Anda di halaman 1dari 21

HUKUM PERIKATAN

MAKALAH
Hukum Perdata
Di Ajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Dosen Pembimbing :
Sri Ika Mulia, MH

Disusun Oleh :
Robby Syahreza (1822180094)
Yola Andestiani (1822180062)
Andre Marwanda (1822180075)

PRODI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH SYAR’IYYAH)


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS
(STAIN) BENGKALIS
TA.2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Hukum Perikatan
Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga Makalah ilmiah tentang Hukum
Perikatan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bengkalis, 2020
Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Hukum Perikatan .................................................................... 3
2.2 Subjek dan Objek Perikatan ..................................................................... 4
2.2.1. Objek Perikatan ................................................................................. 4
2.2.2. Subjek Perikatan................................................................................ 4
2.3 Pengaturan Hukum Perikatan ................................................................... 5
2.4 Sumber – Sumber Perikatan ..................................................................... 6
2.5 Syarat Sahnya Perjanjian .......................................................................... 7
2.6 Asas Asas Perjanjian ................................................................................ 8
2.7 Macam Macam Perikatan ....................................................................... 10
2.8 Resiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa ......................................... 13
2.8.1. Resiko.............................................................................................. 13
2.8.2. Wanprestasi ..................................................................................... 14
2.8.3. Keadaan Memaksa (Overmacht / Forcemajeur) ............................. 15
BAB III ................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa
mereka disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli
suatu barang, sewa menyewa, pinjam meminjam, hal tersebut termasuk suatu
perikatan. Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUHPerdata (BW).
Dalam hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah perikatan.
Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban ataas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang
bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun atau bagaimanapun baik itu yang
diatur dalam undang-undang ataupun tidak, inilah yang disebut kebebasan
berkontrak. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan didalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya
persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-
syarat yang diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk
dalam suatu perseujuan, walaupun tidak dengan tegas diatur didalamnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Hukum Perikatan dan Subjek, Objek Perikatan ?
2. Pengaturan Hukum Perikatan
3. Sumber sumber Perikatan ?
4. Apa saja syarat sahnya suatu perjanjian itu ?
5. Apa saja asas dalam suatu perjanjian itu ?
6. Apa definisi dari resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa ?
7. Macam - macam Perikatan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Perikatan


Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“verbintenis”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan
orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah pristiwa hukum yang dapat berupa
perbuatan, misalnya jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya
kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan,
rumah bersusun. Pristiwa hukum itu menciptakan hubungan hukum.1
Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban
secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan
sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan
pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut
disebut prestasi.2
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa perikatan itu adalah hubungan
hukum. Hubungan hukum itu timbul karena adanya pristiwa hukum yang dapat
berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Objek hubungan itu adalah harta kekayaan
yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut
kreditur, dan pihak yang wajib memenuhi tuntutan itu disebut debitur. Dengan
demikian dapat dirumuskan bahwa perikatan adalah hubungan hukum mengenai
harta kekayaan yang terjadi antara kreditur dan debitur.3

1
Abdulkadire Muhammad, ”hukum perdata indonesia”, Penerbit PT . Citra Adytia Bakti,Bandung,1993. Hal 198.
2
ibid
3
Ibid hal 199.

3
2.2 Subjek dan Objek Perikatan
2.2.1. Objek Perikatan
Objek perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan kewajiban
debitur. Yang menjadi objek perikatan yaitu prestasi atau hal pemenuhan
perikatan. Macam-macam prestasi itu antara lain adalah :4
a) Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda
dari debitur kepada kreditur seperti membayar harga dan lainnya.
b) Melakukan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan (perjanjian), misalnya memperbaiki barang
yang rusak.
c) Tidak melakukan suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan suatu
perbuatan seperti yang telah diperjanjikan, misalnya tidak mendirikan
bangunan dan lainnya.
Agar suatu prestasi dapat tercapai, artinya suatu kewajiban akan prestasi
dipenuhi oleh debitur, maka prestasi harus memiliki sifat-sifat diantaranya ialah
harus sudah tertentu atau dapat ditentukan, harus mungkin, harus diperbolehkan
(halal), harus ada manfaatnya bagi kreditur.
2.2.2. Subjek Perikatan
Subjek perikatan adalah para pihak dalam suatu perikatan, yaitu kreditur
yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Apabila seorang debitur
tidak memenuhi perikatan tersebut maka debitur disebut cidera janji
(wanprestasi). Sebelum dinyatakan cidera janji, terlebih dahulu dilakukan somasi
(ingebrekestelling), yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi
kewajibannya. Ada tiga cara terjadinya somasi, antara lain:5
a) Debitur melaksanakan prestasi yang keliru.
b) Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah ditetapkan.
c) Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur
karena kadaluarsa.

4
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 205.
5
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 178.

4
Isi yang harus dimuat dalam surat somasi diantaranya ialah:6
a) Apa yang dituntut.
b) Dasar tuntutan.
c) Tanggal paling lama untuk memenuhi prestasi.
Sementara itu, peristiwa yang tidak memerlukan somasi antara lain:7
a) Debitur menolak pemenuhan.
b) Debitur mengakui kelalaian.
c) Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan.
d) Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos).
e) Debitur tidak melakukan prestasi sebagaimana mestinya.

2.3 Pengaturan Hukum Perikatan


Hukum Perikatan yang dimaksudkan ialah keseluruhan peraturan hukum
yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan
bagian khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi
perikatan pada umumnya. Sedangkan bagian khusus memuat peraturan-peraturan
mengenai perjanjian-perjanjian bernama yang banyak dipakai dalam masyarakat.
Bagian umum meliputi bab babI, bab II bab III (hanya pasal 1352 dan 1353) bab
IV, yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III
(kecuali pasal 1352 dan pasal 1353) dan babV s/d XVIII, yang berlaku bagi
perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab
yang bersangkutan. Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan “sistem
terbuka”, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang
belum ditentukan namanya dalam undang-undang. tetapi keterbukaan ini dibatasi
oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Sesuai dengan pengunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUHPerdata
menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena
undang-undang. Dengan kata lain, sumber perikatan itu ialah perjanjian dan
undang - undang. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak

6
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, 206.
7
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 179-180.

5
debitur dan kreditur dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam
perikatan mana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Pihak debitur wajib memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak atas prestasi.
Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban
debitur dan kreditur ditetapkan oleh undang-undang. Pihak debitur dan kreditur
wajib memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang mewajibkan debitur
berprestasi dan kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban
undang-undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran undang-
undang. Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang timbul karena undang-
undang diperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-mata karena
ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karena perbuatan
orang. perikatan yang timbul karena perbutan orang dalam pasal 1353 KUH
Perdata diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut
hukum (rechtmatig) dan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad).

2.4 Sumber – Sumber Perikatan


Sumber Perikatan ada 2 (dua) yaitu
A. Perjanjian
B. Undang-Undang
Dalam Perikatan yang timbul karena Perjanjian, kedua pihak debitur dan
kreditur dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam Perikatan
mana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak
debitur wajib memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak atas prestasi.
Dalam Perikatan yang timbul karena Undang-Undang, hak dan kewajiban
debitur dan kreditur ditetapkan oleh Undang-Undang. Pihak debitur dan kreditur
wajib memenuhi ketentuan Undang-Undang. Undang-Undang mewajibkan
debitur berprestasi dan kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut
kewajiban Undang-Undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran
Undang-Undang.

6
Menurut Pasal 1352 KUHPerdata, perikatan yang timbul karena undang-
undang diperinci menjadi 2 (dua) :
A. Perikatan semata-mata ditentukan Undang-Undang
B. Perikatan yang timbul karena perbuatan orang, dibagi :
a) Perbuatan menurut Hukum (Rechtmatigdaad.
b) Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatigdaad).

2.5 Syarat Sahnya Perjanjian


Agar sesuatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi beberapa
persyaratan. Menurut Hukum Kontrak (law of contract) USA ditentukan empat
syarat syahnya perjanjian yaitu:8
1. Adanya penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance)
2. Adanya persesuaian kehendak (metting of minds)
3. Adanya konsiderasi atau prestasi
4. Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties)
dan pokok persoalan yang sah (legal subject parties).
Sedangkan dalam KUH Perdata syarat sahnya suatu perjanjian diatur
dalam pasa 1320 KUH Perdata yang menentukan syarat sahnya sebagai berikut :9
1. Adanya kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak. Yang
dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
2. Kecakapan bertindak. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum
adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang
yang mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana telah
ditentukan oleh UU. Orang yang cakap atau wewenang adalah orang
yang dewasa. Ukuran kedewasaaan adalah telah berumur 21 tahun dan
sudah kawin.

8
Ibid, 161-162.
9
KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), 295.

7
3. Adanya suatu hal atau adanya objek perjanjian (onderwerp der
overeentskoms). Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang
menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi
adalah apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak
kreditor. Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan
tidak berbuat sesuatu. Misalnya, jual beli rumah yang menjadi prestasi
atau pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah itu.
4. Adanya causa yang halal (Geoorloofde oorzaak). Dalam pasal 1320
KUH Perdara tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di
dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang.
Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Contohnya adalah A menjual sepeda
motor kepada B, tetapi sepeda motor yang dijual oleh A adalah barang
hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari pihak B
karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang sah.

2.6 Asas Asas Perjanjian


Didalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsensualisme,
asas pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak.10
1. Asas konsensualisme (kesepakatan).
Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan
itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat
antara para pihak mengenai pokok perikatan. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak
diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak.
Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk
tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat
secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang mulutnya,
artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa

10
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 157-158.

8
perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian
perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan dan sebagainya.
Tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari pada yang diperjanjikan.
2. sas pacta sunt servada
Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian.
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua persetujuan yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-
persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup
untuk itu. Persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dari
ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah :
a) Pertama, istilah “semua perjanjian” berarti bahwa pembentuk Undang-
Undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah
semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak
bernama. Seiain itu juga mengandung suatu asas partij autonomie.
b) Kedua, istilah “secara sah” artinya bahwa pembentuk Undang-Undang
menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai Undang-Undang
terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum.
c) Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi perlindungan
hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi
seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan.
3. Asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak (freedom of contract), adalah salah satu asas yang
sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari
kehendak bebas pancaran hak asasi manusia. Didalam hukum perjanjian
internasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang manpu
memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu pengembangan
kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin
yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Asas
kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

9
sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak
merupakan asas kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratan, serta menentukan bentuknya perjanjian secara lisan
atau tertulis. Selain ketiga asas diatas, dalam lokakarya hukum perikatan yang
diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman tanggal
17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan
nasional yaitu asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas
kepastian hukum, asas moral, asas kepatuhan, asas kebiasaan dan asas
perlindungan.11

2.7 Macam Macam Perikatan


Adapun jenis-jenis perikatan adalah sebagai berikut:
A. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu
kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin
untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian
yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan
adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan
(opschortende voorwaarde).12 Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan
bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum terjadi, baik secara
menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun
secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang
lahir atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan
terjadi tetapi belum tentu akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya.
Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan bersyarat dapat dibedakan
atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan dengan syarat
berakhir.

11
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 158.
12
Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa, cet 31, 2001, hlm 128

10
B. Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan
dilaksanakan (pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor
untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya
mendiami paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang
masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan
perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami
oleh B.
C. Perikatan dengan syarat batal
Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang
dimaksud itu terjadi (pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya
mendiami rumah K selam dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F
harus mengosongkan rumah tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah
air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K
adiknya.13
D. Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu
digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah
peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal
yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin
itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya
itu telah dilahirkan”. Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang perikatan-perikatan
ketetapan waktu, berbunyi “suatu ketetapan waktu tidak, menangguhkan
perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal ini
menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan lahirnya perikatan,
tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa perjajian dengan
waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang
tertunda sampai waktu yang ditentukan.14

13
Op.cit. Abdulkadir Muhammad, hal. 249.
14
Amadi Miru dan Sakka Pati, HUKUM PERIKATAN : Penjelasan Makna Pasal 1233 samapi 1456 BW, Jakarta:
Rajawali Pers,2011, hlm 31.

11
E. Perikatan mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda.
Dikatan perikatan mana suka keran dibitur boleh memenuhi presatasi dengan
memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitur
tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan
sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua
benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir.
Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan
kepada kreditor.15
F. Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk
atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa orang bersama-sam sebagai
pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau
sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu
orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat
dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama mengahadapi orang berpiutang
atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu
seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pemabayaran ini juga
membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang dimaksud suatu
periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara tangggung-
menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing
dapat dituntut membayar Rp. 100.000.16
G. Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika
benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut
imbangan lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi
tersebut. Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila
dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang
kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat
dibagi.

15
Op.cit. Abdulkadir Muhammad, hal. 250-251.
16
Op.cit, Subekti, hal. 130

12
H. Perikatan dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan
kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana siberhutang
dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu,
biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya
merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan
sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang
mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman
hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk
imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu
manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.17

2.8 Resiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa


2.8.1. Resiko
Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu
kejadian di luar salah satu pihak, yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam
kontrak.18 Jadi pokok pangkalnya resiko adalah keadaan memaksa. Sementara
titik pangkalnya dalam jika dalam wanprestasi adalah ganti rugi. Mengenai resiko,
sebenarnya dapat disimak dalam pasal 1237 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa dalam hal adanya kontrak untuk memberikan suatu barang tertentu maka
barang tertentu tersebut semenjak kontrak dilahirkan, adalah atas tanggungan
berpiutang (tanggungan=resiko). Dengan begitu, dalam kontrak untuk
memberikan suatu barang tertentu jika barang ini sebelum diserahkan musnah
karena suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, maka kerugian harus
dipikul oleh si berpiutang, yaitu pihak penerima barang.
Resiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni resiko dalam
perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih jelasnya adalah
seperti berikut ini:19
A. Resiko dalam perjanjian sepihak yakni resiko ditanggung oleh kreditur.
Resiko ini diatur dalam pasal 1237 KUHPerdata.

17
Op.cit. Amadi Miru dan Sakka Pati, hal. 55.
18
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), 77.
19
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), 34-35.

13
B. Resiko dalam perjanjian timbal balik. Resiko dalam jenis ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu resiko jual beli yang diatur dalam pasal 1460
KUHPerdata yakni resiko ini ditanggong oleh pembeli, resiko dalam
tukar menukar yang diatur dalam pasal 1545 KUHPerdata yakni resiko
ditanggung oleh pemilik barang, dan yang terakhir adalah resiko dalam
sewa menyewa, yang diatur dalam pasal 1553 yakni resiko ditanguung
oleh pemilik barang.

2.8.2. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang berarti
prestasi buruk atau cedera janji. Dalam bahasa Inggris, wanprestasi disebut breach
of contract, yang berarti tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya
yang dibebankan oleh kontrak.20 Secara etimologi, wanprestasi adalah suatu hak
kebendaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan salah satu pihak tidak dapat
memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam kontrak. Adapun bentuk-
bentuk dari wanprestasi adalah sebagai berikut:
a) Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b) Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya.
c) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu
diperhatikan apakah dala kontrak itu ditentukan trnggang waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi tidak ditentukan perlu memperingatkan debitur supaya ia
memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya,
menurut ketentuan pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggapp lalai dengan
lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan. Akibat hukum dari wanprestasi
adalah :21
a) Debitur diharuskan membayar ganti rugi (pasal 1243 KUHPerdata).
b) Kreditur dapat meminta pembatalan kontrak melalui pengadilan (pasal
1266 KUHPerdata).

20
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 75.
21
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 76.

14
c) Kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak atau pemenuhan kontrak
disertai ganti rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti rugi (pasal
1267 KUHPerdata)
Apabila seorang debitur yang dituduh cidera janji dan dituntut hukuman
kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang
akan diberikan dengan mengajukan beberapa alasan. Pembelaan tersebut ada tiga
macam yaitu:22
a) Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).
b) Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non
adimpleti contractus).
c) Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut
ganti rugi (rechtvenverking).

2.8.3. Keadaan Memaksa (Overmacht / Forcemajeur)


Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu kontrak bisnis,
ketika debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi
prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, maka debitur tidak dapat dipersalahkan.
Dengan perkataan lain, debitur tidak dapat memenuh kewajiban karena
overmacht. Dengan demikian kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi
sebagaiamana hak yang dimiliki oleh kreditur dalam wanprestasi. Adapun yang
termasuk unsur-unsur overmacht adalah sebagai berikut:
a) Ada halangan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban.
b) Halangan itu bukan karena kesalahan debitur.
c) Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko bagi debitur.
Overmacht mengakibatkan suatu kontrak berhenti. Overmacht tidak
melenyapkan adanya kontrak akan tetapi, hanya menghentikan kontrak. Dalam
suatu kontrak timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena Overmacht
terhalang untuk berprestasi, maka lawan juga harus dibebaskan untuk berprestasi.
Ketentuan dalam Overmacht diatur dalam KUHPerdata pasal 1244 dan pasal

22
Ibid, 77.

15
1245.23 Pada pasal 1244 berbunyi : “Debitur harus dihukum untuk mengganti
biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat membuktikan bahwa tidak
dilaksanakan perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan
perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang
dipertanggungjawabkan kepadanya walaupun tidak ada iktikad buruk padanya”.
Selanjutnya pada pasal 1245 berpunyi : “Tidak ada penggantian biaya kerugian,
dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang secara kebetulan,
debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau
melakukakan suatu perbuatan yang terlarang olehnya”.24

23
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 182.
24
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 183.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undang-undang
dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya adalah karena pembayaran,
kompensasi, pembayaran utang dll. Sementara itu, hapusnya suatu perjanjian
berbeda dengan perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan
persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia


Indonesia. 2012.
Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa. 2002.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana, 2010.
Sari, Elis Kartika, et. All. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Grasindo. 2007.
KUHPerdata dan KUHPerdata. tk: Pustaka Buana. 2015.

18

Anda mungkin juga menyukai