karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan

baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua

situasi.

3. Ingat: Karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan lebih

mengingat semua konsep. Melalui pendekatanini murid membina sendiri

kepahaman mereka. Mereka akan lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan

masalah dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial:Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan

teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Menyenangkan: Karena mereka terlibat secara langsung, mereka paham, ingat,

yakin dan berinteraksi dengan baik, maka mereka akan merasa senang saat

belajar dalam membina pengetahuan baru.

Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum

objektifitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan

konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa

banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru

adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan

bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberikan kesempatan siswa menemukan

dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan

strategi mereka sendiri dalam belajar.

Secara ringkasnya, teori pembelajaran konstruktivisme adalah suatu

pemahaman bahwa pengetahuan, idea tau konsep yang baru dibina secara aktif

berdasarkan kepada pengalaman sendiri dan pengetahuan yang sebelumnya

dengan pengetahuan yang baru. Idea tau konsep yang diterima diperoleh
46

berdasarkan pengalaman sendiri, interaksi social dan lingkunngan yang

diselaraskan melalui proses metakognitif siswa.24

2. Model pembelajaran Konstruktivistik

Dari maknanya bahwa konstruktivis berarti ‘bersifat membangun”.

Konstruktivis berupaya membina suatu konsensus yang paling luas sekaligus

mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Dalam

proses pembelajaran, menurut Imam Barnabib mengungkapkan bahwa konsep ini

menghendaki agar siswa dapat dibandingkan kemampuannya unruk secar

konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan

tekhnologi.

Dalam beberapa puluh tahun belakangan ini filsafat konstruktivisme sangat

mempengaruhi perkembangan praktek pendidikan di seluruh dunia. Von

Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang

sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.25 Titik krusial dalam pandangan

konstruktivisme adalah terkait dengan proses pembelajaran. Pandangan

konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan proses dari pada hasil

pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme

menuntut agar seorang pendidik mampu menciptakan pembelajaran sedemikian

rupa sehingga peserta didik dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran

melalui interaksi sosial yang terjalin di dalam kelas. Aktivitas siswa dalam

pembelajaran konstruktivistik dapat dilakukan dengan kegaiatan mengamati

24
Jurnal teori Pembelajaran konstruktivisme dalam Reka bentuk pembinaan PPBK,hlm.21
25
Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.23
47

fenomena-fenomena, mengumpulkan data-data, merumuskan dan menguji

hipotesis-hipotesis, dan bekerjasama dengan orang lain (Schunk, 2012:324).26

Model pembelajaran kostruktivistik adalah model pembelajaran yang

diarahkan pada bagaimana pengetahuan itu dibentuk dan bagaimana

pengetahuan itu dianggap benar. Pengetahuan dibentuk oleh pengamat dari

abstraksi terhadap pengalamannya, baik fisik maupun mental.27

Pembelajaran konstruktivistik adalah membangunkan pengetahuan melalui

pengalaman, interaksi sosial, dan dunia nyata. Piaget (1991:310) menyebutkan

pengetahuan itu bukan satuan obyektif yang ada dilingkunagn, melainkan

merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pengetahuan akan

tumbuh melalui proses adaptasi pengalam kognitif dan sosial. Pembelajaran

konstruktivistik adalah pembelajaran berpusat pada peserta didik (student oriented),

guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar dalam pembelajaran.28

Martinis Yamin29 bahwa pembelajaran konstruktivistik dimaknai sebagai

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), guru sebagai fasilitator,

dan sumber belajar dalam pembelajaran. Dalam tugasnya, pembelajaran

kosntruktivistik adalah membangunkan pengetahuan melalui pengalaman, interaksi

sosial dan nyata.

Menurut M.Saechan Muchith, belajar konstruktivisme adalah proses

membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari pengalaman.30 Artinya

siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar

26
Sigir Mangun Wardoyo, Pembelajaran Kontruktivisme ( Teori dan Aplikasi dalam Pembentukan
Karakter), (Bandung : Alfabeta,2013), hlm.26
27
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivistik dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 79.
28
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.10
29
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan DiSekolah/Madrasah Teori,
Aplikasi, Dan Riset Terkait (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.74
30
M.Saekhan Muchith, Pembelajaran kontekstual, (Semarang: rasail ,2008), hlm.71
48

realitas yang ada dalam masyarakat. Maka konsekwensinya adalah pembelajaran

harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa.

Model pembelajaran kostruktivistik adalah model pembelajaran yang

diarahkan pada bagaimana pengetahuan itu dibentuk dan bagaimana

pengetahuan itu dianggap banar. Pengetahuan dibentuk oleh pengamat dari

abstaksi terhadap pengalamannya, baik fisik maupun mental.31 Pengetahuan

yang dibentuk ini digunakan untuk menghadapi persoalan siswa. Pembelajaran

konstruktivisme adalah sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menjadi kreatif dan melakukan berbagai aktifitas didalam

berbagai interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan dapat

menemukan pengetahuannya sendiri. Konstruktivis memberi asumsi bahwa setiap

peserta didik mulai dari sejak usia kanak-kanak sampai menginjak jenjang

Perguruan Tinggi telah memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungannya

dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pembelajaran

Konstruktivisme memungkinkan tersedianya kesempatan yang lebih banyak untuk

keterlibatan siswa di dalam kelas secara aktif, melakukan eksplorasi, serta

menggali secara lebih dalam potensi atau kemampuan baik secara kognitif afektif

maupun psikomotor.

Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar32 :

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang

dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh

pengertian yang telah dimiliki.

31
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivistik dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 79.
32
Frans A. Rumate, Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran, Pusat Peningkatan dan
Pengembangan Aktivitas InstruksionalUniversitas Hasanuddin (P3AI-UNHAS) Kerjasama
DenganBagian Kegiatan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Dirjen Dikti21-26 November 2005,
hlm. 10
49

2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan

dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan

rekonstruksi.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses

pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.

Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu

sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam

kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak

seimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu

konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan

bahan yang dipelajari.

Perbedaan situasi pembelajaran di kelas berdasarkan konstruktivisme dan

tradisional33 dalam tabel 1.3 dibawah ini :

Tabel 2.1

Perbedaan pembelajaran konstruktivisme dan tradisional

Tradisional: Konstruktivisme :

1. Ruang lingkup terpisah 1. Utuh, ada keterkaitan

33
Frans A. Rumate, Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran, Pusat Peningkatan dan
Pengembangan Aktivitas InstruksionalUniversitas Hasanuddin (P3AI-UNHAS) Kerjasama
DenganBagian Kegiatan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Dirjen Dikti21 -26 November
2005, hlm. 17
50

2. Kurikulum secara tuntas 2. Lebih penting pertanyaan siswa


3. Berdasar buku teks dan konstruksi jawaban
4. siswa sebagai ember yang akan 3. Beragam sumber
diisi 4. Siswa sebagai Pemikir
5. guru mengajar dan sebagai 5. Guru interaktif, mediator dan
penyebar informasi fasilitator
6. Mencari jawaban yang benar 6. Guru mengikuti pola pikir siswa
7. Penilaian terpisah dari proses 7. Penilaian integral mengenai hasil
belajar kerja siswa.
8. siswa bekerja sendiri 8. Lebih banyak belajar
berkelompok

Kontruktivistik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih

menekankan pentingnya siswa untuk membangun sendiri pengetahuan mereka

melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam kontruktivistik

guru mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna dan bergelut dengan ide-idenya. Siswa mengkonstruksikan pengetahuan di

benak mereka sendiri untuk selanjutnya mentransformasikan informasi pada situasi

lain, dan apabila dikehendaki, informasi tersebut menjadi miliknya sendiri.

Penerapan konstruktivistik dalam proses pembelajaran di kelas muncul dalam lima

fase pembelajaran yaitu: 1)Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (knowladge),

2)Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), 3)Pemahaman

pengetahuan (understanding knowledge), 4)Menerapkan pengetahuan dan

pemahaman yang diperoleh (applying knowledge), dan terakhir 5)melakukan

refleksi (reflecting on knowledge).34

34
http://download.portalgaruda.org/article.php?article/PenerapanPembelajaranKonstruktivistikMelaluiTekn
ikPictureandPictureuntukMeningkatkanMotivasidanHasilBelajarEkonomiSiswaKelasXSMANegeriKedir
i/Diunduh pada tanggal 7 Nopember 2016 pukul 16.00 WIB
51

Dalam hal ini, Hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme

adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan

proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru

berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan

dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi

pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam

konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk membangun constructive

habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan

kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki

kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan

belajar dapat tercapai.35

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran

konstruktivistik, yaitu : (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata

dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan

pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) Pembelajaran dilakukan

dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.36Pembelajaran berbasis

konstruktivisme menjadi sangat penting dalam upaya untuk mengubah pardigma

pembelajaran karena:

1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan

bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong

siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. Demikian juga dalam

pelajaran Pendidikan Agama Islam, siswa diharapkan mampu untuk

mengungkapkan ide, pemikiran, argumentasi yang logis, ilmiah.


Sukardjo, Landasan Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 55-56.
35

Prosiding Seminar Nasional Tanggal 31 Mei 2007, FKIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Diunduh
36

Tanggal 29 Oktober 2016


52

2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang

berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan

kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas

pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk

merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan

memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Terlebih pada

era globalisasi sekarang ini, banyak fenomena yang menantang siswa untuk

lebih mampu menganalisis dan menghubungkan dengan berbagai fakta

sejarah.

3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir

tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,

imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan

gagasan-gagasan pada saat yang tepat.

4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada

siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh

kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah

dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk

menggunakan berbagai strategi belajar.

5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan

perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi

kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

6. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif

yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan

menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.


