NIM
C100150
1|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap
manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian
mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban .
Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukup Perdata
(KUHPerdata) buku kedua tentang kebendaan dan juga dalam hukum waris
Islam, dan juga hukum waris adat.
Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah penerusan dan
pengoperaan harta peninggalan baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dari seorang pewaris kepada ahli warisnya. maksudnya dari pewaris
ke ahli warisnya. Akan tetapi di dalam kenyataannya prose serta langkahlangkah pengalihan tersebut bervariasi, dalam hal ini baik dalam hal hibah,
hadiah dan hibah wasiat. ataupun permasalahn lainnya . Disini penulis akan
2|Page
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaturan Kewarisan dalam BW, Islam, Adat Minangakabau,
dan Adat Jawa?
2. Bagaimana Perbandingan pengaturan Kewarisan menurut Hukum Islam,
Adat dan BW?
3. Bagaimana perbandingan pengaturan Kewarisan menurut Hukum Islam,
minangkabau, dan adat Jawa ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaturan bagaimana pengaturan kewarisan menurut BW,
hukum Islam, Hukum waris adat yaitu Adat Minangkabau dan Adat Jawa.
2. Mengetahui dan menganalisis bagaimana perbandingan kewarisan menurut
hukum waris Islam, waris Adat dan waris BW.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaturan kewarisan menurut hukum Islam,
adat minangkabau dan adat jawa.
3|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Kewarisan
1. Hukum Waris BW
1.1 Pengertian Waris
Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang
mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta
kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang
masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain,
hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan
orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan
ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibatakibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya
harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di
dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
I.2 UNSUR UNSUR PEWARISAN
Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu
mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur unsur
pewarisan :
1. Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater
Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak
dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal
830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan
pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia
adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang undang sekedar
4|Page
terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan yang
sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :
Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab
intestato (tanpa wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris
Wasiat atau testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak
untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. Lalu,
bagaiman dengan bayi yang ada dalam kandungan ?. Menurut pasal 2 BW,
anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan
bilamanakeperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak
yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat mewarisi karena
dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan akan anak sudah dilahirkan.
Ahli waris terdiri dari :
Ahli waris menurut undang undang ( abintestato )
Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau
para keluarga sedarah. Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I,
terdiri dari anak anak, suami ( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris;
Golongan II, terdiri dari bapak, ibu ( orang tua ), saudara saudara si pewris;
Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas
( seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau ibu ) si pewaris;
Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer samping ( seperti, paman
, bibi ).
Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap
orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas,
testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi
suatu erfstelling ( penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk mendapat
5|Page
seluruh atau sebagian harta peninggalan ); legataris yaitu ahli waris karena
mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak
atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam
benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari
harta waris.
Jadi, dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu,
ahli waris atas dasar hubungan darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan
perkawianan dengan si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang
dapat diwarisi hanyalah hak hak dan kewajiban dalam lapangan harta
kekayaan. Hak dan kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda yang
nyata ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu
juga dapat berupa hak imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva ( sejumlah hutang
pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun kewajiban lainnya ).
Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak
dapat diwariskan.
I.3 HAK DAN KEWAJIBAN PEWARIS
1. Hak Pewaris
Pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya
dalam testament atau wasiat yang isinya dapat berupa, erfstelling / wasiat
pengangkatan ahli waris ( suatu penunjukkan satu atau beberapa orang
menjadi ahli waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta
peninggalan ( menurut pasal 954 BW ), wasiat pengangkatan ahli wari ini
terjadi apabila pewaris tidak mempunyai keturunanatau ahli waris ( menurut
pasal 917 BW )); legaat / hibah wasiat ( pemberian hak kepada seseorang atas
dasar wasiat yang khusus berupa hak atas satu atau beberapa benda tertentu,
hak atas seluruh benda bergerak tertentu, hak pakai atau memungut hasil dari
seluruh atau sebagian harta warisan ( menurut pasal 957 BW )).
6|Page
2. Kewajiban Pewaris
Pewaris wajib mengindahkan atau memperhatikan legitime portie, yaitu
suatu bagian tertentu dari harta peningalan yang tidak dapat dihapuskan atau
dikurangi dengan wasiat atau pemberian lainnya oleh orang yang
meninggalkan warisan ( menurut pasal 913 BW ). Jadi, pada dasarnya
pewaris tidak dapat mewasiatkan seluruh hartanya, karena pewaris wajib
memperhatikan legitieme portie, akan tetapi apabila pewaris tidak
mempunyai keturunan , maka warisan dapat diberikan seluruhnya pada
penerima wasiat.
I.4 HAK DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS
1. Hak Ahli Waris
Setelah terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak
untuk menentukan sikapnya, antara lain, menerima warisan secara penuh,
menerima dengan hak untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan atau
menerima dengan bersyarat, dan hak untuk menolak warisan.
2. Kewajiban Ahli Waris
Adapun kewajiban dari seorang ahli waris, antara lain, memelihara
keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi, mencari
cara pembagian sesuai ketentuan, melunasi hutang hutang pewaris jika
pewaris
meninggalkan
hutang,
dan
melaksanakan
wasiat
jika
pewarismeninggalkan wasiat.
I.5 PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
1. Golongan I,
Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu
anak, suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama
mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu,
maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli
waris golongan kedua tidak bisa tampil.
7|Page
pasal 852 : Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain lainan
atau waktu kelahiran , laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama
( mewaris kepala demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama
seperti anak yang lahir di dalam perkawinannya sendiri .
Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai
berikut :
8|Page
atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik atau
dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia
sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama sama dengan ahli waris golongan
pertama, dari harta waris jika ia mewaris bersama sama dengan golongan
kedua, dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara
dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris golongan ketiga
dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si pewaris tidak
meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan
keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang diberikan pada merka
menurut pasal 863, 865.
Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir
dari orang laki laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka
itu atau kedua duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain ), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki laki dan
perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin atau
tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat.
Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya
mendapatkan nafkah seperlunya.
