Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Hukum Perikatan M. Arif Budiman, SE.I,M.Sy

PERIKATAN JUAL BELI, KERJASAMA DAN JASA

Disusun oleh
Kelompok X
Nama NPM
Muhammad Arsyad 20.15.0209
Muhammad Luthfi 20.15.0211

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
MARTAPURA
2022M/1444H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga
makalah ini dapat tersusun. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini.

Martapura, 10 Desember 2022

Kelompok X

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Perikatan Jual Beli................................................................................ 3


B. Perikatan Kerjasama............................................................................. 6
C. Perikatan Jasa ....................................................................................... 9
D. Penerapan Perikatan Jual Beli, Kerjasama Dan Jasa Pada Ekonomi
Islam ..................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 13

A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara satu pihakdengan pihak
yang lain dalam hal lapangan harta kekayaan. Ruang lingkup perikatan adalah untuk
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memberikan sesuatu. Adapun sumber
perikatan yang tercantum dalam BWdalam pasal 1234 adalah :
1. Perjanjian
2. Undang-undang dibagi lagi menjadi 2 yaitu :
a. Kerana perbuatan manusia dibagi menjadi 2 :
-Perbuatan menurut hukum
-Perbuatan mela$an hukum
b. Undang-undang saja
Perikatan yang bersumber dari perjanjian salah satu jenisnya adalah perjanjian
innominat atau perjanjian tidak bernama dimana nama dan pengaturannya tidak
terdapat dalam BW. Latar belakang lahirnya perjanjian innominat ini karena adanya
asas yaitu kebebasan berkontrak dari para pihak jadi para pihak bebas untuk :
a. Membuat suatu perjanjian atau tidak
b. Menentukan dengan siapa mereka akan membuat perjanjian (parapihak)
c. Menentukan isi perjanjian
d.Menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau pun lisan.
Perjanjian seperti ini dapat dikatakan lahir karena kebiasaan dari masyarakat
sehingga tidak jarang masyarakat menyebutkan bahwa salah satu sumber perikatan
adalah dari kebaiasaan, selain dari perjanjian dan undang-undang. Perjanjian ini
merupakan jawaban atas perkembangan masyarakat yang begitu pesat sehingga
menuntut adanya suatu inovasi ketika mereka melakukan hubungan hukum dalam
lapangan harta kekayaan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum perikatan jual beli?

2. Bagaimana peran perikatan kerjasama?

3. Bagaimana fungsi perikatan jasa?

4. Bagaimana strategi dan penarapan perikatan jual beli, kerjasama dan jasa pada
ekonomi islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran umum perikatan jual beli.

2. Untuk mengedentifikasi peran perikatan kerjasama.

3. Untuk mengetahui fungsi perikatan jasa.

4. Untuk menganalisis strategi dan penarapan perikatan jual beli, kerjasama dan jasa
pada ekonomi islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perikatan Jual Beli

Jual beli menurut KUHPerdata Pasal 1457 merupakan suatu perjanjian yang
mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan sutau benda dan pihak lain
membayar dengan harga yang disepakati. Perjanjian jual beli merupakan suatu ikatan
bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan
hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk
membayar harga yang terdiri atas jumlah sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai
dengan istilah Belanda koopen verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa
pihak yang satu verkoopt (menjual) sedang yang lainnya koopt (membeli).1

Obyek perjanjian jual beli merupakan barang tertentu yang setidaknya dapat
ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak milliknya kepada si
pembeli, sehingga menjadi sah dalam perjanjian jual beli. Unsur-unsur pokok
perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsesual yang
menjiwai hukum perjanjian hukum perdata, perjanjian jual beli itu sudah tercipta pada
saat tercapainya kata sepakat mengenai barang dan harga, maka tercapainya perjanjian
jual beli.

