Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran ajakan peserta didik agar aktif dalam kegiatan
belajar-mengajar bukanlah merupakan masalah baru, namun merupakan masalah yang telah
diupayakan sejak lama. Menurut teori pengajaran, keikut sertaan secara aktif dari peserta
didik dalam kegiatan belajar-mengajar merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang
sesungguhnya bahkan merupakan factor penting dalam hakikat kegiatan belajar-mengajar.
Sebab, suatu pengajaran tidak akan berlangsung dengan berhasil tanpa keaktifan peserta
didik. Permasalahannya terletak pada kadar keaktifan belajar peserta didik. Kadar keaktifan
belajar peserta didik beragam dari yang tinggi, sedang atau rendah.
Setelah adanya berbagai upaya pendidikan, misalnya: upaya peningkatan mutu,
optimasi pencapaian hasil belajar, peningkatan/mempertinggi aktivitas belajar peserta didik
dan sebagainya, maka selanjutnya didalam proses belajar-mengajar dituntut untuk
menerapkan cara, teknik atau sebut saja “teknologi”, (tanpa mengabaikan pengertian
strategi) yang dapat memancing optimalisasi keaktifan peserta didik dalam belajar. Lahirlah
apa yang dinamakan Cara Belajar Siswa Aktf (CBSA),sebagai salah satu pendekatan strategi
pengajaran di dalam dunia pendidikan dan pengajaran Indonesia.
Untuk dapat membelajarkan siswa, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh
guru ialah dengan menerapkan pendekatan CBSA. Pendekatan ini merupakan
merupakan pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang
berlaku. CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa
terhadap bahan yang dipelajari. CBSA menuntut keterlibatan mental yang tinggi
sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek
kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajaran akan
memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar
dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak
untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.

1
Dalam makalah ini akan dibahas secara lebih mendalam mengenai penerapan
pendekatan CBSA beserta implementasinya di lapangan hingga kepada solusi-solusi
dari permasalah yang muncul.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan penulis
bahas dalam makalah ini. Masalah tersebut meliputi:
1.        Apakah pengertian pendekatan CBSA?
2.        Bagaimana rasionalisasi CBSA?
4.        Apa rambu-rambu penyelenggaraan CBSA?
5.        Bagaimana penerapan dan langkah-langkah pelaksanaan CBSA dalam
pembelajaran?
6. Bagaimana prinsip-prinsip CBSA?
7. Bagaimana Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif?

C. Tujuan
 Agar mengetahui pendekatan CBSA
 Mengetahui rasionalisasi CBSA
 Mengetahui rambu-rambu cbsa
 Mengetahui penerapan CBSA dalam pembelajaran
 Mengetahui prinsiip-prinsip CBSA
 Mengetahui Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan CBSA

Menurut Nana Sujana (1988), dikatakan bahwa CBSA adalah suatu proses belajar-
mengajar yang menggunakan berbagai metode yang subjek didiknya terlibat secara
intelektual dan emosional, sehingga subjek didik betul-betul berperan dan berpartisipasi
aktif dalam kegiatan belajar.

Menrut Misbah Partika (1987), dikatakan CBSA adalahproses belajar –mengajar


yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan kepada keaktifan yang bersifat
fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif dan psikomotor secara optimal.
Menurut A.Kosasih Djahiri (1980) dikatakan bahwa “CBSA” adalah suatu proses
interaksi aktif seluruh p[otensi manusiawi siswa (emosi, feeling, pikiran, nilai, moral) secara
fungsional dalam menginternalisasi dan mempersanalisasikan suatu tujuan pelajaran yang
diinginkan.
Bertitik tolak dari beberapa definisi tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) merupakan suatu pendekatan yang diterapkan
dalam proses belajar-mengajar dengan menekankan pada keterlibatan kemampuan peserta
didik, baik secara fisik, mental, intelektual maupun emosionalnya sehingga diperoleh hasil
belajar yang berupa keteerpaduan antar aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam
kesatuan pribadi peserta didik yang utuh seperti yang diinginkan dalam tujuan pendidikan
nasional.
Pada hakikatnya, kajian tentang CBSA ini dapat ditelusuri dari tiga segi, yaitu segi
konsep, segi subjek didik dan segi guru atau pengajar. Sebagai konsep, CBSA adalah suatu
proses kegiatan belajar-mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan
emosional serta fisiknya, sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam
melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian peserta didik, merupakan inti dalam kegiatan
belajar-mengajar. Sekaligus peserta didik sebagai subyek dan obyek kegiatan belajar-
mengajar.
Dilihat dari subyek didik, CBSA merupakan suatu proses. Dari segi guru dan pengajar,
CBSA merupakan pendekatan mengajar yang diterapkan guru untuk memancing keaktifan
dan peran peserta didik secara optimal sebagai subyek pendidikan.

3
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan CBSA merupakan
salah satu cara pendekatan belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi aktif
baik fisik, intelektual dan emosional peserta didik seoptimal mungkin dapat mengubah
prilakunya secara lebih efektif dan efisien.

B. RASIONALISASI CBSA DALAM PEMBELAJARAN


Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Peembelajaran
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan
terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan
belajar, apabila terjadi proses perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu
pengalaman.
Dari jabaran kegiatan pembelajaran tersebut, maka dapat diidentifikasikan dua aspek
penting yang ada dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Aspek pertama adalah aspek
hasil belajar yakni perubahan perilaku pada diri siswa. Aspek kedua adalah aspek proses
belajar yakni sejumlah pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa.
Bertolak dari pembahasan sebelumnya, dapat secara jelas kita lihat bahwa tujuan pokok
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di dekolah haruslah “membelajarkan siswa
bagaimana belajar”. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ini
mengandung makna harus tercapai, kalau kita ingin memenuhi tuntutan percepatan
perubahan yang berlangsung terus-menerus. Pada masa sekarang ini, bukanlah waktunya
lagi bagi guru untuk menjadi orang pertama-tama yang bertindak sebagai komunikator
“fakta-fakta, konsep dan prinsip-prinsip yang mantap”. Adanya berbagai penemuan
penelitian, menyebutkan “fakta, konsep, prinsip” seringkali berumur semakin “pendek”.
Oleh karena itum tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara
operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menjadi kebutuhannya. Penyelnggaraan
pembelajaran seperti diidealkan pada alinea sebelumnya, seringkali tidak terwujud dalam
realitasnya di sekolah. Kegiatan pengajaran seringkali didasarkan pada dua premis yang
terkadang tidak diungkapkan secara jelas.
Premis pertama mengungkapkan bahwa siswa belajar sesuatu bukan karena hal yang
dipelajari menarik atau menyenangkan baginya, tetapi siswa belajar hanya ingin

4
mnghindarkan diri dari ketidaksenangan bila ia tidak belajar. Berdasarkan premis ini,
timbul tindakan yang mengkondisikan adanya ancaman tidak naik kelas, nilai rendah,
hukuman, dan yang lain, agar siswa belaajr. Premis kedua mengungkapkan bahwa guru
merupakan ”Motor Penggerak” yang membuat siswa terus-menerus belajar, dari pihak
siswa tiada kegiatan belajar spontan. Siswa seringkali dipandang sebagai “gentong
kosong” yang harus diisi oleh duru dengan air pengetahuan.
Adanya dua premis seperti diungkapkan tersebut, mengakibatkan kegiatan pembelajaran
cenderung menjadi kegiatan “penjajahan” atau “penjinakan” daripada sebagai kegiatan
“pemanusiaan”. Terjadinya “penjajahan” atau “penjinakan”, karena siswa benar-benar
dijadikan objek kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian tentang kegiatan
pembelajaran yang ideal dan realitas penyelnggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah,
timbul pertanyaan “apakah yang bisa dilakukan untuk mengidealkan kegiatan
pembelajaran di sekolah?” Salah satu jawaban atas pertanyaan tersebut adalah penerapan
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP).

5
C. Kadar CBSA dalam Pembelajaran

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kita dapat menandai adanya rentangan


derajat/kadar ke-CBSA-an dari peristiwa pembelajaran. Rentangan (kontinum) ini terjadi
sebagai akibat dari adanya kecenderungan peristiwa pembelajaran, yakni pembelajaran
yang berorientasi pada guru dan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. CBSA akan
lebih tampak dan menunjukan kadar yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi
kepada siswa, dan akan terjadi sebaliknya bila arah pembelajaran cenderung berorientasi
kepada guru.

Mc Keachie mengemukakan 7 dimensi proses pembelajaran yang mengakibatkan


terjadinya kadar ke-CBSA-an.
(i) partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran,
(ii) tekanan pada aspek afektif dalam belajar,
(iii) partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi
antarsiswa,
(iv) kekohesifan (kekompakan) kelas sebagai kelompok,
(vi) kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk
mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah, dan
(vii) jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik
yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan sekolah/pembelajaran.
Yamamoto meninjau ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran dari segi kesadaran
siswa dan guru yang terlibat di dalamnya.
Lebih jauh Yamamoto mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi
apabila siswa yang belajar maupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan
kesengajaan terlibat dalam proses pembelajaran. Kesadaran dan kesengajaan melibatkan
diri dalam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru akan dapat memunculkan
berbagai interaksi pembelajaran.
Lindgren mengemukakan 4 kemungkinan interaksi pembelajaran, yakni:
(i) - Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa
penerima pesan.
(ii) - Interaksi dua arah antara guru-siswa, dimana guru memperoleh balikan dari siswa.

6
(iii) - Interaksi dua arah antara guru-siswa, dimana guru mendapat balikan dari siswa.
Selain itu, siswa saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lain.
(iv) - Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.
Raka Joni (1992 : 19-20) mengungkapkan bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan
baik mempunyai karakteristik berikut:
(1) Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan
lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih
diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
(2) Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-
satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar, yang memberikan
peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan/keterampilan melalui usaha
sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan
pengalaman untuk memhuat suatu karya.
(3) Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekadar mengajar standar akademis, selain
pencapaian standar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan
siswa secara utuh dan seimbang.
(4) Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan
memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.
(5) Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan
siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya keterampilan
berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan matematika, dan keterampilan proses dalam
IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dikatakan secara singkat bahwa kadar
CBSA bergantung pada dan dipengaruhi oleh keaktifan siswa dalam merencanakan,
melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran dan hasil pembelajaran. Keaktifan siswa
diharapkan menampak secara nyata terutama pada saat pelaksanaan proses pembelajaran,
baik secara perorangan ataupun secara kelompok. Keterlibatan secara aktif tersebut
mencakup keterlibatan fisik maupun intelektual emosional.

7
D. Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA

Hakikat CBSA adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa secara optimal dalam


proses pembelajaran; dan setiap proses pembelajaran memiliki kadar CBSA yang berbeda-
beda. Agar kita dapat menemukan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran, maka perlu
mengenal terlebih dahulu rambu-rambu penyelenggaraan CBSA. Yang dimaksud dengan
rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik
dalam program maupun dalam proses pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
(1) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan, meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas aktivitas yang melibatkan siswa untuk belajar langsung dari
pengalaman belajar yang diciptakan,
- kuantitas dan kualitas bahan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar
kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dibutuhkan.
(2) Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-
dorongan yang ada pada dirinya, meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap bentuk kegiatan belajar yang
diminati.
- kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap prosedur kegiatan belajar.
- kuantitas dan kualitas usul dan saran siswa terhadap topik-topik pembahasan.
- prakarsa siswa dalam menentukan kelompok kerja, dan
- prakarsa siswa dalam mengusulkan sumber-sumber belajar yang akan dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran.
(3) Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran, meliputi
antara lain :
- kesediaan siswa dalam mencari dan menyediakan sumber belajar yang dibutuhkan
dalam proses pembelajaran,
- ketersediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajar yang ada dalam proses
pembelajaran, dan

8
- kuantitas dan kualitas untuk berbuat dan menghasilkan lebih daripada yang
diharapkan.
(4) Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan siswa dalan mencari dan menemukan
sumber-sumber belajar yang ditentukan,
- kuantitas dan kualitas yang diajukan siswa dalam memecahkan permasalahan yang
ada dalam proses pembelajaran, dan
- keberanian siswa untuk memilih cara kerja yang berbeda dari cara kerja yang telah
ditentukan guru.
(5) Keingintahuan yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas pertanyaan yang diajukan kepada guru,
- kuantitas dan kualitas pertanyaan yang menyimpang dari topik bahasan, dan
- kuantitas dan kualitas pertanyaan yang mengarah kepada penjelasan masalag-masalah
yang ada pada topik.
(6) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain :
- sebaran siswa yang mengemukakan usul dan saran,
- kuantitas dan kualitas respons guru terhadap usul dan saran siswa, serta
- penerimaan guru terhadap usul dan saran yang menyimpang.
(7) Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong
keaktifan siswa, meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas yang diberikan oleh guru atas pertanyaan dan jawaban siswa,
- kuantitas kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan secara tuntas.
(8) Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator, meliputi antara lain :
- kuantitas dan kualitas sumber-sumber belajar baru yang disediakan oleh guru,
- kemauan guru menyediakan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan siswa dalam
belajar,
- kemauan dan kesediaan guru untuk membantu siswa yang membutuhkan, serta
- kuantitas dan kualitas guru dalam menggunakan cara pembelajaran yang baru.
(9) Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran, meliputi
antara lain :

9
- kuantitas dalam menentukan bentuk dan jenis kegiatan belajar yang dilakukan oleh
guru,
- kuantitas jawaban yang diberikan oleh guru dalam menjawab pertanyaan siswa.
(10) Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses
pembelajaran, meliputi antara lain :
- fleksibilitas penerapan strategi dan metode pengajaran,
- kuantitas jenis media yang digunakan, dan
- jenis-jenis kegiatan/keterampilan yang dilibatkan dalam penggunaan media.
(11) Keterkaitan guru terhadap program pembelajaran, meliputi antara lain :
- keterkaitan guru terhadap tujuan yang dirumuskan dalam program pembelajaran,
- keterkaitan guru terhadap prosedur pembelajaran yang ditetapkan dalam program
pembelajaran, dan
- keterkaitan guru terhadap sumber belajar yang telah ditetapkan dalam program
pembelajaran.
(12) Variasi interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran, meliputi :
- kuantitas interaksi searah guru-siswa,
- kuantitas interaksi dua arah guru-siswa,
- kuantitas interaksi dua arah guru-siswa dan siswa-siswa, serta
- kuantitas interaksi multi-arah guru-siswa.
(13) Kegiatan kegembiraan siswa dalam belajar, meliputi antara lain :
- kuantitas siswa yang mencatat informasi/pesan yang disajikan guru,
- kuantitas siswa yang mengganggu belajar siswa lain.

Dari rambu-rambu yang diuraikan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa rambu-
rambu tersebut berada dalam suatu rentangan. Contoh visualisasi rentangan rambu-rambu
kuantitas siswa yang mencatat informasi/pesan yang disajikan guru adalah :

Di mana :
Sedikit sekali : 1 - 25% dari jumlah siswa
Sedikit : 26 - 50% dari jumlah siswa
Banyak : 51 - 75% dari jumlah siswa

10
Banyak sekali : 76 - 99% dari jumlah siswa

Rambu-rambu CBSA tersebut, akan dapat digunakan untuk mengetahui kadar ke-
CBSA-an suatu proses pembelajaran apabila dirumuskan kembali ke dalam bentuk
panduan observasi atau instrumen yang lain. Panduan observasi atau instrumen yang
digunakan untuk menentukan kadar cbsa dari suatu program/proses pembelajaran, dapat
diarahkan untuk keperluan klasikal perseorangan.

E. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA

Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan
yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar
baik intelektual-emosional maupun fisik.Prinsip-Prinsip CBSA yang nampakpada 4
dimensisebagaiberikut:

1. Dimensi subjek didik

a. Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada


pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang
direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok,
dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.

b. Keberanian atau keinginan untuk mencari kesempatan, untuk berpartisipasi dalam


persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila
guru bersikap demokratis.

c. Kreatifitas maupun usaha siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru. Guru hendaknya
dapat memahami potensi yang dimiliki peserta didik dan juga memahami kebutuhannya,
sehingga setelah memahami hal ini guru dapat memilih jenis-jenis kegiatan yang
diperlukan peserta didik sebagai subjek belajar.

d. Dorongan keingintahuan yang besar pada diri siswa untuk mengetahui dan mengerjakan
sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar.

11
e. Peranan bebas dalam melakukan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun
termasuk guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini perlu ditanamkan dalam diri peserta
didik karena dapat menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM).

2. Dimensi Guru

a. Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatkan kegairahan serta
partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Guru harus mampu
berinteraksi dengan peserta didiknya dan juga dapat memberi motivasi serta dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memungkinkan siswa untuk aktif
daalam proses belajar mengajarnya.

b. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.

c. Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar. Hal ini sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran, karena sikap demokratis adalah sikap memberi
kebebasan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar.

d. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat
kemampuan masing-masing. Sehingga diperlukan guru untuk mengetahui bahwa setiap
peserta didik mempunyai banyak perbedaan, atau tidak sama antar satu dengan yang lainnya.

e. Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta


penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan menimbulkan lingkungan belajar yang
merangsang siswa untuk mencapai tujuan.

3. Dimensi Program

a. Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat
serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.

b. Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa


dalam proses belajar-mengajar.

12
c. Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi, dalam penentuan
media dan strategi belajar mengajar sehingga peserta didik dapat memahami materi yang
dipelajarinya.

4. Dimensi situasi belajar-mengajar

a. Situasi belajar yang di dalamnya terdapat komunikasi yang baik, hangat, bersahabat,
antara guru-siswa maupun antar siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.

b. Adanya suasana gembira dan gairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

F. Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif

Strategi yang dapat digunakan guru untuk mencapai tujuan tersebut antara lain :

1. Refleksi

Guru dapat meminta siswa untuk secara berkala merefleksikan hal-hal yang telah
dipelajarinya dalam pembelajaran. Dalam tahap ini guru menjelaskan sedikit tentang materi
yang telah dipelajari sebelumnya untuk melatih ingatan siswa agar tidak lupa pada materi
yang telah diajarkan . Contohnya: melalui jurnal opinion paper .

2. Pertanyaan Siswa (Anak didik)

Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, guru memberi tugas siswa untuk menuliskan
pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum dipahami, atau hal-hal yang perlu
dibahas bersama guru dan teman-teman siswa lainnya. Pada tahap ini diharapkan siswa
untuk mengingat dan mengembangkan materi yang telah diajarkan.

3. Rangkuman

Guru dapat membiasakan siswa untuk membuat rangkuman terhadap hasil disuksi kelompok
yang dilakukan dikelas atau sebagai tugas mandiri. Selain itu rangkuman tersebut juga dapat
merupakan tugas untuk mengevaluasi/menilai sesuatu seperti buku, artikel, majalah dan lain-
lain berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Dengan

13
demikian siswa bisa memiliki gambaran terhadap materi yang diajarkan dan siswa dapat
menjelaskan kembali materi yang telah dijelaskan berdasarkan pemahaman mereka masing-
masing.

4. Pemetaan Kognitif

Pemetaan kognitif adalah alat untuk membuat siswa aktif belajar tentang konsep-konsep
(reposisi) dan skemanya. Pemetaan kognitif juga dapat digunakan untuk menumbuhkan
proses belajar aktif siswa. Untuk dapat merancang kegiatan yang melibatkan siswa secara
aktif dan menantang siswa secara intelektual, diperlukan guru yang mempunyai kreativitas
dan profesionalisme yang tinggi.

Belajar aktif memperkenalkan cara pengelolaan kelas yang beragam tidak hanya berbentuk
kegiatan belajar klasikal saja. Kegiatan belajar klasikal (ceramah) masih tetap digunakan
agar guru dapat memberi penjelasan tentang materi pelajaran dengan jelas dan baik. Namun
kegiatan belajar klasikal bukan merupakan satu-satunya model pengelolaan kelas. Masih
banyak bentuk kegiatan lainnya seperti belajar kelompok, kegiatan belajar berpasangan, dan
kegiatan belajar perorangan.

Masing-masing bentuk kegiatan mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing.


Guru perlu memilih bentuk kegiatan yang paling tepat berdasarkan tujuan intruksional
kegiatan yang telah ditetapkan. Bentuk kegiatan yang dipilih hendaknya mampu merangsang
siswa untuk aktif secara mental, sekaligus mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan.
Belajar aktif mensyaratkan pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara optimal
dalam proses belajar. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak hanya terbatas pada
sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah saja, seperti guru, teman, laboratorium,
studio, dan perpustakaan saja. Namun juga pada sumber belajar yang ada di luar sekolah,
seperti komunitas masyarakat, objek/tempat tertentu media, gejala alam, narasumber
setempat seperti pemuka agama dan pemuka adat. Pemanfaatan sumber belajar yang
beranekaragam secara optimal merupakan titik tolak kegiatan pembelajaran yang bervariasi
dan menantang siswa.

Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu mengenal dan
mangembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki. Di samping itu siswa

14
secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di
lingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis dan
tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi
yang bermakna baginya.

5. Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional

Selanjutnya, Belajar Aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara
sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya
guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan
menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.

Untuk itu guru diharapka nmemiliki kemampuan untuk:

a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses


pembelajaran.

b. berkreasi mengembangkan gagasan baru.

c. mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan


pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat.

d. mempelajari relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan
sehari-hari dalam masyarakat.

e. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap dan utuh.

f. memberi kesempatan pada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuannya.

g. menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.

1. Penerapan CBSA dalam Proses belajar mengajar

Kita telah memasuki ambang “ masyarakat belajar”, yaitu masyarakat yang menghendaki
pendidkan masa seumur hidup (Huse, 1988: 41 ). Untuk mempersiapkan siswa menghendaki
hal tersebut, kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan : Cara–cara bagaimana siswa

15
memperoleh dan meresepkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi
kebutuhannya? Dengan kata lain, guru hendaknya tidak hanya menyibukkan dirinya dengan
kegiatan pemaksimalan penyajian isi pelajaran saja. Yang lebih penting dari pada itu, guru
hendaknya memikirkan cara siswa belajar.

Untuk menjawab permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya
mengkaji konsep belajar terlebih dahulu. Sudah sejak lama manusia mencoba mengkaji
konsep belajar. John Dewey misalnya (1916 dalam Davies, 1987:31) menekankan bahwa:

untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah
pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk

tampak dalam proses belajar mengajar?

Kita mengetahui, bahkan telah dan bisa melakukan, bahwa proses belajar mengajar
menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaan dan tahapan

Perencanaan proses belajar mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi
rumusan tujuan pengajaran (tujuan intruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa,
metode dan alat bantu belajar, dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan proses belajar
mengajar adalah pelaksanaan satuan pelajaran pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi
guru dan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung.

Cara belajar siswa aktif (CBSA) harus tercermin dalam kedua hal di atas, yakni dalam
satuan pengajaran dan dalam praktek pengajaran. Dalam satuan pengajaran, pemikran CBSA
tercermin dalam rumusan isi satuan pelajaran sebab satuan pelajaran pada hakikatnya adalah
rencana atau proyeksi tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu belajar. Dengan
demikian, guru yang akan mengajar dengan penekanan pada CBSA harus memikirkan hal-
hal apa yang akan dilakukan serta menuangkannya secara tertulis ke dalam satuan pelajaran.
Di mulai dari merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK), guru harus memberikan
peluang bahwa pencapaian tujuan tersebut menuntut kegiatan belajar siswa yang optimal.
Merumuskan bahan pelajaran harus diatur agar menantang siswa aktif mempelajarinya.
Kegiatan belajar siswa ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang
adanya kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar kelompok, dan kegiatan belajar mandiri

16
atau perseorangan. Metode belajar dan alat bantu pengajar diusahakan dan dipilih oleh guru
agar menumbuhkan belajar aktif siswa, bukan mengajar aktif dari guru. Tempat posisi guru
sebagai pemimpin dan fasilitator belajar bagi siswa. Demikian pula dalam hal penilaian,
guru hendaknya menyusun sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa
mencurahkan pemikirannya secara optimal; kalau perlu berkaitan tugas-tugas yang harus
dikerjakan di kelas ataupun di rumah.

Oleh sebab itu, peranan satuan pelajaran dalam proses belajar mengajar yang
menekankan CBSA bukan semata-mata tuntutan administrasi guru, melainkan merupakan
bagian penting dari praktek pengajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang optimal.

Sudah barang tentu pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan ke dalam satuan


pelajaran harus secara konsekuen dipraktekan pada waktu guru mengajar, bukan sekedar
rencana di atas kertas. Praktek pengajaran tersebut atau pelaksanaan satuan pelajaran yang
telah dibuat, wujudnya tidak lain adalah tindakan guru mengajar siswa, yakni adanya
interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dengan
berpedoman kepada satuan pelajaran yang telah dibuat, guru harus menciptakan lingkungan
belajar yang mendorong semua siswa aktif melakuakan kegiatan belajar secara nyata.

Ada beberapa ciri yang harus tampak dalam proses belajar tersebut, yakni:

a. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas, tetapi terkendali.

b. Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan


berfikir kepada siswa untuk memecahkan masalah.

c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa, bisa sumber tertulis,
sumber manusia, misalnya murid itu sendiri menjelaskan permasalahan kepada murud
lainnya, berbagai media yang diperlukan, alat bantu pengajaran, termasuk guru sendiri
sebagai sumber belajar.

d. Kegiatan belajar siswa bervariasi; ada kegiatan yang sifatnya bersama-sama dilakukan
oleh semua siswa, kelompok dan bentuk diskusui, dan ada pula kegiatan belajar yang harus
dilakukan oleh setiap siswa secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur oleh

17
guru secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur guru secara sistematis dan
terencana.

e. Hubungan guru dan siswa sifatnya harus mencerminkanhubungan manusiawi bagaikan


hubungan bapak-anak, bukan hubungan pemimpin dengan bawahan. Guru menempatkan
diri sebagai pembimbing semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka
menghadapi persoalan belajar.

f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan suasana yang mati, tetapi sewaktu-
waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.

g. Belajar tidak hanya diukur dan dilihat dari segi hasilyang dicapai siswa, tetapi juga dilihat
dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh para siswa.

h. Adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan atau pernyataan


gagasannya, baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam
pemecahan masalah belajar.

i. Guru senantiasa menghargai pendapat para siswa, terlepas dari benar atau salah, dan tidak
diperkenankan membunuh, mengurangi, atau menekan pendapat siswa di depan siswa
lainnya. Guru bahkan harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnyasecara
bebas.

Ciri-ciri di atas merupakan sebagian kecil dari hakikat dari hakikat belajar siswa aktif dalam
praktek pengajaran. Untuk dapat mewujudkan ciri-ciri di atas bukanlah hal yang mudah. Hal
itu memerlukan pengenalan teori strategi mengajar dan teori penyusunan satuan pengajaran.

Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami Berliner, 1984 :
252)

Dari batasan belajar yang dikemukakan oleh Dewey serta Gage dan Berliner, kita dapat
menandai bahwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per
orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan,
keterampilan, dan sikapnya.

18
Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas-tugas belajarnya
kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.

Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif
orang yang belajar, kenyataan masih menunjukan kecendrungan yang berbeda. Dalam
proses pembelajaran masih tampak adanya kecendrungan meminimalkan peran dan
keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih
banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru
daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikpa yang
mereka butuhkan. Apabila kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran dan
keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan
dasar, termasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan
pendiudikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat di pakai sebagai batu loncatan untuk
menggapai pendidikan yang lebih tinggi, di samping kemampuan dan kemauan untuk belajar
terus-menerus sepanjang hayatnya.

Bertolak dari pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur


hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan
penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi. Guru hendaknya tidak lagi
mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan sikap
terhadap siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks
belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresepkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap.

19
BAB III

PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang dibahas dalam artikel ini, dapat disimpulkan beberapa hal yang
berkaitan dengan pendekatan CBSA ( Cara Belajar Aktif Siswa ). Dimana dalam
pendekatan belajar aktif bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi
yang dimilki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar
yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu
pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar
tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip pendekatan CBSA terdapat empat dimensi yakni dimensi subjek didik,
dimensi guru, dimensi program dan dimensi situasi belajar-mengajar. Sedangkan dalam
strategi pendekatan cara belajar siswa aktif terdapat lima poin pokok yaitu refleksi,
pertanyaan siswa, rangkuman, pemetaan kognitif dan menuntut guru bekerja secara
profesional.
Dengan demikian pendekatan CBSA diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang
efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina
profesionalisme guru.
Dengan berakhirnya artikel ini, penulis dapat menyarankan bahwa penerapan strategi
pembelajaran melalui pendekatan CBSA hendaknya bisa diterapkan dan diaplikasikan
oleh semua pendidik ketika melakukan proses pembelajaran terhadap siswa. Selain itu,
penulis juga berharap adanya inovasi-inovasi dalam penerapan pendekatan CBSA dari
pihak-pihak yang berkompeten khususnya tenaga pendidik agar pendekatan CBSA bisa
menjadi salah satu strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.
Penulis menyadari bahwa artikel ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis berharap adanya kritik dan saran dari pembaca serta pihak-pihak yang
berkompeten agar artikel ini bisa menjadi lebih baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, Nana. 1989.Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar Baru
https://yufai13022014.wordpress.com/2014/12/10/penerapan-strategi-pembelajaran-
melalui-pendekatan-cbsa/

http://www.lumoshine.blogspot.com/2010/11/cara-belajar-siswa-aktif-cbsa.htmldiakses
pada tanggal 18 April 2014

21

Anda mungkin juga menyukai