852 a. : Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari
perkawinannya dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya
seorang anak. Jika perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari
perkawinan yang dahulu ada juga anak anak, maka bagian dari janda
( duda ) itu tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak yang
meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh
mendapat lebih dari dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak
dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak
boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak peninggal warisan. Lebih
dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah sama,
9|Page
meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata terkecil
itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan kemudian
yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki
kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya
dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu,
bapak, ibu dan saudara saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil
mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan
menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.
Dalam hal tidak ada saudara tiri :
854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah :
bapak, ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1
saudara; bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah
apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu,
maka bagiannya ialah : kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara;
kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya
saudara ( saudara saudara )
856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan
menjadi bagian saudara saudara.
857 : Pembagian antara saudara saudara adalah sama, kalau mereka
itu mempunyai bapak dan ibu yang sama.
Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara saudaranya, maka
harus dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup.
Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang
ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai
10 | P a g e
bagian bagi garis ibu. Saudara saudara yang mempunyai bapak dan ibu
yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak dan bagian bagi
garis ibu. Saudara saudara yang hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari
bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek,
nenek baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris
golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan
pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris
golongan keempat.
853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada,
maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.
Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis
bapak lurus ke atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu
lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris
yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan
yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris
itu pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ).
Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya,
maka orang itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
Pasal ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri
orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada
kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu, dan bapak
dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2
kakek dan 2 nenek.
1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari
pancer ibu. Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika
warisan itu jatuh pada orang orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di
dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan
11 | P a g e
kepada kakek dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada
kakek dan nenek yang menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka
warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu
hanya kakek atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian
yang masih hidup.
4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris,
yaitu paman, bibi.
858 ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh
pada tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan
jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada beberapa
orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi bagi berdasarkan
bagian yang sama.
861.
Di
dalam
garis
menyimpang
keluarga
yang
pertalian
kekeluargaannya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke
6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada
garis itu,menjadi haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau
orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi
derajat ke 6.
873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka
seluruh warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka
seluruh warisan jatuh pada Negara.
5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti
(Plaatsvervulling / representatie)
12 | P a g e
13 | P a g e
Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu
atau muslihat.
Selain larangan larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam
hukum waris terdapat banyak sekali larangan larangan yang tidak boleh
dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah
larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak
para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.
JENIS JENIS WASIAT
1. Jenis Wasiat menurut Isinya
Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat :
Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris. Seperti
disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat dengan
mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari
seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ) dari harta
kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang orang yang mendapat harta
kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat. Pasal 957 memberi
keterangan seperti berikut : Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang
khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang mewasiatkan
memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa barang tertentu,
barang barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau
sebagian dari harta peninggalannya. Orang orang yang mendapat harta
kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.
2. Jenis Wasiat menurut Bentuknya
Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat
dibagi menurut bentuknya. Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut
bentuk :
Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri
14 | P a g e
15 | P a g e
Hukum Islam
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia
Melaksanakan hukum kewarisan dalam sistem hukum Islam merupakan
ibadah muamalah artinya ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia
yang dilaksanakan semata-mata mendapatkan keridhaan kepada Allah. Dalam
ajaran Islam manusia apabila benar-benar mengharapkan keridhoan Allah
SWT dalam ibadah harus sesuai dengan ketentuan dan pedoman pada AlQuran dan Hadist Rasulullah SAW.
Al-Quran dan hadist Ras ulullah SAW merupakan asas, prinsip dan
nilai dari Allah yang menjadi sumber hukum Islam, di dalamnya hukum
kewarisan
Islam
bersifat
statis,
tidak
boleh
berubah,
sedangkan
17 | P a g e
18 | P a g e
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri ) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak
sesat, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
d. Al Nisa ayat 33 Terjemahannya
Dan tiap-tiap harta peninggalan dari (harta) yang untuk masingmasing ahli waris meninggalkan (pengganti) pewaris-pewarisnya dan (jika
ada) orang-orang yang teah kamu bersumpah setia dengan mereka, maka
berilah kepadamereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu.
Surat An-Nisa ayat 11, 12, 33 dan 176 sebagaimana disebutkan di atas,
dalam penerapan atau pelaksanaam hukum kewarisan Islam sebagai norma
(naqal) hukum Islam yang harus dijadikan dasar yang bersifat statis tidak bisa
dirubah. Akan tetapi ketentuan bagian-bagian harta kewarisan sebagaimana
dalam ketetapan al-furudhul al-muqaddarah seperti telah dijelaskan dalam bab
di atas, namun ketetapan tersebut dapat diterapkan secara fleksibel, apabila
para ahli waris dapat mencari alternative lain yang mengandung keadilan dan
kedamaian diantara para ahli waris dalam hubungan keluarga. Al-Quran
memberikan kebebasan kepada ahli waris-ahli waris untuk mencari kesepakatakesepakatan perdamaian dengan cara musyawarah diantara mereka.
Kesepakatan perdamaian disamping merupakan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya, juga filosofis bangsa Indonesia dan cirri masyarakat Indonesia
sebagimana dalam alinea ke empat falsafah bangsa dan dasar Negara Indonesia
yang disebut Pancasila.
Masyarakat muslim di Indonesia belum tentu mengamalkan hukum Islam
secara kaffah (penuh), karena menurut Sidi Gazalba yang melaksanakan
hukum Islam secara kaffah adalah masyarakat Islam, bukan masyarakat
muslim. Karena masyarakat muslim itu adalah kelompok manusia yang
beragama Islam atau mengaku beragama Islam, tetapi masih banyak
mengamalkan kebudayaan, mungkin juga masih baru mendekat ajaran Islam,
bahkan
mungkin
terdapat
hukum
Islam
19 | P a g e
dijahuinya.
Namun
dalam
20 | P a g e
dengan
perdamaiaan
diajurkan
oleh
Allah
SWT,
sebagimana dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 128, bahwa perdamaian itu
suatu perbuatan yang baik. Bahkan Abu Hurairah meriwayatkan hadits
Rasulullah SAW bersabda bahwa perdamaian di atara kaum muslimin itu
boleh, kecuali perdamaiaan yang mengharamkaan sesuatu yanh halal, atau
menghalakan sesuatu yang haram.