Hukum perjanjian dari hukum perdata menganut asas konsesualisme. Artinya,


untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah
dilahirkan pada saat atau terciptanya konsensus sebagaimana dimaksudkan diatas. Pada
saat tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat sendiri dan orang yang menjadi
karyawan atau dipekerjakan oleh pemilik usaha untuk mengelola usahanya. Kemudian
apa yang mendorong orang untuk berusaha sendiri atau memilih menjadi karyawan
orang lain? Pada dasarnya setiap orang mampu dan bisa bekerja sendiri termasuk

1
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995, Hal. 2

3
menciptakan lapangan kerja sendiri. Namun dalam kenyataannya hal tersebut perlu
perjuangan yang berat dan tidak semua orang mau melakukan perjuangan tersebut. Ada
cara praktis yaitu dengan mendaftar sebagai karyawan perusahaan tanpa perlu repot-
repot memikirkan bentuk bisnis yang akan dijalaninya.

Pasal 1320 menyatakan syarat sahnya suatu perjanjian yang sah diperlukan
empat syarat yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Satu hal tertentu

4. Suatu sebab yang hal

Dua syarat yang pertama merupakan syarat yang menyangkut subyeknya


(syarat subyektif) sedangkan dua syarat terakhir adalah mengenai obyeknya (syarat
obyektif). Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subyeknya tidak selalu
menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya, tetapi seringkali
hanya memberikan kemungkinan untuk dibatalkan, sedangkan perjanjian yang cacat
dalam segi obyeknya adalah batal demi hukum. Jual beli dianggap telah terjadi ketika
para pihak telah mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
meskipun kebendaan tersebut belum diserahkan, seperti jual beli piano yang dilakukan
antara si penjual dan pembeli, dimana para pihak telah sepakat dengan barang yang
akan dibeli beserta harganya. Proses peralihak hak atas barang tersebut dilakukan
secara terang dan tunai. Terang artinya perjanjian jual beli tersebut dilakukan secara
terbuka dan tidak menutupi kendala atas alat musik piano tersebut. Sedangkan tunai
artinya harga jual belinya harus dibayarkan secara tunai (cash).

Dalam perjanjian yang sering dijumpai pada umumnya pihak penjual dan
pembeli hanya bermodalkan kepercayaan yang berdasarkan keterangan yang di berikan
oleh penjual kepada pembeli. Sehingga pihak pembeli mempercayai barang yang dibeli
tersebut tidak memiliki kendala ataupun hal yang merugikan pembeli. Namun

4
kenyataannya para penjual di dalam memasarkan atau menjual produknya memberikan
keterangan sedemikian rupa seolah-olah piano yang dijual itu sudah memenuhi standar,
sehingga mendorong konsumen membeli hanya berdasarkan kepercayaan saja yang
pada akhirnya konsumen mengalami kerugian atas barang piano tersebut yang
memiliki cacat tersembunyi. Hal ini disebabkan karena pada umumnya konsumen
kurang memiliki pengetahuan tentang kualitas fisik atau spesifikasi dari barang piano
yang dibeli.

Praktek jual beli piano banyak dijumpai praktek negatif yang merugikan
konsumen atas barang piano yang dibeli, sehingga praktek jual beli tidak sesuai dengan
harapan konsumen untuk mendapatkan barang yang bermutu sesuai dengan harga yang
dibayarnya.

Adapun kerusakan tersembunyi atas barang piano yang tidak diketahui oleh si
pembeli yaitu : Beberapa dari nada piano tersebut tidak berbunyi, hal ini disebabkan
karena kurang telitinya penjual dalam mengecek dan meneliti piano yang akan dijual
kepada konsumen. Oleh karena itu pihak penjual harus memberikan tanggung jawab
dan membuat upaya yang diberikan penjual kepada konsumen apabila ada cacat atau
kerusakan tersembunyi. Bentuk dari tanggung jawab penjual kepada konsumen apabila
ada kerusakan atau cacat salah satunya adalah garansi.

Garansi ada beberapa macam diantaranya yaitu garansi replacement yaitu


produk yang diklaim akan diganti dengan barang yang sama), garansi spare part yaitu
produk yang diklaim spare part yang rusak, maka akan diganti dengan yang sama, dan
garansi service. Pada umumnya penjual atau produsen akan mengganti atau
memperbaiki produk yang mengalami kerusakan sesuai dengan masa yang berlaku.

