Judul :
Oleh kelompok 4
NAMA NPM
Muhammad saufi pirdana : 20.15.0216
Muhammad syarif hidayat : 20.15.0219
MARTAPURA
2020/2011
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga makalah ini dapat tersusun. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................ 5
C. Tujuan Masalah .................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian sholat berjamaah ................................................. 5
B. Pengertian sholat jamak ...................................................... 5
C. Pengertian sholat qashar ...................................................... 6
A. Kesimpulan ........................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari shalat jama’ ah, shalat jamak, dan
shalat qashar .
2. Untuk mengetahui hukum shalat jama’ah, shalat jamak, dan shalat
qashar .
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat Berjamaah
5
derajatnya dibandingkan dengan solat munfarid / diri. Pendapat yang
terakhir ini dianggap sebagai pendapat yang paling kuat, kecuali shalat
berjama'ah dalam sholat jum'at.
Shalat jama'ah lima waktu di masjid, lebih baik bagi seorang laki-laki
daripada shalat jama'ah di rumah kecuali sholat sunnah. Bagi perempuan
(terutama yang masih muda) lebih baik di rumah daripada di masjid, karena
itu lebih aman bagi mereka.
Rasulullah SAW bersabda : "Wahai manusia sholatlah kamu di rumah
masing-masing, seseungguhnya sebaik-baik sholat adalah ialah sholat
sesroang di rumahnya kecuali sholat lima waktu." (HR. Bukhari dan
Muslim).
"Jangan kamu larang perempuan-perempuan ke masjid walaupun rumah
mereka lebih baik bagi mereka untuk beribadah." (HR. Abu Dawud).
Sebelum memulai shalat bersama-sama hendaknya dilakukan adzan sebagai
pemberitahuan yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut sholat
berjamaah bersama. Jika telah berkumpul di dalam masjid, mushalla,
langgar, surau, ruangan, kamar, dan lain sebagainya maka salah satu
hendaknya melakukan qomat sebagai ajakan untuk memulai shalat.
B. Shalat Jamak
Pengertian Shalat Jamak
Salat Jamak yaitu salat yg dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat
wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib
dengan salat Isya (khusus dalam perjalanan).
Shalat jama’ maksudnya melaksanakan dua shalat wajib dalam satu
waktu. Salat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:
1. Jama' Taqdim penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu
dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang
telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar
dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya
dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib)
6
2. Jama' Ta'khir penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu
dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu
salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan
salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat
Isya pada waktu salat Isya)
Syrat shalat Jama’
A Syarat jama’ taqdim
Tertib.
Apabila musafir akan melakukan jamak salat dengan jamak taqdim, maka dia
harus mendahulukan salat yang punya waktu terlebih dahulu. Semisal musafir
akan menjamak salat maghrib dengan shoalt isya', maka dia harus
mengerjakan salat maghrib terlebih dahulu. Apabila yang dikerjakan terlebih
dahulu adalah salat isya', maka salat salat isya'nya tidak sah. Dan apabila dia
masih mau melakukan jamak, maka harus mengulangi salat isya'nya setelah
salat maghrib.
Niat jamak pada waktu salat yang pertama.
Apabila musafir mau melakukan salat jamak dengan jamak taqdim, maka
diharuskan niat jamak pada waktu pelaksanaan salat yang pertama. Jadi,
selagi musholli masih dalam salat yang pertama (asal sebelum salam), waktu
niat jamak masih ada, namun yang lebih baik, niat jamak dilakukan
bersamaan dengan takbiratul ihram.
Muwalah (bersegera).
Antara kedua salat tidak ada selang waktu yang dianggap lama. Apabila dalam
jamak terdapat pemisah (renggang waktu) yang dianggap lama, seperti
melakukan salat sunah, maka musholli tidak dapat melakukan jamak dan
harus mengakhirkan salat yang kedua serta mengerjakannya pada waktu yang
semestinya.
Masih berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Orang yang
menjamak salatnya harus berstatus musafir sampai selesainya salat yang
kedua. Apabila sebelum melaksanakan salat yang kedua ada niatan muqim,
7
maka musholli tidak boleh melakukan jamak, sebab udzurnya dianggap habis
dan harus mengakhirkan salat yang kedua pada waktunya.
b) Syarat jama’ tak’hir
Niat menjamak ta'khir pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, jika
waktu shalat zhuhur telah tiba, maka ia berniat akan melaksanakan shalat
zhuhur tersebut nanti pada waktu ashar.
Pada saat datangnya waktu shalat yang kedua, ia masih dalam perjalanan.
Misalnya, seseorang berniat akan melaksanakan shalat zhuhur pada waktu
ashar. Ketika waktu ashar tiba ia masih berada dalam perjalanan. Dalam
jamak ta'khir, shalat yang dijamak boleh dikerjakan tidak menurut urutan
waktunya. Misalnya shalat zhuhur dan ashar, boleh dikerjakan zhuhur dahulu
atau ashar dahulu. Di samping itu antara shalat yang pertama dan yang kedua
tidak perlu berturut-turut (muwalat). Jadi boleh diselingi dengan perbuatan
lain, misalnya shalat sunat rawatib.
3. Hukum Shalat jama’
Pendapat pendapat dari empat mazhab Sunni
Pendapat mazhab hanafi
Hanafi meyakini bahwa pelaksanaan men-jama' salat tidaklah memiliki
kekuatan hukum, baik dalam perjalanan ataupun tidak, dengan segala macam
masalah kecuali dalam dua kasus-Hari Arafah dan pada saat malam
Muzdalifah dalam berbagai kondisi tertentu.
Pendapat mazhab syafi’i
Syafi'i meyakini diperbolehkannya pelaksanaan men-jama' salat bagi para
musafir perjalanan jauh (safar) dan saat hujan serta salju dalam kondisi
tertentu. Bagi mereka, pelaksanaan men-jama' salat seharusnya tidak
diperbolehkan dalam keadaan gelap, berangin, takut atau sakit.
Pendapat mazhab maliki
Maliki menganggap alasan untuk melaksanakan men-jama' salat sebagai
berikut: sakit, hujan, berlumpur, keadaan gelap pada akhir bulan purnama dan
pada Hari Arafah serta Malam Muzdalifah untuk yang sedang melaksanakan
haji dalam kondisi tertentu.
8
Pendapat mazhab hambali
Hambali memperbolehkan pelaksanaan men-jama' salat saat Hari Arafah dan
Malam Muzdalifah dan bagi para musafir, pasien-pasien, ibu menyusui,
wanita dengan haid berlebihan, orang yang terus-menerus buang air kecil,
orang yang tidak dapat membersihkan dirinya sendiri, orang yang tidak dapat
membedakan waktu, dan orang yang takut kehilangan barang
kepemilikannya, kesehatannya atau reputasinya dan juga dalam kondisi
hujan, salju, dingin, berawan dan berlumpur. Mereka juga menyebutkan
beberapa kondisi lainnya.
Dari Muadz bin Jabal: “Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk,
jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ salat
antara Dzuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari
condong, maka mengakhirkan salat dzuhur sampai berhenti untuk salat Asar.
Dan pada waktu salat Maghrib sama juga, jika matahari telah tenggelam
sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika
sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan
waktu salat Maghrib sampai berhenti untuk salat ‘Isya, kemudian menjama’
keduanya.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
C. Shalat Qashar
1. Pengertian shlat qashar
Salat Qashar adalah melakukan salat dengan meringkas/mengurangi
jumlah raka'at salat yang bersangkutan. Salat Qashar merupakan keringanan
yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar).
Adapun salat yang dapat diqashar adalah salat dzhuhur, ashar dan isya,
dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2
raka'at saja.
Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh salat dengan mengqashar
dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Beberapa hadits tentang
jarak yang diijinkan untuk melakukan salat qashar :
9
2. Hukum Shalat Qashar
Pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwa
mengqashar shalat bagi musafir hukumnya adalah wajib.
Dasar-dasar hukum seseorang boleh mengqashar sholat adalah sebagai
berikut :
a. Firman Allah swt :
َصالَةِ إِ ْن خِ ْفت ُ ْم أَن يَ ْفتِنَ ُك ُم الَّذِينَ ْالكَاف ِِرين ُ علَ ْي ُك ْم ُجنَاح أَن ت َ ْق
َّ ص ُرواْ مِ نَ ال َ ض فَلَي
َ ْس ِ ض َر ْبت ُ ْم فِي األ َ ْر َ َوإِذَا
عد ًُّوا مبِينًا َكف َُرواْ إِ َّن
َ كَانُواْ لَ ُك ْم
“ Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu
men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Qs
An Nisa : 101 )
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1 . Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah
kepada hambanya, yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah
dari Allah SWT. Shalat yang dapat di jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali
sholat subuh. Dan shalat yang dapat di qashar adalah semua shalat fardhu yangt
empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu :
safar (Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, Keperluan (kepentingan) Mendesak.
3 . Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang
berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal farsakh,
ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang
berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung
pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.
4. Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar para ulama’ berbeda pendapat.
Tetapi dalil yang paling kuat adalah 19 hari (bukan dalam keadaan perang)
berdasarkan hadits muttafaq ‘alayh, dari Ibnu Abbas.
11
DAFTAR PUSTAKA
12