Selanjutnya Muhammad Rawwas Qalahji perdamaian tentang harta
tersebut ada dua macam yaitu pertama perdamaian ingkar yaitu sepertinya
adanya pengakuan seorang sebagai pihak pertama, tentang pemilikan harta
yang dikuasahi oleh pihak ketiga, sedangkan pihak kedua tidak mengetahui
adanya hak itu. Kemudian terjadi perdamaian yang isinya bahwa pihak kedua
menyerahkan harta yang diakui pihak pertama tersebut. Sedangkan yang kedua
perdamaian pengakuan, perjanjian ini seperti adanyaa pengakuan bahwa harta
yang
dikuasahinya
ternyata
22 | P a g e
Sidi Gazalba, Islam & Perubahan Sosiobudaya, Suatu kajian Islam tentang
Perubahan Masyarakat, Jakarta : Al-Husna, 1981, hlm 195
23 | P a g e
sehingga
mereka
dapat
mengadakan
perdamaian,
karena
Muhammad Salam Madkur, Al-Qadhai Al-Isllami, Mesir : dar Al-Nahdah AlArabiyah, tt, hlm 44
3
Muhammad Abu Nimer, Noviolence and Peace Building in Islam, Theory and
Practice, Florida : University Press of florida, 2003, hlm. 48
4
24 | P a g e
isqot dan tamlik . Kata isqad masdar dari kata asqatha yang artinya
menggugurkan, melepaskan dan membebaskan.5 Dengan demikian isqot adalah
menggugurkan hak miliknya dari bagian harta warisannya. Sedangkan kata
tamlik masdar dari mallaka yang artinya menjediakan miliknyua juga dapat
diartikan menyerahkan atau memberikan hak kepada seseorang. 6 Sehingga
tamlik adalah menyerahkan bagian harta warisannya.
Apalagi para ahli warisn itu merupakan hubungan keluarga dekat, baik
dalam sistem keluargaan parental atau bilateral, kekeluargaan matrilineal
maupun kekeluargaan patrilineal. Dengan demikian perdamaian merupakan
intrumen yang paling baik dalam menyelesaikan perselisihan dan perseteruan,
permusuhan keluarga dalam menjaga keutuhan keluarga atau kekerabatan serta
kerukunan dalam masyarakat.
Dalam hukum Islam tentang pengertian ibra para Ulama berbeda
pendapat, Ulama Madzhab Hanafi menyatakan bahwa ibra dalam arti isqot
lebih tepat dengan makna pengguguran, meskipun makan pemilikan tetap ada,
Sedangkan Ulama Maliki disamping tujuan ibra juga dapat menggugurkan hak
milik seseorang jika ingin digugurkannya terhjadap suatu benda oleh
pemiliknya maka kedudukannya sama dengan hibah. Kemudian sebagian
Ulama SyafiI berpendapat bahwa ibra mengandung pengertian pemilikan
hutang untuk orang yang berpiutang, dan kedua belah pihak harus mengetahui
pengalihan milik tersebut, Sebagian Ulama lainnya mengartikan pengguguran
seperti mazdhab Hanafi demikian dikalangan mazdhab Hambali.
Berdasarkan kedua teori tersebut di atas, bahwa dalam melaksanakan
atau menerapkan hukum kewarisan Islam dengan perdamaian, secara tidak
langsung penerapan dengan teori ibra dan teori damai (shulh) tersebut, satu
sama lain saling berkaitan. Karena secara tidak langsung dengan ibra baik
secara
isqat
(menggugurkan)
hak
miliknya
maupun
dengan
tamlik
Ibid hlm.641
25 | P a g e
26 | P a g e
2. Sistem Matrilinial
Menurut para ahli antropologi tua pada abad 19 seperti J. Lublock, G.A.
Wilken dan sebagainya, manusia pada mulanya hidup berkelompok, kumpul
kebo dan melahirkan keturunan tanpa ikatan.
Kelompok keluarga batih (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah-ibu
dan anak-anak seperti sekarang belum ada. Lambat laun manusia sadar akan
hubungan antara ibu dan anak-anaknya sebagai satu kelompok keluarga
karena anak-anak hanya mengenal ibunya dan tidak tahu siapa dan dimana
ayahnya. Dalam kelompok keluarga batih ibu dan anak-anaknya ini, si
Ibulah yang menjadi Kepala Keluarga. Dalam kelompok ini mulai berlaku
aturan bahwa persenggamaan (persetubuhan) antara ibu dan anak lelakinya
dihindari dan dipantangkan (tabu). Inilah asal mula perkawinan diluar batas
kelompok sendiri yang sekarang disebut dengan adat eksogami. Artinya
perkawinan hanya boleh dilakukan dengan pihak luar, dan sebaliknya
perkawinan dalam kelompok serumpun tidak diperkenankan sepanjang adat.
Kelompok keluarga itu tadi makin lama makin bertambah banyak
anggotanya. Karena garis keturunan selalu diperhitungkan menurut Garis
Ibu, dengan demikian terbentuk suatu masyarakat yang oleh para sarjana
seperti Wilken disebut masyarakat matriarchat. Istilah matriarchat yang
berarti ibu yang berkuasa sudah ditinggalkan. Para ahli sudah tahu bahwa
sistem ibu yang berkuasa itu tidak ada. Yang ada ialah kelompok keluarga
yang menganut prinsip silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis
ibu atau dalam bahasa asing disebut garis matrilinial. Jadi dalam sistem
kekerabatan matrilinial terdapat 3 unsur yang paling dominan :
Garis keturunan menurut garis ibu.
Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang
sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan
kekayaan dan kesejahteraan keluarga
27 | P a g e
29 | P a g e
30 | P a g e
31 | P a g e
33 | P a g e
MILIK
Ada berbagai milik; ada milik raja, ada milik penghulu, ada milik kadi,
ada milik dubalang dan pegawai, ada milik imam dan khatib dan ada pula
milik orang banyak. Masing-masing milik tersebut tidak boleh dikuasai oleh
yang bukan pemiliknya. Adapun yang menjadi milik raja itu adalah
memerintah dan menghukum segala perselisihan hamba rakyatnya yang
disampaikan kepadanya dan menjaga kesentosaan nagari, dan mengetahui dia
akan perangai sekalian orang-orang yang dibawah kekuasaannya serta
berhubungan dengan pembantunya dan apabila pembantu-pembantunya
bersalah maka diapun akan menghukum mereka itu juga supaya nagari
menjadi sempurna dan rakyat menjadi sentosa. Adapun milik penghulu itu
adalah menjaga akan kesentosaan dan keselamatan anak buahnya; baik yang
ada dalam kampung dalam suku, dalam nagari, pada tempat masing-masing,
dan wajib baginya menentukan batas dan bintalak (pasupadan; sempadan)
milik anak buahnya didalam pegangan masing-masingnya; dan yang lainlainnya yang akan memberi kebajikan kepada segala anak buahnya. Adapun
milik tuan Kardi itu adalah menghukumkan menurut jalan hukum dan syariat
agama nabi kita Muhammad dan menentukan sah dan batal, pasal dan bab,
dalil dan maknanya, setiap hukum agama dikeluarkannya (diterapkannya).