53

Berdasarkan pandangan para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk membangun sendiri

pengetahuannya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip konstruktivisme, yaitu37:

1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,

2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa,

3) mengajar adalah membantu siswa belajar,

4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir,

5) kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan

6) guru sebagai fasilitator.

Dapatlah dirumuskan secara keseluruhannya bahwa pengertian model

pembelajaran konstruktivistik adalah model pembelajaran yang mendorong siswa

dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya secara kreatif dari pengalaman

langsung melalui proses yang aktif yang didukung oleh lingkungan kondusif yang

diciptakan sedemikian rupa oleh guru. Model pembelajaran ini menuntut

keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Menurut model pembelajaran

konstruktivisme, keberhasilan belajar bukan hanya tergantung pada lingkungan

atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu

tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif

dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Guru berperan sebagai

penghubung yang membantu siswa membina pengetahuan dan menyelesaikan

masalah. Guru berperan sebagai pereka bentuk bahan pembelajaran yang

menyediakan peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.

Trianto, Pengembangan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: Prestasi Pustakaraya,2009, hlm. 111-112
37
54

Pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan

oleh siswa tersebut dan bukannya pembelajaran yang diterima secara pasif.

Setiap model pembelajaran dikembangkan dengan berpegang pada

sejumlah prinsip. Prinsip-prinsip ini menjadi asas (kebenaran yang menjadi pokok

dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) atau dasar dalam pelaksanaan suatu

model pembelajaran. Dalam model pembelajaran konstruktivistik ada prinsip-

prinsip konstruktivisme yang diambil dalam pendidikan, yaitu 38: pertama,

pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial;

kedua, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa kecuali hanya

dengan keaktifan siswa sendiri dengan menalar (berpikir); ketiga, siswa aktif

mengkosntruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang

lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, dan keempat, guru sekedar

membantu menyediakan saraba dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan

mulus.

3. Nilai-nilai Konstruktivistik39

Menurut Lebow dalam Hitipeuw (2009) nilai-nilai konstruktivistik yang

utama adalah:

a. Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama

dengan komunitasnya atau tidak?

b. Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi pembelajar menentukan

kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?

38
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific , Hlm. 79
39
Bambang Dibyo, 2013, Teori Belajar Dan Pembelajaran Konstruktivistik Dan Implikasinya Dalam
Setting BimbinganKonseling, Dalam Https://Bambangdibyo.Com/2013/03/16/
Teori-Belajar-Dan-Pembelajaran-Konstruktivistik-Dan-Implikasinya-Dalam-Setting-Bimbingan-Konseli
ng/Tanggal 21 April 2016, 21.00 WIB
55

c. Generativity: apakah ada kemungkinan pembelajar didorong untuk membangun

dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk mengelaborasi apa

yang diterima?

d. Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, pembelajar bisa

melihat manfaat dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia menemukan

sesuatu yang bisa digunakan untuk memperbaiki belajarnya sesuai dengan

konteksnya?

e. Active engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam belajar

untuk membangun pemahamannya atau pembelajar lebih pada menerima saja

apa yang diberikan?

f. Personal relevance: apakah pembelajar bisa melihat keterkaitan dari apa yang

dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?

g. Pluralism: apakah pembelajarannya tidak menekankan pada satu cara atau satu

solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam dialog

pembelajaran?

4. Metode pembelajaran konstruktivistik

Pembelajaran konstruktivistik dapat dilaksanakan dengan menerapkan

beberapa metode pembelajaran. Metode-metode yang diterapkan dalam

pelaksanaan pembelajaran konstruktivistik tentunya metode yang didalamnya

terdapat memuat atau merepesentasikan karakterisrik pembelajaran konstruktivis.

Metode pembelajaran tersebut antara lain Inquiry learning (menemukan).40

Metode Inquiry learning merupakan salah satu metode yang didasarkan

pada konsep pembelajaran konstruktivisme.Berdasarkan pada perkembangan

40
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.43
56

kognitif organism, pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa pembelajaran

membangun pemahamannya dengan pengalaman yang dimilikinya yang

merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan diluarnya.41Metode ini cukup

efektif dalam mengaktifkan siswa dan membantu dalam pengkonstruksian dengan

penekanan pada kerangka berpikir metode ilmiah. Dalam penerapan metode

penemuan, siswa dilatih untuk terbiasa melakukan pengamatan, membuat hipotesis,

memunculkan prediksi, mengembangkan uji hipotesis, memanipulasi objek untuk

melihat perubahannya, memecahkan persoalan, mencari jawaban sendiri,

menggambarkan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan refleksi,

mengungkapkan pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan selama proses

pembentukan konstruksi pengetahuan yang baru.

Menurut Hanafiah dan Sujana, (2007:77) Inquiry Learning adalah metode

pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan,

sikap, dan ketrampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkahlaku. Artinya

bahwa penerapan metode inquiry learning siswa dituntut melakukan eksplorasi diri

secara maksimal. Eksplorasi ini memiliki berfungsi untuk membangkitkan pelbagai

potensi atau kemampuan yang ada didalam diri sehingga dapat membantu

menemukan sesuatu yang baru didalam proses pembelajaran.42

Menurut Wina Sanjaya, inquiry berarti proses pembelajaran yang

didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis,

karena pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dan mengingat, melainkan hasil

41
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.64
42
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:Referensi, 2012), hlm.66
57

dari proses menemukan sendiri. 43


Siklus inkuri tersdiri dari : (1) observasi, (2)

bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan.44

Lebih jauh Trianto menjelaskan sintaks pembelajaran inkuiri merujuk

kepada Eggen dan Kuachak sebagai berikut :

Tabel 2.2 Tahap pembelajaran inkuiri45 :

No. Fase Perilaku Guru

1 Menyajikan pertanyaan atau masalah Guru membimbing siswa

mengidentifikasi masalah dan masalah

dituliskan dipapan tulis. Guru

membagi siswa dalam kelompok.

2 Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk curah pendapat dalam

membetuk hipotesis. Guru

membimbing siswa dalam menentukan

hipotesis yang relevan dengan

permasalahan.

3 Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menentukan

langkah-langkah yang sesuai dengan

hipotesis yang akan dilakukan.

4 Melakukan percobssn untuk Guru membimbing siswa mendapatkan

43
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Ed. I, Cet. I, (Jakarta:
Kencana, 2005), hlm.119
44
Trianto, Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif, (Jakarta :Kencana PrenadaMedia Group,
2009),hlm.115
45
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan DiSekolah/Madrasah Teori,
Aplikasi, Dan Riset Terkait (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.336
58

memperoleh informasi informasi melalui percobaan.

5 Mengumpulkan dan menganalisi data Guru memberikan kesempatan pada

tiap kelompok untuk menyampaikan

hasil pengolahan data yang terkumpul.

6 Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam

membuat kesimpulan.

Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting

dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini

siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka

sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa

untukmemiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka

menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri .Jadi inquiry memberikan

kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan kreatif.Siswa

diharapkan mengambil inisiatif, mereka dilatih bagaimana memecahkan masalah,

membuat keputusan dan memperoleh keterampilan.

Pendekatan belajar konstruktivistik memiliki beberapa strategi dalam proses

belajar. Strategi-strategi belajar (Slavin, 1994)46 tersebut adalah:

1. Top-down processing.

Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa belajar dimulai dari masalah

yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan

keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya, siswa diminta menulis kalimat-

kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata

46
https://afidburhanuddin..com/2014/05/31/implementasi-teori-belajar-konstruktivistik-dalam-pembelajara
n/diunduh ada tanggal 20 Nopember 2016 pukul 16.00 WIB
59

bahasa kalimat-kalimat tersebut dan kemudian bagaimana menulis titik dan

komanya.

2. Cooperative learning, yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar,

dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensip konsep-

konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang

problem yang dihadapi. Dalam strategi ini, siswa belajar dalam pasangan-

pasangan atau kelompok untuk saling membantu memecahkan problem yang

dihadapi.

3. Generative learning.

Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau

pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. Sehingga dengan

menggunakan pendekatan generative learning diharapkan siswa menjadi lebih

melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru. Selain itu,

pendekatan ini mengajarkan sebuah metode yang untuk melakukan kegiatan

mental saat belajar, seperti membuat pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-

analogi terhadap apa yang sedang dipelajari.

5. Tujuan Model Pembelajaran Konstruktivistik

Tujuan pembelajaran melalui Pendekatan konstruktivistik ini adalah

menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam

arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil

berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan,

mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus

untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses ”Learn To Be” serta mampu
60

melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi

kelestarian dan kejayaan bangsanya.47

Sedangkan untuk tujuan pengajaran yang dilaksanakan di dalam kelas

menurut Mager adalah menitik beratkan pada perilaku peserta didik atau perbuatan

(performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada peserta didik dan

teramati serta menunjukkan bahwa peserta didik tersebut telah melaksanakan

kegiatan belajar. Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan

membimbing peserta didik untuk belajar serta mengembangkan dirinya.Di dalam

tugasnya seseorang guru diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memberi

pengalaman-pengalaman lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang

dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat modern.48

Tujuan pembelajaran kontruktivisme menekankan pada penciptaan

pemahaman, yang menuntut kegiatan yang kreatif dan produktif dalam konteks

nyata. Dengan mengaitkan dengan dunia nyata, pembelajaran akan lebih bermakna

disebabkan para siswa akan dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang

sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya

lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Konstruktivime mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu

sendiri.

b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari

sendiri pertanyaanya.

47
Baharuddin dan Wahyuni Esa. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jogyakarta: Ar-RuzzMedia
Group,2007). hlm. 131
48
Martinis Yamin. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. (Jakarta: GP Press, 2008). hlm.1
61

c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep

secara lengkap.

d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

e. Lebih menekankan pada proses belajar bagai mana belajar itu.

Dalam paradigma ini, belajar lebih menekankan proses daripada hasil.

Implikasinya, 'berpikir yang baik' lebih penting daripada 'menjawab yang benar'.

Seseorang yang bisa berpikir dengan baik, dalam arti cara berpikirnya dapat

digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapat menemukan

pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain. Sementara itu, seorang pelajar

yang sekadar menemukan jawaban benar belum tentu sanggup memecahkan

persoalan yang baru karena bisa jadi ia tidak mengerti bagaimana menemukan

jawaban itu. Bila proses berpikirnya berdasarkan pengandaian yang salah atau tidak

dapat diterima pada saat itu, maka ia masih dapat memperkembangkannya.49

6. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Setiap model pembelajarn memilii ciri khas yang membedakannya dengan

model pembelajaran lainnya. Secara umum, Ciri yang dapat ditemukan dalam

model pembelajaran konstruktivisme adalah siswa tidak didoktrinasi dengan

pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan siswa sendiri menemukan dan

mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan

pelajari sendiri. Secara rinci ciri-ciri model pembelajaran konstruktivisme

diuraikan oleh Driver dan Oldham dalam Matthews:50

1) Orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam

mempelajari suatu konsep.

49
Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.65
50
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.69-70
62

2) Elicitation, siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang

diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar, atau poster.

3) Restrukturasi ide, dalam hal ini ada tiga hal: klarifikasi ide yang dikontraskan

dengan ide-ide orang lain atau teman melalui diskusi atau pengumpulan ide,

membangun ide yang baru, dan mengevaluasi ide baru dengan eksperimen.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi, ide atau pengetahuan yang telah dibentuk

oleh siswa perlu diaplikasikan pada situasi yang dihadapi.

5) Review; bagaimana ide itu berubah, dalam mengaplikasikan pengetahuannya

seseorang perlu merevisi gagasannya baik dengan menambahkan suatu

keterangan ataupun dengan mengubahnya menjadi lengkap.

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh

teori konstruktivisme51, yaitu:

1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar

2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa

3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai

4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada

hasil

5. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan

6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar

7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa

8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa

9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif

10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses

pembelajaran, seperti prediksi, kreasi, dan analisis

51
Dalyono, Psokologi pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 34.
63

11. Menekankan bagaimana siswa belajar

12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan

siswa lain dan guru

13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif

14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata

15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar

16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar

17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan

pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata

7. Langkah-langkah pembelajaran konstruktivistik

Untuk mengaplikasikan pendekatan konstruktivisme dalam kelas, guru

diharapkan mampu memahami langkah-langkah pembelajaran yang teratur dan

terurut. Alters (dalam Purnamawati, 2010:17) memberikan ilustrasi tentang langkah-

langkah pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme tersebut sebagai

berikut :

1.Menarik perhatian

2.Prediksi pribadi

3.Prediksi kelompok

4.Percobaan

5.Diskusi kelompok

6.Laporan kelompok

7.Penjelasan

8.Aplikasi
64

,Tahap-tahapan model pembelajaran konstruktivisme menurut Agus

Suyatna (2007:33-34)52 adalah:

1. Fase eksplorasi:

a. Memperlihatkan/membandingkan konsep-konsep pokok.

b. Mangajukan pertanyaan tentang konsep-konsep pokok.

c. Mengeksplorasi dan menampung semua jawaban siswa di papan tulis.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki jawaban

yang tidak sesuai.

2. Fase klarifikasi:

a. Menjelaskan secara terbuka tentang pokok-pokok materi.

b. Memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk bertanya.

c. Menumbuhkan partisipasi aktif dalam merumuskan pengetahuan siswa.

d. Memberikan masalah kepada siswa untuk dipecahkan.

e. Menumbuhkan keceriaan dan antusias siswa dalam berdiskusi secara

berkelompok untuk memecahkan masalah.

f. Memberkan penghargaan terhadap aktivitas dan kreaktivitas siswa dalam

diskusi kelompok.

g. Memberi kesempatan kepada siswa mencari tambahan rujukan.

3. Fase aplikasi:

a. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusi.

b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan rekomendasi.

c. Memberi tugas kepada siswa untuk membuat tulisan tentang materi yang

dibahas.
52
http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/332-penerapan-model-pembelajaran-konstruktivisme-dalam-men
ingkatkan-aktivitas-dan-hasil-pembelajaran-ips/diunduh pada tanggal 20 Nopember 2016 pukul 15.00
WIB-
65

Sedangkan tahapan-tahapan (fase) model pembelajaran konstruktivistik

menurut Suyatna (2007,p.p. 33-34) terdiri dari fase eksplorasi, fase klarifikasi dan

fase aplikasi. Pada fase eksplorasi guru memperhatikan/membanding-kan,

mengajukan pertanyaan tentang konsep-konsep pokok, kepada siswa untuk

menjawab dan memperbaiki jawaban yang tidak sesuai; pada fase klarifikasi guru

menjelaskan secara terbuka tentang pokok-pokok materi, memberi kesempatan

kepada siswa dalam kelompok untuk bertanya, menumbuhkan partisipasi aktif

dalam merumuskan pengetahuan siswa, memberikan masalah untuk dipecahkan,

menumbuhkan keceriaan dan antusias dalam berdiskusi untuk memecahkan

masalah, memberikan penghargaan terhadap aktivitas dan kreativitas dalam

diskusi kelompok, dan memberi kesempatan mencari tambahan rujukan; dan pada

fase aplikasi guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil

diskusi, merumuskan rekomendasi dan memberi tugas untuk membuat tulisan

tentang materi yang dibahas.53

Langkah pembelajaran konstruktivisme terbagi menjadi empat tahapan,yaitu

apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep serta pengembangan

danaplikasi. Pada tahap apersepsi, guru menarik perhatian siswa dengan

mengajukan pertanyaan dan siswa diajak untuk membuat prediksi pribadi. Tahapan

eksplorasi,siswa sudah mempunyai prediksi secara kelompok kemudian

mendiskusikannya. Tahapan diskusi dan penjelasan konsep, siswa memberikan

hasil diskusi dan solusi berdasarkan hasil observasinya. Pada tahapan inilah siswa

dapat dikatakan sudah mengkonstruksi pemikirannya. Dan pada tahapan

53
Yusri, Samsuri, Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Konstruktivistik Berbantuan Media
Pembelajaran,Jurnal Harmoni Sosial, Volume 1 Nomor 2, 2014, hlm.234
66

pengembangan dan aplikasi, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran agar

siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya.54

Adapun langkah-langkah model pembelajaran konstruktivisme antara

lain56:

NO Fase Kegiatan/tingkah laku

I Fase Eksplorasi : o Guru memancing pengetahuan awal siswa

Dalam fase ini seorang guru melalui cerita yang diberikan

memancing pengetahuan awal o Guru melakukan Tanya jawab dengan siswa

siswa mengenai materi yang mengenai zakat, infak dan shodaqoh

akan dipelajari pada saat itu

II Fase Klarifikasi :  Guru membagi siswa menjadi beberapa

Pada fase ini informasi berupa kelompok

pengetahuan awal siswa  Guru membimbing masing-masing

diperdalam agar bisa kelompok dalam melakukan kegiatan

menambah pengetahuan siswa praktis mengenai zakat, infak dan shodaqoh

mengenai materi yang  Masing-masing kelompok membacakan

dipelajari hasil diskusinnya

 Guru dan siswa menyimpulkan hasil

diskusinya yang telah dipelajari

 Guru memberikan penghargaan kelompok

III Fase Aplikasi : Guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran

Pada fase ini guru Melaksanakan kegiatan tindak lanjut

mengevaluasi kegiatan

54
Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 2, April 2013, ISSN: 2302-5158, hlm.53
56
Aprilawati, Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas IV SD 005 Kecamatan Teluk Belengkong, 2012. Hlm. 5
67

pembelajaran yang telah

dipelajari agar bisa mengetahui

apakah perencanaan sesuai

dengan pelaksanaan.

8. Kompetensi yang Dikembangkan dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran konsruktivisme,

bahwa di samping kompetensi disiplin ilmu (discipline-based competencies),

pembelajaran konstruktivis juga mengembangkan kompetensi interpersonal

(interpersonal competencies) dan kompetensi intrapersonal (intrapersonal

competencies) dalam diri pebelajar.kompetensi disiplin ilmu (discipline-based

competencies), pembelajaran konstruktivis juga mengembangkan kompetensi

interpersonal (interpersonal competencies) dan kompetensi intrapersonal

(intrapersonal competencies) dalam diri pebelajar.57

a. Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan peman konsep, prinsip, teori dan

hukum dalam disiplin ilmu masing-masing.

b. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan berkomuniksi, berkolaborasi,

berperilaku sopan dan baik, menangani konflik, bekerja sama, membantu orang

lain, dan menjalin hubungan dengan orang lain.

c. Kompetensi intrapersonal mencakup apresiasi terhadap keanekaragaman,

melakukan refleksi diri, disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan diri hidup

sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi intrinsik.

57
http://.duniapembelajaran.com/2014/10/kompetensi-yang-dikembangkan-dalam-pembelajaran/diunduh
pada tanggal 20 Nopember 2016 pukul 16.00 WIB
68

Gambar 2.1

Gambar Kompetensi Pembelajaran Konstruktivistik

Keempat lingkaran di atas saling bersinggungan bagian tepinya sehingga

manakalapembelajaran menggelinding ketiga lingkaran lainnya akan ikut

menggelinding, seperti disajikan dalam diagram di atas.Lingkaran pembelajaran

yang terintegrasi dengan tiga kompetensi itu seiring dengan dimensi-dimensi

konstruktivisme. Pada saat mengkonstruksi pengetahuan dalam konteks

sosiokultural kompetensi interpersonal pebelajar akan berkembang secara alami.

Pada saat mengkonstruksi pengetahuan secara aktif (sebagai aktor) kompetensi

intrapersonal pebelajar akan terfasilitasi secara optimal.

Dengan demikian, pendekatan kontruktivistik yang dijewantahkan melalui

aplikasi model pembelajaran aktif dengan mengambil bentuk penerapan dengan

model kooperatif, problems solving, inquiry, dan seterusnya dapat mendukung

upaya membangun karakter siswa dengan mengembangkan sikap-sikap toleransi,

intelektualis, rasional yang selanjutnya akan membentuk perilaku terbuka dan

bertanggung jawab.
69

9. Evaluasi Pembelajaran Konstruktivisme

Idealnya sebagai seorang pendidik dalam prose pembelajarn adalah

mengetahui tujuan pembelajaran (apa yang diterapkan dari pengetahuan atau

ketrampilan peserta didik setelah pembelajaran), terkait pengetahuan ataupun

ketrampilan yang dimiliki setelah mengikuti pembelajaran, dan mengetahui derajat

atau tingkat penguasaan kompetensi yang dicapai peserta didik. Upaya yang

dilakukan pendidik untuk mencapai tingkat ideal tersebut adalah dengan proses

penilaian yang dilakukan secara baik dan benar. Artinya bahwa guru secara tepat

melakukan proses penilaian untuk mengetahui hasil atau dampak suatu proses

pembelajaran.

Dalam proses pembelajarn konstruktivisme, penilaian yang diorentasikan

pada penilaian autentik untuk mengukut itga aspek kompetensi yang dimiliki oleh

peserta didik. Penilaian dilakukan untuk mengukur kompetensi afektif,

psikomotorik, maupun kognitif yang dimiliki peserta didik. Evaluasi terhadap

pembelajaran konstruktivisme meliputi evalausi formatif dan sumatif. Evaluasi

formatif menekankan pada proses, dan tujuannya lebih kepada perbaikan mutu

pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif menekankan pada hasil.

Untuk evaluasi formatif asesmen perlu dilakukan terhadap kegiatan-

kegiatan berikut ini:

a. Diskusi kelas

Beberapa bentuk belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme

antara lain : Diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik

mengungkapkan gagasan, pengujian dan hasil penelitan sederhana,


70

demontrasi dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan prkatis lain yang

memberi peluang peserta didik untuk mempertajama gagasannya.58

b. Kegiatan kelompok kecil di kelas atau di lapangan tugas terstruktur, pekerjaan

rumah

c. Kegiatan mandiri (proyek)

d. Praktikum evaluasi sumatif mengukur pencapaian pebelajar setelah

menyelasaikan suatu mata pelajaran

Aspek untuk evaluasi formatif mencakup pengetahuan, keterampilan, dan

sikap. Pengukurannya bisa dilakukan dengan tes tertulis maupun tes perbuatan.

10. Proses Konstruktivisame

Menurut konstruktivisme, pengetahuan bukan hal yang statis dan

deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Misalnya, pengetahuan mengenai

kucing, tidak sekali jadi, tetapi merupakan suatu proses. Pada pertama kali melihat

kucing kita memperoleh pengetahuan dengan melihat dan menjamah. Pada

kesempatan lain, kita bertemu dengan kucing lain. Interaksi dengan macam-macam

kucing akan menjadikan pengetahuan kita tentang kucing menjadi lebih lengkap dan

rinci. Hal ini terjadi secara terus menerus. Menurut kaum konstruktivis, belajar

merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisik,

dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan

pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai

58
Budiansyah dasim, Model pembelajaran berbasis Potofolio ekonomi, (Bandung: PT.Ganesindo, 2003),
hlm.73
71

seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain

bercirikan sebagai berikut59 :

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang

dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh

pengertian yang telah dimiliki.

2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan

dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan

rekonstruksi.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses

pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.

Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu

sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam

kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi

ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu

belajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

59
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.61
72

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu

konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan

bahan yang dipelajari.

Konstruktivisme pada dasarnya mengharapkan pebelajar mengonstruksi

dan mengembangkan pengetahuannya dengan menggali dari berbagai pengalaman

dan informasi yang didapat. Ilustrasi pembelajarannya seperi berikut : Guru

memfasilitasi peserta didik belajar berkelompok untuk mempelajari suatu materi.

Mareka menggali setiap informasi dari berbagai sumber belajar. Peserta didik

belajar membuka wawasan dan mengembangkan gagasan-gagasan untuk

menyimpulkan pengetahuan yang baru.

Proses konstruksi pengetahuan dapat diilustrasikan dengan gambar 2.2 dibawah

ini :

Gambar 2.2 Proses konstruksi pengetahuan60

Informasi awal Pengetahuan


pebelajar dasar pebelajar

Pengalaman
pebelajar Contoh aktual
dan faktual

60
Saefudn Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.14
73

Dikonstruksi

Pengetahun Baru

11. Praktek pembelajaran Konstruktivistik

Praktik pembelajaran konstruktivistik ini menekankan pada kemampuan

pebelajar untuk memecahkan masalah hidup yang nyata (real-life) dan masalah-

masalah praktis. Selain itu, praktik pembelajaran konstruktivistik juga menekankan

kepada pentingnya interaksi dalam proses belajar. Dewey dan Vygotsky dalam

Vrasidas menjelaskan bahwa interaksi adalah salah satu komponen yang paling

pentingd ari banyak pengalaman belajar, baik dalam bentuk verbal maupun non-

verbal, sadar maupun tidak sadar.61

Dalam perspektif konstruktivistik, pembelajaran bukanlah transmisi

pengetahuan, tetapi membantu pebelajar secara aktif membangun pengetahuan

melalui penugasan (assigning) kepada mereka yang dapat meningkatkan proses

tersebut. dicon

Ilustrasi pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme dicontohkan

seperi berikut : Guru mengfasilitasi peserta didik belajar kelompok dan berdiskusi

untuk memepelajari suatu materi. Mereka menggali setiap informasi dari berbagai

wacana atau sumber belajar. Pesera didik belajar membuka wawasan dan

mengembangkan gagasan-gagasan untuk menyimpulkan pengetahuan yang baru.62

61
Mukhid Abdul, Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Agama Islam ,Tadrîs Volume 6
Nomor 2 Desember 2011, hlm. 316
62
Saefudin Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.14
74

12. Hubungan Konstruktivisme - saintifik

Pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 merupakan

terjemahan lain dari model pembelajaran konstruktivisme. Seperti yang telah

diketahui sebelumnya bahwa pendekatan saintifik atau ilmiah mengasumsikan suatu

konstruksi pengetahuan baru bagi siswa melalui proses mengamati, menanya,

menalar dan mencoba. Hal tersebut merupakan ciri-ciri dari pendekatan

konstruktivisme yang juga memberikan ruang bebas terhadap siswa untuk

mengkonstruk pengetahuannya secara mandiri. Pergeseran posisi guru dalam

kurikulum 2013 yang hanya sebatas menjadi fasilitator dan pengarah bagi siswa juga

menjadi argumentasi lain dari terakomodasinya model pendekatan konstruktivisme.

Pendekatan yang digunakan dalam kurikulum 2013 yaitu pendekatan

saintiik yang melatih daya nalar anak didik. Pendekatan ini juga ditujukan untuk

membangkitkan kreativitas yang berujung pada inovasi. Di dalam pembelajaran

berbasis pendekatan saintifik, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif

mengembangkan potensi dirinya menjadi kompeten. Dalam proses pembelajarannya,

peserta didik diarahkan untuk mengkstruksi/membangun sendiri pengetahuaanya.

Guru diharapkan mampu membelajarkan dan membiasakan peserta didik untuk

menemukan kebenaran ilmiah dengan pendekatan saintifik melalui kreasi dan

inovasi mengembangkan tekhnik pembelajaran dengan tetap memperhatikan potensi

peserta didiknya secara afektif, kognitif dan psikomotorik.63

Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara

akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu,

pembelajaran saintifik menekankan pada ketrampilan proses. Peserta didik diarahkan

untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep dan nilai-nilai baru

63
Saefudin Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.4
75

yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada

pengembangan ketrampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan

dan menegmabangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan

(Semiawan : 1992).64

Pendekatan saintifik dan pendekatan konstruktivisme mempunyai relevensi

jika dilihat dari proses belajar mengajar. Keduanya mempunyai tujuan sama yaitu

mendorong siswa agar aktif dan mandiri dalam belajar dengan melibatkan mereka

secara langsung. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran

akan membentuk pemahaman siswa lebih baik.

Beberapa penelitian tentang pembelajaran konstruktivisme juga

menunjukan hasil-hasil yang positif seperti yang dilakukan oleh Zuarainu Mat Jasin

dan Abdul Sukor Shari bahwa antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan

konstruktivis dengan pendekatan konvensional menunjukan perbedaan yang

signifikan. Kelas eksperimen yang dilakukan treatmen dengan pendekatan

konstruktivisme lebih tinggi dari kelas dengan pendekatan konvensional.65

Penelitian tersebut semakin mengafirmasi pendekatan konstruktivisme yang

memang teruji untuk diterapkan dalam sebuah pembelajaran.

Pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan berfikir

secara kreatif dan kritis Hal tersebut dikarenakan pembelajaran konstruktivisme

dapat menggerakkan siswa untuk berpikir kreatif menyelesaikan masalahnya,

mencari ide dan membuat keputusan yang paling tepat dalam menghadapi berbagai

kemungkinan.66Siswa dapat dikatakan kritis dan kreatif apabila ia mampu mencari

makna dan pemahaman terhadap sesuatu hal serta membuat pertimbangan dan
64
Saefudin Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.432
65
Zurainu Mat Jasin dan Abdul Sukor Shaari, The Impact Of Needham Five Phase Constructivisme Model
Towards Teaching Literature Component of Malay Language, Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu, Vol. 2,
Bil. 1 (Mei 2012): 79-92.
66
Jurnal teori Pembelajaran konstruktivisme dalam Reka bentuk pembinaan PPBK, hlm.9
76

keputusan terhadap suatu masalah secara ilmiah. Dan upaya untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, salah satunya adalah menyiapkan

strategi pembelajaran di kelas dengan berbasis konstruktivisme.67

Model kontruktivistik dengan saintifik karena Penerapan model

pembelajaran (saintifik) untuk SD/MI pada dasarnya merupakan salah satu bentuk

praktik pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik. Model

konstruktivistik- saintifik :

a. Menekankan pada Proses belajar bukan pada hasil,

b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif pada belajar siswa,

c. Mendorong siswa aktif dalam penyelidikan sehingga dapat mendorong rasa ingin

tahu siswa,

d. Mendorong terjadinya pembelajaran secara kooperatif.68

Model Konstruktivistik-saintifik diterapkan dalam PAI, karena :

1. Materi pembelajaran berbasis fakta

2. Mendorong dan menginspirasi berpikir kritis

3. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan

mengembangkan pola berpikir

5. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.

6. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik

sistem penyajiannya69

67
N.Setyaningsih,Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Mahassiswa dalam Pemeecahan
Masalah Pengantar Dasar Matematika Melalui Pendekatan pembelajaran Berbasis Konstruktivisme,
Varia Pendidikan, Vol.21 No.1 (Surakarta: Juni 2009), hlm.12
68
Diora,Dkk, Teori Belajar Kognitif Dan Konstruktivisme,Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya, 2013, hlm. 23
69
Reni Sintawati,Implementasi pendekatan saintifik model Discovery Learning dalam pembelajaran
pendidikan agama islam,2015. hlm. 12
77

B. Saintifik

1. Pengertian saintifik

Pendekatan saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi,

menginspirasi, menguatkan dan melatih pemikiran tentang bagaimana metode

pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Kemendikbud (2013)

memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach)

dalam pembelajaran di dalamnya mencakup

komponen:mengamati,menanya,mencoba, menggali informasi,

eksperimen,menalar, mengasosiasikan,

mengolahinformasi,menyajikan/mengomunikasikan.70Pendekatan scientific

dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,

mencoba,menalar, membentuk jejaringuntuk semua mata pelajaran.

Langkah-Langkah Pembelajaran denganPendekatan Saintifik:71

Gambar 2.3

70
Saefudn Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.42
71
Dewi Vestari, Konsep Pendekatan Saintifik, Program Pendampingan Kurikulum 2013 Pada Madrasah Di
Jawa Barat Tahun 2015
78

Pendekatan Saintifik dalam Proses Pembelajaran

Esensi Pendekatan Saintifik merupakan proses pembelajaran dapat

dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai

titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi

kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive

reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning).

(Alferd De Vito, 1989) Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran

yang mengadopsi langkah-langkassaintis dalam membangun pengetahuan

melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang

memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangnya

“sense of inquiry” dan kemampuan berpikirkreatif siswa.72Proses pembelajaran

menggunakan pendekatan saintifik hal ini dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi

menggunakan pendekatan ilmiah. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang

diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik untuk mencari

tahu dari berbagai sumber observasi,bukan diberi tahu. Pendekatan saintifik

dapat membentuk peserta didik agar mempunyai domain sikap, ketrampilan dan

pengetahuan yang seimbang dan utuhsesuai tuntutan pendidikan abad21.73

Kelebihan Pendekatan Scientific74:


1. Membuat guru memiliki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan
pendekatan scientific secara benar.

72
Saefudn Asis & Berdiati Ika, Pembelajarn efektif, (Bandung: Rosda karya, 2014), hlm.44
73
Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta:PSDMPK-PMP,2014),
hlm.29
74
http://suryatanjung.web.unej.ac.id/?p=1
79

2. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat


dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.

2. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik75

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang

terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin

diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis),

mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik,

mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan

serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat

dilanjutkan dengan kegiatan mencipta.

Prinsip-prinsip kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

kurikulum 2013, yakni :

1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;

2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;

3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;

4. Pembelajaran berbasis kompetensi;

5. Pembelajaran terpadu;

75
Salam Edukasi, Pengertian/Definisi Pendekatan Saintifik, Prinsip Pembelajaran Dan Langkah-Langkah
Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Dalam
Http://Www.Salamedukasi.Com/2014/06/Pengertiandefinisi-Pendekatan-Saintifik.Html/Didownload
Tanggal 21 April 2016, 20.00 WIB
80

6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki

kebenaran multi dimensi;

7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;

8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-

skills dan soft-skills;

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan

(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso),

dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran

(tut wuri handayani);

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;

12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pembelajaran;

13. Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta

didik; dan Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Berikut contoh kegiatan belajar dan deskripsi langkah-langkah

pendekatan saintifik pada pembelajaran kurikulum 2013 adalah:

1. Mengamati: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan

alat) untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui - Mengamati

dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan

sebagainya) dengan atau tanpa alat.

2. Menanya: mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari

apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan

tentang apa yang diamati - Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya


81

jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi

tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

3. Mencoba/mengumpulkan data (informasi):melakukan eksperimen,

membaca sumber lain dan buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas,

wawancara dengan narasumber - Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi,

mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen,

membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara

sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/

menambahi/mengembangkan.

4. Mengasosiasikan/mengolah informasi: Siswa mengolah informasi yang

sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan

kegiatan mengumpulkan informasi - mengolah informasi yang sudah

dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori,

mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait

dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

5. Mengkomunikasikan: Siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya -

menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun

laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan

kesimpulan secara lisan.

6. (Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: Siswa menginovasi, mencipta,

mendisain model, rancangan, produk (karya) berdasarkan pengetahuan

yang dipelajari.
82

C. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

a. Pembelajaran

Belajar memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Dengan belajar manusia bisa menguasai skill (kemahiran/ketrampilan), maupun

pengetahuan. Dalam dunia pendidkan ada istilah belajar, mengajar, dan

pembelajaran. Terkait dengan definisi kata belajar, Belajar dapat dimaknai

sebagai suatu proses yang menunjukan adanya perubahan yang sifatnya positif

sehingga pada tahap akhirnya akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan

pengetahuan baru yang didapat dari akumulasi pengalaman dan pembelajaran.

Bagi kaum konstruktivis76, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan

dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses konstruksi itu

dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses yang aktif.

Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai,

kemampuan kognitif dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar.

Menurut Yusuf Hadi Minarso77 pembelajaran adalah suatu usaha yang

disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi

perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha tersebut dapat

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan

atau kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar

yang diperlukan. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran adalah usaha yang

dilakukan oleh pendidik atau orang dewasa lainnya untuk membuat pebelajar

dapat belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal.

76
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.64
77
Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajarn Konstruktivistik, (Jakarta : Refeensi, 2012), hlm.66
83

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sebagai suatu sistem atau

proses membelajarkan subjek didik/pembelajaran yang direncanakan atau

didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek

didik/pembelajaran dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif

dan efesien.78

Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran

dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen

yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi

dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian

kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remidial dan

pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka

pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalamrangka

membuat siswa belajar.

Uraian diatas, tampaklah bahwa pembelajaran bukan menitik berat pada

apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana membuat pebelajar

mengalami proses belajar, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk mencapai

tujuan yang berkaitan dengan cara pengorganisasian materi, cara penyampaian

pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran. Tujuan pembelajaran pun

sebaiknya berorientasi pada pengembangan kehidupan intelektual peserta didik

supaya kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir logis,

objektif, kritis, sistematis analistis, sintetis, integratif dan inovatif.

b. Pendidikan Agama Islam

Dalam bahasa arab pengertian kata pendidikan sering digunakan pada

beberapa istilah , antara lain at-ta’lim, at tarbiyah, dan at ta’dib. Namun

78
Hamzah B Uno&Mohamad Nurdi, Belajar Dengan Pendekatan Kontekstual, (Jakarta : PT.Bumi Aksara,
2012), hlm.3
84

demikian , ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam merujuk pada

pengertian pendidikan.

1. kata at ta’lim yaitu kata pengajaran yang bersifat pemberian atau

penyampaian pengertian , pengetahuan , dan ketrampilan.

2. Kata at tarbiyah yaitu kata yang mempunyai arti mengasuh, mendidik, atau

memelihara

3. Kata at ta’dib yaitu kata yang dapat diartikan kepada proses mendidikk

yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi

pekerti peserta didik.

Zakiah Darajat mendefinisikan Pendidkan Agama Islam sebagai suatu

usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh yang kemudian dapat

mengamalkannya dan menjadikan agama Islam sebagai pandagan hidup.79

Zuhairini dalam Andi Prastowo (2015: 39) Pendidikan Agama Islam

adalah usaha berupa bimbingan ke arah pertumbuhan kepribadian siswa secara

sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam,

sehingga terjalin kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari pengertian itu,

makna pendidikan Islam mengandung beberapa unsur sebagai berikut: pertama,

usaha sadar; kedua, dilaklukan melalui pembimbingan dan pengarahan; ketiga,

dilaksanakan secara sistematis; keempat, ajaran Islam sebagai acuannya; dan

kelima, membentuk manusia muslim seutuhnya.80

Ahmad tafsir menjelaskan, bahwa Pendidikan Agama Islam

merupakan usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya

setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung didalam
79
Zakiah darajat, ilmu pendidkan Islam, ( jakarta : Bumu aksara, 2006), hlm.86
80
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Di Sekolah/Madrasah Teori,
Aplikasi, Dan Riset Terkait (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), Hlm. 39
85

Islam secara keseluruhan , menghayati makna , maksud dan tujuannya dan pada

akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran Agama Islam yang

dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya , sehingga dapat mendatangkan

keselamatan dunia akherat.81

Dari beberapa pendapat para ahli tentang Pendidikan Agama Islam

diatas, maka dapat disimpulkan , bahwa Pendidkan Agama Islam adalah usaha

sadar, sistematis dan pragmatis , berupa bimbingan, latihan, dan asuhan yang

diarahkan pada pembentukan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran

Islam untuk mencapai kebahagaian dunia dan akherat.

Jadi dapat diambil suatu pengertian pembelajaran Pendidikan Agama

Islam adalah suatu proses yang dilakukan individu dimana terdapat unsur

manusiawi, material, fasilatas, prosedur dan perlengkapan saling mempengaruhi

untuk mencapai tujuan pembelajaran serta memperoleh perubahan tingkah laku

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya agar tercipta suasana dan kondisi belajar yang kondusif bagi

siswa, sehingga bergairah dan aktif belajar dalam rangka memperoleh hasil

yang maksimal yang diarahkan ada pembentukan kepribadian anak didik yang

sesai dengan ajaran Islam.

Relevansi teori konstruktivisme dan teori pendidikan Islam adalah

sejauhmana kesesuaian antara teori konstruktivisme dengan teori pendidikan

Islam tentang proses pembelajaran (belajar mengajar). Proses pembelajaran

mencakup dua kegiatan yaitu proses belajar dan mengajar (teaching and

learning process). Dalam pandangan konstruktivisme, konsep belajar lebih

difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam

81
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspekti Hukum Islam ( Bandung : Rosda karya,2000), hlm.32
86

daripada sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan. Menurutnya belajar

merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi pengertian dan pemahaman.

Belajar bukan suatu perwujudan hubungan stimulus-respon. Belajar

memerlukan pengaturan diri dan pembentukan struktur konseptual melalui

refleksi dan abstraksi.

Dari uraian tersebut diatas, secara tegas terlihat bahwa kehadiran

pendidikan Agama Islam untuk membimbing dan mengarahan siswa agar dapat

terbentuk menjadi seorang muslim yang dapat berkembang segala potensi yang

dimilikinya sehingga menjadi abdullah sekaligus khalifatullah fi al-ardh.

2. Pendekatan kostruktivistik-saintifik dalam pembelajaran PAI

Pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku,

atau dalam kapasiatas berperilaku dengan cara tertentu, yan dihasilkan dari praktek

atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya.82 Hamzah (2007), mendefinisikan

pembelajaran sebagai suatu proses interaksi antara siswa dengan guru/instruktur

dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapain tujuan

belajar tertentu.83

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkahlaku sebagai

akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar

merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk

bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan

respon. Seorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan

tingkah lakunya.84 Sedangkan konstruktivisme, belajar merupakan adaptasi

kemanusiaan berdasarkan pengalaman kongkrit di lapangan, di laboratorium,


82
Dale H.Schunk, Teori-teor pembelajaran:Perspektif Pendidikan , (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hlm.5
83
Hamzah B Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta :Bumi Aksara, 2007), hlm.24
84
Asri Budiningsih,Belajar dan pembelajaran,(Jakarta : PT.Rineka Cipta),hlm.20
87

berdikusi dengan teman dan dikembangkan menjadi pengetahuan dan konsep, serta

ide baru. Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran

akan memberikan sumbangan besar dalam membentuk manusia yang kratif,

produktik, dan mandiri.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan dapat

menstimulus anak untuk selalu berkreatif adalah dengan menyesuaikan metode,

strategi dan pendekatan pembelajarannya. Salah satu pendekatan yang digunakan

guru adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme pada dasarnya

menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat

keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Esensi dari pendekatan

konstruktisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan

suatu informasi menajdi milik mereka sendiri. Dengan menerapkan pendekatan

konstruktivisme dalam pembelajaran siswa dapat membangun sendiri

pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang didapatnya secara berkesinambungan

sehingga siswa dapat lebih memahami dan menguasai konsep.

Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses

pembelajaran yang melibatkan sendiri siswa untuk aktif secara mental membangun

pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya.

Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran PAI merupakan cara berpikir,

sikap dan perilaku siswa dalam proses belajar mengajar dengan menekankan peran

aktif siswa untuk membangun pengetahuannya melalui pemahaman terhadap realitas

kehidupan sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya. Dalam hal ini siswa

dituntut juga untuk mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa.

Urgensi Model Konstrutivistik dalam dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam, karena model pembelajaran kostruktivistik ini menuntut keterlibatan


88

siswa secara aktif dalam proses belajar.Salah satu hal yang diharapkandari

pendekatan konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan agama Islam

yaitu menciptakan suasana hidup melalui interaksi guru dengan siswa dan siswa

dengan siswa secara langsung tanpa adanya sekat. Paradigma yang mencakup hal

tersebut merupakan paradigma yang mengarahkan belajar mandiri bagi siswa, yang

mampu menyediakan guru dan siswa untuk membentuk persoalan kegiatan belajar

mengajar yang aktif, interaktif, mandiri, kreatif, dan inovatif.

Paradigma konstruktivisme ini sangat membantu seorang guru dalam

membentuk siswa untuk belajar aktif. Hal yang sangat diharapkan dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu menciptakan suasana belajar aktif.

Mengingat bahwa materi pelajaran PAI merupakan materi yang bersifat abstrak dan

berhubungan dengan ibadah serta muamalat ini menuntut guru supaya mampu

membentuk pemahaman siswa dalam belajar pendidikan agama Islam. Dengan

demikian konstruktivisme mengantarkan siswa dalam membangun pemahamannya

tentang konsep zakat, infak dan sedekah melalui serangkaian aktivitas antara lain,

kegiatan pemikian, mental dan performa siswa.

Bila aplikasi teori konstruktivistik diterapkan dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam khususnya bidang fiqih, maka peserta didik akan

membentuk :

1. Peserta didik akan membangun atau mengkonstruksi pengetahuan tentang fiqih

materi zakat, infak dan sedekah berdasarkan pengalaman, pengetahuan awal dan

interaksi. Hal ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut : mengamati

keingintahuan, siswa menjawab pertanyaan, mencatatan hal-hal yang dianggap

perkiraan, dan mengenali situasi yang diharapkan.


89

2. Siswa secara aktif melalui pembelajaran dengan menggali informasi baru.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini siswa menggunakan metode diskusi.

3. Tahap diskusi yang dilakukan siswa. Baik secara individu maupun kelompok.

Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada tahap ini yaitu penjelasan dan solusi.

4. Pada saat ini siswa merumuskan hasil eksplorasi dan diskusinya.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini : Membuat keputusan, berbagi

informasi dan ide, menjawab pertanyaan, dan mengembangkan hasil dan ide-ide

selama diskusi.

5. Pembelajaran fiqih materi zakat, infak dan sedekah menjadi lebih bermakna

karena peserta didik sudah mengerti sehingga tumbuh respon positif karena

stimulus yang diberikan pengaruhnya besar.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan paradigma konstruktivistme

akan memberikan peluang besar bagi siswa untuk mengarahkan sendiri pikirannya

dalam menghadapi permasalahan. Hal ini menjadikan siswa lebih yakin dengan

kemampuan diri sendiri. Sehingga mereka yakin dan percaya diri ketika menemui

dan memecahkan masaah dalam kondisi baru.

Pentahapan yang lengkap dalam implementasi pembelajaran

konstruktivisme dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: 1) Tahap

pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep

yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan pertanyaan-pertanyaan

problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan

mengkaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya siswa diberi

kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya

tentang konsep tersebut. 2) Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki

dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan


90

mengintepretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara

keseluruhan tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena

dalam lingkungannya. 3) Tahap ketiga, siswa memikirkan penjelasan dan solusi

yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru.

Selanjutnya siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang

dipelajari. 4) Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik

melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan

dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.

D. Pemahaman Siswa

1. Pengertian pemahaman

Defini tentang pemahaman telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut

Nana Sudjana, pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta didik dapat

menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang telah dibaca atau

didengarnya, memberikan contoh lain dari apa yang telah dicontohkan guru dan

menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.85 Menurut Benjamin S. Bloom

(Sudaryono, 2012: 44) mengatakan bahwa pemahaman (Comprehensen) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami setelah seuatu itu diketahui

atau diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat

melihatnya dari berbagai segi. Jadi, da[at disimpulkan bahwa peserta didik

dikatakam memahami sesuatu apabila ia dapat memberi penjelasan atau memberi

uraian yang lebih rinci tentang hal yang dia pelajari dengan menggunakan bahasanya

sendiri.

85
Nana Sudjana, Penelitian hasil proses belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995),
hlm.25
91

Pemahaman dalam pembelajaran adalah tingkat kemampuan yang

mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta

yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hapal secara verbalitas, tetapi

memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya

dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur,

menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh,

memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.

Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang disampaikan

guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya penyusunan item tes

pemahaman. Adanya sebagaian item pemahaman dapat diberikan dalam bentuk

gambar, denah, diagram, dan grafik, sedangkan bentuk dalam tes objektif biasanya

digunakan tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah. Hal ini dapat dijumpai dalam tes

formatif, subformatif, dan sumatif.

Jadi dari pengertian tentang pemahaman siswa diatas dapat disimpulkan

bahwa setiap siswa mengerti serta mampu untuk menjelaskan kembali dengan kata-

katanya sendiri materi pelajaran yang telah disampaikan guru, bahkan mampu

menerapkan kedalam konsep-konsep lain dalam standarisasi master learning. Disini

ada pengertian tentang Master Learning yang diantaranya: Master Learning yaitu

penguasaan secara keseluruhan.

Pemahaman adalah hasil belajar, misalnya anak didik dapat menjelaskan

dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya,

memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan guru atau menggunakan petunjuk

penerapan pada kasus lain.

