Anda di halaman 1dari 7

Nama : YUSRIL IHZA

NIM/Kelas : J91218120 / G4.4


Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan

CONSTRUCTIVIST LEARNING THEORY

A. Pandangan Constructivist Learning Theory Mengenai Siswa


Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan untuk pembelajaran yang
menekankan individu belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan dan pemahaman dengan sendirinya (Santrock, 2008). Konstruktivisme
memandang belajar lebih dari sekedar menerima dan memproses informasi yang
disampaikan oleh guru, tetapi mengkonstruksi pengetahuan yang bersifat aktif dan personal
(Supardan, 2016).
Konstruktivisme mengasumsikan bahwa peserta didik harus membangun
pengetahuan mereka secara individu dan kolektif. Setai individu harus memiliki
keterampilannya sendiri dan membangun pengetahuannya agar dapat memecahkan masalah
yang telah disajikan oleh lingkungan (Jones & Brader-Araje, 2002). Teori belajar
konstruktivisme memandang bahwa siswa membangun penegtahuan mereka dari
pengalaman individu atau interpersonal serta dari alas an mengenai pengalaman itu
(Windschitl & Andre, 1998).
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah dalam pembelajaran, guru harus
menghilangkan bentuk penekanan. Sehingga siswa harus secara aktif mengembangkan
pengetahuan. Siswa juga harus bertanggung jawab atas hasil dari pembelajaran mereka.
Bentuk kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantunya beriri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran konstruktivis adalah memprioritaskan pembelajaran yang nyata dalam konteks
yang relevan, memberikan prioritas, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman
sosisal, dan pembelajaran dilakukan untuk membangun sebuah pengalaman (Suhendi &
Puwarno, 2018).

B. Teori Constructivist Learning Theory


Teori belajar konstruktivisme merupakan suatu teori yang memberikan kebebasan
terhadap individu yang ingin belajar dengan kemampuan menemukan kebutuhan yang di
inginkan dengan bantuan orang lain. Teori belajar konstruktivisme memberikan keaktifan
terhadap individu untuk belajar menemukan kompetensi, pengetahuan, dan teknologi secara
sendiri yang diperlukan untuk mengembangkan dirinya sendiri (Rangkuti, 2014). Dalam
pandangan konstruktivisme, siswa berperan sebagai pembentuk dan pentransformasi
pengetahuan. Yang dimaksdu dengan pembentukan pengetahuan dalam pandangan
konstruktivisme meliputi tiga hal, yaitu:
1. Exogenous Constructivism, yaitu sesuatu dimulai dengan adanya realitas eksternal yang
direkonstruksikan menjadi pengetahuan.
2. Endogenous Constructivism, disebut sebagai konstruktivisme kognitif yang
memfokuskan pada proses internal individu dalam membentuk suatu pengetahuan.
3. Dialectical Constructivism, disebut sebagai konstruktivisme sosial yang memiliki
pandangan bahwa sumber konstruksi pengetahuan merupakan bagian dari interaksi
soisla yang meliputi berbagi informasi, melakukan pembandingan, dan melakukan debat
antara peserta didik dan guru.
Terdapat beberapa tokoh mengemukakan beberapa konsep. Piaget mengemukakan
konsep skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Sedangkan Vygotsky
mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Berikut ini
penjelasan konsep tersebut:
a. Skema
Skema merupakan rangkaian proses dalam sistem kesadaran manusia yang tidak
memiliki bentuk fisik sehingga tidak dapat dilihat yang terbentuk dari mental dan
konstruksi hipotesis seperti kreativitas, kemampuan, dan naluri
b. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses kognitif yang mengklasifikasikan dan
mengintegrasikan persepsi, konsep, serta pengalaman baru kedalam skema yang telah
ada sehingga menyebabkan skema berkembang dengan mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
c. Akomodasi
Akomodasi merupakan proses pembentukan skema baru atau memodifikasikan
skema untuk dicocokkan dengan rangsangan yang baru. Akomodasi terjadi ketika
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang
telah ada
d. Equilibration
Equilibration adalah proses pengaturan keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Proses ini dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
skema Equilibration ini sebagai penyeimbang antara proses asimilasi dan akomodasi
(Haryanto, 2008).
e. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan proses pembelajaran yang
terjadi ketika anak bekerja menangani tugas yang belum dipelajari namun sudah masuk
kedalam jangkauan mereka dengan sendirinya (Blake & Pope, 2008).
f. Scaffolding
Scaffolding adalah sebuah teori dimana anak diberikan sejumlah bantuan besar
selama tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan ini dengan memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil ahli tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia mampu mengerjakan sendiri.

C. Persamaan dan Perbedaan Constructivist Learning Theory dengan Social


Constructivist Learning Theory
a. Persamaan Constructivist Learning Theory dengan Social Constructivist Learning
Theory
Menurut Piaget, dalam taraf perkembangan koginitif yang lebih rendah, yaitu
sensori-motorik dan pra operasional, pengaruh lingkungan lebih dipahami oleh anak
sama dengan objek yang diamati oleh anak. Konstruktivisme Vygotsky juga
menekankan praktek kultural dan sosial dalam lingkungan belajar (Rangkuti, 2014)
b. Perbedaan Constructivist Learning Theory dengan Social Constructivist Learning
Theory
Menurut Piaget, pengetahuan yang ada di dalam pikiran anak dibangun melalui
asimilasi dan akomodasi, dimana asimilasi merupakan penyerapan informasi baru dalam
pikiran, sedangkan akomodasi merupakan penyusunan kembali struktur pikiran karena
adanya informasi bau yang diterima. Piaget juga mengemukakan bahwa pengetahuan
diperoleh melalui tindakan. Sedangkan menurut Vygotsky, pembelajaran anak
dilakukan dalam interaksi lingkungan sosial maupun fisik, sehingga discovery
pembelajaran lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Rangkuti,
2014).

D. Ide utama Constructivist Learning Theory


Sebagian besar, para konstruktivis memiliki dua ide utama yang sama pada
umumnya, yaitu pembelajaran aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, yang
berarti anak harus aktif dalam membentuk penegtahuannya sendiri pada saat pembelajaran
dan interaksi sosial merupakan aspek penting bagi pengkonstruksian pengetahuan, yang
berarti pembentukan pengetahuan anak dimulai dari pemahaman atau hubungan interaksi
dengan lingkungan sosial (Bruning et al., 2004).

E. Implikasi Constructivist Learning Theory


Dalam asumsi konstruktivisme, peran guru adalah menyediakan pengaturan,
menimbulkan tantangan, menawarkan dukungan, dan mendorong siswanya. Olsen (1999)
berpendapat bahwa perspektif umum konstruktivisme adalah konstruksi pengetahuan siswa
yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perubahan. Karena
konstruksi adalah proses pembelajaran, sehingga guru memiliki peran besar seperti (Gunduz
& Hursen, 2014).
1. Mempengaruhi, atau menciptakan kondisi yang memotivasi bagi siswa
2. Bertanggung jawab untuk menciptakan situasi masalah.
3. Mendorong akuisisi dan pengambilan pengetahuan sebelumnya.
4. Menciptakan proses belajar bukan produk belajar
Duit dan Glynn (1996) mengemukakan bahwa model instruksi konstruktivis
menuntut guru perlu adanya dorongan kepada siswa untuk berpikir secara metakognitif
dengan mengaktifkan model mental siswa yang ada. Hal tersebut dapat dicapai dengan
mendukung proses membangun model mental, membantu siswa untuk mengubah model
konseptual menjadi model fisik dan untuk berpikir keras. Guru juga perlu mendorong siswa
untuk mewakili masalah dalam berbagai cara dan meminta siswa mengambil peran guru,
membaca, menulis, diskusi, dan debat. Siswa juga perlu memulai pelajaran dengan konsep
dan masalah sederhana untuk menumbuhkan motivasi dan mempertanyakan kepada siswa
mengenai siapa, apa, kapan dan di mana, serta mendorong siswa untuk mengajukan masalah
mereka sendiri (Gatt & Vella, 2003).
Dalam pendidikan anak, teori belajar konstruktivisme mengimplikasikan sebagai
berikut (Poedjiadi, 1999):
1. Menghasilkan anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi.
2. Perancangan kurikulum hingga muncul situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat di konstruksikan oleh anak. Seperti latihan memecahkan masalah
melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Diharapkan anak selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan
dirinya.
Dalam konstruktivisme, guru dibutuhkan sebagai fasilitator agar bertindak dalam
membantu siswa menjadi peserta aktif dalam pembelajaran dan membuat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan baru, serta proses yang terlibat
dalam pembelajaran. Brooks dan Brooks (1993) menganggap guru konstruktivis sebagai
seseorang yang mau (BADA & Olusegun, 2015):
1. Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan berbagai macam bahan, data mentah, sumber primer, bahan interaktif,
dan mendorong siswanya untuk menggunakan.
3. Menanyakan pemahaman tentang konsep siswa sebelum membagikan pemahamannya
sendiri tentang konsep tersebut.
4. Mendorong siswa untuk terlibat dalam dialog guru dan dengan yang lain.
5. Mendorong siswa dalam mengajukan pertanyaan yang logis dan terbuka.
6. Melibatkan siswa dalam pengalaman yang menunjukkan pemahaman awal sehingga
mendorong siswa untuk berdiskusi.
7. Menyediakan waktu bagi siswa untuk membangun metafora.
8. Menilai pemhaman siswa melalui aplikasi kinerja tugas terstuktur terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

BADA, Dr., & Olusegun, S. (2015). Constructivism Learning Theory: A Paradigm for Teaching
and Learning. 5. https://doi.org/10.9790/7388-05616670

Blake, B., & Pope, T. (2008). Developmental Psychology: Incorporating Piaget’s and
Vygotsky’s Theories in Classrooms. 1.

Bruning, R. H., Schraw, G. J., Norby, M. M., & Ronning, R. R. (2004). Cognitive psychology
and instruction. Prentice Hall.

Gatt, S., & Vella, Y. (2003). Constructivism: An Effective Theory of Learning.

Gunduz, N., & Hursen, C. (2014). Constructivism in Teaching and Learning; Content Analysis
Evaluation.

Haryanto. (2008). Teori yang Melandasi Pembelajaran Konstruktivistik. , 1. Dosen Program


Studi Teknologi Pendidikan FIP UNY.

Jones, M. G., & Brader-Araje, L. (2002). The Impact of Constructivism on Education:


Language, Discourse, and Meaning. 5.

Poedjiadi. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Yayasan Cenderawasih.

Rangkuti, A. N. (2014). KONSTRUKTIVISME DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA. 02.

Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan (Kedua). PRENADA MEDIA GROUP.

Suhendi, A., & Puwarno. (2018). Constructivist Learning Theory: The Contributionto Foreign
Language Learning and Teaching.

Supardan, H. D. (2016). TEORI DAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM


PEMBELAJARAN. 4.

Windschitl, M., & Andre, T. (1998). Using Computer Simulations to Enhance Conceptual
Change: The Roles of Constructivist Instruction & Student Epistemological Beliefs. 35.

Anda mungkin juga menyukai