Adapun milik pegawai dan hulubalang, menjelaskan apa-apa yang dititahkan
penghulu-penghulu; menakik yang keras, menyudu yang lunak;
berdasarkan jalan kebenaran juga. Adapun milik bagi orang banyak itu, wajib
kita menutur segala titah dan perintah penghulu-penghulu, orang tua-tuanya;
memelihara akan pekerjaannya masing-masing; dengan yakin menjalankan
titah rajanya dan disampaikan kepadanya; Tuan Kadinya dan ibu bapaknya
serta sanak saudaranya. Adapun milik bagi harta benda itu, seperti sawah
ladang, emas perak kerbau sapi, ayam itik dan lain-lainnya, wajib tergenggam
pada yang punya milik masing-masing juga, tidaklah harus dimiliki oleh
bukan pemiliknya.
34 | P a g e
HAK
Adapun hak itu tidaklah tetap terpegang, kepada yang empunya hak
untuk selamanya; hak yang terpegang ditangan yang empunya masing-masing
adalah hak milik namanya. Dan apabila haknya itu dipegang oleh orang lain,
maka dinamai Haknya saja tetapi yang memiliki orang lain. Itulah undangundang yang terpakai dalam nagari di Alam Minangkabau ini yang sepatutnya
engkau ketahui terlebih dahulu. Tentukan (usut dan periksa) benarlah dahulu
semuanya yang hamba sebut tadi; yang dipakai didalam nagari ini; agar jelas
pegangan masing-masing, agar berbeda orang dengan awak; baik jauh
maupun dekat. (Sumber : Mustika Adat Minangkabau)
5. NAMA PANGGILAN MASYARAKAT MINANG
Bagi orang Minang nama itu penting. Ketek banamo gadang bagala.
Katiko ketek disabuik namo alah gadang disabuik gala. Sebagaimana telah
kita ketahui bahwa yang dikatakan sepesukuan sebagai unit terkecil dalam
sistem kekerabatan Minang terdiri dari 5 lapis generasi atau keturunan.
Mungkin dalam satu masa tidak terdapat kelima tingkat keturunan itu, karena
hal itu sangat tergantung dari usia rata-rata anggota suku dari tiap generasi.
Panggilan Sesama Anak
Adik memanggil kakaknya yang perempuan dengan Uni dan Uda
untuk kakak lelaki. Antara mereka yang seusia, memanggil nama masingmasing. Si Ani memanggil si Ana dengan menyebut Ana. Si Husin
memanggil si Hasan dengan sebutan Hasan.
Mande dan Mamak serta generasi yang lebih tua, memanggil anak-anak
dengan panggilan kesayangan Upiak pada anak perempuan dan Buyuang
untuk anak laki-laki.
35 | P a g e
harus
membimbing
kemenakan,
mengatur
dam
mengawasi
37 | P a g e
38 | P a g e
39 | P a g e
40 | P a g e
Nagari seperti Padang Datar, Lubuk Batang, Padang Laweh, Salo dll.
Orang seperti Dani, Domo, Magek dll.
Suku yang demikian lebih banyak daripada suku-suku yang semula.
Apabila dijumlahkan nama-nama suku itu seluruhnya sudah mendekati
seratus buah di seluruh Alam Minangkabau.
4. Adat orang sesuku
Orang-orang yang sesuku dinamakan badunsanak atau sakaum. Pada
masa dahulu mulanya antara orang yang sesuku tidak boleh kawin walaupun
dari satu nagari, dari satu luhak ke luhak. Tetapi setelah penduduk makin
bertambah banyak, dan macam-macam suku telah bertambah-tambah, dewasa
ini hal berkawin seperti itu pada beberapa nagari telah longgar. Tiap-tiap suku
itu telah mendirikan penghulu pula dengan ampek jinihnyo. Jauh mencari
suku, dakek mancari indu, sesungguhnya sejak dahulu sampai sekarang masih
berlaku, artinya telah menajdi adat juga. Adat serupa ini sudah menjadi
jaminan untuk pergi merantau jauh. Mamak ditinggakan, mamak ditapati.
Mamak yang dirantau itulah, yaitu orang yang sesuku dengan pendatang baru
itu yang menyelenggarakan atau mencarikan pekerjaan yang berpatutan
dengan kepandaian atau keterampilan dan kemauan kemenakan yang
datang itu sampai ia mampu tegak sendiri. Baik hendak beristri, sakit ataupu
kematian mamak itu jadi pai tampek batanyo, pulang tampek babarito, bagi
kemenakan tersebut. Sebaliknya kemenakan itu harus pula tahu bacapek
kaki baringan tangan menyelenggarakan dan memikul segala buruk baik yang
terjadi dengan mamak nya itu. Dengan demikian akan bertambah eratlah
pertalian kedua belah pihak jauh cinto-mancinto, dakek jalang manjalang.
Tagak basuku mamaga suku adalah adat yang membentengi kepentingan
bersama yang merasa semalu serasa. Bahkan menjadi adat pusaka bagi
seluruh Minangkabau, sehingga adat basuku itu berkembang menjadi Tagak
basuku mamaga suku tagak banagari mamaga nagari, tagak baluhak mamaga
luhak dll. Artinya orang Minangkabau dimana saja tinggal akan selalu
bertolong-tolongan, ingat mengingatkan, tunjuk menunjukkan, nasehat
42 | P a g e
43 | P a g e
dirumah itu mati, maka peranan penguasaan dan pengurusan beralih kepada
perempuan yang lebih muda. Dalam hal ini tidak ada peralihan harta.