Analisis data hasil belajar antara lain :

a.Hasil Belajar Kognitif


92

Dari hasil belajar dianalisis dengan cara sebagai berikut :

1) Lembar tes

a. Mengoreksi hasil lembar jawaban siswa dengan menggunakan kunci

jawaban yang telah disediakan

b. Memberi skor dari setiap jawaban siswa yang benar berdasarkan bobot

nilai yang telah ditetapkan.

c. Memberikan nilai dengan satuan 0-100

Penilaian kognitif proses dilakukan dengan menggunakan instrument

penilaian kognitif proses siswa. Instrumen penilaian kogitif proses

memiliki Rincian Tugas Kinerja (RTK) yang harus dipenuhi siswa.

Setiap RTK memiliki sekala penilaian dengan rentang nilai 0 sampai

dengan 3. Nilai total untuk kognitif proses diperoleh dengan rumus

sebagai berikut:

Nilai Total X 100 %


N= Skor
Maksimum

Nilai rata-rata hasil kognitif siswa diperoleh dengan rumus:

N= nilai hasil belajar kognitif setiap siswa X 100 %


Jumlah siswa

Persentase ketuntasan siswa di kelas, diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut:

Prosentasi Ketuntasan = Jumlah siswa yag tuntas X 100 %


Jumlah siswa

b. Analisis Belajar Afektif


93

Lembar penilaian afektif terdiri dari lima Aspek yaitu ( 1 )

Menerima, ( 2 ) menanggapi, ( 3 ) menilai, ( 4 ) Mengelola, dan ( 5 )

Menghayati

Data afektif siswa diambil pada setiap pertemuan dengan menggunakan

lembar observasi hasil belajar afektif. Siswa diamati hasil belajar afektifnya

dengan memberikan tanda √ pada lembar observasi sesuai dengan indikator

penilaian afektif yang telah ditentukan. Untuk menentukan nilai pada setiap

indikator digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah pernyataan Ya
N= Total penilaian indikator aktivitas X 100 %
siswa

Total penilaian indikator aktivitas guru Jumlah pernyataan Ya N Poin

penilaian untuk setiap indikator afektif siswa adalah sebagai berikut:

0% < x ≤ 25% = 1

25% < x ≤ 50% = 2

50% < x ≤ 75% = 3

75% < x ≤ 100% = 4

Setelah poin untuk semua indikator ditentukan, penentuan nilai total

untuk semua indikator afektif siswa dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Total
N= Skor X 100 %
Maksimum

Setelah mendapatkan nilai akhir afektif siswa, afektif siswa

diklasifikasikan sebagai berikut:

(a) nilai 81 − 100 = Sangat baik;

(b) (b) nilai 61 − 80 = Baik;

(c) (c) nilai 41 − 60 = Sedang;


94

(d) (d) nilai 21 − 40 = Kurang;

(e) dan (e) nilai 0 − 20 = Sangat kurang

C. Analisis Belajar Psikomotorik

Jumlah aspek penilaian motorik ada 4 aspek yang mencakup

menirukan, memanipulasi, pengalamiahan dan artikulasi. Untuk

menghitung nilai hasil belajar afektif menggunakan rumus sebagai

berikut :

Penilaian psikomotor siswa, dilakukan dengan lembar penilaian

psikomotor siswa dan diamati dengan memberikan tanda √ pada kolom

penilaian dengan rentang nilai 0 sampai 3. Setelah poin untuk semua

indikator ditentukan, penentuan nilai total untuk semua indikator afektif

siswa dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Total
N= Skor X 100 %
Maksimum

Nilai rata-rata psikomotor siswa diperoleh dengan

rumus: N = nilai hasil belajar psikomotor X 100 %

setiap siswa
Jumlah siswa
Persentase ketuntasan siswa di kelas, diperoleh dengan perhitungan

Prosentasi Ketuntasan = Jumlah siswa yag tuntas X 100 %


Jumlah siswa

Keterangan :

A = 81-100 Sangat Baik

B = 61-80 Baik≤

C = 41-60 Cukup
95

D = ≤-60 Kurang86

E. Pengertian zakat, infak dan sedekah87

1. Pengertian Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur

pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu)

atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk

dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci

berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial

kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan

perkembangan umat manusia dimana pun.

Zakat merupakan syariat Islam yang sangat urgen. Karenanya, zakat

ditetapkan menjadi salah satu pilar dalam lima rukun Islam. Dalam pada itu, zakat

juga merupakan ibadah yang memiliki dimensi sosial, Zakat juga bemaksud

menumbuhkan kepedulian dan tolong menolong antar sesama. Dengan zakat

diharapkan kesejahteraan umat akan tercapai. Zakat sebagai ibadah praktis yang

langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, demikian

halnya keadilan sosial secara praktis obyek utamanya meningkatkan kesejahteraan

dan status golongan dhu’afa dalam masyarakat. Keadilan sosial menuntuk agar

setiap individu dalam suatu komunitas dapat hidup secara terhormat tanpa ada

tekanan dan halangan, mampu memanfaatkan potensi dan kekayaannya sesuai

dengan apa yang berfaedah bagi diri dan masyarakatnya sehingg

86
Kemendikbud, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013,
(Jakarta:PSDMPK-PMP,2014),hlm. 27
87
Ahmad Zain, Pengertian Zakat, Infak Dan Sedekah, Dalam Http://Www.Ahmadzain.Com /Read
/Karya-Tulis/384/Pengertian-Zakat-Infak-Dan-Sedekah/Didownload Tanggal 21April 2016 , 20.20 WIB
96

Kata zakat dalam bahasa Arab punya beragama makna, antara lain tumbuh,

barakah, kebaikan yang banyak, mensucikan dan memuji88. Sementara menurut

syariat, zakat diartikan sebagai nama harta tertentu yang diambil dari harta tertentu

(sumber zakat) dengan cara tertentu (dengan berbagai syarat) dan dialokasikan

kepada pihak-pihak tertentu (mustahiqqin). Zakat sendiri dipilih sebagai nama harta

tersebut, mengingat beragam fungsinya, yaitu barakah menuanaikannya dan do’a

para mustahiqqin menjadikan harta yang dimilki seseorang semakin berkembang,

meringankan pemiliknya dari dosa karena enggan mengeluarkan zakat, dan menjadi

saksi keimanannya.

Adapun zakat secara istilah adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya

diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat

tertentu juga.

Hukum wajib zakat berdasarkan beberapa ayat Al-qur’an, antara lain

adalah:

匰䙬鿠䙬 Z:¸匰䙬 折 h 䙬 匰䙬䗝匰 s :ąh 䙬 匰䙬䘈퀀䙬忰 퀀 p


鿠 匰䙬鿠 Z,䙬 p 匰 䙬 Z p匰 䙬

“Dirikan sholat, tnaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku”
(QS.Al-Baqarah: 43)

਀ h 匰䙬 Z: h 䙬 匰䙬 :ąh 䙬 匰䙬 퀀 p 䙬 i
챀¸豀 䗝匰 s p 匰䙬 ka k 䙬 T:匰䙬 匰䙬 T p 匰䙬䖞 鿠匰 s iç
䙬䘈 䙬:a 䙬 :✁䙬∀
✁䙬䘋 耀 챀 p 䙬 ਀퀀 T 䖢 j 䙬Š 팰
p 䙬਀ș, b 䙬 棘䖞䙬䖢

88
A.Muntaha AM, Fiqh Zakat, ( Kediri : Pustaka Gerbang lama, 2012), hlm.3
97

“Sungguh orang orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan shalat

dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi tuhanya . tidak ada rasa

takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (Qs. Al-Baqarah; 277)

Secara substansial zakat termasuk kategori kewajiban yang mempunyai dua

dimensi (murakkab), yaitu dimensi Ta’abbudi (penghambaaan diri kepada Allah swt)

dan dimensi sosial. Dimensi sosial zakat terlihat pada obyek utamanya, yaitu

pemenuhan kebutuhan hidup mustahiqqin (orang yang berhak menerima zakat) yang

mayoritas masyarakat ekonomi kelas bawah, dan peningkatan taraf hidup mereka,

terentas dari kemiskinan, dan hidup layak.

Dalam fiqh, zakat dibagi menjadi dua macam89, yaitu zakat mal (harta) dan

zakat nafs (fitrah). Secara umum aset zakat mal meliputi hewan ternak, emas dan

perak, bahan makanan pokok, buah-buahan, dan mal tijarah (aset bisnis). Selain itu,

menurut ulama kontemporer aset zakat juga mencakup uang, hasil profesi, atau

hadiah yang diterima oleh seseorang.

Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

1. Zakat fitrah Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada

bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan

pokok yang ada di daerah bersangkutan

2. Zakat maal (harta) Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil

perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak,harta temuan, emas

dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri

Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat90, tertera dalam Surah At-

taubah ayat 60 yakni:

89
A.Muntaha AM, Fiqh Zakat, ( Kediri : Pustaka Gerbang lama, 2012), hlm.23
90
Fakhrudin Al-Muhsin, Ensiklopedia Mini Zakat, (BOgor: CV Darul Ilmi, 2012. Hlm.69
98

1. Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan pokok hidup.

2. Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan dasar untuk hidup.

3. Amil - Orang-orang yang mengurusi pengumpulan zakat, penghitungan,

penyimpanan, dan pembagian zakat.

4. Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan barunya atau kaum kafir yang merupakan

pendukung kaum Muslim.

5. Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya

6. Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup

untuk memenuhinya,yang telah jatuh tempo dan mereka tidak bisa melunasinya.

7. Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)

8. Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Hikmah dari zakat antara lain91:

1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang

miskin

2. Terbentuknya solidaritas, kerjasama, saling membantu, dan saling melengkapi

3. Mewujudkan keamanan dan ketentraman, karena terbentuk kasih sayang dan

kelemahlembutan

4. Alat pembersih harta

5. Membersihkan jiwa dari kebakhilan dan mensucikannya dari sifat-sifat tercela.

2. Pengertian Infak

91
Fakhrudin Al-Muhsin, Ensiklopedia Mini Zakat, (Bogor: CV Darul Ilmi), 2012. Hlm.16-17
99

Infak dari akar kata : Nafaqa (Nun, Fa’, dan Qaf), yang mempunyai arti

keluar. Dari akar kata inilah muncul istilah Nifaq-Munafiq, yang mempunyai arti

orang yang keluar dari ajaran Islam.

Kata (infaq), yang huruf akhirnya mestinya “Qaf”, oleh orang Indonesia

dirubah menjadi huruf “ Kaf ”, sehingga menjadi (infak).

Infaq berasal dari kata anfaqa yang artinya mengeluarkan sesuatu (harta)

untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminology syari’at, infaq berarti

mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu

kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nasabnya, infaq tidak

mengenal nisab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang

penghasilan tinggi atau rendah, apakah ia dalam kondisi lapang atau sempit (QS. Al-

Imran : 134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq

boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim,

dan sebagainya.

Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali ia

memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendaki. Allah memberi kebebasan kepada

pemiliknya untuk menenuntukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya

diserahkan.

Dalil tentang infaq: Qs. Al-Baqarah Ayat 261

‴䙬 x 折i 퀀 䙬D 䙬 䙬 D ਀h ✁䙬 ã 䙬 à 䙬 D Q:鿠
x i „G:i Q 䘈 Z 퀀䙬 鿠 䖞çç
䙬 ça x

퀀䙬 : sa‹ ç i 䘈䙬 h N G ‹a Tihx 䙬 b
T 䖢折䙬 x a 䙬鿠 ąç :a 䙬 p „G:i 䙬b
䙬 鿠
10

 Artinya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkanoleh) orang-orang yang
menafkahkanhartanya di jalan Allah adalahserupadengansebutirbenih yang
menumbuhkantujuhbulir, padatiap-tiapbulirseratusbiji.Allah melipatgandakan
(pahala) bagisiapa yang diakehendaki.dan Allah Mahaluas (karunia-Nya)
lagiMahaMengetahui. (QS. Al-Baqarah :/ 2 :261)

Maka, Infaq juga bisa diartikan mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu

kepentingan yang baik, maupun kepentingan yang buruk. Ini sesuai dengan firman

Allah yang menyebutkan bahwa orang-orang kafirpun meng "infak" kan harta

mereka untuk menghalangi jalan Allah :

m a ਀ 䙬 ã 䙬 䙬䙬 䙬 D 퀀 匰p ਀ h 鿠 퀀 ✁䙬 ã 䙬 à 䖞 ç 匰 p¸ à › iç
à䖞 n è : 䙬 x 虀棘 ą 䙬:a 䙬 :✁䙬∀
ai

✁p :䖞 ਀ 匰‹p¸ à › iç:䙬 a 䙬 p ✁䙬 i 퀀 T 䖢 ✁ 䙬 u 䗝
?耀 豀㜳 TJş : m ”匰 N
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi

(orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan

bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang

kafir itu dikumpulkan” (Qs. Al Anfal : 36)

Sedangkan Infak secara istilah adalah : Mengeluarkan sebagian harta untuk

sesuatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala, seperti :

menginfakkan harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Infak sering digunakan oleh Al Qur'an dan Hadits untuk beberapa hal,

diantaranya :

Pertama : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan, yaitu zakat.

Infak dalam pengertian ini berarti zakat wajib.

Kedua : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan selain zakat,

seperti kewajiban seorang suami memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya.

Kata infak disini berubah menjadi nafkah atau nafaqah.


10

Ketiga : Untuk menunjukkan harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan,

tetapi tidak sampai derajat wajib, seperti memberi uang untuk fakir miskin,

menyumbang untuk pembangunan masjid atau menolong orang yang terkena

musibah. Mengeluarkan harta untuk keperluan-keperluan di atas disebut juga

dengan infak.

Biasanya infak ini berkaitan dengan pemberian yang bersifat materi.

3. Pengertian Sedekah.

Shodaqoh berasal dari kata Shadaqa (yang benar) ia adalah pembenaran

(pembuktian) dari syahadat (keimanan) kepada Allah Swt, dan Rasul-Nya, yang

diwujudkan dalam bentuk pengorbanan materi. Menurut istilah agama pengertian

shodaqoh sering disamakan dengan pengertian infaq, termasuk di dalamnya hukum

dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi,

sedangkan shodaqoh memiliki pengertian luas, menyangkut hal yang bersifat materi

dan non materi.

Sedangkan “Sedekah“ secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa)

yang terdiri dari tiga huruf : Shod- dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur.

Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.

Dalil tentang
shadaqah:
匰 䘈 h 䙬 v 䙬 䙬∀ 䖢 ã: 棘 ą 䗝
䙬忰䙬 b t :a 䙬 ˚a‹
棘ą 䖞퀀
Artinya : “….danbersedahkankepada kami , sesungguhnya Allah SWT
memberibalasan kepada orang-orang yang bersedekah”. (Q.S. Yusuf:88)
Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti

kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka Rasulullah menyebut sedekah

sebagai burhan (bukti), sebagaimana sabdanya :


10

ŀ࣏- 毸ִ~r 毸ִr: 毸ִr ›- ‫ﻪ‬烸ִ 毸 r- Ύ˴ ϗ ࣏


ִ R rִ 爀 ϗ 慘爀ִ爀 Ro ִo

Ϛ 爀 ϗo ′ִ ൭~o › ′ϗ 㜱吠 爀 ϗ ′ 吠 Ϛ 爀 ϗo › ′ִ ⸷吠 ϗ Ύ⸷˴ rִ㜱⸷爀 ϗ- : ŀ~o ‫ﻪ‬吠 ŀִ

Ύ൭ϋ 爀 ϗo › ˚࣎‫ﭨ‬ʁ⻀⁀ ࣎‫ﭨ‬띈⻀࣐⁀o › ִa έ ϋ 爀 ϗo ›䔒 r ϗo ÷ϗoִ 䔒爀 ϗ 吠 R ִ爀- ′ 吠 oo- ′毸 吠

ŀ 䔒爀 αϗor ִ㜱 ϭRִ爀 oo ִ㜱 ϭ ॏ ‫ﻪ‬䔒䖄 a 䘣ִ൭ॏ oϚ 䖄⸷ ִ烸爀 ϗ 折 m. 慘吠 ŀִ oo 慘爀 ˚折ִ ′䙠 Ύϭ 爀 ϗo › ˚ကִ吠毸

Dari Abu Malik Al harits Bin Ashim Al as'ariy ra.. ia berkata: Rasulullah

saw bersabda: "Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat

memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua yang

ada diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti iman,

sabar adalah pelita dan AlQuran untuk berhujjah terhadap yang kamu sukai

ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual

dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang

membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).

Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib di

jalan Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non materi, atau ibadah-

ibadah fisik non materi, seperti menolong orang lain dengan tenaga dan pikirannya,

mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir, bahkan melakukan hubungan suami istri,

disebut juga sedekah. Ini sesuai dengan hadits :

′ִŀϋ⸷ › rִk ִR rִeϚ 爀 ϗ 折ִo eִa › 毸ִ~r ִ⸷: ϗִ爀ִr ִ~ִa ′o ‫ﻪ‬烸ִ 毸 r ra Ro ִ

ϟ爀 折 k Ϛr ˴吠爀 oo: 毸ִr › 㜱爀 ϗִ 爀 o 毸ִ 䖄 R ′ִrϚϋ ⸷o › Vִϋa ִ m ′ִ 爀 ִϋ⸷o › ŀϋa ִ m

折 ŀ 吠 ŀ 㜱吠 折 mo › 折 rϚ࣏ έϚ 吠 吠 折 mo › 折 rϚ࣏ έΎ 吠 ൭ϟ 吠 折 mo › 折 rϚ࣏ 折 吠 ൭ 䔒吠 折 ϟR ′o: ‫ﻪ‬R

′ִrϚϋ 吠 ִ爀

ִ⸷: ϗִ爀ִr ˚折 rϚ࣏ mϚ o  R ॏo › ˚折 rϚ࣏ Ύϟ 烸 爀 ϗ ִ 㜱 ao › ˚折 rϚ࣏ ‴oΎ 爀ִR ˚Ύ 爀 oo › 折 rϚ࣏

‫ﻪ‬吠 ŀִ ′ִmo VϗΎ ॏ ִ㜱 毸 o ִ爀 ⸷oro: 毸ִr ? ˚Ύko ִ㜱吠ॏ ‫ﻪ‬爀 ′ִϟ⸷o ‫ﻪ‬吠ִ㜱˴ ִaϚ o 吠♀⸷o › 毸ִ~r

ŀ 䔒爀 αϗor ˚Ύko ‫ﻪ‬爀 ′ִm 毸 爀 ϗ ॏ ִ㜱 毸 o ϗao 慘爀ೀϟॏ ? ˚rִo


10

Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu : Sesungguhnya sebagian dari para

sahabat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah,

orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat

sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan

mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah

Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-

tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil

adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah

kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu

(dengan istrinya) adalah shadaqah“. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah,

apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat

pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau

jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula

jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR.

Muslim)

Zakat Infak dan sedekah merupakan ibadah yang mempunyai dimensi

transcendental dan horizontal. Zakat Infak dan sedekah memberikan banyak arti

dalam kehidupan umat Islam maupun umat manusia secara keseluruhan. Zakat Infak

dan sedekah memiliki banyak hikmah, baik yang terkait dengan peningkatan

keimanan terhadap Allah SWT maupun peningkatan kualitas hubungan antar sesama

manusia.

Anda mungkin juga menyukai