Menurut Mulyadi produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi
produk yang baik.

Produk rusak adalah produk yang kondisinya rusak, atau tidak memenuhi
standar mutu yang sudah ditetapkan, dan tidak dapat diperbaiki, tetapi akan berakibat

5
biaya perbaikan jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan nilai atau
manfaat atau perbaikan produk rusak akibat dari sifatnya ada dua macam, yaitu produk
rusak yang bersifat normal dan produk rusak bersifat tidak normal. Menurut pandangan
tradisional produk dinyatakan rusak apabila kriteria produk tesebut terletak diluar batas
atas dan batas bawah dari batasan spesifikasi yang telah ditetapkan.Spesifikasi yang
dimaksud adalah kriteria yang harus dipenuhi produk tersebut dalam memenuhi
kemampuannya, untuk befungsi sebagaimana mestinya produk dibuat. Maka suatu
produk dinyatakan rusak apabila poduk tersebut tidak memenuhi spesifikasinya.

B. Perikatan Kerjasama

Perikatan kerjasama dapat kita lihat yaitu suatu perbuatan dengan mana satu
pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUH
Perdata). Suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban
untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus (Black’s Law Dictionary).

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui
perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian.

Banyak orang yang sering salah mengartikan dan membedakan antara


Memorandum Of Understanding (MoU) dengan Perjanjian/ kontrak dan jenis perikatan
lainnya. Memorandum Of Understanding (MoU) atau sering juga disebut orang dengan
Nota Kesepahaman, dapat kita lihat dari banyak defenisi yang dkemukakan oleh
ahlinya, antara lain :

a. Menurut Munir Fuady , Memorandum Of Understanding (MoU) adalah “Perjanjian


pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain
yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan
hal-hal yang pokok saja.

6
b. Menurut Erman Raja Guk-guk, Memorandum Of Understanding (MoU) adalah
Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian
dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak,
sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.

Dari 2 (dua) pengertian tentang Memorandum Of Understanding (MoU) diatas


jelaslah bahwa :

a. Memorandum Of Understanding (MoU) merupakan suatu Perjanjian Pendahuluan.


b. Memorandum Of Understanding (MoU) akan diikuti oleh perjanjian lain yang
mengatur dan menjabarkan secara detail, isi dari MoU akan dimasukkan dalam
kontrak/ perjanjian.

c. Memorandum Of Understanding (MoU) hanya berisikan hal-hal yang pokok saja.

Subjek atau para pihak yang terlibat dalam suatu Memorandum Of


Understanding (MoU), terdiri dari :

a. Pihak yang berlaku secara nasional Badan hukum privat Indonesia dengan badan
hukum privat Indonesia lainnya.

b. Badan hukum privat Indonesia dengan pemerintah provinsi / kabupaten / kota.

c. Badan hukum privat Indonesia dengan penegak hukum.

d. Badan hukum publik dengan badan hukum publik lainnya.

e. Pihak yang berlaku secara internasional

f. Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing.

g. Badan hukum privat Indonesia dengan badan hukum privat negara asing.

Objek Memorandum Of Understanding (MoU) yaitu dalam hal Kerjasama


dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ekonomi, perhutanan, kehutanan dan
lain-lain. Wilayah berlakunya Memorandum Of Understanding (MoU):

1. Publik

a. Secara nasional

7
b. Secara internasional

2. Privat

Pengertian di atas mengandung beberapa unsur dari Memorandum Of


Understanding (MoU) yang dapat diuraikan sebagai berikut : Unsur pertama adalah
Memorandum Of Understanding (MoU) merupakan pernyataan kesepahaman antara
kedua belah pihak sebelum memasuki sebuah kontrak. Artinya, sebelum membuat
perjanjian, kedua belah pihak membuat Memorandum Of Understanding (MoU) untuk
menunjukan keseriusan. Namun demikian, tidak ada keharusan bagi kedua belah pihak
untuk melanjutkan ke dalam perjanjian apabila di dalam pelaksanaan Memorandum
Of Understanding (MoU) kedua belah pihak tidak menemukan ‘kecocokan’.
Misalnya, kedua belah pihak tidak kunjung menemukan kesepakatan terhadap
klausul/pasal yang akan dituangkan didalam perjanjian. Unsur Kedua adalah
Memorandum Of Understanding (MoU) tidak mengikat kedua belah pihak. Artinya,
salah satu pihak tidak dapat menuntut pihak lainnya jika tidak memenuhi isi dari
Memorandum Of Understanding (MoU).