Penerusan peranan dalam system kewarisan adat, adalah ibarat silih
bergantinya kepengurusan suatu badan atau yayasan yang mengelola suatu
bentuk harta. Kematian pengurus itu tidak membawa pengaruh apa apa
terhadap status harta, karena yang mati hanya sekedar pengurus.
Hal tersebut di atas berbeda sama sekali dengan bentuk pewarisan
dalam hukum Islam. Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak
milik dari yang mati kepada yang masih hidup. Yang beralih adalah harta.
Dalam bentuk harta yang bergerak, harta itu berpindah dari suatu tempat
ketempat yang lain. Sedangkan dalam bentuk harta yang tidak bergerak, yang
beralih dalam status pemilikan atas harta tersebut.
Kedua
Yang merupakan ciri khas dari harta pusaka ialah bahwa harta itu bukan
milik perorangan dan bukan milik siapa -siapa secara pasti. Yang memiliki
harta itu ialah nenek moyang yang mula-mula memperoleh harta itu secara
mencancang melatah. Harta itu ditujukan untuk dana bersama bagi anak
cucunya dalam bentuk yang tidak terbagi-bagi. Setiap anggota dalam kaum
dapat memanfaatkannya tetapi tidak dapat memilikinya. ( DR Amir
Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau
269-270)
Maka dengan demikianlah, jelaslah bahwa telah ada kesepakatan para
alim ulama, niniak mamak, dan cadiak pandai tentang status harta pusaka itu
sebagai warih bajawek, pusako batolong dari niniak turun kemamak dari
mamak turun kekemanakan. Dan kemudian diturunkan pula kebawah
menurut jalur Ibu dalam kaum atau suku yang bersangkutan. Indak buliah
dihilang dilanyokkan, kok dibubuik layua dianjak mati, dijua indak dimakan
bali di gadai indak dimakan sando.
44 | P a g e
45 | P a g e
pendapat para ulama Minangkabau diatas, apa itu tidak boleh di katakan
sebagai IJMAK para ulama Minangkabau?
Dan selanjutnya, jika pendapat tersebut sudah sangat di yakini bahwa
harta pusaka tersebut adalah haram menurut Agama. Mulailah terlabih dahulu
dari diri sendiri, atas harta pusako nan saparuik, nan sakaum atau sapayung
sapasukuan dan nan sanagari. Adat kan salingka nagari, pusako salingka
kaum, tidak ada yang akan melarang, jika nan berhak telah sepakat untuk
membuat apa saja atas harta pusaka tersebut. Dan kepada yang masih
meyakini atas pendapat para uluma Minangkabau tersebut diatas, tentu juga
itu merupakan hak, tidak ada pulah yang boleh memaksa kan kehendak. Ini
tentu bukan berarti Taklid buta, kerana kita yakin para ulama Minang tersebut
tentu telah melalui penelitian atau ITIHAT pula.
Dalam Sistem kekerabatan ini juga mempengaruhi sistem hukum
perkawinannya, seperti masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
matrilineal
perkawinannya
bersistem
perkawinan semenda
dimana
pelamaran dilakukan oleh pihak wanita kepada pihak pria dan setelah
perkawinan suami mengikuti tempat kedudukan dan kediaman isteri.
Anak angkat yaitu anak dari perkawinan orang lain yang diangkat
menjadi anak sendiri. Anak angkat tersebut dirawat seperti anak sendiri.
Dalam hukum adat asli Minangkabau di beberapa daerah yaitu Kanagarian
Singkarak dan Kanagarian Sumani dikenal pengangkatan anak. Hal ini karena
keluarga tersebut tidak memiliki keturunan. Cara pengangkatan anak angkat
dilakukan dengan terang yaitu dilakukan dengan permusyawarahan kaum.
Namun kedudukan anak angkat tidak sama dengan kedudukan anak kandung.
Di daerah Minangkabau anak angkat bisa menjadi ahli waris apabila anak
angkat itu berkedudukan sebagai pengganti untuk meneruskan keturunan
wanita yang terputus karena tidak mempunyai anak. Apabila orang tuanya
meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Hukum adat Minangkabau
mengatur bahwa anak angkat dapat mewarisi harta orang tua angkatnya,
walaupun hanya sebatas harta pencaharian. Sedangkan dalam Islam walaupun
anak angkat tersebut tidak diakui, namun bisa mendapat bagian harta milik
46 | P a g e
orang tua angkat dengan cara wasiat wajibah. Sehingga anak angkat dapat
melanjutkan kehidupannya dengan bekal harta tersebut.
SISTEM KEPEMILIKAN
1. Harta
Di Minangkabau bila orang menyebut harta, maka sering tertuju
penafsirannya kepada harta yang berupa material saja. Harta yang berupa
material ini seperti sawah ladang, rumah gadang, emas perak dan lain-lain.
Sebenarnya disamping harta yang berupa material ini, ada pula harta yang
berupa moril seperti gelar pusaka yang diwarisi secara turun temurun. Orang
yang banyak harta material, dikatakan orang berada atau orang kaya. Tetapi
menurut pandangan adat, orang berada atau banyak harta ditinjau dari
banyaknya harta pusaka yang turun temurun yang dimilikinya. Dari status
adat lebih terpandang orang atau kaum yang banyak memiliki harta pusaka
ini, dan tidak karena dibeli. Sampai sekarang khusus mengenai harta pusaka
berupa sawah ladang masih ada perbedaan pendapat tentang pembagian jenis
harta tersebut.
Perbedaan pendapat ini detemui ketika diadakan Seminar Hukum Adat
Minangkabau yang diadakan dari tanggal 21 s/d 25 Juli 1968, dengan titik
tolak yang diseminarkan adalah Hukum Tanah dan Hukum Waris. Sebelum
seminar yang diadakan di Padang ini sebelumnya juga telah diadakan rapat
lengkap adat di Bukittinggi yang permasalahannya juga berkaitan dengan
materi seminar diatas. Pada pertemuan adat yang diadakan di Bukittingi telah
diputuskan dengan kongkrit, bahwa harta orang Minangkabau itu hanya
terbagi atas dua bahagian, yaitu harta Pusaka Tinggi dan harta Pusaka
Pencaharian.
Dilain pihak, pendapat ini tidak disetujui, dan mengatakan harta di
Minangkabau ada pusaka tinggi, ada pusaka rendah. Pendapat umum lebih
cenderung, bahwa harta itu dibedakan atas empat bahagian, keempat
pembahagian itu adalah sebagai berikut:
47 | P a g e
48 | P a g e
tanggapan dari berbagai pihak dan diantaranya dari Damsiwar SH., yang
mengatakan bahwa yang dimaksud harta pusaka rendah oleh H.K Dt
Gunuang Hijau sebenarnya adalah harta pencaharian. Selanjutnya dikatakan
bahwa harta pusaka rendah itu merupakan harta tambahan bagi sebuah kaum
dan ini diperoleh dengan membuka sawah, ladang atau perladangan baru,
tetapi masih di tanah milik kaum. Jadi tanah yang dibuka itu sudah
merupakan pusaka tinggi, hanya saja pembukaan sawah ladangnya yang baru.
Pendapat yang kedua terakhir merupakan pendapat yang umum karena
dilihat dari sudut harta selingkar kaum. Maksudnya harta tambahan itu
seluruh anggota kaum merasa berhak secara bersama.
3. Harta pencaharian
Harta pencaharian yaitu harta yang diperoleh dengan tembilang emas.
Harta pencaharian adalah harta pencaharian suami istri yang diperolehnya
selama perkawinan. Harta pencaharian yang diperoleh dengan membeli atau
dalam istilah adatnya disebut tembilang emas berupa sawah, ladang, kebun
dan lain-lain. Bila terjadi perceraian maka harta pencaharian ini dapat mereka
bagi.
4. Harta suarang
Suarang asal katanya surang atau seorang. Jadi harta suarang
adalah harta yang dimiliki oleh seseorang, baik oleh suami maupun istri
sebelum terjadinya perkawinan. Setelah terjadi perkawinan status harta ini
masih milik masing-masing. Jadi harta suarang ini merupakan harta
pembawaan dari suami dan harta istri, dan merupakan harta tepatan. Karena
harta ini milik surang atau milik pribadi, maka harta itu dapat diberikannya
kepada orang lain tanpa terikat kepada suami atau istrinya. Oleh sebab itu
dalam adat dikatakan suarang baragiah, pancaharian dibagi (suarang dapat
diberikan, pencaharian dapat dibagi). Maksudnya milik seorang dapat
diberikan kepada siapa saja, tetapi harta pencaharian bisa dibagi bila terjadi
perceraian.
49 | P a g e
Pemindahan Hak
Terlebih dahulu dikemukakan pengertian pemindahan hak untuk
memperjelas permasalahan yang akan dibicarakan. Pemindahan hak
maksudnya berpindahnya hak, baik hak memiliki, menguasai maupun
memungut hasil, karena terjadinya sesuatu transaksi antara seseorang atau
kelompok kepada pihak lain. Pada mulanya pemindahan hak terhadap harta
pusaka tinggi tidak tertulis, tetapi sejak dikenal tulis baca dengan aksara arab
dan kemudian aksara latin maka pemindahan hak itu sudah dibuat secara
tertulis.
Pamindahan hak yang dikenal sampai saat sekarang ini adalah sebagai
berikut:
1. Jual Beli
Menurut adat menjual harta pusaka tinggi dilarang apalagi untuk
kepentingan pribadi si penjual. Menjual harta pusaka berarti tidak mengingat
masa yang akan datang, terutama bagi generasi kaumnya. Adanya suatu
anggapan bahwa orang yang menjual harta pusaka yang tidak menurut
semestinya hidupnya tidak akan selamat, karena kutukan dari nenek moyang
mereka yang sudah bersusah payah mewariskannya.
Namun demikian ditemui juga dewasa ini penjualan harta pusaka
dengan berbagai alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tanah pusaka itu tidak produktif lagi, tidak bisa dijadikan sawah
maupun ladang. Lantas dijual dan dipergunakan untuk membangun pabrik
perkantoran dan perumahan. Yang penting tentu atas kesepakatan anggota
kaum.
2. Tidak ada yang mengurus sehingga terlantar. Ahli waris merantau dan
tipis kemungkinan untuk pulang mengurus harta pusaka itu.
50 | P a g e
51 | P a g e
Berkaitan dengan pegang gadai ini, perlu juga disimak bunyi pasal 7UU 56 Prp th 1960 (undang-undang pokok agraria-UUPA) yang berbunyi:
barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada
mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib
mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah
tanaman yang ada selesai dipanen.
Bila dilihat isi dari UUPA yang dikutip di atas tidak sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau dalam hal pegang
gadai. Pada umumnya yang memegang gadai adalah orang yang kekurangan
tanah. Seandainya dibelakukan UUPA itu tentu saja uang si pemegang tidak
kembali sedangkan dia kekurangan pula dalam segi harta, tentu saja hal ini
tidak adil. Oleh karena itu pegang gadai di Minangkabau masih tetap seperti
semula dan masih berlangsung secara azaz kekeluargaan. Bahkan gadai dalam
adat dirasakan suatu upaya pertolongan darurat yang berfungsi sosial.
3. Hibah
Disamping pegang gadai, yang dibolehkan juga oleh adat adalah hibah.
Hibah berasal dari bahasa arab hibbah yang artinya pemberian, misalnya
pemberian seorang ayah kepada anak berupa harta pusaka. Pemberian ini
timbul karena alasan kasih sayang dan tanggung jawab kepada anaknya. Ada
tiga macam hibah dalam adat yaitu:
1. Hibah Laleh
Hibah laleh adalah pemberian dari seorang ayah kepada anaknya untuk
selama-lamanya. Dalam adat pemberian seperti ini dikatakan salamo dunia
takambang, salamo gagak hitam, salamo aia ilia, (selama dunia terkembang,
selama gagak hitam, selama air hilir). Yang menjadi syaratnya adalah sepakat
waris kaum yang bertali darah. Bila habis yang bertali darah harus sepakat
waris yang bertali adat. Hibah laleh ini jarang terjadi karena tidak mungkin
waris yang dikatakan di atas habis sama sekali. Kalau terjadi juga tidaklah
dihibahkan seluruhnya, paling kurang sebagian kecil dari harta keseluruhan.
52 | P a g e
Kata wakaf berasal dari bahasa arab yang berarti terhenti dari
peredaran, atau menahan harta yang sumber atau aslinya tidak boleh diganggu
gugat, dan membuat harta itu berguna untuk kepentingan masyarakat. Oleh
sebab itu, terhadap harta benda yang telah diwakafkan tidak boleh diambil
kembali oleh pihak yang berwakaf atau ahli warisnya dan tidak boleh pula
dianggap milik sendiri oleh pihak yang mengurusnya.
Wakaf yang berupa tanah di Minangkabau sering dipergunakan untuk
kepentingan sosial seperti untuk pendirian surau, mesjid, panti asuhan,
sekolah dan lain-lain. (Kesepakatan kaum dalam mewakafkan harta pusaka
adalah syarat utama yang perlu dicapai).
4.
kekerabatan
parental
adalah
sistem
kekerabatan yang
didasarkan atas garis keturunan bapak dan ibu. Dalam sistem kekerabatan ini,
54 | P a g e
dalam
bersama
menetap
secara
di tempat
mandiri.
suami
Suami
atau di tempat
isteri
atau membangun
kehidupan baru lepas dari pengaruh kerabat isteri maupun suami, Bahwa
mengenai kedudukan isteri atau suami dalam masyarakat
kekeluargaan parental, pada hakekatnya tidak
keluarga
masing-masing.
ada
yang
perbedaan
bersifat
dalam
No.
Persamaan
Keadaan
Masyarakat Dan
Pengaruh Politik
Hukum
Terhadap
Hukum Waris
Hukum Islam
BW
Hukum adat
Hukum dan Masyarakat memiliki hubungan yang bersifat fungsional,
apabila masyarakjat berubah maka hukumnyapun juga akan mengalami
perubahan.
Sebagai akibat berlakunya Pasal II AP UUD 1945, dengan sendirinya
berlaku pula pluralisme hukum, khususnya Hukum Waris BW, Hukum
Waris Islam dan Hukum Waris Adat, yang berlaku mengikuti
pergolongan rakyat (aspek historis).
Perkembangannya politik pergolongan rakyat yang ditransfer dari
Tatahukum Hindia Belanda tersebut, sedikit demi sedikit mengalami
perubahan sejalan dengan perubahan politik hukum dengan
diterbitkannya UU baru yang bersifat unifikasi hukum (Perkawinan dan
Pengadilan Agama).
55 | P a g e
Pengertian
pewarisan
Tujuan
Pewarisan
Konsep harta
warisan harus
sudah bersih
Unsur-unsur
pewarisan
Sifat kumulatif
berkait dengan konsep peristiwa hukum waris, dan apabila salah satu saja
dari unsur-unsur pewarisan tidak ada maka tidak akan terjadi peristiwa
pewarisan.
Sistematika
unsur-unsur
Konsep Harta
Semasa hidup pewaris (inisiatif ada pada pewaris, hak ahli waris
Sistim
belum terbuka)teknisnya: sebagian atau seluruhnya, diikuti peralihan
pewarisan/
yuridis atau tidak diikuti peralihan yuridis (penunjukan, digarap)
pembagian
bentuknya: hibah atau hibah wasiat.
Setelah pewaris meninggal (inisiatif ada pada para ahli waris, sebab
hak para ahli waris sudah terbuka) teknisnya: pembagian warisan tanpa
sengketa atau dengan musyawarah dan pembagian warisan dengan sengketa
sengketa diartikan sudah menjadi perkara di pengadilan.
10
Terbukanya
warisan
No
Perbedaan
Konsep keluarga
Kematian pewaris
Hukum Islam
Patrilioneal-Bilateral
BW
bilateral
Hukum adat
Patrilineal
Matrilineal
56 | P a g e
Parental
Sistim
Pewarisan
Individual
Individual
Tergantung
pengaturan adatnya :
a. Sisitim pewarisan
Individual pada
susunan kekeluargaan
patrilineal (batak)
b. Sistim Kolektif.
Misalnya harta tinggi
di Minangkabau,
ambon.
c. Sistim pewarisan
Mayorat. Misal di
Bali, Lampung.
Konsep harta
keluarga
Bukan persatuan
Persatuan
Bukan persatuan
Jenis harta
keluarga
Harta masing-masing
suami isteri dan harta
bersama
Harta pusaka
Harta asal
Harta pencaharian
(harta bersama)
Keadaan harta
warisan
Dapat dibagi-bagi
Dapat dibagi-bagi
Harta materiil
Harta materiil
Harta peninggalan
Harta peninggalan
57 | P a g e
Ahli waris
Aktiva
Ab-intestato dan
testamen
Genealogis dan
perbuatan hukum
(anak angkat)
Garis kebawah
Garis keatas
Garis keatas
Garis kebawah
Garis menyamping
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Penggantian
tempat ahli
waris
Bagian ahli
waris
Ditentukan dengan
menetapkan besar bagian
yang akan diterima oleh
ahli waris sesuai
penggolongannya
Ditentukan secara
matematis
Ditentukan seimbang
10
Hak menolak
warisan
Tidak mengenal
lembaga ini
58 | P a g e
11
Perhitungan
harta warisan
oleh ahli waris
Dikenal lembaga
inbreg yang merupakan
kewajiban dari para
ahli waris
12
Anak angkat
13
Memiliki hubungan
hukum dengan ibunya
Harus melalui
pengakuan oleh ibu
maupun ayanhnya
Memiliki hubungan
hukum dengan ibunya
dan ayahnya yang
mengakuinya
14
Pencabutan hak
mawaris
Setelah meninggalnya
pewaris dengan wasiat
Ab-intestato dan
testamen
15
Hibah/sohenkin
g
Tidak diperhitungkan
dalam pembagian
warisan
Terkena inbreng
Diperhitungkan dalam
pewarisan
16
Wasiat/testamen
17
Pencabutan hak
waris
Perbudakan
,Pembunuhan, berlainan
agama berlainan negara
Pembunuhan dan
Pembunuhan
perbuatan lain yang
tidak patut dilakukan
oleh ahli waris terhadap
pewaris (838 BW)
18
Dasar hukum
KHI
BW buku II,
Didasari pasal 131 IS
jo Staasblad 1917 No
12 jo Staatblad 1924
No 557 jo Staatblad
1917 no 12 tetang
penundukan diri
terhadap hukum eropa.
