PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dikaji dari perspektiI sumber hukum maka Yurisprudensi merupakan sumber
hukum dalam artian Iormal. Dikaji dari aspek terminologinya maka yurisprudensi
berasal dari kata Jurisprudentia (bahasa Latin), yang berarti pengetahuan hukum
(Rechtsgeleerdheid). Sebagai istilah teknis yuridis di Indonesia, sama pengertiannya
kata 'Jurisprudentie` dalam bahasa Belanda dan 'Jurisprudence` dalam bahasa
Perancis, yaitu yang berarti hukum peradilan atau peradilan tetap.
Dikaji dari aspek teoritik maka yurisprudensi penting eksistensinya apabila
dikorelasikan terhadap tugas hakim. Dikaji dari perspektiI aliran legisme maka
peranan yurisprudensi relatiI kurang penting karena diasumsikan semua hukum
terdapat dalam undang-undang. Oleh karena itu, hakim dalam melaksanakan tugasnya
terikat apa yang ada dalam undang-undang, sehingga merupakan pelaksana undang-
undang.
Sedangkan menurut aliran Freie Rechtsbewegung maka hakim dalam
melaksanakan tugasnya bebas untuk melakukan apa yang ada menurut undang-
undang ataukah tidak. Dimensi ini terjadi karena karena pekerjaan hakim adalah
melakukan 'Rechtsschepping`, yaitu melakukan penciptaan hukum. Konsekuensi
logisnya, maka memahami yurisprudensi merupakan hal yang bersiIat substansial di
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN YURISPRUDENSI
Dari perspektiI sumber hukum maka Yurisprudensi merupakan sumber
hukum dalam artian Iormal. Dikaji dari aspek terminologinya maka yurisprudensi
berasal dari kata Jurisprudentia (bahasa Latin), yang berarti pengetahuan hukum
(Rechtsgeleerdheid). Sebagai istilah teknis yuridis di Indonesia, sama pengertiannya
kata 'Jurisprudentie` dalam bahasa Belanda dan 'Jurisprudence` dalam bahasa
Perancis, yaitu yang berarti hukum peradilan atau peradilan tetap.
Dalam bahasa Inggris maka terminologi 'Jurisprudence` diartikan sebagai teori ilmu
hukum, sedangkan pengertian yurisprudensi dipergunakan dalam rumpun sistem
'Case Law` atau 'Judge-made Law`. Kemudian kata 'Jurispruden:` dalam bahasa
Jerman berarti ilmu hukum dalam arti yang sempit (aliran jaran Hukum), misalnya
Begriff-furispruden:, Interressen furispruden: dan lain sebagainya. Istilah teknis
bahasa Jerman untuk pengertian yurisprudensi, adalah kata 'Ueberlieferung.
B. PERAN YURISPRUDENSI
Tidak dapat disangkal bahwa tugas darpada seorang hakim adalah berbeda,
berlainan dari pada tugas dan kewenangan dari pembentuk undang-undang. Dapat
dikatakan bahwa baik hakim maupun pembentuk undang-undang menentukan atau
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, !erundang-undangan dan Yurisprudensi, lumni, Bandung, , hal. 56
menetapkan hukum yang dapat diartikan dalam arti yang berbeda pula. Pembentuk
undang-undang membentuk hokum secara in abstracto yaitu merumuskan peraturan
hukum secara umu yang berlaku bagi semua orang yang tunduk pada ketentuan
undang-undang. Lain halnya kedudukan hakim, ia sebaliknya yaitu menetapkan
hukum secara in concreto dimana hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-
hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus.
Terkait hal ini, dalam pasal 4 ayat () Undang-undang Nomor 4 Tahun
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah menggariskan
tentang tugas hakim sebagai berikut :
'Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara
yang diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
memeriksa dan mengadilinya.
Menurut pasal 2 ayat () Undang-undang Nomor 4 Tahun digariskan
lebih lanjut tentang kewajiban hakim, sebagai berikut :
'Hakim sebagi penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Lebih lanjut dapat dikatakan disini, bahwa bagi hakim pidana berlaku pula
asas 'nullum delictum, nulla poena sine praevia lege ponali`, sebagaimana dapat
ditarik dari isi ketentuan pasal ayat () Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
menandung arti bahwa perbuatan apa dan yang bagaimanakah yang dilarang
diperbuat orang serta yang diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar
3. Hakim harus menilai kekuatan pembuktian tiap alat bukti dan memberi
kesimpulannya mengenai soal terbukti atau tidaknya tuduhan terhadap si
terdakwa.
4. Hakim dalam mempertimbangkan perkara adalah tidak bebas, melainkan
terikat pada hukum, undang-undang dan rasa keadilan, sehingga dengan
demikian segala kesan bahwa hakim bertindak sewenang-wenag sekaligus
dapat dilenyapkan.
5. Hubungan antara dictum (amar) putusan dan pertimbangan adalah bahwa
setiap bagian dari dictum putusan harus didukung oleh pertimbangan tertentu.
Dengan demikian telah diketahui bahwa hakim dilarang secara tegas untuk
menolak mengadili suatu perkara (pidana) yang dihadapkan kepadanya untuk
diperiksa dan diadili. Sedangkan dilain pihak haikm diwajibkan pula untuk menggali,
mengikutidan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat.
. KEKUATAN MENGIKAT YURISPRUDENSI DALAM SISTEM HUKUM
Sebagaimana telah dijelaskan secara implisit dari konteks di atas maka adanya
perbedaan pengertian yurisprudensi di negara yang menganut Sistem Hukum
KodeIikasiCivil Law atau Eropa Kontinental seperti Indonesia dengan negara yang
menganut Sistem Comman Law/nglo Saxon/Case law seperti di Negara Inggris,
merika Serikat, dan lain-lain.
Pada hakekatnya maka yurisprudensi di negara-negara yang sistem hukumnya
Comman Law seperti di Inggris atau merika Serikat, mempunyai pengertian yang
chmad li, enguak Tabir hukum (Suatu kafian Filosofis dan Sosiologis), , PT Toko Buku Gunung gung, cetakan II,
Jakarta, hal. 25
3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pt. Citra ditya Bakti, Bandung, 2, hal. 3
dikatakan: karena suatu sebab yang psikhologis, maka seorang hakim menurut
keputusan seorang hakim lain yang berkedudukannya lebih tinggi.
2. Di samping sebab yang psikhologis itu ada juga sebab praktis, maka
seseorang hakim menurut keputusan yang telah diberi oleh seorang hakim
yang berkedudukannya lebih tinggi. Bila seorang hakim memberi keputusan
yang isinya berbeda dari pada isi keputusan seorang hakim yang
kedudukannya lebih tinggi, yaitu seorang hakim yang mengawasi pekerjaan
hakim yang disebut pertama, maka sudah tentu pihak yang tidak menerima
keputusan itu akan meminta apel atau revisi, yaitu naik banding. Pihak yang
tidak menerima keputusan tersebut akan meminta perkaranya dapat dibawa
kemuka hakim itu yang kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan hakim
yang telah memutuskan perkaranya, dan yang pernah memberi keputusan
mengenai suatu perkara yang coraknya sama tetapi bunyinya keputusan
berlainan.
3. khirnya, ada sebab: hakim menurut keputusan hakim lain, karena ia
menyetujui isi keputusan hakim lain itu, yang sebab persesuaian pendapat.
D. YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG RI DALAM PRAKTIK
PERADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Pada dasarnya, walaupun yurisprudensi di Indonesia bersiIat persuasive akan
tetapi peranan dan eksistensinya lazim dijadikan acuan oleh para hakim yudex Iacti
(Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi). Dengan konteks yang demikian ini maka
yurisprudensi dalam sistem hukum Indonesia di samping membangun, menemukan
dan menciptakan hukum juga bersiIat menjadi pegangan, acuan serta pedoman para
hakim yudex Iacti dan bahkan di tingkat Mahkamah gung (yudex furis) sebagai
'kunci dalam memutus perkara. spek ini misalnya secara tegas dapat dilihat dalam
penanganan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dasarnya, yurisprudensi Mahkamah gung RI telah memberi landasan
dan terobosan serta melakukan pergeseran dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi
dari pengertian perbuatan melawan hukum yang bersiIat Iormal menjadi yang bersiIat
materiil yang meliputi setiap perbuatan yang melanggar norma-norma dalam
kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat.
Konkretnya, landasan, terobosan dan pergeseran pengertian 'wederrechtelifk`,
khususnya perbuatan melawan hukum materiil dalam hukum pidana tersebut
mendapat pengaruh kuat dari pengertian perbuatan melawan hukum secara luas dari
hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 3 Januari .
Kemudian dalam praktik peradilan khususnya melalui yurisprudensi maka
Mahkamah gung RI juga telah memberikan nuansa baru perbuatan melawan hukum
materiil bukan hanya dibatasi dari fungsi Negatif sebagai alasan peniadaan pidana
guna menghindari pelanggaran asas legalitas maupun penggunaan analogi yang
dilarang oleh hukum pidana. kan tetapi juga Mahkamah gung dengan melalui
yurisprudensinya melakukan pergeseran perbuatan melawan hukum materiil ke arah
fungsi !ositif melalui kretaria limitatiI dan kasuistik berupa perbuatan pelaku yang
tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih
tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi
BAB III
KESIMPULAN
Yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam artian yang Iormal. Dikaji
dari aspek teoritik maka yurisprudensi penting eksistensinya apabila dikorelasikan
terhadap tugas hakim. Dikaji dari perspektiI aliran legisme maka peranan
yurisprudensi relatiI kurang penting karena diasumsikan semua hukum terdapat
dalam undang-undang. Oleh karena itu, hakim dalam melaksanakan tugasnya terikat
apa yang ada dalam undang-undang, sehingga merupakan pelaksana undang-undang.
Sedangkan menurut aliran Freie Rechtsbewegung maka hakim dalam
melaksanakan tugasnya bebas untuk melakukan apa yang ada menurut undang-
undang ataukah tidak. Dimensi ini terjadi karena karena pekerjaan hakim adalah
melakukan 'Rechtsschepping`, yaitu melakukan penciptaan hukum. Konsekuensi
logisnya, maka memahami yurisprudensi merupakan hal yang bersiIat substansial di
dalam mempelajari hukum, sedangkan mempelajari undang-undang merupakan hal
yang bersiIat sekunder.
Sedangkan terhadap aliran rechtsvinding, peranan yurisprudensi relatiI
penting dan aspek ini diserahkan kepada kebijakan hakim. Menurut aliran ini, hakim
terikat undang-undang akan tetapi tidak seketat aliran legisme karena hakim memiliki
'kebebasan yang terikat (gebonden Jrifheid) atau 'keterikatan yang bebas (Jrife
Gebondenheid). Oleh sebab demikian maka tugas hakim disebutkan sebagai
melakukan 'Rechtsvinding` yang artinya adalah menyelaraskan undang-undang
sesuai dengan tuntutan jaman. Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas
DAFTAR PUSTAKA
O Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, !erundang-undangan dan
Yurisprudensi, lumni, Bandung,
O Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, asyarakat dan !embinaan
Hukum Nasional, Suatu uraian tentang Landasan !ikiran, !ola dan
ekanisme !embaharuan Hukum di Indonesia,Binacipta, Bandung,
6
O Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pt. Citra ditya Bakti, Bandung, 2