Hal ini berbeda dengan perjanjian, karena di dalam pelaksanaan perjanjian,


apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban di dalam perjanjian, maka pihak
tersebut dianggap telah melakukan wanprestasi atau cidera janji. Akibatnya, pihak
yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Misalnya, di dalam perjanjian jual beli
kendaraan, penjual tidak mengirimkan kendaraan tepat pada waktunya, maka pembeli
dapat menuntut ganti rugi. Hal ini diatur dalam 1239 Burgerlijk Wetboek
(BW)/KUHPerdata. Perbedaan lainnya adalah Memorandum Of Understanding
(MoU) berisi klausul yang sederhana, diantaranya klausul maksud dan tujuan
Memorandum Of Understanding (MoU), jangka waktu Memorandum Of
Understanding (MoU), hak dan kewajiban yang sederhana seperti memberikan
kesempatan kedua belah pihak untuk saling mengenal dengan menginformasikan latar
belakang masing-masing pihak atau melakukan persiapan-persiapan pembuatan
perjanjian, dan pembentukan tim dsb. Sedangkan, klausul di dalam perjanjian
mengatur secara detail hak dan kewajiban kedua belah pihak.

8
Misalnya, di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan pembangunan rumah
sakit diatur mengenai klausul- klausul berikut : dasar perjanjian, maksud dan tujuan,
jangka waktu penyelesaian pekerjaan, obyek pekerjaan, hak dan kewajiban, cara
pembayaran sanksi-sanksi jika wanprestasi terhadap kewajiban, pemutusan perjanjian,
penyelesaian sengketa, dan lainnya. Unsur Ketiga adalah tidak menghalangi para
pihak untuk berhubungan dengan pihak ketiga. Artinya, kendati para pihak telah
membuat MoU, para pihak tetap dapat berhubungan dengan pihak ketiga.

Menurut H.R.Daeng Naja, S.H.M.H.M.Kn. dalam bukunya Contract Drafting


menyebutkan bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya
perjanjian yang mengikat).

Bukankah dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan
dilahirkan dari :

a. Perjanjian

b. Undang-undang Subjek atau Pihak Perjanjian Kerjasama, yaitu :

1. Pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain.

2. Pihak yang berkewajiban memenuhi sesuatu kepada kreditur Objek Perjanjian


Kerjasama, yaitu

a. Menyerahkan sesuatu

b. Melakukan sesuatu

c. Tidak melakukan sesuatu2

C. Perikatan Jasa

Standar Perikatan Jasa (SPJ) 4410: Perikatan Kompilasi berhubungan dengan


tanggung jawab praktisi, serta digunakan untuk membantu manajemen dalam

2
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya. (Bandung
: Alumni, 1993).

9
penyusunan dan penyajian informasi keuangan historis tanpa mendapatkan asurans
apapun atas informasi tersebut. SPJ harus diterapkan pada perikatan kompilasi
informasi keuangan historis.

Ketika praktisi diminta untuk membantu manajemen dalam penyusunan dan


penyajian informasi keuangan, maka pertimbangkan yang tepat diperlukan untuk
menilai apakah perikatan perlu dilakukan sesuai SPJ ini. Faktor-faktor berikut
mengindikasikan bahwa mungkin tepat untuk menerapkan SPJ 4410: Perikatan
Kompilasi:

 Informasi keuangan disyaratkan untuk memenuhi perundang-undangan atau


regulasi yang berlaku, dan disyaratkan untuk dipublikasikan.
 Pengguna eksternal yang dituju dalam informasi keuangan kompilasian pada
umumnya adalah praktisi yang berkepentingan atas informasi keuangan, dan
terdapat risiko bahwa tingkat keterkaitan praktisi dengan informasi tersebut
mungkin mengakibatkan kesalahpaham.3

