Anda di halaman 1dari 12

7 (Tujuh) Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam Pembelajaran

Desember 19, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang
tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru,
agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal
tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual.
Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan
membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia
(SDM).
Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar
pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa
guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan
yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang
moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang
seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai
moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab.
Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam.
Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam
memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru
secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama
membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling
membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak
didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang
tidak benar.
Untuk itulah makalah ini saya susun sebagai bahan kajian bagi guru atau pendidik agar dapat
berperilaku dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas mulia ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah:
1. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu?
2. Mengapa sikap dan perilaku guru bisa menyimpang?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan penyebab sikap dan perilaku guru bisa menyimpang.
2. Mendeskripsikan sikap dan perilaku guru yang profesional.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional


Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain
melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan
menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih
jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu
kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan,
bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru
yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahankesalahan yang seringkali tidak disadari oleh
guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran,
2. Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif,
3. Menggunakan Destruktif Discipline,
4. Mengabaikan Kebutuhan-Kebutuhan Khusus (Perbedaan Individu) Peserta Didik,
5. Merasa Diri Paling Pandai Di Kelasnya,
6. Tidak Adil (Diskriminatif), Serta
7. Memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus
memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan
Guru, yakni:
1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
3. Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan
timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu
timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap
stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan,
yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya
aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi
evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan
nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh
sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari,
diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat
menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan
budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan.
Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi
pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi
yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab
kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain- lain adalah karena sikap-sikap
seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie,
2005:62).
Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam
istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan
basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat
permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam
belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan
potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru,
antara lain:

1. kasih sayang,
2. penghargaan,
3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
4. kepercayaan,
5. kerjasama,
6. saling berbagi,
7. saling memotivasi,
8. saling mendengarkan,
9. saling berinteraksi secara positif,
10. saling menanamkan nilai-nilai moral,
11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
12. saling menularkan antusiasme,
13. saling menggali potensi diri,
14. saling mengajari dengan kerendahan hati,
15. saling menginsiprasi,
16. saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut
jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.

B. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang


Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil
yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek
didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak
boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi
itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa
factor antara lain :
1. Adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah,
miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan
kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
2. Kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik,
mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap
secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan
guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.

3. Kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah
tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan
dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang
didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti
yang harus diajarkan justru dilupakan.
4. Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang
diungkapkan Plato dalam Tipologo Plato, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran,
kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam
dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut
Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber
keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak
dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat
berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktorfaktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahankesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia
pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan
pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah
mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam
dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang
profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut,
yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan,
kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara
positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling
menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati,
saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.

Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa
faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua
faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.

B. Saran
Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya mulai memahami,
menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui
teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan.

7 (Tujuh) Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam


Pembelajaran

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas guru, antara lain melalui
pelatihan, seminar, dan lokakarya, bahkan melalui pendidikan formal dengan menyekolahkan
guru ketingkat yang lebih tinggi. Kendati pun dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan,
dan banyak penyimpangan, namun upaya tersebut paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi
yang menunjukkan sebagian besar guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang
pendidikan guru ini hendaknya berkolerasi positif dengan kualitas pendidikan, bersama dengan
faktor lain yang mempengaruhinya.
Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan
dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari
oleh para guru, bahkan masih banyak diantaraya yang menganggap hal biasa. Padahal sekecil
apapun kesalahan yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran akan berdampak
negative terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak
akan terlepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan tugas pokok mengajar. Namun bukan
berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak diacarikan cara pemecahannya.
Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan
yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.
Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat
tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;

1.

Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran

Tugas guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi
kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa diatara para guru
banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat
menunjukan alas an yang mendasari asumsi itu.
Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga banyak guru
yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan,
maupun evaluasi.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya
memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu komponennya terganggu,
maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat
dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, dan perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang
berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan
guru.

2.

Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negative

Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya
ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang
positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat perkembangan peserta didik.
Mereka senang jika m;endapat pujian dari guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan .
Namun sayang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang
mengajar, mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan maateri kepada peserta didik,
mereka juga menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. Tidak
sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa
memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.
Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas, tidak
memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut
sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa
untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah, burbuat gaduh, menganggu atau
melakukan tindakan tidak disiplin lainnya. Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya karena
mereka tidak mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk
mendapatkan perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu
cara menggangu teman, membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka
gunakan untuk mendapatkan perhatian.

Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu
segera memberi hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan perhatian. Kedengarannya hal
ini sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan member
hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.
Menghargai perilaku peserta didik yang postif sungguh memmberikan hasil nyata. Sangat efektif
jika pujian guru langsung diarahkan kepada perilaku khusus dari pada hanya diekspresikan
dengan pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata termakasih
kalian telah mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh daripada kalian sangat
baik hari ini
Disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan
mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan
berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan
pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut. Sekali lagi Jangan
menunggu peserta didik berperilaku negative.

3.

Menggunakan Destructive Disclipline

Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui
batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib,
melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan
masyarakat. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan mengahadapi situasi-situasi yang
menuntut guru harus melakukan tindakan disiplin.
Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat
melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta
didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak jarang guru memberikan
hukuman diluar batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman
kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik
diluar kelas (PR), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan
mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik.
Yang sering dialami peserta didik adalah guru sering memberikan tugas , tetapi tidak pernah
memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan
upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan
perkembangan peserta didik.
Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh guru menimbulkan
kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan peserta didik, tetapi

juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada kasus seorang peserta didik mau
membunuh gurunya dengan seutas tali raffia, hanya gara-gara gurunya memberikan coretancoretan merah pada hasil ulangannya.
Kesalahan-kesalaha seperti yang diuraikan diatas dapat mengakibatkan penegakan disiplin
menjadi kurang efektif, dan merusak kepribadian dan harga diri peserta didik. Agar guru tidak
melakukan kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu :

Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang

Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran

Hindari menghina dan mengejek peserta didik

Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat

Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.

4.

Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik

Kesalahan berikutnya yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan
perbedaan individu peserta didik. Kita semua mengetahui setiap peserta didik memiliki
perbedaan yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik
memiliki emosi yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang
tampak aneh. Pada umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani
dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah dihadapkan
pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan mana perilaku yang wajar
atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu penanganan khusus.
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan,
minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social
ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi,
dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik,
dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang
menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga
harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan
kembali.
Sehubungan dengan uraian diatas, aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara
lain: kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan
kesehatan, latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh
dan dipelajari dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai peserta didik lain (teman dekat),
observasi langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta
informasi dari peserta didik itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.

5.

Merasa Paling Pandai

Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai
dikelas. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik
disekolahnya relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik
tersebut lebih bodoh disbanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi
air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan , karena dalam kondisi seperti sekarang ini
peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru
belum menikmatinya.
Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang
dirumahnya memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, serta berlangganan Koran dan majalah
yang mungkin lebih dari satu edisi, sedangkan guru belum memilikinya. Denan demikian peserta
didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada guru. Jika ini terjadi maka guru harus
demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau
saling membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang
senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang
terjadi dimasyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.

6.

Diskriminatif

Pembelajaran ynag baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil
dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik
untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan
perkembangna peserta didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan ,
terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk mmebrikan penghargaan
kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam memeberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar
merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang
menyalahgunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang untuk
menyalurkan kasih saying diluar tanggung jawabnya sebagai seorang guru.
Lagu berikut ini mencerminkan guru yang menyalahgunakan penilaian, lagu ini popular pada
tahun 1970-an terutama di kalangan siswa perempuan. Berikut syair lagunya:
Ketika aku masih sekolah
Ku punya guru sangatlah muda
Orangnya baik padaku

Apa sebabnya aku tak tahu

Kawan-kawanku tahu semua


Aku bukanlah anak yang pandai
Tapi mereka heran padaku
Nilai raportku baik selalu

Akhirnya kawan-kawanku tahu


Pak guru itu cinta padaku
Jika dimati dengan teliti, syair-syair lagu tersebut menunjukkan ketidakadilan guru dalam
memberikan penilaian, betapa seorang guru telah menyalahgunakan penilaian, hanya karena
perasaan C.I.N.T.A nya kepada peserta didik tertentu. Hal ini dari dulu sampai sekarang masih
sering dilakukan oleh guru terutama guru muda.
Sebagai seorang guru, tentu saja harus mampu menghidarkan hal-hal yang dapat merugikan
perkembanan peserta didik. Tidak ada yang melarang seorang guru mencintai peserta
didiknya, tetapi bagaimana menempatkan cintanya secara proporsional, dan jangan
mencampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan professional. Usaha yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya adalah dengan cara menyimpan perasaan sampai peserta
didik yang dicintai menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja harus ikhlas dan jangan
takut diambil orang.

7.

Memaksa hak peserta didik

Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akubat
dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh
penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan
mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan
ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak
mampu.
Kondisi semacam ini sering kali membuat prustasi peserta didik, bahkan di Garut pernah pernah
ada peserta didik bunuh diri hanya karena dipaksa untuk membeli alat pelajaran tertentu oleh
gurunya. . Kerna peserta didik tersebut tidak memiliki uang atau tidak mampu dia nekat bunuh
diri. Ini contoh akibat fatal dari guru yang suka berbisnis disekolah dengan memaksa peserta
didiknya untuk membeli. Hindarilah, ingat sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di
akhirat. Di dunia gaji tidak seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi.
Niatkan menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang akan

dipanen hasilnya kelak diakhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati nurani. Jangan mengambik
keuntungan sesaat, tetapi menyesatkan. Sadarlah wahai guru, agar namamu selalu sejuk dalam
sanubariku. Demikianlah penjelasan E. Mulyasa mengenai 7 Kesalahan Yang Sering Dilakukan
Guru Dalam Pembelajaran..
Sedangkan menurut Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 ) menyebutkan ada 4 kekeliruan dalam proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru yaitu :
1. Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya
sudah dipahami oleh siswa atau belum.
2. Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa.
Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi
siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan
kemampuan berpikir.
3. Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan
penjelasannya.
4. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran
dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai tong kosong yang harus diisi dengan
sesuatu yang dianggapnya sangat penting.

Sumber :
Mulyasa, E. 2011.Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sanjaya, Wina. 2007.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
ProsesPendidikan.Jakarta: Kencana, Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai