A.
PENDAHULUAN
B.
PEMBAHASAN
1.
Perkawinan
b. Sedangkan menurut Ahamad Ghandur di dalam bukunya al-Ahwal alsyakhsiyah menyatakan bahwa perkawinan adalah akad memperboleh
bergaul antar laki-laki dan perempuan dalam tuntutan nalurui kemanusiaan
dalam kehidupan dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hakhak dan kewajiban-kewajiban
c. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pri dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuahanan Yang Maha Esa
d. Sedangkan menurut Komplikasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 perkawinan
menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
2.
Wahai para pemuda siapa di antaramu telah mempunyai kemampuan
dalam persiapan perkawinan, maka kawinlah
Ada seperti persyaratan dalam hadist Nabi ini untuk melangsungkan
perkawinan, yaitu kemampuan persiapan untuk kawin. Kemampuan dan
persiapan untuk kawin ini hanya dapat terjadi bagi orang yang sudah
dewasa.
Dalam salah satu definisi pekawinan disebutkan di atas yang mencantumkan
bahwa pernikahan itu menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik antara
suami dan istri. Adanya hak dan kewajiban atas suami atau istri
mengandung arti bahwa pemegang tanggung jawab dan hak kewajiban itu
sudah dewasa.
Dalam salah satu persyaratan yang akan melangsungkan perkawinan
tersebut diatas terdapat keharusan persetujuan kedua belah pihak untuk
melangsungkan perkawinan. Persetujuan dan kerelaan itu tidak akan timbul
dari seseorang yang masih kecil. Hal itu mengandung arti bahwa pasangan
yang diminta persetujuannya itu haruslah sudah dewasa.
Hal-hal yang disebutkan di atas memberikan isyarat bahwa perkawinan itu
harus dilakukan oleh pasangan yang sudah dewasa. Tentang bagaimana
batas dewasa itu dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan, dpat pula
berbeda karena perbedaan lingkungan budaya dan tingkat kecerdasan
komunitas atau disebabkan oleh factor lainnya. Untuk menentukannya
diserahkan kepada pembuat undang-undang di lingkungan masing-masing.
Batas usia dewasa untuk calon mempelai sebagaimana dapat dipahami dari
ayat Al-Quran dan hadist Nabi tersebut di atas secara jelas diatur dalam
undang-undang perkawinan pasal 7 dengan rumusan sebagai berikut :
(
1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur
19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam
belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat
minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabgat lain yang diminta oleh
kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
Komplikasi Hukum Islam pada Bab IV Pasal 15 mempertegas persyaratan
yang terdapat dalam Undang-Undang perkawinan dengan rumusan sebagai
berikut :
(1) Untuk kemaslhatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencpaai umur yang ditetapkan dalam
pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurangkurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16
tahun
(2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan
(5) UU No. 1 Tahun 1974.
Ternyata Undang-Undang Perkawinan melihat persyaratan perkawinan itu
hanya menyangkut persetujuan kedua calon dan batasan umur serta tidak
adanya halangan perkawinan antara kedua calon mempelai tersebut. Ketiga
hal ini sangat menentukan untuk pencapaian tujuan perkawinan itu sendiri.
Persetujuan kedua calon meniscayakan perkawinan itu tidak didasari oleh
paksaan. Syarat ini setidaknya mengisyarakan adanya emansipasi wanita
sehingga setiap wanita dapat dengan bebas menentukan pilihannya siapa
yang paling cocok dan mashlahat sebagai suaminya. Jadi disini tidak ada
paksaan, terlebih lagi pada masyarakat yang telah maju.[4]
Batasan umur yang termuat dalam Undang-Undang perkawinan sebenarnya
masih belum terlalu tinggi disbanding dengan beberapa Negara lainnya di
dunia. Aljazair misalnya membatasi umur untuk melangsungkan pernikahan
itu laki-lakinya 21 tahun dan perempuannya 18 tahun. Demikian juga dengan
Banglades 21 tahun untuk laki-laki dan 18 tahun untuk perempuan. Memang
ada juga beberapa Negara yang mematok umur tersebut sangat rendah.
Yaman Utara misalnya membatasi usia perkawinan tersebut pada umur 15
tahun baik laki-laki maupun perempuan. Malaysia membatasi usia
perkawinannya,laki-laki berumur 18 tahun dan perempuan 16 tahun. Dan
rata-rata Negara di dunia membatasi usia perkawinan itu 18 tahun dan
wanita berkisar 15 tahun dan 16 tahun.
Bahkan batasan umur yang ditetapkan oleh Undang-Undang perkawinan
masih lebih tinggi dibanding dengan ketentuan yang terdapat di dalam
ordonasi perkawinan Kristen mapun kitab undang-unang perdata.
Pembuat rancangan Undang-undang perkawinan mungkin menganggap
umur 19 tahun bagai seseorang lebih matang fisiknya dan kejiwaannya dari
pada 18 tahun laki-laki dan 15 tahun perempuan seperti yang ditetapkan
oleh hukum perdata.[5]
Yang jelas dengan dicantumkannya secara aksplisit batasan umur,
manunjukkan apa yang oleh yahya Harapakan exepressip veris atau langkah
penerobosan hukum adat dan kebiasaan yang dijumpai di dalam masyarakat
Indonesia. Di dalam masyarakat jawa misalnya sering kali dijumpai
perkawinan anak perempuan yang masih muda usianya. Anak perempuan
Jawa dan Aceh seringkali dikawinkan meskipun umurnya masih kurang dari
Turki
2.
Iran
3.
Yaman Selatan
4.
Republik Tunisia
Maroko
Batasan minimal usia kawin di Maroko bagi laki-laki 18 tahun sedangkan bagi
wanita 15 tahun. Namun demikian disyaratkan izin wali jika perkawinan
dilakukan oleh pihak-pihak di bawah umur 21 tahun sebagai batas umur
kedewasaan.
Pembatasan demikian tidak ditemukan aturannya baik dalam Al-Quran, alHadist maupun kitab-kitab Fiqih. Hanya saja para ulama mazhab sepakat
bahwa baligq merupakan salah satu syarat bolehnya perkawinan, kecuali jika
dilakukan oleh wali mempelai. Imam Malik menetapkan umur 17 tahun baik
bagi laki-laki maupun perempuan untuk dikategorikan baligh, sementara
syafiI dan hanbali menentukan umur 15 tahun, sedangkan Hanafi yang
membedakan batas usia umur baligh bagi keduanya, yakni laki-laki 18 tahun
sedangkan permpuan 17 tahun. Batasan ini merupakan batasan maksimal,
sedangkan batasan minimal adalah laki-laki 15 tahun dan perempuan 9
tahun, dengna alas an bahwa pada umur itu ada laki-laki yang sudah
mengeluarkan sperma da nada perempuan yang sudah haid sehingga bisa
hamil.
Dalam hal ini nampaknya Maroko mengikuti ketentuan umur yang ditetapkan
oleh SyafiI dan Hambali. Batas umur 15 tahun bagi wanita Turki, Yordania
dan Yaman Utara.
6.
Aljazair
7.
Afganistan
Somalia
Anlisa Penulis
E.
Kesimpulan
[1] Titik Triwulan dan Tranto, Pologami perspektif, Perikatan Nikah, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), Hal. 2