D. Penerapan Perikatan Jual Beli, Kerjasama Dan Jasa Pada Ekonomi Islam

a. Murabahah
Sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 4 tahun 2000, transaksi murabahah
adalah transaksi jual beli antara nasabah yang membutuhkan barang dengan bank
syariah yang membeli barang tersebut untuk dijual kembali kepada nasabah. Dalam hal
ini nasabah dapat melakukan pembayaran secara angsuran kepada bank syariah dengan
perjanjian jangka waktu tertentu.
b. Salam
Akad salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana seseorang melakukan
pembelian barang dengan cara pesanan. Pola transaksi ini banyak dipraktikkan pada

3
Dr. Urip Santoso, S.H., M.H., 2016, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana
Parendra Group

10
sistem jual beli online. Dimana pembeli membayar terlebih dahulu barang yang
disediakan penjual namun tidak dapat langsung menerima barang tersebut. Setelah
pembayaran lunas oleh pembeli, penjual mengirimkan barang sesuai spesifikasi yang
dimaksud.
c. Istishna
Akad istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan cara pesanan. Pada
umumnya akad ini digunakan untuk jual beli barang yang tidak dijual di pasaran.
Misalnya untuk pembangunan gedung, jembatan, dan sebagainya. Nasabah yang
melakukan pengajuan pembiayaan istishna’ dapat bekerjasama dengan bank untuk
menyelesaikan proyek secara keseluruhan atau sebagian.
d. Mudarabah
Satu pihak yang bertindak sebagai pemberi modal, keuntungan dibagi antara
dua pihak, dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
e. Musyarakah
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha tertentu. Setiap pihak
memberikan kontribusi dana (modal). Keuntungan dan risiko ditanggung bersama-
sama sesuai dengan kesepakatan.
f. Wakalah
Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat. Yakni bank diberikan mandat oleh nasabah untuk melaksanakan suatu perkara
sesuai dengan amanah/permintaan nasabah. Secara teknis perbankan, wakalah adalah
akad pemberi wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat)
kepada pihak lain (sebagai wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili dirinya
melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu. Segala hak
dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
g. Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana

11
rahn adalah jaminan hutang atau gadai. Biasanya akad yang digunakan adalah akad
qardh wal ijarah, yaitu akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai
dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan.
i. Wadiah
Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan, termasuk
giro, juga menjadi prinsip dasar layanan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapatkan imbalan atas jasa tersebut.4

4
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979)

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Jual beli menurut KUHPerdata Pasal 1457 merupakan suatu perjanjian yang
mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan sutau benda dan pihak lain
membayar dengan harga yang disepakati. Perjanjian jual beli merupakan suatu ikatan
bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan
hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk
membayar harga yang terdiri atas jumlah sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.

Perikatan kerjasama dapat kita lihat yaitu suatu perbuatan dengan mana satu
pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUH
Perdata). Suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban
untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus (Black’s Law Dictionary).

Standar Perikatan Jasa (SPJ) 4410: Perikatan Kompilasi berhubungan dengan


tanggung jawab praktisi, serta digunakan untuk membantu manajemen dalam
penyusunan dan penyajian informasi keuangan historis tanpa mendapatkan asurans
apapun atas informasi tersebut. SPJ harus diterapkan pada perikatan kompilasi
informasi keuangan historis.

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan, diharapkan dengan memberikan masukan tentang

hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai sebagai penyempurnaan penulisan

makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Djamali, Abdul. 1983. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja


Gravindo Persada.
Setiawan. 1977. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta.
Tirtodiningrat. 1966.Hukum Perdata dan Hukum Dagang . Jakarta:
Gunung Sahari 84.
Abdul Kadir, Muhammad. 1990. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:
PT Citra Aditya
Bakti.Subekti. 1954.Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Interma

14

Anda mungkin juga menyukai