59 | P a g e
Kebiasaan,
Kesepakatan
19
Hak pewaris
Menerima warisan
Menerima, dan
Menolak warisan,
perihal wasiat dan
testament,
fedeicommis, legitieme
portie, pembagian
waris, excecuteurtestamen dan bewind
voerder dan harta
peninggalan yang tak
terurus.
20
Pengaruh
pengaturan
waris
Di pengaruhi oleh
adanya pluralisme
ajaran, seperti ajaran
kewarisan Ahlus Sunah
wal jamaah, ajaran
Sjiah, ajaran hazairin.
Perkembangan
masyarakat eropa yg
kemudian di tuangkan
dalam sebuah
1)
peraturan, dan
diterapkan di Indonesia
dalam peraturan pasal
131 IS jo Staasblad
1917 No 12 jo
Staatblad 1924 No 557
jo Staatblad 1917 no 122)
tetang penundukan diri
terhadap hukum eropa.
3)
21
Konsep keadilan
dalam waris
Menerima warisan
Pengaruh pengaturan
dalam hukum adat
adalah ;
Agama : Hindu,
Budha, Islam, Kristen,
dsb. Misal, aceh di
pengaruhi islam,
ambon, malaku
dipengaruhi kristen,
dsb.
Kerajaan, seperti
Sriwijaya, Airlangga,
Majapahit.
Masuknya bangsabangsa Arab, china,
Eropa
4) Pengaruh bentuk etnis
di berbagai daerah
lingkungan adat.
Misal matrelineal di
minagkabau,
patrelineal batak,
bilateral di jawa,
alterneteral (sistem
unilateral yang
beralih-alih) seperti
Rejang Lebong atau
Lampung Papadon yg
di perlakukan pd
orang.
60 | P a g e
22
Proses
pewarisan
61 | P a g e
No.
Persamaan
Pengertian
pewarisan
Tujuan
Pewarisan
Unsur-unsur
pewarisan
Sifat kumulatif
Konsep Harta
Hukum Islam
Adat Minangkabau
Adat Jawa
Semasa hidup pewaris (inisiatif ada pada pewaris, hak ahli waris
Sistim
belum terbuka)teknisnya: sebagian atau seluruhnya, diikuti peralihan
pewarisan/
yuridis atau tidak diikuti peralihan yuridis (penunjukan, digarap)
pembagian
bentuknya: hibah atau hibah wasiat.
Setelah pewaris meninggal (inisiatif ada pada para ahli waris, sebab
hak para ahli waris sudah terbuka) teknisnya: pembagian warisan tanpa
sengketa atau dengan musyawarah dan pembagian warisan dengan sengketa
sengketa diartikan sudah menjadi perkara di pengadilan.
No
Perbedaan
Hukum Islam
Adat Minangkabau
Adat Jawa
Konsep keluarga
/sistim
kekerabatan
Patrilioneal-Bilateral
Matrilineal
Parental
Sistim
Pewarisan
Individual
Sistim Kolektif.
Individual
Konsep harta
keluarga
Bukan persatuan
Bukan persatuan
Bukan persatuan
Jenis harta
keluarga
Harta masing-masing
suami isteri dan harta
Harta pencaharian
(harta bersama)
Harta tinggi di
Minangkabau
62 | P a g e
bersama
Keadaan harta
warisan
Dapat dibagi-bagi
Dapat dibagi-bagi
Harta materiil
Harta materiil
Harta peninggalan
Ahli waris
Aktiva
Aktiva
Jalur bapak dan ibu
serta perbuatan hukum
(anak angkat)
Garis kebawah
Garis keatas
Garis menyamping
Garis keatas
Garis kebawah
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Dikenal penggolongan
ahli waris
Dikenal konsep
penghalang menerima
warisan
Penggantian
tempat ahli
waris
63 | P a g e
individual
ibu
dan perempuan
Bagian ahli
waris
Ditentukan dengan
menetapkan besar bagian
yang akan diterima oleh
ahli waris sesuai
penggolongannya
Dikuasai oleh
Perempuan tertua di
rumah tersebut.
Ditentukan seimbang
10
Hak menolak
warisan
Tidak mengenal
lembaga ini
Tidak mengenal
lembaga ini
11
Perhitungan
harta warisan
oleh ahli waris
12
Anak angkat
13
Pencabutan hak
mawaris
Setelah meninggalnya
pewaris dengan wasiat
14
Hibah/
sohenking
Tidak diperhitungkan
dalam pembagian
warisan
Diperhitungkan dalam
pewarisan
15
Wasiat/testamen
16
Pencabutan hak
waris
Perbudakan
,Pembunuhan, berlainan
agama berlainan negara
Pembunuhan dan
Pembunuhan
perbuatan lain yang
tidak patut dilakukan
oleh ahli waris terhadap
pewaris (838 BW)
17
Dasar hukum
KHI
Kebiasaan,
64 | P a g e
Kebiasaan,
Kesepakatan
Kesepakatan
Menerima warisan
18
Hak pewaris
Menerima warisan
Menerima warisan
19
Pengaruh
pengaturan
waris
Di pengaruhi oleh
adanya pluralisme
ajaran, seperti ajaran
kewarisan Ahlus Sunah
wal jamaah, ajaran
Sjiah, ajaran hazairin.
Proses
pewarisan
65 | P a g e
66 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Afandi, Ali. 2004. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian
menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Rineka Cipta : Jakarta.
Amanat, Anisitus. 2001. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal Pasal Hukum
Perdata Bw ( Edisi Revisi ). Semarang.
Hilman Hadikusuma, 1995. Hukum Perkawinan Adat, Cet.5, Bandung, PT
Citra Aditya Bakti.
Ismuha, 1978. Penggantian Tempat Dalam Hukum Waris Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam,
Jakarta, Bulan Bintang,
Undang-undang :
Subekti, dan R. Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
dengan tambahan Undang Undang Pokok Agraria dan Undang
Undang Perkawinan. : Jakarta.
Subekti. 1987. Pokok Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa : Jakarta.
Internet :
67 | P a g e