Guru Dalam Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan
anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat
berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas
guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk
kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar
yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di
sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang
membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral,
budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya
mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah
dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini
mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah
waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara
perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa
kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling
membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak
didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak
benar.
Untuk itulah makalah ini saya susun sebagai bahan kajian bagi guru atau pendidik agar dapat
berperilaku dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas mulia ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah:
1. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu?
2. Mengapa sikap dan perilaku guru bisa menyimpang?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan penyebab sikap dan perilaku guru bisa menyimpang.
2. Mendeskripsikan sikap dan perilaku guru yang profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui
seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan
menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh
dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang
yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan
dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang
melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahankesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam
pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran,
2. Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif,
3. Menggunakan Destruktif Discipline,
1. Mengabaikan Kebutuhan-Kebutuhan Khusus (Perbedaan Individu) Peserta Didik,
2. Merasa Diri Paling Pandai Di Kelasnya,
3. Tidak Adil (Diskriminatif), Serta
4. Memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki
empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
1. Kompetensi Pedagogik Adalah Kemampuan Mengelola Pembelajaran Peserta Didik,
2. Kompetensi Kepribadian Adalah Kemampuan Kepribadian Yang Mantap, Berakhlak Mulia,
Arif, Dan Berwibawa Serta Menjadi Teladan Peserta Didik,
3. Kompetensi Profesional Adalah Kamampuan Penguasaan Materi Pelajaran Luas Mendalam,
4. Kompetensi Sosial Adalah Kemampuan Guru Untuk Berkomunikasi Dan Berinteraksi Secara
Efektif Dan Efisien Dengan Peserta Didik, Sesama Guru, Orang Tua/Wali Peserta Didik, Dan
Masyarakat Sekitar. Sikap Dikatakan Sebagai Suatu Respons Evaluatif. Respon Hanya Akan Timbul,
Apabila Individu Dihadapkan Pada Suatu Stimulus Yang Dikehendaki Adanya Reaksi Individual.
Respon Evaluatif Berarti Bahwa Bentuk Reaksi Yang Dinyatakan Sebagai Sikap Itu Timbul Didasari
Oleh Proses Evaluasi Dalam Diri Individu Yang Memberi Kesimpulan Terhadap Stimulus Dalam Bentuk
Nilai Baik Buruk, Positif Negati, Menyenangkan-Tidak Menyenangkan, Yang Kemudian Mengkristal
Sebagai Potensi Reaksi Terhadap Objek Sikap (Azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi
respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang
banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali
jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun
juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari,
diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat
menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi
pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru
sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti
dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat
antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab
kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain- lain adalah karena sikap-sikap
seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie,
2005:62).
Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi
pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama
dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan
semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas
pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta
didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
1. kasih sayang,
2. penghargaan,
3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
4. kepercayaan,
5. kerjasama,
6. saling berbagi,
7. saling memotivasi,
8. saling mendengarkan,
9. saling berinteraksi secara positif,
10. saling menanamkan nilai-nilai moral,
11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
12. saling menularkan antusiasme,
13. saling menggali potensi diri,
14. saling mengajari dengan kerendahan hati,
15. saling menginsiprasi,
16. saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut
jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
B. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal.
Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus
diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan
begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa
factor antara lain :
1. Adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah,
miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan
kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
2. Kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik,
mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara
fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan
terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
3. Kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah
tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan
berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa
kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan
justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan
Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan.
Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan
dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu
sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan
hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak
dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat
berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor
tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru
dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional.
Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih
berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia
yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah
mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam
dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang
profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut,
yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan,
kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara
positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling
menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati,
saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.
Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa
faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor
tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.
B. Saran
Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya mulai memahami,
menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui
teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan.