Anda di halaman 1dari 67

HUKUM WARIS ADAT MINANGKABAU

Nama Anggota Kelompok :


1. Muhammad Adib Afiq

NIM
C100150

1|Page

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap
manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian
mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban .
Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukup Perdata
(KUHPerdata) buku kedua tentang kebendaan dan juga dalam hukum waris
Islam, dan juga hukum waris adat.
Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah penerusan dan
pengoperaan harta peninggalan baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dari seorang pewaris kepada ahli warisnya. maksudnya dari pewaris
ke ahli warisnya. Akan tetapi di dalam kenyataannya prose serta langkahlangkah pengalihan tersebut bervariasi, dalam hal ini baik dalam hal hibah,
hadiah dan hibah wasiat. ataupun permasalahn lainnya . Disini penulis akan
2|Page

sedikit memaparkan bagaimana hukum kewarisan dalam persfektif hukum


perdata barat KUHPedata(BW), hukum waris Islam dan Hukum adat yaitu adat
minangkabau dengan adat Jawa.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaturan Kewarisan dalam BW, Islam, Adat Minangakabau,
dan Adat Jawa?
2. Bagaimana Perbandingan pengaturan Kewarisan menurut Hukum Islam,
Adat dan BW?
3. Bagaimana perbandingan pengaturan Kewarisan menurut Hukum Islam,
minangkabau, dan adat Jawa ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaturan bagaimana pengaturan kewarisan menurut BW,
hukum Islam, Hukum waris adat yaitu Adat Minangkabau dan Adat Jawa.
2. Mengetahui dan menganalisis bagaimana perbandingan kewarisan menurut
hukum waris Islam, waris Adat dan waris BW.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaturan kewarisan menurut hukum Islam,
adat minangkabau dan adat jawa.

3|Page

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Kewarisan
1. Hukum Waris BW
1.1 Pengertian Waris
Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang
mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta
kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang
masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain,
hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan
orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan
ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibatakibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya
harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di
dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
I.2 UNSUR UNSUR PEWARISAN
Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu
mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur unsur
pewarisan :
1. Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater
Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak
dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal
830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan
pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia
adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang undang sekedar

4|Page

terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan yang
sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :
Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab
intestato (tanpa wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris
Wasiat atau testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak
untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. Lalu,
bagaiman dengan bayi yang ada dalam kandungan ?. Menurut pasal 2 BW,
anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan
bilamanakeperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak
yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat mewarisi karena
dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan akan anak sudah dilahirkan.
Ahli waris terdiri dari :
Ahli waris menurut undang undang ( abintestato )
Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau
para keluarga sedarah. Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I,
terdiri dari anak anak, suami ( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris;
Golongan II, terdiri dari bapak, ibu ( orang tua ), saudara saudara si pewris;
Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas
( seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau ibu ) si pewaris;
Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer samping ( seperti, paman
, bibi ).
Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap
orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas,
testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi
suatu erfstelling ( penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk mendapat
5|Page

seluruh atau sebagian harta peninggalan ); legataris yaitu ahli waris karena
mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak
atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam
benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari
harta waris.
Jadi, dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu,
ahli waris atas dasar hubungan darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan
perkawianan dengan si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang
dapat diwarisi hanyalah hak hak dan kewajiban dalam lapangan harta
kekayaan. Hak dan kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda yang
nyata ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu
juga dapat berupa hak imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva ( sejumlah hutang
pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun kewajiban lainnya ).
Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak
dapat diwariskan.
I.3 HAK DAN KEWAJIBAN PEWARIS
1. Hak Pewaris
Pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya
dalam testament atau wasiat yang isinya dapat berupa, erfstelling / wasiat
pengangkatan ahli waris ( suatu penunjukkan satu atau beberapa orang
menjadi ahli waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta
peninggalan ( menurut pasal 954 BW ), wasiat pengangkatan ahli wari ini
terjadi apabila pewaris tidak mempunyai keturunanatau ahli waris ( menurut
pasal 917 BW )); legaat / hibah wasiat ( pemberian hak kepada seseorang atas
dasar wasiat yang khusus berupa hak atas satu atau beberapa benda tertentu,
hak atas seluruh benda bergerak tertentu, hak pakai atau memungut hasil dari
seluruh atau sebagian harta warisan ( menurut pasal 957 BW )).

6|Page

2. Kewajiban Pewaris
Pewaris wajib mengindahkan atau memperhatikan legitime portie, yaitu
suatu bagian tertentu dari harta peningalan yang tidak dapat dihapuskan atau
dikurangi dengan wasiat atau pemberian lainnya oleh orang yang
meninggalkan warisan ( menurut pasal 913 BW ). Jadi, pada dasarnya
pewaris tidak dapat mewasiatkan seluruh hartanya, karena pewaris wajib
memperhatikan legitieme portie, akan tetapi apabila pewaris tidak
mempunyai keturunan , maka warisan dapat diberikan seluruhnya pada
penerima wasiat.
I.4 HAK DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS
1. Hak Ahli Waris
Setelah terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak
untuk menentukan sikapnya, antara lain, menerima warisan secara penuh,
menerima dengan hak untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan atau
menerima dengan bersyarat, dan hak untuk menolak warisan.
2. Kewajiban Ahli Waris
Adapun kewajiban dari seorang ahli waris, antara lain, memelihara
keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi, mencari
cara pembagian sesuai ketentuan, melunasi hutang hutang pewaris jika
pewaris

meninggalkan

hutang,

dan

melaksanakan

wasiat

jika

pewarismeninggalkan wasiat.
I.5 PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
1. Golongan I,
Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu
anak, suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama
mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu,
maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli
waris golongan kedua tidak bisa tampil.
7|Page

pasal 852 : Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain lainan
atau waktu kelahiran , laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama
( mewaris kepala demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama
seperti anak yang lahir di dalam perkawinannya sendiri .
Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai
berikut :

Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang


perkawinan dengan tidak mempermasalahkan kapan anak itu
dibangkitkan oleh kedua suami istri atau orang tuanya. Anak sah
mewaris secara bersama sama dengan tidak mempermasalahkan
apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau apakah ia laki laki
atau perempuan.

Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum


kedua suami istri itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang
dari suami atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah.
Anak luar perkawinan ini terbagi atas :

Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di


luar perkawinan, dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya
akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang undang oleh
kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan
pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.

Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di


luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau
ibunya tau dengan kata lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja
atau bapaknya saja atau kedua duanya akan memperoleh hubungan
kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang mengakuinya. Pengakuan
terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte kelahiran anak

8|Page

atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik atau
dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia
sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama sama dengan ahli waris golongan
pertama, dari harta waris jika ia mewaris bersama sama dengan golongan
kedua, dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara
dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris golongan ketiga
dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si pewaris tidak
meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan
keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang diberikan pada merka
menurut pasal 863, 865.
Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir
dari orang laki laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka
itu atau kedua duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain ), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki laki dan
perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin atau
tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat.
Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya
mendapatkan nafkah seperlunya.
852 a. : Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari
perkawinannya dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya
seorang anak. Jika perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari
perkawinan yang dahulu ada juga anak anak, maka bagian dari janda
( duda ) itu tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak yang
meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh
mendapat lebih dari dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak
dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak
boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak peninggal warisan. Lebih
dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah sama,
9|Page

meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata terkecil
itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan kemudian
yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki
kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya
dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu,
bapak, ibu dan saudara saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil
mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan
menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.
Dalam hal tidak ada saudara tiri :
854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah :
bapak, ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1
saudara; bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah
apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu,
maka bagiannya ialah : kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara;
kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya
saudara ( saudara saudara )
856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan
menjadi bagian saudara saudara.
857 : Pembagian antara saudara saudara adalah sama, kalau mereka
itu mempunyai bapak dan ibu yang sama.
Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara saudaranya, maka
harus dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup.
Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang
ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai
10 | P a g e

bagian bagi garis ibu. Saudara saudara yang mempunyai bapak dan ibu
yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak dan bagian bagi
garis ibu. Saudara saudara yang hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari
bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek,
nenek baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris
golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan
pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris
golongan keempat.
853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada,
maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.
Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis
bapak lurus ke atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu
lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris
yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan
yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris
itu pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ).
Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya,
maka orang itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
Pasal ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri
orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada
kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu, dan bapak
dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2
kakek dan 2 nenek.
1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari
pancer ibu. Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika
warisan itu jatuh pada orang orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di
dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan

11 | P a g e

kepada kakek dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada
kakek dan nenek yang menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka
warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu
hanya kakek atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian
yang masih hidup.
4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris,
yaitu paman, bibi.
858 ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh
pada tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan
jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada beberapa
orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi bagi berdasarkan
bagian yang sama.
861.

Di

dalam

garis

menyimpang

keluarga

yang

pertalian

kekeluargaannya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke
6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada
garis itu,menjadi haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau
orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi
derajat ke 6.
873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka
seluruh warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka
seluruh warisan jatuh pada Negara.
5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti
(Plaatsvervulling / representatie)

12 | P a g e

Adapun syarat syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah


sebagai berikut :
Orang yang digantikan tempatnya itu harus telah meninggal dunia
terlebih dahulu dari si pewaris.
Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
WARIS WASIAT ( TESTAMENT )
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang
tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.
Pasal 875, surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi
pernyataan sesorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan
yang olehnya dapat ditarikkembali.
SYARAT SYARAT WASIAT
1. Syarat Syarat Pewasiat
Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi akalnya,
artinya tidak boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang
yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun
tidak dapat membuat testament.
2. Syarat Syarat Isi Wasiat
Pasal 888 : Jika testament memuat syarat syarat yang tidak dapat
dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan
kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal 890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi
dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat
ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah syah.

13 | P a g e

Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu
atau muslihat.
Selain larangan larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam
hukum waris terdapat banyak sekali larangan larangan yang tidak boleh
dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah
larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak
para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.
JENIS JENIS WASIAT
1. Jenis Wasiat menurut Isinya
Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat :
Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris. Seperti
disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat dengan
mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari
seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ) dari harta
kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang orang yang mendapat harta
kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat. Pasal 957 memberi
keterangan seperti berikut : Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang
khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang mewasiatkan
memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa barang tertentu,
barang barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau
sebagian dari harta peninggalannya. Orang orang yang mendapat harta
kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.
2. Jenis Wasiat menurut Bentuknya
Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat
dibagi menurut bentuknya. Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut
bentuk :
Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri
14 | P a g e

Wasiat ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan


meninggalkan warisan itu sendiri, harus diserahkan sendiri kepada
seorang notaris untuk disimpan, penyerahan harus dihadiri oleh dua
orang saksi.
Wasiat umum ( openbaar testament )
Dibuat oleh seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan
menghadap para notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris ini
membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 orang saksi.
Wasiat rahasia atau wasiat tertutup
Dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi
tidak diharuskan menuliskan dengan tangannya sendiri, testament ini
harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris
harus disaksikan 4 orang saksi.
II.4 PENCABUTAN DAN WASIAT
Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan
ialah di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu
testament, sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat
tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal hal di luar kemauan pewaris.
1. Tentang Pencabutan Suatu Wasiat
Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan ketentuan
seperti berikut :
992 : Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan
akta notaris khusus. Arti kata khusus di dalam hal ini ialah bahwa isi dari
akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.
2. Tentang Gugurnya Suatu Wasiat

15 | P a g e

997 : Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung


kepada suatu peristiwa yang tak tentu : maka jika si waris atau legataris
meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur.
998 : Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka
wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari
wasiat itu.
2.

Hukum Islam
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia
Melaksanakan hukum kewarisan dalam sistem hukum Islam merupakan
ibadah muamalah artinya ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia
yang dilaksanakan semata-mata mendapatkan keridhaan kepada Allah. Dalam
ajaran Islam manusia apabila benar-benar mengharapkan keridhoan Allah
SWT dalam ibadah harus sesuai dengan ketentuan dan pedoman pada AlQuran dan Hadist Rasulullah SAW.
Al-Quran dan hadist Ras ulullah SAW merupakan asas, prinsip dan
nilai dari Allah yang menjadi sumber hukum Islam, di dalamnya hukum
kewarisan

Islam

bersifat

statis,

tidak

boleh

berubah,

sedangkan

pelaksanaannya bersifat dinamis dan difikirkan dengan ijtihad dengan


dipengaruhi oleh pengalaman, ilmu pengetahuan, suasana dan keadaan,25
yang sifatnya sementara, berbeda dengan tujuan hidup manusia yang
sebenarnya memperhamba diri kepada Allah SWT, (Q.S.51:56).
Dengan demikian ijtihad itu bukan mengubah norma, tetapi cara
pelaksanaan norma, seperti berwudlu dengan air 2 kulah, tetapi menurut
ijtihad ilmiah air yang dikatakan bersih ialah bebas dari kuman, atau zakat
ditunaikan dengan kurma dan gandum. Hasil ijtihad di Indonesia memutuskan
dengan beras atau uang. Zaman Nabi
Muhammad SAW, memutuskan awal bulan puasa atau sawal dengan
rukyat, sekarang banyak dengan hisab. Dahulu naik haji dengan unta
sekarang dengan mobil atau pesawat. Jadi yang menjadi lapangan ijtihad
16 | P a g e

bukan normanya, tetapi pelaksanaan norma. Norma ditetapkan oleh naqal,


cara pelaksanaannya diputuskan oleh akal. Demikian juga dalam pelaksanaan
atau penerapan hukum kewarisan dalam normanya sebagimana yang telah
ditetapkan oleh Al-quran, (naqal), tetapi dalam penerapannya dapat
diputuskan dengan ijtihad, (akal). Kemudian norma yang berhubungan
dengan hukum kewarisan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran ayat-ayat
tektualnya adalah disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 4 , 11, 12, 33 dan 176
.
a. An-nisa ayat 4, terjemahannya sebagai balam erikut :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya dan bagi perempuan ada (pula) hak bagian dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.
b. An Nisa ayat 11, terjemahannya :
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian kewarisan untuk)
anak-anakmu yaitu : Bagian seorang anak laki-laki saman dengan bagian
dua orang anak perempuan : dan jika semua anak itu peremouan lebih dari
dua ; maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan , jika
anak peremopuan itu seorang saja , maka ia memperoleh separoh saja. Dan
untuk kedua orang ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta
yang dituinggalkan ,jika yang meninggal itu mepunyai anak. Dan jika yang
meninggal itu tidak mempunyai anak dan diwarisi kedua ibu bapaknya
(saja), maka ibunya sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai
beberapa saudara. Maka ibunya mendapat seperenam (pembagianpembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat setelah dibuatnya
atau (dan setelah di bayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak
menfaatnya bagimu . Iniadalah ketetapan Allah Maha Mengetahui Maha
Bijaksana.

17 | P a g e

c. An-Nisa ayat 12 terjemahannya :


Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
mereka (istri-istrimu) mempunyai anak , maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat
harta yang kamu tingalkan, jika kamu tidak mepunyai anak, jika kamu
mepunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) hutang-hutangnya. Jika seorang meninggal dunia baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja) maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau setelah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi madharat (kepada ahli waris)
Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.
d. An-Nisa ayat 176 terjemahannya :
Mereka meminta fatwa keapadamu (tentang kalalah). Katakanlah
Allah memberi fatwa kepada tentang kalalah (yaitu) : Jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang ditinggalkannya , dan saudara yang laki-laki mewarisi (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanuya dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan oleh yang meninggal dunia.

18 | P a g e

Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri ) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak
sesat, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
d. Al Nisa ayat 33 Terjemahannya
Dan tiap-tiap harta peninggalan dari (harta) yang untuk masingmasing ahli waris meninggalkan (pengganti) pewaris-pewarisnya dan (jika
ada) orang-orang yang teah kamu bersumpah setia dengan mereka, maka
berilah kepadamereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu.
Surat An-Nisa ayat 11, 12, 33 dan 176 sebagaimana disebutkan di atas,
dalam penerapan atau pelaksanaam hukum kewarisan Islam sebagai norma
(naqal) hukum Islam yang harus dijadikan dasar yang bersifat statis tidak bisa
dirubah. Akan tetapi ketentuan bagian-bagian harta kewarisan sebagaimana
dalam ketetapan al-furudhul al-muqaddarah seperti telah dijelaskan dalam bab
di atas, namun ketetapan tersebut dapat diterapkan secara fleksibel, apabila
para ahli waris dapat mencari alternative lain yang mengandung keadilan dan
kedamaian diantara para ahli waris dalam hubungan keluarga. Al-Quran
memberikan kebebasan kepada ahli waris-ahli waris untuk mencari kesepakatakesepakatan perdamaian dengan cara musyawarah diantara mereka.
Kesepakatan perdamaian disamping merupakan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya, juga filosofis bangsa Indonesia dan cirri masyarakat Indonesia
sebagimana dalam alinea ke empat falsafah bangsa dan dasar Negara Indonesia
yang disebut Pancasila.
Masyarakat muslim di Indonesia belum tentu mengamalkan hukum Islam
secara kaffah (penuh), karena menurut Sidi Gazalba yang melaksanakan
hukum Islam secara kaffah adalah masyarakat Islam, bukan masyarakat
muslim. Karena masyarakat muslim itu adalah kelompok manusia yang
beragama Islam atau mengaku beragama Islam, tetapi masih banyak
mengamalkan kebudayaan, mungkin juga masih baru mendekat ajaran Islam,
bahkan

mungkin

terdapat

hukum

Islam

19 | P a g e

dijahuinya.

Namun

dalam

perkembangan hukum Islam dalam arti fiqh dalam penerapannya terjadi


akulturasi antara norma hukum Islam dengan budaya masyarakat, bahkan fiqh
yang berkembang di Indonesia ini, menurut Hasbi Ash Shiddeqi mayorita
budaya Hijas. Demikian juga termasuk penerapan hukum kewarisan di
Indonesia yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.
Penerapan atau pelaksanaan hukum kewarisan di Indonesia dengan cara
perdamaian, hal ini dapat dilihat hasil-hasil penelitian akademisi di beberapa
Universiats di Indonesia, diantaranya, penelitian disertasinya Amir Syarifuddin
yang mengatakan bahwa masyarakat Minangkabau dalam pembagan harta
kewarisan terhadap harta suarang dengan istlah kental dengn naunsa
kekeluargaan atas dasar kerelaan para ahli waris, artinya pembagian harta
kewarisan diselesaikan dengan perdamaisan sesama ahli waris. Demikian juga
dalam penelitian disertasinya Otje Salman di daerah Cirebon, yang mengatakan
bahwa perdamaian dalam membagi harta kewarisan sudah menjadi tradisi bagi
masyarakat Cirebon. Juga penelitian Zainuddin Ali bahwa di Donggala
Sulawesi bahwa cara pembagian harta kewarisan dilaksanakan dengan
perdamaian para ahli waris dan Dewan Adat. Termasuk Neng Djubaidah dari
Universitas Indonesia dalam penelitian skrisinnya di Kabupaten Pandeglang
bahwa praktik pembagian harta kewarisan dilaksanakan dengan perdamain
secara musyawarah diantara para ahli waris, juga Abdul Ghafur Anhsori
penelitiannya di Kota Gede Yogyakarta, juga penelitian penulis sendiri di
Kabupaten Magetan.
Interprestasi penerapan atau pelasanaan hukum kewarisan itu tidak
bertentangan dengan prinsip atau asas hukum Islam, sebab dalam penerapan
hukum Islam memang dapat dengan isterprestasi. Interprestasi tersebut terdapat
dua pendekatan teori yaitu pertama pendekatan teori perdamaian, dan yang
kedua dengan pendekatan teori ibra atau teori pembebasan.
1. Pendekatan teori perdamaian atau islah
Dalam hukum Islam perdamaian pada umumnya adalah untuk
menyelesaiakan masalah, baik yang belum terjadi perselisihan maupun telah

20 | P a g e

terjadi perselisihan. Perdamaian para ahli waris untuk menyelesaikan


pembagian harta warisan mempunyai tujuan agar tidak terjadi perselisihan
dikemudian hari diantara ahli waris sebagai anak-anak maupun para keluarga
dekat pewaris. Bahkan penyelesaian dengan perdamaian ini para ahli waris
tidak memerlupan alat-alat bukti dan para ahli waris memperoleh kebebasan
mencari jalan keluar yang disepakati agar dapat menyelesaikan pembagian
harta warisannya.
Perdamaian tersebut dalam istilaih hukum Islam disebut Al-Shulh,
bahkan dalam hukum Islam al-shluh atau perdamian ini telah mnejadi kaidah
ushul fiqh, yang disebut Al-suhulh sayyidul al-ahkam, artinya perdamian itu
merupakan puncak dari segala hukum, Menurut Syahrizal Abbas28 bahwa
memilih perdamaian itu berdasarkan pertimbangan (1). Dapat memuskan para
pohak, dan tidak ada yang merasa dirugikan dan meresa menang atau kalah
dalam penyelesaiannya, (2). Dengan perdamian ini dapat menghantarkan
kepada ketentraman hati dan kepuasan serta mempererat silaturahmi, dan (3).
Dilakukan dengan sukarela, tidak ada paksaan, dan para ahli waris membuat
kesepakatan-kesepakatan untuk mewujudkan perdamaian.
Penyelesaian

dengan

perdamaiaan

diajurkan

oleh

Allah

SWT,

sebagimana dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 128, bahwa perdamaian itu
suatu perbuatan yang baik. Bahkan Abu Hurairah meriwayatkan hadits
Rasulullah SAW bersabda bahwa perdamaian di atara kaum muslimin itu
boleh, kecuali perdamaiaan yang mengharamkaan sesuatu yanh halal, atau
menghalakan sesuatu yang haram.
Selanjutnya Muhammad Rawwas Qalahji perdamaian tentang harta
tersebut ada dua macam yaitu pertama perdamaian ingkar yaitu sepertinya
adanya pengakuan seorang sebagai pihak pertama, tentang pemilikan harta
yang dikuasahi oleh pihak ketiga, sedangkan pihak kedua tidak mengetahui
adanya hak itu. Kemudian terjadi perdamaian yang isinya bahwa pihak kedua
menyerahkan harta yang diakui pihak pertama tersebut. Sedangkan yang kedua
perdamaian pengakuan, perjanjian ini seperti adanyaa pengakuan bahwa harta
yang

dikuasahinya

ternyata

milik orang lain, dan dia tidak mau


21 | P a g e

mengembalikan, kemudian diadakan perjanjian perdamaian bahwa ia bersedia


mengembalikan sebagaian dari harta milik orang lain tersebut.
Dalam hukum Islam terdapat tiga macam unsur atau rukun perdamaian
yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai masalah, unsur
pertama ialah lafazd ialah ucapan atau perbuatan dari kedua belah pihak yang
mengadakan perdamian tersebut. Lafazd terdiri dari ijab dan qobul. Ijab artinya
pernyataan dari salah satu pihak yang mengadakan perdamaian, seperti kami
berdamai dengan kamu dengan saya membayar hutang sebesar seribu rupia,
sedangakn Kabul adalah pernyataan menerima atau persetujaun perdamian,
baik melalu lisan maupun dengan perbuatan untuk melakukan perdamaian.
Dengan lahirnya perjanjian perdamaian itu lahir pula ikatan hukum
diantara pelaku perdamaian, yang masing-masing pihak berkewajiban untuk
melaksanakan perdamapain yang disepakatinya, danm masing-masing pihak
tidak bisa membatalkan secara sepihak, bia terjadi pembatalan harus kedua
belah pihak.
Menurut Sayyaid Sabiq perdamaian itu ada tiga syarat yaitu pertama
subyek atau orang yang melaksanakan perdamian itu harus cakap hukum,
kedua obyek dari perdamian itu sendiri berbentuk benda yang berwujud dan
tidak berwujud seperti hak intelektual. Sedangkan yang ketiga adalah persoalan
yang boleh dierdamaikan, artinya masalah-masalah harta benda yang menjadi
hak hamba atau hak manusia. sedangkan hak Allah tidak bisa menjadi obyek
perdamaian.
Dalam memahami pelaksanaan pembagian harta kewarisan menurut
Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Ushul Fiqh yang dikutp Satria Effendi
beliau mengatakan bahwa hak warisan termasuk hak hamba dan mensejajarkan
dengan hak menagih hutang, kerna kedua-duanya berhubungan dengan harta.
Bahkan beliau selanjutnya mengatakan bahwa hak hamba adalah sebuah
kedholiman kecuali dimaafkan hak semaacam ini demi kepentingan
kemaslakatan perorangan dan dapat digugurkan oleh pemiliknya.

22 | P a g e

Demikian juga pendapat Sidi Gazalba nash Al-Quran dan As-Sunah


tidak bisa dinterprestasikan, tetapi pelaksanaannya dapat diinterprestasikan. 1
Dengan demikian pelaksanaan pembagian harta kewarisan merupakan
interprestasi dengan perdamian yang hasilnya mungkin sesuai ketentuanketentuan Al-Quran, dan kemungkinan tidak sesuai dengan ketentuanketentuan Al-Quran dan As-Sunah Rasulullah SAW. Cara pembagiaan harta
kewarisan dengan perdamian tersebut ada yang mengatakan bahwa pembagian
harta kewarisan ini sebagai praktik mendua, disatu sisi menyelesaian dengan
perdamaian tidak dengan ketentuan Al-Quran, tetapi dalam kenyataan mereka
membagi dengan perdamaian, bahkan banyak juga yang membagi harta
kewarisan dengan hibah ketika pewaris masih hidup.
Ahmad rafiq berpendapat bahwa cara membagi harta kewarisan dengan
perdamaian yang hasilnya tidak sesuai dengan nas syarI tidak sikab mendua
karena perdamaian merupakan term Al-Quran sebagaimana dalam Al-Quran
Surat An-Nisa ayat 128 .. Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
walaupun manusia itu tabiatnya kikir, dan Surat Al-Hujuraat ayat 9 .. Jika
golongan itu (telah kembali kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlakulah

adil dan ayat 10 yaitu

Sesungguhnya orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara


kedua saudaramu dan bertakwalah keapad Allah supaya kamu mendapat
rahmad.
Dalam praktik cara perdamaian itu sangat efektif untuk meredam
terjadinya perselisihan diantara keluarga (ahli waris) akibat pembagian harta
kewarisan tersebut.
Hal ini sejalan dengan nasehat Khalifat Umar ibnu Khatab kepada kaum
muslimin agar diantara pihak yang mempunyai urusan dapat memilah cara
perdamaian Umar ibnu Khatab berkata : Boleh mengadakan perdamaian yang
bertujuan menghalalkan yang haram Bahkan Umar ibnu Khatab selanjutnya
1

Sidi Gazalba, Islam & Perubahan Sosiobudaya, Suatu kajian Islam tentang
Perubahan Masyarakat, Jakarta : Al-Husna, 1981, hlm 195

23 | P a g e

memerintahkan : Kembaliknalah penyelesaian perkara diantara sanak


keluarga,

sehingga

mereka

dapat

mengadakan

perdamaian,

karena

sesungguhnya penyelesaian pengadilan itu menimbulkan rasa tidak enak.2


Bahkan menurut Muhammad Abu Nimer3 meyakini bahwa Islam sebagai
agama telah meletakan prisnip-prinsip nilai-nilai perdamaian dalam Al-Quran.
Sedangkan bagi praktisi Al-Quran sebagai kerangka untuk kerja
menyelesaikan maslah-masalah baik setelah maupun sebelum terjadi timbul
berbagai perselisihaan dalam permasalahan lapangan keluarga, ekonomi,
hukum, soasial, maupun politik. Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW telah
mengajurkan perdamaian sebagai sarana penyelesaaian akan timbulnya
perselisihan atau setelah terjadinya perselisihan yang akan atau yang sedang
berlangsung. Bahkan dalam Kitab Majalah Al-Ahkam Al-Adiyah, bahwa suatu
proses perdamaian telah diselesaikan tidak satupun dari kedua belah pihak
berhak mempermasalahkannya lagi.4
2. Pendekatan teori Ibra
Penyelesaian pembagian harta kewarisdan dengan cara perdamaian selain
menyelesaian masalah yang terjadi diantara kelarga ahli waris, juga merupakan
bentuk tolong menolong atau taawun diantara ahli waris Ahli wearis yang
mampu akan meringankan beban atau penderitaan ahli warisn yang tidak
mampu. Dalam hukum Islam cara seperti ini disebut teori ibra: atau
pembebasan hak miliknya yang merupakan harta kewarisan, baik sebagian
maupun seluruhnya, kemudian hak milik harta kewarisan itu menjadi hak milik
ahli waris lainnya.
Dalam hukum Islam istilah ibra masdar dari kata abraa yang artinya
membebaskan. Kata ibra ini dalam hukum Islam mempunyai dua pengertian

Muhammad Salam Madkur, Al-Qadhai Al-Isllami, Mesir : dar Al-Nahdah AlArabiyah, tt, hlm 44
3

Muhammad Abu Nimer, Noviolence and Peace Building in Islam, Theory and
Practice, Florida : University Press of florida, 2003, hlm. 48
4

H.A. Djazuli, Al Majalah AlAhkam Al Adliyah, Kitan Undang-Undang Hukum


Perdata Islam, Bandung : KIblat Press, 2002, hlm 370.

24 | P a g e

isqot dan tamlik . Kata isqad masdar dari kata asqatha yang artinya
menggugurkan, melepaskan dan membebaskan.5 Dengan demikian isqot adalah
menggugurkan hak miliknya dari bagian harta warisannya. Sedangkan kata
tamlik masdar dari mallaka yang artinya menjediakan miliknyua juga dapat
diartikan menyerahkan atau memberikan hak kepada seseorang. 6 Sehingga
tamlik adalah menyerahkan bagian harta warisannya.
Apalagi para ahli warisn itu merupakan hubungan keluarga dekat, baik
dalam sistem keluargaan parental atau bilateral, kekeluargaan matrilineal
maupun kekeluargaan patrilineal. Dengan demikian perdamaian merupakan
intrumen yang paling baik dalam menyelesaikan perselisihan dan perseteruan,
permusuhan keluarga dalam menjaga keutuhan keluarga atau kekerabatan serta
kerukunan dalam masyarakat.
Dalam hukum Islam tentang pengertian ibra para Ulama berbeda
pendapat, Ulama Madzhab Hanafi menyatakan bahwa ibra dalam arti isqot
lebih tepat dengan makna pengguguran, meskipun makan pemilikan tetap ada,
Sedangkan Ulama Maliki disamping tujuan ibra juga dapat menggugurkan hak
milik seseorang jika ingin digugurkannya terhjadap suatu benda oleh
pemiliknya maka kedudukannya sama dengan hibah. Kemudian sebagian
Ulama SyafiI berpendapat bahwa ibra mengandung pengertian pemilikan
hutang untuk orang yang berpiutang, dan kedua belah pihak harus mengetahui
pengalihan milik tersebut, Sebagian Ulama lainnya mengartikan pengguguran
seperti mazdhab Hanafi demikian dikalangan mazdhab Hambali.
Berdasarkan kedua teori tersebut di atas, bahwa dalam melaksanakan
atau menerapkan hukum kewarisan Islam dengan perdamaian, secara tidak
langsung penerapan dengan teori ibra dan teori damai (shulh) tersebut, satu
sama lain saling berkaitan. Karena secara tidak langsung dengan ibra baik
secara

isqat

(menggugurkan)

hak

miliknya

maupun

dengan

tamlik

(menyerahkan) hak miliknya dari hak kewarisannya itu umumnya dilakukan


5

Al-Munawir, Kamus Al-Munawir ASrab Indonresia Terlengkap, Surabaya :


Progressif, 2002, hlm 67.
6

Ibid hlm.641

25 | P a g e

dengan perdamaian. Bahkan dalam Islam menyerahkan atau menggugurkan


hak miliknya (harta kewarisan), yang selanjutnya dinikmati orang lain itu
merupakan bentuk amal ibadah, meskipun penyerahan atau pengguguran
tersebut tidak sampaikan secara formal , tetapi Allah SWT Maha Mengetahui
apa yang diperbuat oleh umatnya.
3. Hukum Adat Minangkabau
1. Norma Kehidupan
Apa yang bakal terjadi bila manusia hidup atas dasar hukum rimba?.
Yang kuat akan memakan yang lemah. Yang besar akan menindas yang kecil.
Yang pintar akan menipu yang bodoh. Kehidupan akan segera menjadi
neraka. Manusia mungkin akan segera musnah. Nenek moyang orang
Minang, nampaknya sejak beribu tahun yang lalu telah memahami bahaya ini
bagi hidup dan kehidupannya, apalagi bagi kelangsungan anak dan cucunya.
Karena itu mereka telah menciptakan norma-norma kehidupan yang akan
menjamin ketertiban-kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi mereka
sendiri dan anak cucunya sepanjang zaman. Norma-norma itu antara lain
berupa aturan-aturan yang sangat esensial bagi kehidupan yang tertib aman
dan damai. Aturan-aturan itu antara lain mengatur hubungan antara wanita
dan pria, aturan mengenai harta kekayaan, yang menjadi tumpuan kehidupan
manusia, norma-norma tentang tata krama pergaulan dan sistim kekerabatan.
Kalau dipelajari dengan seksama, ketentuan adat Minang mengenai hal-hal
diatas, agaknya tidak ada seorangpun diantara kita yang tidak kagum dan
bangga dengan aturan itu. Kalau kita tahu manfaat dari aturan-aturan itu,
agaknya tidak seorangpun diantara kita yang mengingini lenyapnya aturan
itu. Namun sayangnya banyak juga diantara kita yang kurang memahami
aturan-aturan adat itu sehingga kurang mencintainya. Tak tahu maka tak
kenal, tak kenal maka tak cinta. Kebanyakan kita dewasa ini memang sudah
banyak yang melupakan norma-norma kehidupan yang terkandung dalam
ajaran adat Minang. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup
Orang Minang)

26 | P a g e

2. Sistem Matrilinial
Menurut para ahli antropologi tua pada abad 19 seperti J. Lublock, G.A.
Wilken dan sebagainya, manusia pada mulanya hidup berkelompok, kumpul
kebo dan melahirkan keturunan tanpa ikatan.
Kelompok keluarga batih (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah-ibu
dan anak-anak seperti sekarang belum ada. Lambat laun manusia sadar akan
hubungan antara ibu dan anak-anaknya sebagai satu kelompok keluarga
karena anak-anak hanya mengenal ibunya dan tidak tahu siapa dan dimana
ayahnya. Dalam kelompok keluarga batih ibu dan anak-anaknya ini, si
Ibulah yang menjadi Kepala Keluarga. Dalam kelompok ini mulai berlaku
aturan bahwa persenggamaan (persetubuhan) antara ibu dan anak lelakinya
dihindari dan dipantangkan (tabu). Inilah asal mula perkawinan diluar batas
kelompok sendiri yang sekarang disebut dengan adat eksogami. Artinya
perkawinan hanya boleh dilakukan dengan pihak luar, dan sebaliknya
perkawinan dalam kelompok serumpun tidak diperkenankan sepanjang adat.
Kelompok keluarga itu tadi makin lama makin bertambah banyak
anggotanya. Karena garis keturunan selalu diperhitungkan menurut Garis
Ibu, dengan demikian terbentuk suatu masyarakat yang oleh para sarjana
seperti Wilken disebut masyarakat matriarchat. Istilah matriarchat yang
berarti ibu yang berkuasa sudah ditinggalkan. Para ahli sudah tahu bahwa
sistem ibu yang berkuasa itu tidak ada. Yang ada ialah kelompok keluarga
yang menganut prinsip silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis
ibu atau dalam bahasa asing disebut garis matrilinial. Jadi dalam sistem
kekerabatan matrilinial terdapat 3 unsur yang paling dominan :
Garis keturunan menurut garis ibu.
Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang
sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan
kekayaan dan kesejahteraan keluarga

27 | P a g e

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang Minang)


3. Hubungan Individu dan Kelompok
Manusia secara alami tidak mungkin hidup sendiri. Setiap individu
membutuhkan orang lain untuk bisa hidup. Sudah menjadi hukum alam dan
merupakan takdir Tuhan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
orang lain. Manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup bersama dan
bekerjasama. Ia telah ditentukan harus hidup berkelompok dan hidup
bermasyarakat. Kelompok kecil dalam masyarakat Minang adalah suku,
sedangkan kelompok terbesar, terlihat dari kacamata adat Minang adalah
nagari. Suku sebagai kelompok terkecil, seyogianya harus dipahami dan
dihayati betul oleh orang-orang Minang. Kalau tidak akan mudah sekali
tergelincir pada pengertian bahwa keluarga terkecil adalah keluarga batih
yang terdiri dari ayah-ibu dan anak-anak. Pengertian yang keliru inilah yang
sering membawa pecahnya kekeluargaan Minang, karena mamak rumah,
dunsanak ibu, bahkan Penghulu suku tidak lagi dianggap keluarga. Selain itu
sifat dasar masyarakat Minang adalah kepemilikan bersama. Tiap individu
menjadi milik bersama dari kelompoknya. Sebaliknya tiap kelompok itu
menjadi milik dari semua individu yang menjadi anggota kelompok itu. Rasa
saling memiliki ini menjadi sumber dari timbulnya rasa setia kawan
(solidaritas) yang tinggi, rasa kebersamaan, rasa tolong menolong. Tiap
individu akan mencintai kelompok sukunya dan setiap anggota dari satu suku
akan selalu mengayomi atau melindungi setiap individu. Kehidupan individu
terhadap kelompok sukunya bagaikan kehidupan ikan dengan air. Ikan adalah
individu sedangkan air adalah suku tempat hidup. Bila si ikan dikeluarkan
dari air, maka ia akan segera mati. Dari sini lahirlah pepatah yang berbunyi :
Suku yang tidak bisa dianjak Malu yang tidak bisa dibagi. Dengan melihat
hubungan individu dengan kelompoknya seperti digambarkan diatas, maka
jelas antara individu dan kelompoknya akan saling mempengaruhi. Individu
yang berwatak baik, akan membentuk masyarakat yang rukun dan damai.
Sebaliknya kelompok yang tertata rapi, akan melahirkan individu-individu
yang tertib dan berdisiplin baik. Dengan demikian nenek moyang orang
28 | P a g e

Minang, telah memberikan kriteria tertentu yang dianggap ideal untuk


menjadi sifat-sifat orang-orang Minang.
sumber : adat minangkabau pola dan tujuan hidup orang minang
4. Adat Nagari dan Keturunan Orang Minangkabau
ADAB
Adapun adab yang pertama, patut kita berkasih-kasihan antara sesama
hamba Allah dengan sahabat kenalannya, dengan kaum kerabatnya serta
sanak saudaranya. Adapun adab yang kedua, hormat kepada ibu dan bapak,
serta guru dan raja, mamak dan ninik serta orang mulia-mulia. Adapun adab
yang ketiga, yang tua wajib dimuliakan , yang muda patut dikasihi, sesama
remaja dibasa-basikan (dipersilakan / dilayani dengan baik). Adapun adab
yang keempat, adab berkorong dan berkampung, adab berkaum kerabat, jika
sukacita sama-sama ketawa, kalau dukacita sama-sama menangis. Bertolongtolongan pada jalan kebaikan, jangan bertolong-tolongan pada jalan maksiat,
atau jalan aniaya, jangan memakai khizit dan khianat serta loba dan tamak,
tidak usah berdengki-dengkian sesama hamba Allah, pada jalan yang patutpatut; janganlah memandang kepada segala manusia, dengan cara bermasam
muka, itulah dia yang bersama adat yang patut, yang kita pakaikan setiap hari.
TERTIB
Adapun tertib kepada raja-raja dan orang-orang besar serta kepada alim
ulama; kepada ibu dan bapak; dan kepada ninik mamak dan orang tua-tua
dengan orang mulia-mulia; jikalau menyambut barang sesuatu hendaklah
meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya. Sewaktu mengunjukkan
barang sesuatu, duduk menghadap dengan cara bersimpuh, jika berjalan
mengiring di belakang; jikalau sama-sama minum dan makan, hendaklah
kemudian daripadanya, jangan meremas-remas nasi, jangan mengibasngibaskan tangan kearah belakang atau samping kanan belakang sehingga
besar sekali kemungkinan ada orang lain atau sekurang-kurangnya dinding
rumah akan kejipratan air bekas pembasuh tangan yang masih melengket

29 | P a g e

dijari-jari tangan. Selain dari itu lebihkanlah menekurkan kepala daripada


menengadah kepadanya dan apabila berkata-kata hendaklah dengan suara
yang lemah lembut.
SIFAT PEREMPUAN
Adapun setiap wanita itu hendaklah dia berhati sabar; menurut perintah
suaminya, serta ibu bapaknya; baikpun ninik mamaknya; kalau dia berkatakata hendaklah merendahkan diri terhadap mereka itu. Dan wajib baginya
untuk mempelajari ilmu dan tertib sopan, serta kelakuan yang baik-baik;
menghindarkan segala macam perangai yang akan menjadi cela kepadanya,
atau kepada suaminya, atau kepada kaum kerabatnya, yang timbul oleh
karena tingkah laku dan perangainya yang kurang tertib, hemat cermat. Kalau
dia sudah bersuami, hendaklah dia berhati mukmin terhadap suaminya itu.
PERANGAI
Adapun perangai yang wajib, berlaku atas segala makhluk, baik lakilaki maupun perempuan; ialah menuntut ilmu, dan mempelajari adat dan
hormat, dan merendahkan dirinya pada tempatnya juga, dan wajib dia
berguru, sifat berkata-kata yang mardesa (tertib sopan; hemat cermat)
bagaimana bunyi yang akan baik, didengar oleh telinga si pendengar, serta
dengan perangai yang lemah lembut juga dilakukan, dengan halus budi
bahasanya, karena kita berlaku hormat kepada orang-orang besar dan orangorang mulia dan orang-orang tua, supaya terpelihara daripada umpat dan caci;
itulah kesempurnaan perbasaan bagi orang baik-baik, yang terpakai dalam
nagari atau dalam alam ini.
HUTANG BAGI ORANG TUA-TUA
Adapun yang menjadi hutang bagi orang tua-tua dan cerdik pandai serta
orang mulia-mulia dan segala arif bijaksana yaitu harus baginya
mengingatkan kepada segala ahlinya, dan kepada segala orang nan percaya
kepadanya, dan segala kaumnya, yang tidak ikut melakukan perangai dan
tertib yang baik-baik. Maka hendaklah dibantahi; segala kelakuan mereka itu,

30 | P a g e

yang bersalahan dengan kebenaran juga, memberi petunjuk ia akan segala


kaumnya itu, supaya dia melakukan segala perangai yang baik-baik dan
membuangkan segala perangai yang kurang baik itu, supaya mudah sekalian
mereka itu mengetahui akan keindahan dan kemuliaan yang terpakai oleh
orang besar-besar yang membawa kepada jalan kebajikan, dan kesempurnaan
hidupnya, supaya ingat segala anak kemenakannya itu kepada yang baik, dan
lembut hatinya yang keras itu, karena hati lebih keras dari batu dan besi.
Apabila sudah berkata-kata dengan orang tua-tua dan orang cerdik pandai itu;
dengan ilmunya dan pengetahuannya yang sempurna, tidak boleh tidak akan
lembutlah orang yang keras-keras itu oleh muslihatnya, dan kendorlah yang
tegang itu, sebab kepandaiannya berkata-kata, melakukan nasihat nan baikbaik itu. Karena itu wajiblah bagi orang yang tua-tua dan cerdik pandai itu
akan menajak segala kaum keluarganya dan orang yang percaya kepadanya,
dengan perkataan yang lemah lembut juga, serta tutur kata yang baik-baik,
akan menarik hati sekalian mereka itu, karena sekalian jalan kebajikan,
memberi sukahatinya mendengarkan; serta wajib juga kepada orang tua-tua
dan cerdik pandai itu, akan bercerita dan memberi ingat kepada segala kaum
kerabatnya, apapun cerita dan kabar; baik maupun buruk; menceritakan
kabar-kabar yang dahulu kala, yang dilihat dan didengarnya, dengan
menyatakan kesan-kesannya yang baik ataupun yang jelek. Supaya menjadi
pengajaran dan peringatan juga untuk semua ahli baitnya; yakni kabar-kabar
yang kira-kira cocok dengan pendapat dan pikiran si pendengar. Demikianlah
yang wajib dipakaikan oleh orang tua-tua dan cerdik pandai serta arif
bijaksana;menyigai-nyigaikan(sigai=diusut, diselidiki sebaik-baiknya; di
dalam ini berbarti mendengarkan/menghampirkan dirinya) artinya, janganlah
dia mengatakan jauhnya dengan mereka itu, melainkan wajib dia menyatakan
hampirnya juga, supaya tertambah-tambah kasih sayangnya, kaum kerabatnya
itu dan murah baginya melakukan segala nasihat dan petunjuk yang
dilakukannya kepada sekalian orang.

31 | P a g e

ADAT BERKAUM BERKELUARGA


Apabila ada kerja dalam kampung atau dalam suku dan nagari, baik
kerja yang baik (kerja yang menyukakan hati) maupun kerja yang tidak
baik (dukacita, kematian, musibah dan kerugian yang mendadak); jikalau
suka sama-sama ketawa, kalau duka sama-sama menangis; jika pergi karena
disuruh, jika berhenti karena dilarang; artinya semua perbuatan hendaklah
dengan sepengetahuanpenghulu-penghulunya juga, serta orang tua-tuanya dan
sanak saudaranya yang patut-patut. Demikianlah adat orang berkaum
keluarga dan beranak berbapak, beripar besan, berindu bersuku. Itulah yang
dipertalikan dengan adat lembaga, yang persaluk urat, yang berjumbai akar,
berlembai pucuk (bertali kerabat) namanya, menyerunduk sama bongkok,
melompat sama patah; kalau ke air sama basah, jika ke api sama letup, itulah
yang dinamakan semalu sesopan, kalau kekurangan tambah-menambah,
jika senteng bilai-membilaia, yang berat sama dipikul dijunjung dan yang
ringan sama dijinjing. Adat penghulu kepada anak kemenakan, baik dalam
pekerjaan yang baik maupun didalam pekerjaan yang tidak baik. Apabila
sesuatu persoalan anak kemenakan disampaikan kepada penghulu dan orang
tua-tua wajiblah bagi beliau itu; bila kusut diselesaikan, bila keruh
diperjernih, menghukum dengan jalan keadilan, beserta dengan orang tuatuanya disana. Adapun yang dikatakan tua disana, ialah orang yang cerdik
pandai, orang yang berakal juga, yang akan menimbang buruk dengan baik,
tinggi dengan rendah, supaya menjadi selesai seisi kampungnya itu. Jika tidak
putus oleh penghulu-penghulu dan orang tua-tua didalam masing-masing
kampung mengenai apa-apa yang diperselisihkan oleh anak buahnya;
wajiblah kepada penghulu-penghulu dan orang tua-tua tersebut untuk
membawa serantau hilir, serantau mudik (sepanjang sungai kesana kemari
mencarikan air yang jernih, sayak yang landai (keadilan) katian (timbangan
dengan ukuran berat sekati) yang genab; supaya diperoleh kata kebenaran dan
aman segala kaum keluarganya. Adat orang menjadi kali (Tuan Kadi;
penghulu nikah), pendeta dan alim ulama, imam, khatib dan bilal serta
maulana; hendaklah dia mengetahui benar-benar segala aturan agama (syarat;
32 | P a g e

syariat Islam) di dalam surau dan mesjid-mesjidnya atau didalam segala


majelis perjamuan, dan pada tempat yang suci-suci baikpun di dusun-dusun
atau di medan majelis orang banyak, hendaklah selalu dia melakukan
perangai nan suci dan hormat, supaya menjadi suluh, kepada segala isi nagari
dan yang akan diturut, oleh segala murid-muridnya. Wajib dia mengatur
segala penjagaan nan bersalahan, dalam mesjid dan surau dan didalam majelis
perjamuan yang akan menjadi cacat dan cela bagi ketertiban agamanya, yang
boleh membinasakan tertib kesopanan orang-orang siak (santri) dan alim
ulama yang sempurna.
ADAT LAKI-LAKI KEPADA WANITA YANG SUDAH DINIKAHINYA
Wajib laki-laki itu memberi nafkah lahir dan bathin kepada istrinya dan
memberi tempat kediaman serta memberi minum dan makannya serta pakaian
sekurang-kurangnya dua persalin setahun; dan wajib pula bagi perempuan itu
berperangai yang sempurna kepada segala ahli-ahli (karib bait) suaminya
dengan perangai yang hormat dan tertib sopan seperti adab kepada suaminya
juga. Demikianlah pula wajiblah bagi lelaki tersebut berperangai nan sopan,
kepada segala kaum kerabat anak istrinya seperti dia melakukannya terhadap
kaum kerabatnya sendiri yang patut-patut. Cara bagaimana hormatnya istri
kepada ibu bapaknya dan ninik mamaknya begitu pulalah hendaknya dia
menghormati dan mempunyai rasa malu terhadap ibu bapak dan ninik mamak
istrinya itu. Yakni dengan basa-basi yang lemah lembut dan hendaklah dia
memberi petunjuk akan anak istrinya yang alpa dalam menghormati kaum
kerabatnya dan ibu bapak serta ninik mamaknya yang sepatutnya
dihormatinya, supaya istrinya itu berlaku baik dan beradat yang sempurna
terhadap kepada ahli-ahlinya (karib baitnya). Wajib pula suami melarang
istrinya berperangai yang salah menurut adab dan tertib yang sopan dan
santun, supaya istrinya itu tetap menurut jalan yang baik-baik dan sopan;
begitulah yang sebaik-baiknya yang dilakukan oleh segala suami terhadap
istrinya masing-masing.

33 | P a g e

MILIK
Ada berbagai milik; ada milik raja, ada milik penghulu, ada milik kadi,
ada milik dubalang dan pegawai, ada milik imam dan khatib dan ada pula
milik orang banyak. Masing-masing milik tersebut tidak boleh dikuasai oleh
yang bukan pemiliknya. Adapun yang menjadi milik raja itu adalah
memerintah dan menghukum segala perselisihan hamba rakyatnya yang
disampaikan kepadanya dan menjaga kesentosaan nagari, dan mengetahui dia
akan perangai sekalian orang-orang yang dibawah kekuasaannya serta
berhubungan dengan pembantunya dan apabila pembantu-pembantunya
bersalah maka diapun akan menghukum mereka itu juga supaya nagari
menjadi sempurna dan rakyat menjadi sentosa. Adapun milik penghulu itu
adalah menjaga akan kesentosaan dan keselamatan anak buahnya; baik yang
ada dalam kampung dalam suku, dalam nagari, pada tempat masing-masing,
dan wajib baginya menentukan batas dan bintalak (pasupadan; sempadan)
milik anak buahnya didalam pegangan masing-masingnya; dan yang lainlainnya yang akan memberi kebajikan kepada segala anak buahnya. Adapun
milik tuan Kardi itu adalah menghukumkan menurut jalan hukum dan syariat
agama nabi kita Muhammad dan menentukan sah dan batal, pasal dan bab,
dalil dan maknanya, setiap hukum agama dikeluarkannya (diterapkannya).
Adapun milik pegawai dan hulubalang, menjelaskan apa-apa yang dititahkan
penghulu-penghulu; menakik yang keras, menyudu yang lunak;
berdasarkan jalan kebenaran juga. Adapun milik bagi orang banyak itu, wajib
kita menutur segala titah dan perintah penghulu-penghulu, orang tua-tuanya;
memelihara akan pekerjaannya masing-masing; dengan yakin menjalankan
titah rajanya dan disampaikan kepadanya; Tuan Kadinya dan ibu bapaknya
serta sanak saudaranya. Adapun milik bagi harta benda itu, seperti sawah
ladang, emas perak kerbau sapi, ayam itik dan lain-lainnya, wajib tergenggam
pada yang punya milik masing-masing juga, tidaklah harus dimiliki oleh
bukan pemiliknya.

34 | P a g e

HAK
Adapun hak itu tidaklah tetap terpegang, kepada yang empunya hak
untuk selamanya; hak yang terpegang ditangan yang empunya masing-masing
adalah hak milik namanya. Dan apabila haknya itu dipegang oleh orang lain,
maka dinamai Haknya saja tetapi yang memiliki orang lain. Itulah undangundang yang terpakai dalam nagari di Alam Minangkabau ini yang sepatutnya
engkau ketahui terlebih dahulu. Tentukan (usut dan periksa) benarlah dahulu
semuanya yang hamba sebut tadi; yang dipakai didalam nagari ini; agar jelas
pegangan masing-masing, agar berbeda orang dengan awak; baik jauh
maupun dekat. (Sumber : Mustika Adat Minangkabau)
5. NAMA PANGGILAN MASYARAKAT MINANG
Bagi orang Minang nama itu penting. Ketek banamo gadang bagala.
Katiko ketek disabuik namo alah gadang disabuik gala. Sebagaimana telah
kita ketahui bahwa yang dikatakan sepesukuan sebagai unit terkecil dalam
sistem kekerabatan Minang terdiri dari 5 lapis generasi atau keturunan.
Mungkin dalam satu masa tidak terdapat kelima tingkat keturunan itu, karena
hal itu sangat tergantung dari usia rata-rata anggota suku dari tiap generasi.
Panggilan Sesama Anak
Adik memanggil kakaknya yang perempuan dengan Uni dan Uda
untuk kakak lelaki. Antara mereka yang seusia, memanggil nama masingmasing. Si Ani memanggil si Ana dengan menyebut Ana. Si Husin
memanggil si Hasan dengan sebutan Hasan.
Mande dan Mamak serta generasi yang lebih tua, memanggil anak-anak
dengan panggilan kesayangan Upiak pada anak perempuan dan Buyuang
untuk anak laki-laki.

35 | P a g e

Panggilan untuk Ibu dan Paman


Anak sebagai generasi terbawah dalam susunan pesukuan Minang,
mempunyai panggilan kehormatan terhadap ibu dan saudara ibunya, serta
generasi yang berada diatasnya.
Anak memanggil ibunya dengan panggilan Mande Amai Ayai
Biyai Bundo Andeh dan di zaman modern ini dengan sebutan Mama
Mami Amak Ummi dan Ibu.
Jika ibu kita mempunyai saudara perempuan yang lebih tua dari ibu kita
(kakak ibu) maka sebagai anak kita memanggilnya dengan istilah Mak Adang
yang berasal dari kata Mande dan Gadang.Bila ibu mempunyai adik
perempuan, maka kita memanggilnya dengan Mak Etek atau Etek yang
berasal dari kata Mande nan Ketek.Bila ibu kita punya saudara lelaki, kita
panggil beliau dengan Mamak. Semua lelaki dalam pesukuan itu, dan dalam
suku yang serumpun yang menjadi kakak atau adik dari ibu kita, disebut
Mamak. Jadi Mamak tidak hanya sebatas saudara kandung ibu, tapi semua
lelaki yang segenerasi dengan ibu kita dalam suku yang serumpun. Dengan
demikian kita punya Mamak Kanduang, Mamak Sejengkal, Mamak Sehasta,
Mamak Sedepa sesuai dengan jarak hubungan kekeluargaan. Mamak
Kandung adalah Mmamak dalam lingkungan semande.Mamak tertua dan
yang lebih tua dari ibu kita, kita panggil dengan istilah Mak Adang dari
singkatan Mamak nan Gadang sedangkan yang lebih muda dari ibu kita , kita
sebut dengan Mak Etek atau Mamak nan Ketek. Mamak yang berusia antara
yang tertua dan yang termuda dipanggil dengan Mak Angah atau Mamak nan
Tangah.
Kedudukan Mamak
Mamak mempunyai kedudukan yang vital dalam struktur kekerabatan
minang, khususnya dalam hubungan Mamak-Kemenakan, seperti diatur
dalam Pepatah Adat berikut ini.
Kamanakan barajo ka mamak,
Mamak barajo ka panghulu,
36 | P a g e

Panghulu barajo ka mufakat,


Mufakat barajo ka nan bana,
Bana badiri sandirinyo.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa mamak mempunyai kedudukan
yang sejajar dengan ibu kita. Karena beliau itu saudara kandung. Sehingga
mamak dapat diibaratkan sebagai ibu-kandung kita juga kendatipun beliau
lelaki. Adat Minang bahkan memberikan kedudukan dan sekaligus kewajiban
yang lebih berat kepada mamak ketimbang kewajiban ibu. Adat mewajibkan
mamak

harus

membimbing

kemenakan,

mengatur

dam

mengawasi

pemanfaatan harta pusaka, mamacik bungka nan piawai. Kewajiban ini


tertuang dalam pepatah adat, ataupun dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Kewajiban untuk membimbing kemenakan sudah selalu didendangkan orang
Minang dimana-mana. Namun kini sudah mulai jarang diamalkan Pepatah
menyebutkan :
Kaluak paku kacang balimbiang,
Buah simantuang lenggang lenggangkan,
Anak dipangku kamanakan dibimbiang,
Urang kampuang dipatenggangkan.
Kewajiban mamak terhadap harta pusaka antaranya dalam menjaga
batas sawah ladang, mengatur pemanfaatan hasil secara adil di lingkungan
seperindukan, dan yang terpenting mempertahankan supaya harta adat tetap
berfungsi sesuai ketentuan adat.
Fungsi utama harta pusaka :
Sebagai bukti dan lambang penghargaan terhadap jerih payah nenek
moyang yang telah mencancang-malateh, manambang-manaruko, mulai dari
niniek dan inyiek zaman dahulu, sampai ke mande kita sendiri. Karena itu
kurang pantaslah bila kita sebagai anak cucu, tidak memeliharanya, apalagi

37 | P a g e

kalau mau menjualnya. Tugas mamak terutama untuk menjaga keberadaan


harta pusaka ini.
Ramo-ramo si kumbang janti,
Katik Endah pulang bakudo,
Patah tumbuah hilang baganti,
Harto pusako dijago juo.
Sebagai lambang ikatan kaum yang bertali darah. Supaya tali jangan
putus, kait-kait jangan sekah (peceh) sehingga pusaka ini menjadi harta
sumpah satie (setia), sehingga barang siapa yang merusak harta pusaka ini,
akan merana dan sengsara seumur hidupnya dan keturunannya.
Sebagai jaminan kehidupan kaum jaman dahulu sehingga sekarang
terutama tanah-tanah pusaka. Baik kehidupan zaman agraris, maupun
kehidupan zaman industri, tanah memegang peranan yang sangat strategis.
Jangan terpedaya atas ajaran individualistis atas tanah, yang bisa
menghancurkan sendi-sendi adat Minang.
Sebagai lambang kedudukan social.
Itulah 4 fungsi utama dari harta pusaka yang menjadi kewajiban
mamak untuk memeliharanya. Kewajiban mamak sebagai pamacik bunka nan
piawai, selaku pemegang keadilan dan kebenaran. Kewajiban ini dilakukan
dengan bersikap adil terhadap semua kemenakan. Antaranya dalam
pemanfaatan hasil harta pusaka tinggi. Dilain pihak penanggung jawab
terhadap ikatan perjanjian antara pihak luar pesukuan misalnya dalam ikatan
perkawinan. Bila sudah ada kesepakatan antara kedua keluarga, maka
mamaklah menjadi penanggung jawab atas kesepakatan itu. Bila terjadi
ingkar janji, mamaklah yang harus membayar hutang. Bila telah dilakukan
Tukar Tando sebagai tanda kesepakatan, maka mamaklah yang akan menjadi
tumpuan dan tumbal bagi kesepakatan itu.
Mamaklah yang menjadi penanggung jawab atas janji antara kedua
keluarga ini, bukan kemenakan yang akan dikawinkan.

38 | P a g e

panggilan generasi ketiga


Dalam hubungan pesukuan diatas, terlihat bahwa kita sebagai anak
menjadi generasi kelima. Kita sebagai generasi kelima, memanggil Uo atau
Nenek kepada Mande dari ibu kita sendiri dan Mamak atau Tungganai
(Mamak Kepala Waris) pada saudara lelaki dari Uo (Nenek) kita.
Berdasarkan pada pengelompokkan umur rata-rata, maka yang diangkat jadi
Penghulu dalam pesukuan ini, biasanya dari kelompok tungganai ini. Pada
saat kita lahir,kelompok para tungganai ini berusia sekitar 40 tahun, sehingga
memenuhi syarat usia yang pantas untuk memimpin suku (kaum) kita.
Selanjutnya pada generasi kedua kita memanggil Gaek untuk perempuan dan
Datuak pada lelaki yang termasuk dalam generasi kedua ini. Generasi
pertama (kalau masih hidup) kita sebut dengan panggilan Niniek untuk
perempuan dan Inyiek untul lelaki yang termasuk generasi pertama. Usia ratarata generasi pertama ini, pada saat kita lahir sekitar 80 th. Bagi mamak atau
tungganai yang diangkat jadi Penghulu, diberi gelar DATUK. Keluarga yang
seusia atau lebih tua dari Penghulu memanggilnya dengan Ngulu,
sedangkan yang lebih muda dengan panggilan yang biasa seperti Uda dan
Mamak.
(Sumber : Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang)
6. Suku dan Pengembangannya
1. Suku Asal
Kata suku dari bahasa Sanskerta, artinya kaki, satu kaki berarti
seperempat dari satu kesatuan. Pada mulanya negeri mempunyai empat suku,
Nagari nan ampek suku. Nama-nama suku yang pertama ialah Bodi, Caniago,
Koto, Piliang. Kata-kata ini semua berasal dari sanskerta :
Bodi dari bhodi (pohon yang dimuliakan orang Budha)
Caniago dari caniaga (niaga = dagang)

39 | P a g e

Koto dari katta (benteng)


Piliang dari pili hiyang (para dewa) Bodi Caniago adalah kelompok
kaum Budha dan saudagar-saudagar (orang-orang niaga) yang memandang
manusia sama derajatnya.
Koto Piliang adalah kelompok orang-orang yang menganut agama
Hindu dengan cara hidup menurut hirarki yang bertingkat-tingkat. Dalam
tambo, kata-kata Bodi Caniago dan Koto Piliang ditafsirkan dengan : Budi
Caniago = Budi dan tango, budi nan baharago, budi nan curigo Merupakan
lambang ketinggian Dt. Perpatih nan Sabatang dalam menghadapi
pemerintahan aristokrasi Dt. Katumanggungan. Koto Piliang = kata yang
pilihan (selektif) dalam menjalankan pemerintahan Dt. Katumanggungan.
2. Pertambahan Suku
Suku yang empat itu lama-lama mengalami perubahan jumlah karena :
Pemecahan sendiri, karena warga sudah sangat berkembang. Umpama : suku
koto memecah sendiri dengan cara pembelahan menjadi dua atau tiga suku.
Hilang sendiri karena kepunahan warganya, ada suku yang lenyap dalam satu
nagari. Perpindahan, munculnya suku baru yang warganya pindah dari negeri
lain.
Tuntutan kesulitan sosial, hal ini timbul karena masalah perkawinan,
yang melarang kawin sesuku (eksogami). Suatu suku yang berkembang
membelah sukunya menjadi dua atau tiga.
Biasanya suku-suku yang baru tidak pula mencari nama baru. Nama
yang lama ditambah saja dengan nama julukan. Jika suku bari itu terdiri dari
beberapa ninik, jumlah ninik itu dipakai sebagai atribut suku yang baru itu.
Koto Piliang memakai angka genap dan Bodi Caniago memakai angka ganjil.
Umpama :
Suku Melayu membelah menjadi : melayu ampek Niniak, Melayu
Anam Niniak, Caniago Tigo Niniak, Caniago Limo Niniak (Bodi Chaniago)

40 | P a g e

Kalau gabungan terdiri dari sejumlah kaum, namanya : Melayu Ampek


Kaum (Koto Piliang), Melayu Tigo Kaum (Bodi Caniago)
Apabila gabungan terdiri dari sejumlah korong namanya : Melayu Duo
Korong (Koto Piliang), Caniago Tigo Korong (Bodi Caniago)
3. Pembentukan
Suku dipemukiman baru perpindahan dari beberapa negeri ke tempat
pemukiman baru di luar wilayah negari masing-masing, ditempat yang baru
itu dapat dibuat suku dengan memilih beberapa alternatif :
Setiap anggota bergabung dengan suku yang sejenis yang terlebih dulu
tiba di tempat itu.
Beberapa ninik atau kaum dari suku yang sama berasal dari nagari yang
sama bergabung membentuk suku baru. Nama sukunya pakai nan spt:
Caniago nan Tigo Niniak atau Caniago nan Tigo.
Apabila tidak ada tempat bergabung dengan suku yang sama lalu
mereka berkelompok membentuk suku baru. Mereka memakai nama suku asli
dari negerinya tanpa atribut, spt asal Kitianyir ditempat baru tetap Kutianyir.
Membentuk suku sendiri di nagari baru tanpa bergabung dengan suku
yang ada ditempat lain. Biasanya memakai atribut korong spt Koto nan Duo
Korong.
Orang-orang dari bermacam-macam suku bergabung mendirikan suku
yang baru. Nama suku diambil dari nama negeri asal : spt Suku Gudam
(negeri Lima Kaum), Pinawan (Solok Selatan), suku Padang Laweh, suku
Salo dsb.
Selain dari itu , cara-cara lain yaitu mengambil nama-nama dari :
Tumbuh-tumbuhan, seperti Jambak, Kutianyir, Sipisang, Dalimo,
Mandaliko, Pinawang dll.
Benda seperti Sinapa, Guci, Tanjung, Salayan dll.
41 | P a g e

Nagari seperti Padang Datar, Lubuk Batang, Padang Laweh, Salo dll.
Orang seperti Dani, Domo, Magek dll.
Suku yang demikian lebih banyak daripada suku-suku yang semula.
Apabila dijumlahkan nama-nama suku itu seluruhnya sudah mendekati
seratus buah di seluruh Alam Minangkabau.
4. Adat orang sesuku
Orang-orang yang sesuku dinamakan badunsanak atau sakaum. Pada
masa dahulu mulanya antara orang yang sesuku tidak boleh kawin walaupun
dari satu nagari, dari satu luhak ke luhak. Tetapi setelah penduduk makin
bertambah banyak, dan macam-macam suku telah bertambah-tambah, dewasa
ini hal berkawin seperti itu pada beberapa nagari telah longgar. Tiap-tiap suku
itu telah mendirikan penghulu pula dengan ampek jinihnyo. Jauh mencari
suku, dakek mancari indu, sesungguhnya sejak dahulu sampai sekarang masih
berlaku, artinya telah menajdi adat juga. Adat serupa ini sudah menjadi
jaminan untuk pergi merantau jauh. Mamak ditinggakan, mamak ditapati.
Mamak yang dirantau itulah, yaitu orang yang sesuku dengan pendatang baru
itu yang menyelenggarakan atau mencarikan pekerjaan yang berpatutan
dengan kepandaian atau keterampilan dan kemauan kemenakan yang
datang itu sampai ia mampu tegak sendiri. Baik hendak beristri, sakit ataupu
kematian mamak itu jadi pai tampek batanyo, pulang tampek babarito, bagi
kemenakan tersebut. Sebaliknya kemenakan itu harus pula tahu bacapek
kaki baringan tangan menyelenggarakan dan memikul segala buruk baik yang
terjadi dengan mamak nya itu. Dengan demikian akan bertambah eratlah
pertalian kedua belah pihak jauh cinto-mancinto, dakek jalang manjalang.
Tagak basuku mamaga suku adalah adat yang membentengi kepentingan
bersama yang merasa semalu serasa. Bahkan menjadi adat pusaka bagi
seluruh Minangkabau, sehingga adat basuku itu berkembang menjadi Tagak
basuku mamaga suku tagak banagari mamaga nagari, tagak baluhak mamaga
luhak dll. Artinya orang Minangkabau dimana saja tinggal akan selalu
bertolong-tolongan, ingat mengingatkan, tunjuk menunjukkan, nasehat

42 | P a g e

menasehatkan, ajar mengajarkan. Dalam hal ini mereka tidak memandang


tinggi rendahnya martabat, barubah basapo batuka baangsak. Karena adat
itulah orang Minangkabau berani pergi merantau tanpa membawa apa-apa,
jangankan modal. Kalau pandai bakain panjang Labiah dari kain saruang
Kalau pandai bainduak samang Labiah dari mande kanduang. Lebih-lebih
kalau yang datang dengan yang didatangi sama-sama pandai. Padilah nan
sama disiukkan sakik nan samo diarangkan. Barek samo dipikua, ringan samo
dijinjiang. Apalagi kalau ameh lah bapuro, kabau lah bakandang.
(Sumber : Minangkabau Tanah Pusaka Tambo Minangkabau)
Pembagian harta
Terhadap Harta Pencarian berlaku hukum Faraidh, sedangkan
terhadap Harta Pusaka berlaku hukum adat.
a. Harta pusaka di Minangkabau merupakan harta badan hukum yang
diurus dan diwakili oleh Mamak Kepala Waris di luar dan di dalam peradilan.
b. Anak kemenakan dan mamak kepala waris yang termasuk ke dalam
badan hukum itu masing-masingnya bukanlah pemilik dari harta badan
hukum tersebut. (Naim, 1968:243).
Kemudian bahwa pewarisan menurut adat bukanlah berarti peralihan
harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi peralihan peranan atas pengurusan
harta pusaka itu. Dengan demikian terlihat adanya perbedaan dalam system.
Perbedaan tersebut akan lebih nyata dalam keterangan di bawah ini.
Pertama:
Harta pusaka melekat pada rumah tempat keluarga itu tinggal dan
merupakan dana tetap bagi kehidupan keluarga yang tinggal di rumah itu.
Harta itu dikuasai oleh perempuan tertua di rumah itu dan hasilnya
dipergunakan untuk manfaat seisi rumah. Pengawasan penggunaan harta itu
berada di tangan mamak rumah. Bila mamak rumah mati, maka peranan
pengawasan beralih kepada kemenakan yang laki-laki. Bila perempuan tertua

43 | P a g e

dirumah itu mati, maka peranan penguasaan dan pengurusan beralih kepada
perempuan yang lebih muda. Dalam hal ini tidak ada peralihan harta.
Penerusan peranan dalam system kewarisan adat, adalah ibarat silih
bergantinya kepengurusan suatu badan atau yayasan yang mengelola suatu
bentuk harta. Kematian pengurus itu tidak membawa pengaruh apa apa
terhadap status harta, karena yang mati hanya sekedar pengurus.
Hal tersebut di atas berbeda sama sekali dengan bentuk pewarisan
dalam hukum Islam. Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak
milik dari yang mati kepada yang masih hidup. Yang beralih adalah harta.
Dalam bentuk harta yang bergerak, harta itu berpindah dari suatu tempat
ketempat yang lain. Sedangkan dalam bentuk harta yang tidak bergerak, yang
beralih dalam status pemilikan atas harta tersebut.
Kedua
Yang merupakan ciri khas dari harta pusaka ialah bahwa harta itu bukan
milik perorangan dan bukan milik siapa -siapa secara pasti. Yang memiliki
harta itu ialah nenek moyang yang mula-mula memperoleh harta itu secara
mencancang melatah. Harta itu ditujukan untuk dana bersama bagi anak
cucunya dalam bentuk yang tidak terbagi-bagi. Setiap anggota dalam kaum
dapat memanfaatkannya tetapi tidak dapat memilikinya. ( DR Amir
Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau
269-270)
Maka dengan demikianlah, jelaslah bahwa telah ada kesepakatan para
alim ulama, niniak mamak, dan cadiak pandai tentang status harta pusaka itu
sebagai warih bajawek, pusako batolong dari niniak turun kemamak dari
mamak turun kekemanakan. Dan kemudian diturunkan pula kebawah
menurut jalur Ibu dalam kaum atau suku yang bersangkutan. Indak buliah
dihilang dilanyokkan, kok dibubuik layua dianjak mati, dijua indak dimakan
bali di gadai indak dimakan sando.

44 | P a g e

Kemudian seperti sering saya kemukakan, bahawa harta pusaka itu


adalah sebagai bukti, asal usul bahwa seseorang itu dapat dikatakan
keturunan Minang ( Etnis Minangkabau) apabila mempunyai harta pusaka
tiunggi. Dalam adat dikatokan, nan ba pandam ba pakuburan nan ba sasok
bajarami, kok dakek dapek di kakok, kok jauah dapek di antakan. Seseorang
nan indak punyo atau indak lai mempunyai harta pusaka, berarti indak lai
basasok bajarami, tidak ba pandam ba pukuburan, maka orang atau keluarga
yang telah habis harta pusakanya tidaklah lagi lengkap Minangnyo. Indak lai
baurek tunggang, indak bapucuak bulek, atau dengan kato lain kateh indak
bapucuak kabawah indak baurek orang tersebut dapat juga dikatakan punah
punah dalam hal harta pusaka menurut aturan adat, jika dia meninggal dia
dikatakan mati ayam mati tunggau. Malah ada pendapat para ahli adat,
mangatokan bahwa apabila satu kaum sudah abih harato pusakonya, mako
indak paralu lai ma angkek seorang panghulu, karena adat itu berdiri di ates
pusako, cancang balandasan lompek basitumpu.
Harta pusaka itu adalah sebagai alat permersatu dalam jurai, kaum, dan
bagi masyarakat Minang pada umum, sekaligus untuk mengetahui, nan sa asa
sakaturunan menurut jalur adat.
Harta tersebut juga sebagai harta cadangan, jika ada dunsanak
kemanakan yang kehidupannya agak susah di perantauan boleh babaliak
kakampung uruihlah harata itu. Oleh karenanya dapat kita bayangkan jika
harta pusaka di Minangkabau di perjual belikan, maka masyarakat
Minangkabau akan sama nasibnya dengan masyarakat daerah-daerah lain,
akan tersingkir dari nagari asalnya sendiri
Harta itu adalah amanah, yang boleh hanyo diambil asilnya dan tidah
untuak dimiliki, maka harta itu jangan sampai ilang atau lenyap ditangan kita.
Karena harta itu bukanlah milik pribadi, tetapi adalah milik bersama, maka
bersama-sama pula memeliharanya.
Namun, demikian jika ada yang berpendapat dengan mengatakan
bahwa harta pusaka itu haram, itu adalah haknya. Tetapi bagaimana dengan

45 | P a g e

pendapat para ulama Minangkabau diatas, apa itu tidak boleh di katakan
sebagai IJMAK para ulama Minangkabau?
Dan selanjutnya, jika pendapat tersebut sudah sangat di yakini bahwa
harta pusaka tersebut adalah haram menurut Agama. Mulailah terlabih dahulu
dari diri sendiri, atas harta pusako nan saparuik, nan sakaum atau sapayung
sapasukuan dan nan sanagari. Adat kan salingka nagari, pusako salingka
kaum, tidak ada yang akan melarang, jika nan berhak telah sepakat untuk
membuat apa saja atas harta pusaka tersebut. Dan kepada yang masih
meyakini atas pendapat para uluma Minangkabau tersebut diatas, tentu juga
itu merupakan hak, tidak ada pulah yang boleh memaksa kan kehendak. Ini
tentu bukan berarti Taklid buta, kerana kita yakin para ulama Minang tersebut
tentu telah melalui penelitian atau ITIHAT pula.
Dalam Sistem kekerabatan ini juga mempengaruhi sistem hukum
perkawinannya, seperti masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
matrilineal

perkawinannya

bersistem

perkawinan semenda

dimana

pelamaran dilakukan oleh pihak wanita kepada pihak pria dan setelah
perkawinan suami mengikuti tempat kedudukan dan kediaman isteri.
Anak angkat yaitu anak dari perkawinan orang lain yang diangkat
menjadi anak sendiri. Anak angkat tersebut dirawat seperti anak sendiri.
Dalam hukum adat asli Minangkabau di beberapa daerah yaitu Kanagarian
Singkarak dan Kanagarian Sumani dikenal pengangkatan anak. Hal ini karena
keluarga tersebut tidak memiliki keturunan. Cara pengangkatan anak angkat
dilakukan dengan terang yaitu dilakukan dengan permusyawarahan kaum.
Namun kedudukan anak angkat tidak sama dengan kedudukan anak kandung.
Di daerah Minangkabau anak angkat bisa menjadi ahli waris apabila anak
angkat itu berkedudukan sebagai pengganti untuk meneruskan keturunan
wanita yang terputus karena tidak mempunyai anak. Apabila orang tuanya
meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Hukum adat Minangkabau
mengatur bahwa anak angkat dapat mewarisi harta orang tua angkatnya,
walaupun hanya sebatas harta pencaharian. Sedangkan dalam Islam walaupun
anak angkat tersebut tidak diakui, namun bisa mendapat bagian harta milik
46 | P a g e

orang tua angkat dengan cara wasiat wajibah. Sehingga anak angkat dapat
melanjutkan kehidupannya dengan bekal harta tersebut.
SISTEM KEPEMILIKAN
1. Harta
Di Minangkabau bila orang menyebut harta, maka sering tertuju
penafsirannya kepada harta yang berupa material saja. Harta yang berupa
material ini seperti sawah ladang, rumah gadang, emas perak dan lain-lain.
Sebenarnya disamping harta yang berupa material ini, ada pula harta yang
berupa moril seperti gelar pusaka yang diwarisi secara turun temurun. Orang
yang banyak harta material, dikatakan orang berada atau orang kaya. Tetapi
menurut pandangan adat, orang berada atau banyak harta ditinjau dari
banyaknya harta pusaka yang turun temurun yang dimilikinya. Dari status
adat lebih terpandang orang atau kaum yang banyak memiliki harta pusaka
ini, dan tidak karena dibeli. Sampai sekarang khusus mengenai harta pusaka
berupa sawah ladang masih ada perbedaan pendapat tentang pembagian jenis
harta tersebut.
Perbedaan pendapat ini detemui ketika diadakan Seminar Hukum Adat
Minangkabau yang diadakan dari tanggal 21 s/d 25 Juli 1968, dengan titik
tolak yang diseminarkan adalah Hukum Tanah dan Hukum Waris. Sebelum
seminar yang diadakan di Padang ini sebelumnya juga telah diadakan rapat
lengkap adat di Bukittinggi yang permasalahannya juga berkaitan dengan
materi seminar diatas. Pada pertemuan adat yang diadakan di Bukittingi telah
diputuskan dengan kongkrit, bahwa harta orang Minangkabau itu hanya
terbagi atas dua bahagian, yaitu harta Pusaka Tinggi dan harta Pusaka
Pencaharian.
Dilain pihak, pendapat ini tidak disetujui, dan mengatakan harta di
Minangkabau ada pusaka tinggi, ada pusaka rendah. Pendapat umum lebih
cenderung, bahwa harta itu dibedakan atas empat bahagian, keempat
pembahagian itu adalah sebagai berikut:

47 | P a g e

1. Harta Pusaka Tinggi


2. Harta Pusaka Rendah
3. Harta Pencaharian
4. Harta Suarang
Walaupun ada perbedaan pendapat, namun demikian yang berkaitan
dengan pusaka tinggi, tidak ada perbesaan pendapat.
1. Harta Pusaka Tinggi
Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwarisi secara turun temurun
dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Adanya harta pusaka
tinggi berkaitan dengan sejarah lahirnya kampuang dan koto yang diikuti
dengan membuka sawah ladang sebagai sumber kehidupan. Pembukaan tanah
untuk sawah ladang ini sebagai hasil galuah taruko oleh pendiri kampung dan
koto. Hasil usaha nenek moyang inilah yang diwarisi oleh generasi sekarang
dan paling kurang setelah lima generasi disebut sebagai harta pusaka tinggi.
Harta pusaka tinggi yang berupa material seperti sawah ladang, kebun
dan lain-lain disebut juga pusako. Disamping itu ada pula harta pusaka tinggi
yang berupa moril yaitu gelar pusaka kaum yang diwarisi secara turun
temurun yang disebut dalam adat sako.
Harta pusaka tinggi dikatakan juga pusako basalin (pusaka bersalin),
karena persalinan terjadi dari generasi ke generasi selanjutnya.
2. Harta Pusaka Rendah
Mengenai harta pusaka rendah ada perbedaan pendapat dan hal ini bisa
mengundang permasalahan dalam pewarisan. H.K. Dt. Gunung Hijau dalam
kertas kerjanya waktu Seminar Hukum Adat Minangkabau mengatakan,
bahwa pusaka rendah adalah segala harta yang diperdapat dari hasil usaha
pekerjaan dan pencaharian sendiri. Harta ini boleh dijual dan digadaikan
menurut keperluan dengan sepakat ahli waris. Pendapat ini mendapat

48 | P a g e

tanggapan dari berbagai pihak dan diantaranya dari Damsiwar SH., yang
mengatakan bahwa yang dimaksud harta pusaka rendah oleh H.K Dt
Gunuang Hijau sebenarnya adalah harta pencaharian. Selanjutnya dikatakan
bahwa harta pusaka rendah itu merupakan harta tambahan bagi sebuah kaum
dan ini diperoleh dengan membuka sawah, ladang atau perladangan baru,
tetapi masih di tanah milik kaum. Jadi tanah yang dibuka itu sudah
merupakan pusaka tinggi, hanya saja pembukaan sawah ladangnya yang baru.
Pendapat yang kedua terakhir merupakan pendapat yang umum karena
dilihat dari sudut harta selingkar kaum. Maksudnya harta tambahan itu
seluruh anggota kaum merasa berhak secara bersama.
3. Harta pencaharian
Harta pencaharian yaitu harta yang diperoleh dengan tembilang emas.
Harta pencaharian adalah harta pencaharian suami istri yang diperolehnya
selama perkawinan. Harta pencaharian yang diperoleh dengan membeli atau
dalam istilah adatnya disebut tembilang emas berupa sawah, ladang, kebun
dan lain-lain. Bila terjadi perceraian maka harta pencaharian ini dapat mereka
bagi.
4. Harta suarang
Suarang asal katanya surang atau seorang. Jadi harta suarang
adalah harta yang dimiliki oleh seseorang, baik oleh suami maupun istri
sebelum terjadinya perkawinan. Setelah terjadi perkawinan status harta ini
masih milik masing-masing. Jadi harta suarang ini merupakan harta
pembawaan dari suami dan harta istri, dan merupakan harta tepatan. Karena
harta ini milik surang atau milik pribadi, maka harta itu dapat diberikannya
kepada orang lain tanpa terikat kepada suami atau istrinya. Oleh sebab itu
dalam adat dikatakan suarang baragiah, pancaharian dibagi (suarang dapat
diberikan, pencaharian dapat dibagi). Maksudnya milik seorang dapat
diberikan kepada siapa saja, tetapi harta pencaharian bisa dibagi bila terjadi
perceraian.

49 | P a g e

Pemindahan Hak
Terlebih dahulu dikemukakan pengertian pemindahan hak untuk
memperjelas permasalahan yang akan dibicarakan. Pemindahan hak
maksudnya berpindahnya hak, baik hak memiliki, menguasai maupun
memungut hasil, karena terjadinya sesuatu transaksi antara seseorang atau
kelompok kepada pihak lain. Pada mulanya pemindahan hak terhadap harta
pusaka tinggi tidak tertulis, tetapi sejak dikenal tulis baca dengan aksara arab
dan kemudian aksara latin maka pemindahan hak itu sudah dibuat secara
tertulis.
Pamindahan hak yang dikenal sampai saat sekarang ini adalah sebagai
berikut:
1. Jual Beli
Menurut adat menjual harta pusaka tinggi dilarang apalagi untuk
kepentingan pribadi si penjual. Menjual harta pusaka berarti tidak mengingat
masa yang akan datang, terutama bagi generasi kaumnya. Adanya suatu
anggapan bahwa orang yang menjual harta pusaka yang tidak menurut
semestinya hidupnya tidak akan selamat, karena kutukan dari nenek moyang
mereka yang sudah bersusah payah mewariskannya.
Namun demikian ditemui juga dewasa ini penjualan harta pusaka
dengan berbagai alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tanah pusaka itu tidak produktif lagi, tidak bisa dijadikan sawah
maupun ladang. Lantas dijual dan dipergunakan untuk membangun pabrik
perkantoran dan perumahan. Yang penting tentu atas kesepakatan anggota
kaum.
2. Tidak ada yang mengurus sehingga terlantar. Ahli waris merantau dan
tipis kemungkinan untuk pulang mengurus harta pusaka itu.

50 | P a g e

3. Harta pusaka dijual dengan tujuan untuk dibelikan uangnya kembali


kepada benda yang lain yang lebih produktif, benda itulah yang kemudian
berstatus harta pusaka.
Kesemuanya itu dapat terjadi bila ada kesepakatan seluruh anggota
kaum baik yang dirantau maupun yang dikampung.
2. Gadai
Harta pusaka dapat digadaikan kalau berkaitan dengan kepentingan
kaum atau menjaga martabat kaum. Ada ketentuan adat harta pusaka itu
digadaikan bila ditemui hal sebagai berikut:
1. Adat tidak berdiri, seperti pengangkatan penghulu
2. Rumah gadang ketirisan
3. Gadih gadang tidak bersuami
4. Mayat terbujur di tengah rumah
Gadai ini dapat dilaksanakan dengan syarat semua anggota ahli waris
harta pusaka tersebut sudah sepakat. Jadi untuk menggadaikan harta pusaka
syaratnya sangat berat. Dengan digadaikan harta itu dapat ditebus kembali
dan tetap menjadi milik ahli warisnya. Gadai tidak tertebus dianggap hina.
Disamping itu manggadai biasanya tidak jatuh pada suku lain melainkan
kepada kaum sabarek sapikua (seberat sepikul) yang bertetangga masih dalam
suku itu juga.
Si penggadai memperoleh sejumlah uang atau emas yang diukur dengan
luas harta yang digadaikan dan penafsirannya atas persesuaian kedua belah
pihak. Bila sawah yang menjadi jaminan atau sebagai sando (sandra), maka
boleh ditebusi oleh si penggadai paling kurang sudah dua kali panen. Jika
sudah dua kali turun kesawah tidak juga ditebusi, maka hasil tetap dipungut
oleh orang yang memberi uang atau emas tadi.

51 | P a g e

Berkaitan dengan pegang gadai ini, perlu juga disimak bunyi pasal 7UU 56 Prp th 1960 (undang-undang pokok agraria-UUPA) yang berbunyi:
barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada
mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib
mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah
tanaman yang ada selesai dipanen.
Bila dilihat isi dari UUPA yang dikutip di atas tidak sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau dalam hal pegang
gadai. Pada umumnya yang memegang gadai adalah orang yang kekurangan
tanah. Seandainya dibelakukan UUPA itu tentu saja uang si pemegang tidak
kembali sedangkan dia kekurangan pula dalam segi harta, tentu saja hal ini
tidak adil. Oleh karena itu pegang gadai di Minangkabau masih tetap seperti
semula dan masih berlangsung secara azaz kekeluargaan. Bahkan gadai dalam
adat dirasakan suatu upaya pertolongan darurat yang berfungsi sosial.
3. Hibah
Disamping pegang gadai, yang dibolehkan juga oleh adat adalah hibah.
Hibah berasal dari bahasa arab hibbah yang artinya pemberian, misalnya
pemberian seorang ayah kepada anak berupa harta pusaka. Pemberian ini
timbul karena alasan kasih sayang dan tanggung jawab kepada anaknya. Ada
tiga macam hibah dalam adat yaitu:
1. Hibah Laleh
Hibah laleh adalah pemberian dari seorang ayah kepada anaknya untuk
selama-lamanya. Dalam adat pemberian seperti ini dikatakan salamo dunia
takambang, salamo gagak hitam, salamo aia ilia, (selama dunia terkembang,
selama gagak hitam, selama air hilir). Yang menjadi syaratnya adalah sepakat
waris kaum yang bertali darah. Bila habis yang bertali darah harus sepakat
waris yang bertali adat. Hibah laleh ini jarang terjadi karena tidak mungkin
waris yang dikatakan di atas habis sama sekali. Kalau terjadi juga tidaklah
dihibahkan seluruhnya, paling kurang sebagian kecil dari harta keseluruhan.

52 | P a g e

Inipun tergantung kepada persetujuan bersama. Adat mengatakan hibah


basitahu-tahu, gadai bapamacik, jua bapalalu, (hibah saling mengetahui, gadai
berpegangan, jual berpelalu).
2. Hibah Bakeh, (hibah bekas)
Adalah pemberian harta dari ayah kepada anak. Hibah bakeh ini
sifatnya terbatas yaitu selama anak hidup. Bila ada anaknya tiga orang tidak
jadi soal, yang pokok bila anak-anaknya ini telah meninggal, maka harta yang
dihibahkan kembali kepada kaum ayahnya. Di dalam adat hibah bakeh ini
dikatakan kabau mati kubangan tingga, pusako kanan punyo, (perlu berhatihati dalam melaksanakannya).
3. Hibah Pampeh
Hibah pampeh atau hibah pampas yaitu pemberian harta dari ayah
kepada anaknya caranya yang berbeda karena kasih sayang kepada anak, si
ayah mengatakan kepada anggota kaumnya, bahwa selama ini ia telah
menggunakan uang anak-anaknya itu untuk biaya hidup dan biaya karena
sakit-sakitan. Untuk itu buat sementara sawah sekian piring dibuat dan
diambil hasilnya oleh anak-anaknya. Sawah itu jatuh kembali kepada ayahnya
bila kaum ayahnya punya kesanggupan untuk mengganti uang anaknya yang
terpakai. Hibah pampeh ini hanyalah merupakan pampasan dan hanya sebagai
siasat dari sang ayah untuk membantu anak-anaknya (perlu berhati-hati dalam
melaksanakannya).
Muncul istilah hibah bukan berarti pemberian seorang kepada orang
lain, seperti dari ayah kepada anak tidak dikenal sebelum masuknya islam ke
Minangkabau. Sebelumnya dalam adat istilah pemberian berupa hibah ini
adalah agiah laleh (agiah lalu), agiah bakeh, dan agiah pampeh.
4. Wakaf
Wakaf adalah suatu hukum islam yang berlaku terhadap harta benda
yang telah diikrarkan oleh pewakaf, yaitu orang yang berwakaf kepada nadzir
(orang yang menerima dan mengurus wakaf).
53 | P a g e

Kata wakaf berasal dari bahasa arab yang berarti terhenti dari
peredaran, atau menahan harta yang sumber atau aslinya tidak boleh diganggu
gugat, dan membuat harta itu berguna untuk kepentingan masyarakat. Oleh
sebab itu, terhadap harta benda yang telah diwakafkan tidak boleh diambil
kembali oleh pihak yang berwakaf atau ahli warisnya dan tidak boleh pula
dianggap milik sendiri oleh pihak yang mengurusnya.
Wakaf yang berupa tanah di Minangkabau sering dipergunakan untuk
kepentingan sosial seperti untuk pendirian surau, mesjid, panti asuhan,
sekolah dan lain-lain. (Kesepakatan kaum dalam mewakafkan harta pusaka
adalah syarat utama yang perlu dicapai).
4.

Hukum Adat Jawa


Melihat adat budaya Jawa dalam soal pembagian harta waris memiliki
seperangkat aturan yang mengatur seluruh mekanisme yang berkaitan dengan
asas pewarisan yang dalam prosesnya berbeda dengan ketentuan-ketetuan
yang dianut oleh masyarakat diluar masyarakat Jawa tentang adat yang
mengatur ahli waris. Memahami hal mengenai kewarisan maka sistim
kekerabatan menjadi hal yang penting untuk dimengerti hal itu lebih
dikarenakan pembagian warisan dalam masyarakat adat sangat bergantung
pada sisrim kekerabatan. Menurut Hazairin asas pewarisan yang dipakai
dalam masyarakat adat tergantung dari jenis sistim kekerebatan yang dianut.
Pada masyarakat jawa sistim masyarakat jawa yang dianut adalah parental
atau bilateral. Sistim ini ditarik dari dua garis keturunan bapak dan ibu.
Sehingga memberikan implikasi bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan
dalam hal waris adalah seimbang dan sama. Sistim ini kemudian
mengharuskan setiap ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat
menguasai dan memiliki haknya masing-masing.
Sistem

kekerabatan

parental

adalah

sistem

kekerabatan yang

didasarkan atas garis keturunan bapak dan ibu. Dalam sistem kekerabatan ini,

54 | P a g e

antara anak laki-laki dan anak perempuan tidak dibedakan

dalam

pewarisan.7 Sistem ini dipergunakan di daerah Aceh, Sumatera Selatan,


Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain- lain.
Perkawinan yang terjadi dalam sistem parental ini, pada umumnya
berlaku adat perkawinan mentas, yang setelah perkawinan suami
hidup

bersama

menetap

secara

di tempat

mandiri.

suami

Suami

atau di tempat

isteri

istri bebas memilih akan


isteri

atau membangun

kehidupan baru lepas dari pengaruh kerabat isteri maupun suami, Bahwa
mengenai kedudukan isteri atau suami dalam masyarakat
kekeluargaan parental, pada hakekatnya tidak
keluarga

masing-masing.

ada

yang

perbedaan

bersifat
dalam

Malahan dengan terjadinya perkawinan baik

isteri maupun suami keluarganya bertambah, sebab selain tetap dalam


keluarga semula juga dianggap masuk menjadi keluarga pihak suami atau
pihak isteri.8
B. Perbandingan Pengaturan Waris Menurut Hukum Waris Islam, Hukum
Waris Adat dn Hukum Waris BW

No.

Persamaan

Keadaan
Masyarakat Dan
Pengaruh Politik
Hukum
Terhadap
Hukum Waris

Hukum Islam
BW
Hukum adat
Hukum dan Masyarakat memiliki hubungan yang bersifat fungsional,
apabila masyarakjat berubah maka hukumnyapun juga akan mengalami
perubahan.
Sebagai akibat berlakunya Pasal II AP UUD 1945, dengan sendirinya
berlaku pula pluralisme hukum, khususnya Hukum Waris BW, Hukum
Waris Islam dan Hukum Waris Adat, yang berlaku mengikuti
pergolongan rakyat (aspek historis).
Perkembangannya politik pergolongan rakyat yang ditransfer dari
Tatahukum Hindia Belanda tersebut, sedikit demi sedikit mengalami
perubahan sejalan dengan perubahan politik hukum dengan
diterbitkannya UU baru yang bersifat unifikasi hukum (Perkawinan dan
Pengadilan Agama).

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Cet.5, Bandung, PT Citra Aditya


Bakti, 1995, hlm 24.
8

Ismuha, Penggantian Tempat Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang


Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, hal. 36

55 | P a g e

Pengertian
pewarisan

Pewarisan adalah proses penerusan, pengoperan, peralihan harta kekayaan


materiil dan immateriil dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Tujuan
Pewarisan

Menyelesaikan perikatan yang dibuat pewaris semasa hidupnya dan


mempertahankan eksistensi masyarakat genealogis.

Konsep harta
warisan harus
sudah bersih

Harta peninggalan pewaris setelah dibersihkan dari utang-utang pewaris


semasa hidupnya (termasuk biaya perawatan, selamatan dan biaya kubur),
selebihnya baru dapat dilakukan pembagian warisan (Konsep pasiva dan
aktiva).

Unsur-unsur
pewarisan

Pewaris, Harta Warisan dan Ahli Waris.

Sifat kumulatif

berkait dengan konsep peristiwa hukum waris, dan apabila salah satu saja
dari unsur-unsur pewarisan tidak ada maka tidak akan terjadi peristiwa
pewarisan.

Sistematika
unsur-unsur

unsur-unsur tersebut (Pewaris, Harta Warisan dan Ahli Waris) merupakan


suatu sistematika, yang berasngkat dari cara berpikir sistem dan
susunan/urutan unsur-unsur tersebut tidak bisa dibolak-balik.

Konsep Harta

nilai ekonomis, sosial dan magis, materiil dan immateriil, kepemilikan


komunal dan individual, dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

Semasa hidup pewaris (inisiatif ada pada pewaris, hak ahli waris
Sistim
belum terbuka)teknisnya: sebagian atau seluruhnya, diikuti peralihan
pewarisan/
yuridis atau tidak diikuti peralihan yuridis (penunjukan, digarap)
pembagian
bentuknya: hibah atau hibah wasiat.

Setelah pewaris meninggal (inisiatif ada pada para ahli waris, sebab
hak para ahli waris sudah terbuka) teknisnya: pembagian warisan tanpa
sengketa atau dengan musyawarah dan pembagian warisan dengan sengketa
sengketa diartikan sudah menjadi perkara di pengadilan.

10

Terbukanya
warisan

No

Perbedaan

Konsep keluarga

Kematian pewaris

Hukum Islam
Patrilioneal-Bilateral

BW
bilateral

Hukum adat
Patrilineal
Matrilineal

56 | P a g e

Parental

Sistim
Pewarisan

Individual

Individual

Tergantung
pengaturan adatnya :
a. Sisitim pewarisan
Individual pada
susunan kekeluargaan
patrilineal (batak)
b. Sistim Kolektif.
Misalnya harta tinggi
di Minangkabau,
ambon.
c. Sistim pewarisan
Mayorat. Misal di
Bali, Lampung.

Konsep harta
keluarga

Bukan persatuan

Persatuan

Bukan persatuan

Jenis harta
keluarga

Harta masing-masing
suami isteri dan harta
bersama

Harta persatuan kecuali


ada perjanjian kawin

Harta pusaka
Harta asal
Harta pencaharian
(harta bersama)

Keadaan harta
warisan

Bersih dari hutang

Bersih dari hutang

Bersih dari hutang

Dapat dibagi-bagi

Dapat dibagi-bagi

Ada yang tidak


terbagi dan ada yang
dapat dibagi-bagi

Harta materiil

Harta materiil

Harta materiil dan


harta immateriil

Harta peninggalan

Harta peninggalan

57 | P a g e

Harta peninggalan dan


harta pemberian dari
sipewaris semasa
hidupnya kepada ahli
waris

Ahli waris

Aktiva & pasiva

Aktiva & pasiva

Aktiva

Genealogis (nasab) dan


karena perkawinan

Ab-intestato dan
testamen

Genealogis dan
perbuatan hukum
(anak angkat)

Garis kebawah

Garis keatas

Garis keatas

Garis kebawah

Garis kebawah dan


muncul janda

Garis menyamping

Dikenal penggolongan
ahli waris

Dikenal penggolongan
ahli waris

Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Penggantian
tempat ahli
waris

Tidak dikenal lembaga


ini, penyelesaiannya
dengan wasiat wajibah

Dikenal lembaga ini

Dikenal lembaga ini

Hal ahli waris

Hak dan bagian sama


dalam pembagian
individual

Hak dan bagian sama

Hak dan bagian tidak


sama antara laki-laki
dan perempuan

Bagian ahli
waris

Ditentukan dengan
menetapkan besar bagian
yang akan diterima oleh
ahli waris sesuai
penggolongannya

Ditentukan secara
matematis

Ditentukan seimbang

10

Hak menolak
warisan

Tidak mengenal lembaga


ini

Mengenal lembaga ini

Tidak mengenal
lembaga ini

58 | P a g e

11

Perhitungan
harta warisan
oleh ahli waris

Prinsipnya harta warisan


adalah harta peninggalan

Dikenal lembaga
inbreg yang merupakan
kewajiban dari para
ahli waris

Terdapat asas harta


warisan merupakan
kesatuan bagi para
ahli warisnya

12

Anak angkat

Tidak mengenal anak


angkat bila ada
diselesaikan dengan
wasiat

Tidak dikenal anak


angkat tetapi bila ada
angkat dianggap sama
dengan anak kandung

Mengenal anak angkat


hanya hak warisnya
terbatas pada harta
bersama

13

Anak luar kawin

Memiliki hubungan
hukum dengan ibunya

Harus melalui
pengakuan oleh ibu
maupun ayanhnya

Memiliki hubungan
hukum dengan ibunya
dan ayahnya yang
mengakuinya

14

Pencabutan hak
mawaris

Setelah meninggalnya
pewaris dengan wasiat

Ab-intestato dan
testamen

Semasa hidup pewaris


dan setelah
meninggalnya pewaris

15

Hibah/sohenkin
g

Tidak diperhitungkan
dalam pembagian
warisan

Terkena inbreng

Diperhitungkan dalam
pewarisan

16

Wasiat/testamen

Sebagai hak pewarisan


yang harus didahulukan

Sebagai hak pewaris


yang harus didahulukan

Wasiat kepada ahli


waris, sebagai
penetapan warisan
wasiat kepada bukan
ahli waris tidak boleh
merugikan ahli waris

17

Pencabutan hak
waris

Perbudakan
,Pembunuhan, berlainan
agama berlainan negara

Pembunuhan dan
Pembunuhan
perbuatan lain yang
tidak patut dilakukan
oleh ahli waris terhadap
pewaris (838 BW)

18

Dasar hukum

KHI

BW buku II,
Didasari pasal 131 IS
jo Staasblad 1917 No
12 jo Staatblad 1924
No 557 jo Staatblad
1917 no 12 tetang
penundukan diri
terhadap hukum eropa.
59 | P a g e

Kebiasaan,
Kesepakatan

19

Hak pewaris

Menerima warisan

Menerima, dan
Menolak warisan,
perihal wasiat dan
testament,
fedeicommis, legitieme
portie, pembagian
waris, excecuteurtestamen dan bewind
voerder dan harta
peninggalan yang tak
terurus.

20

Pengaruh
pengaturan
waris

Di pengaruhi oleh
adanya pluralisme
ajaran, seperti ajaran
kewarisan Ahlus Sunah
wal jamaah, ajaran
Sjiah, ajaran hazairin.

Perkembangan
masyarakat eropa yg
kemudian di tuangkan
dalam sebuah
1)
peraturan, dan
diterapkan di Indonesia
dalam peraturan pasal
131 IS jo Staasblad
1917 No 12 jo
Staatblad 1924 No 557
jo Staatblad 1917 no 122)
tetang penundukan diri
terhadap hukum eropa.
3)

Yang paling dianut


adalah Ahlus Sunnah
wal jamaah (syafii,
Hannafi, Hambali, dan
maliki) di Indonesia
paling dianut adalah
Syafii disamping ajaran
Hazairin yang mulai
berpengaruh sejak tahun
1950, sebagai bentuk
ijtihad untuk mengurangi
hukum islam dalam AlQuran secara bila teral.

21

Konsep keadilan
dalam waris

Menurut hukum faraidh,


hukum waris menurut
istilah adalah

Menerima warisan

Pengaruh pengaturan
dalam hukum adat
adalah ;
Agama : Hindu,
Budha, Islam, Kristen,
dsb. Misal, aceh di
pengaruhi islam,
ambon, malaku
dipengaruhi kristen,
dsb.
Kerajaan, seperti
Sriwijaya, Airlangga,
Majapahit.
Masuknya bangsabangsa Arab, china,
Eropa
4) Pengaruh bentuk etnis
di berbagai daerah
lingkungan adat.
Misal matrelineal di
minagkabau,
patrelineal batak,
bilateral di jawa,
alterneteral (sistem
unilateral yang
beralih-alih) seperti
Rejang Lebong atau
Lampung Papadon yg
di perlakukan pd
orang.

Hukum waris adalah


perpindahan harta
kekayaan kepada ahli

60 | P a g e

Waris di sini adalah


aturan-aturan yg
mengenai cara

qodar/takdir dan pada


syara adalah bagianbagian yg di qadarkan/
di tentukan bagi waris.
Dg demikian konsep
keadilan adalah telah
ditentukan besar
kecilnya oleh syara

waris karena keamtian.


Keadilan dalam waris
bw adalah konsep
keadilan komutatif
yaitu adil apabila
semua ahli waris
mendapatkan harta yg
sama, tetapi berhubung
adanya SEMA maka
ketentuannya pun
berubah.

bagaimana dari abad


ke abad penerusan dan
peralihan dari harta
kekayaan yg berwujud
dan tidak berwujud
dari generasi ke
generasi. Hukum
waris adat merupakan
peraturan-peraturan
yg mengatur proses
meneruskan serta
mengoper barangbarng yg tidak
berwujud dari satu
generasi ke generasi
yg lain.
Dengan demikian
keadilan menurut
hukum adat adalah
kebiasaan
(kesepakatan),
pembagian waris
sudah adil apabila
telah sesuai dengan
kebiasaan /
kesepakatan.

22

Proses
pewarisan

Setelah ada kematian

Setelah ada kematian

61 | P a g e

Bisa dilakukan ketika


pewaris masih hidup

C. Perbandingan Pengaturan Waris menurut Hukum Islam, Hukum Adat


Minangkabau dan Hukum Waris Adat Jawa.

No.

Persamaan

Pengertian
pewarisan

Sama-sama mengartikan bahwa pewarisan adalah proses penerusan,


pengoperan, peralihan harta kekayaan materiil dan immateriil dari satu
generasi ke generasi berikutnya.

Tujuan
Pewarisan

Sama-sama untuk menyelesaikan perikatan yang dibuat pewaris semasa


hidupnya dan mempertahankan eksistensi masyarakat genealogis.

Unsur-unsur
pewarisan

Sifat kumulatif

Konsep Harta

Hukum Islam

Adat Minangkabau

Adat Jawa

Pewaris, Harta Warisan dan Ahli Waris.


berkait dengan konsep peristiwa hukum waris, dan apabila salah satu saja
dari unsur-unsur pewarisan tidak ada maka tidak akan terjadi peristiwa
pewarisan.

nilai ekonomis, sosial dan magis, materiil dan immateriil, kepemilikan


komunal dan individual, dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

Semasa hidup pewaris (inisiatif ada pada pewaris, hak ahli waris
Sistim
belum terbuka)teknisnya: sebagian atau seluruhnya, diikuti peralihan
pewarisan/
yuridis atau tidak diikuti peralihan yuridis (penunjukan, digarap)
pembagian
bentuknya: hibah atau hibah wasiat.

Setelah pewaris meninggal (inisiatif ada pada para ahli waris, sebab
hak para ahli waris sudah terbuka) teknisnya: pembagian warisan tanpa
sengketa atau dengan musyawarah dan pembagian warisan dengan sengketa
sengketa diartikan sudah menjadi perkara di pengadilan.

No

Perbedaan

Hukum Islam

Adat Minangkabau

Adat Jawa

Konsep keluarga
/sistim
kekerabatan

Patrilioneal-Bilateral

Matrilineal

Parental

Sistim
Pewarisan

Individual

Sistim Kolektif.

Individual

Konsep harta
keluarga

Bukan persatuan

Bukan persatuan

Bukan persatuan

Jenis harta
keluarga

Harta masing-masing
suami isteri dan harta

Harta Pusaka Tinggi,

Harta pencaharian
(harta bersama)

Harta tinggi di
Minangkabau

62 | P a g e

bersama

Harta Pusaka rendah,


Harta pencarian
Harta Suarang

Keadaan harta
warisan

Bersih dari hutang

Bersih dari hutang

Bersih dari hutang

Dapat dibagi-bagi

Ada yang tidak terbagi


dan ada yang dapat
dibagi-bagi

Dapat dibagi-bagi

Harta materiil

Harta materiil dan harta


immateriil

Harta materiil

Harta peninggalan

Ahli waris

Harta peninggalan dan


harta pemberian dari
sipewaris semasa
hidupnya kepada ahli
waris

Harta peninggalan dan


harta pemberian dari
sipewaris semasa
hidupnya kepada ahli
waris

Aktiva & pasiva

Aktiva

Genealogis (nasab) dan


karena perkawinan

Jalur Ibu dalam kaum


atau suku

Aktiva
Jalur bapak dan ibu
serta perbuatan hukum
(anak angkat)

Garis kebawah
Garis keatas
Garis menyamping

Garis keatas
Garis kebawah

Garis kebawah dan


muncul janda

Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan

Penggantian
tempat ahli
waris

Tidak dikenal lembaga


ini, penyelesaiannya
dengan wasiat wajibah

Dikenal lembaga ini

Dikenal lembaga ini

Hal ahli waris

Hak dan bagian sama


dalam pembagian

Hak dan bagian tidak


sama, Garis keturunan

Hak dan bagian tidak


sama antara laki-laki

63 | P a g e

individual

ibu

dan perempuan

Bagian ahli
waris

Ditentukan dengan
menetapkan besar bagian
yang akan diterima oleh
ahli waris sesuai
penggolongannya

Dikuasai oleh
Perempuan tertua di
rumah tersebut.

Ditentukan seimbang

10

Hak menolak
warisan

Tidak mengenal lembaga


ini

Tidak mengenal
lembaga ini

Tidak mengenal
lembaga ini

11

Perhitungan
harta warisan
oleh ahli waris

Prinsipnya harta warisan


adalah harta peninggalan

Pemisahan antara harta

Terdapat asas harta


warisan merupakan
kesatuan bagi para
ahli warisnya

Pencarian dan harta


pusaka.
Harta pencaraian di
hitung dg Faraidh
Harta pusaka berlaku
hukum adat

12

Anak angkat

Tidak mengenal anak


angkat bila ada
diselesaikan dengan
wasiat

Mengenal anak angkat


hanya hak warisnya
terbatas pada harta
pencaharian.

Mengenal anak angkat


hanya hak warisnya
terbatas pada harta
bersama

13

Pencabutan hak
mawaris

Setelah meninggalnya
pewaris dengan wasiat

Semasa hidup pewaris


dan setelah
meninggalnya pewaris

Semasa hidup pewaris


dan setelah
meninggalnya pewaris

14

Hibah/
sohenking

Tidak diperhitungkan
dalam pembagian
warisan

Ada koreksi, pada


pembagian waris nanti
tidak ada warisan.

Diperhitungkan dalam
pewarisan

15

Wasiat/testamen

Sebagai hak pewarisan


yang harus didahulukan

16

Pencabutan hak
waris

Perbudakan
,Pembunuhan, berlainan
agama berlainan negara

Pembunuhan dan
Pembunuhan
perbuatan lain yang
tidak patut dilakukan
oleh ahli waris terhadap
pewaris (838 BW)

17

Dasar hukum

KHI

Kebiasaan,

Wasiat kepada ahli


waris, sebagai
penetapan warisan
wasiat kepada bukan
ahli waris tidak boleh
merugikan ahli waris

64 | P a g e

Kebiasaan,

Kesepakatan

Kesepakatan
Menerima warisan

18

Hak pewaris

Menerima warisan

Menerima warisan

19

Pengaruh
pengaturan
waris

Di pengaruhi oleh
adanya pluralisme
ajaran, seperti ajaran
kewarisan Ahlus Sunah
wal jamaah, ajaran
Sjiah, ajaran hazairin.

Pengaruh bentuk etnis


Pengaruh bentuk etnis
matrelineal di
5) bilateral di jawa
minagkabau

Yang paling dianut


adalah Ahlus Sunnah
wal jamaah (syafii,
Hannafi, Hambali, dan
maliki) di Indonesia
paling dianut adalah
Syafii disamping ajaran
Hazairin yang mulai
berpengaruh sejak tahun
1950, sebagai bentuk
ijtihad untuk mengurangi
hukum islam dalam AlQuran secara bila teral.
20

Proses
pewarisan

Setelah ada kematian

Bisa dilakukan ketika


pewaris masih hidup
dan setelah pewaris
meninggal dunia

65 | P a g e

Bisa dilakukan ketika


pewaris masih hidup

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Perbandingan waris dalam hukum waris islam, hukum perdata barat
(BW),

dan hukum adat terdapat beberapa persamaan dan perbedaan

pengaturan waris. Dalam hal persamaan terdapat sepuluh persamaan yaitu


mengenai keadaan masyarakat dan pengaruh politik hukum terhadap
hukum waris, persamaan pengertian perwarisan, tujuan perwarisan, konsep
harta warisan harus sudah bersih, unsur-unsur pewarisan, sifat komulatif,
sistematika unsur, konsep harta, sistim pewarisan/pembagian, dan
terbukanya warisan setelah adanya kematian, namum tidak menutup
kemungkinan masih ada hal-hal lain yang sama dan masih belum
dituliskan oleh penulis. Sedangkan untuk perbedaannya terdapat 22
perbedaan hal itupun masih dirasa kurang oleh penulis.
Sedangkan dalam Perbandingan Pengaturan Waris menurut Hukum
Islam, Hukum Adat Minangkabau dan Hukum Waris Adat Jawa.Hanya
terdapat 6 persamaan meskipun masih banyak persamaan-persamaan yang
lainnya. Pengertian pewarisan,Tujuan Pewarisan, Unsur-unsur pewarisan,
Sifat kumulatif, Konsep Harta, Sistim pewarisan/ pembagian, dan terdapat
20 perbedaan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengaturan waris di Indonesia
terdapat bermacam-macam pengaturan perwarisan, maka dari itu
pemerintah menyerahkan urusan perwarisan terserah pada hukum masingmasing golongan.
B. Saran
Untuk masalah waris di serahkan sepenuhnya pada hukum masingmasing golongan, diharapkan dalam pembgian waris ini harus adil,
meskipun adil itu berbeda-beda pemahamannya.
Untuk anggota keluarga yang bukan ahli waris seperti anak angkat,
dan kerabat yang lain diharapkan tetap mendapatkan warisan seperti dalam
pengaturan dalam KHI yaitu wasiat wajibah.

66 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Afandi, Ali. 2004. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian
menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Rineka Cipta : Jakarta.
Amanat, Anisitus. 2001. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal Pasal Hukum
Perdata Bw ( Edisi Revisi ). Semarang.
Hilman Hadikusuma, 1995. Hukum Perkawinan Adat, Cet.5, Bandung, PT
Citra Aditya Bakti.
Ismuha, 1978. Penggantian Tempat Dalam Hukum Waris Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam,
Jakarta, Bulan Bintang,
Undang-undang :
Subekti, dan R. Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
dengan tambahan Undang Undang Pokok Agraria dan Undang
Undang Perkawinan. : Jakarta.
Subekti. 1987. Pokok Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa : Jakarta.
Internet :

67 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai