Anda di halaman 1dari 13

Makalah tentang perjodohan dan meminang dlam islam

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pernikahan adalah suatu peristiwa yang di dambakan oleh manusia normal pada umumnya. Nikah
juga merupakn sunnah nabi yang sangat di anjurkan. Pernikahan adalah peristiwa yang sakral dan
suci. Dan idealnya hanya dilakukan sekali seumur hidup, khususnya bagi perempuan yang
kebanyakan tidak mau di madu. Karena menikah ini juga merupakan sunnah nabi saw, banyak
terdapat hadist-hadist yang menganjurkan untuk menikah sampai pada proses yang paling
pribadipun nabi sudah mencontohkannya.

Menikah sekali seumur hidup adalah hal yang didambakan oleh setiap orang. Tujuan dari menikah
sendiri agar terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah tentunya memiliki
beberapa faktor yang mendukung. Untuk mewujudkannya itulah pastilah perlu melakukan seleksi
terhadap pasangan yang akan dipilih untuk menjadi pendamping dalam mengarungi bahtera
keluarga ini. Dalam tahap seleksi tentunya perlu kecarmatan dan memakai kriteria yang benar
agar mendapatkan pasangan yang baik dan sesuai. Tentunya tidak meninggalkan prosesi
pinangan sebagai syari’at agama Islam.

Sehingga makalah ini akan membahas beberapa hadits yang berhungungan dengan memilih
jodoh dan masalah pinangan.

B.     Rumusan Masalah

Dari pemaparan pada latar belakang, maka kita dapat menggambil rumusan masalah sebagai
berikut:

1.         Hadits-hadits apa sajakah yang membahas tentang memilih jodoh?

2.         Hadits-hadits apa sajakah yang membahas tentang masalah pinangan?

PEMBAHASAN

A.    Hadist tentang Memilih Jodoh

Keluarga adalah bentuk dari miniatur masyarakat. Dimana didalamnya kita bisa belajar untuk
menjadi masyarakat yang baik. Didalam keluarga kita belajar menjadi pemimpin adil dan
bijaksana, belajar menjadi guru, dll. Didalam Agama Islam suatu keluarga harus didahului oleh
suatu ikatan yang sering disebut dengan pernikahan melalui Ijab Qobul. Pernikahan itu merupakan
upacara yang suci yag harus dihadiri olehkedua calon pengantin. Harus ada penyerahan dari
pihak pengantin putri (Ijab) dan harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra atau disebut
juga dengan Qobul[1]. Peristiwa bersejarah ini sudah diatur di dalam agama Islam.

Banyak ayat-ayat Al-Quran yang membahas tentang pernikahan dan hal-hal yang terkait dengan
pernikahan. Begitu pula dengan hadist-hadist Nabi banyak yang membahas tentang masalah
pernikahan dan hal-hal yang terkait dengan pernikahan.  Tetapi sebelum menanjak kepada
masalah pernikahan biasanya 2 orang (sepasang kekasih) saling Ta’arufan (pacaran) terlebih
dahulu. Biasanya ini dilakukan untuk saling mengenal asat dengan yang lainnya.

Di dalam Islam sendiri diajarkan tentang kriteria untuk memilih jodoh. Baik itu untuk laki-laki
maupun perempuan. Tetapi kebanyakan hadist menjelaskan tentang kriteria-kriteria perempuan
yang  “baik” untuk di nikahi. Hadist yang terkait dengan hal ini adalah hadist yang diriwatkan oleh
beberapa perawi hadis yang masyhurdi antaranya adalah Imam Bukhori :

‫حَ َّد َث َنا مُسَ َّد ٌد حَ َّد َث َنا َيحْ يَى عَ نْ ُع َب ْي ِد هَّللا ِ َقا َل حَ َّد َثنِي سَ عِي ُد بْنُ أَ ِبي سَ عِي ٍد عَ نْ أَ ِبي ِه عَ نْ أَ ِبي هُرَ ْيرَ َة رَ ضِ يَ هَّللا ُ عَ ْنهُعَ نْ ال َّن ِبيِّ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقا َل‬
]2[ َ‫َت يَدَ اك‬ ْ ‫ِّين َت ِرب‬ِ ‫اظ َفرْ ِب َذات الد‬ ْ ‫ َوجَ مَالِهَا َولِدِي ِنهَا َف‬a‫ُت ْن َك ُح ْال َمرْ أَةُ أِل َرْ بَع لِمَالِهَا َولِحَ سَ ِب َها‬
ٍ
 

Artinya “ Di cerikan Musadad, diceritakan Yahya dari ‘abdulloh berkata bercerita kepadaku Sa’id
Ibn Abi Sa’id dari Abi Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda wanita dinikahi karena empat
perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga karena kecantikannya dan
keempat karena agamanya. Maka carilah wanita yang beragama (islam) engkau akan
beruntung.”[3]

Syarah Hadist

‫(تربت يدك‬engkau akan beruntung) secara tidak langsung merupakan doa dan dorongan untuk
menjadi kaya, namun jangan melupakan agamanya.

akan lebih di terangkan dalm pembahasan tentang ‫ ِلمَالِهَا َولِحَ سَ ِبهَا َوجَ مَالِهَا َولِدِي ِنهَا‬Sedangkan untuk kata
.muhasabah hadist

Analisis Hadis

Memilih jodoh yang “baik” adalah langkah awal untuk memulai membina rumah tangga yang
diridoi Alloh.  Dalam memilih calon pendamping kita perlu cermat dan memakai kriteria yang
benar, agar mendapatkan pasangan yang baik dan sesuai. Namun hal ini memang gampang-
gampang susah.

Pasangan hidup yang menjadi jodoh memang meupakn urusan Tuhan dan sudah menjadi taqdir-
Nya. Tetapi sebagai hamba yang baik kita tidak bisa diam saja menunggu jodoh itu datang. Kita
diwajibkan mencari dan memilih pasangan sesuai dengan aturan syar’i. Para pencari jodoh
sebaiknya selain rasa cinta biasanya tidak terlepas dari 4 unsur yang telah disebutkan diatas.

Karena hartanyaKarena nasabnyaKarena kecantikannyaKarena agamanya.

Keempat kriteria di atas bukan lah unsur yang wajib ada, karena semua manusia di dunia ini tidak
ada yang semourna, tetapi 4 kriteria di atas adalah hal-hal pokok yang sangat menentukan hasil
akhir. Dan ke empat unsur diatas adalah hal yang sangat ideal.

Kualitas Hadis

Hadis di atas adalah hadist yang masyhur di kalangan masyarakat awam. DalamKutubus
Tsittah sendri terdapat sekitar 8 kali disebutkan. Dengan rincian dalam kitab Shohih Bukhori
terdapat 1 kali, dalam Shohih Muslim terdapat 2 kali, dalam Sunan Abu Dawud 1 kali, Sunan
Turmudzi 1 kali, dalam Sunan Nasai 2 kali dan dalam Sunan Ibnu Majah terdapat 1 kali[4]. Dari
beberapa kitab yang menyebutkan Hadis ini ataupun dari masing-masing kitab terdapat
perbedaan pada Sanad Hadist. Namun secara maknanya sama. Menimbang dari runtutan Sanad
dari hadis-hadis tersebut dan perawinya maka bisa disimpulkan bahwa hadist tersebut adalah
hadist shohih. Ini di dukung pula dengan tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa hadist
tersebut hadist Dhoif. Hadis ini pun memenuhi syarat untuk katagori hadist shohih.

Asbabul Wurud

Asbabul wurud hadist ini secara mikronya belum ada penjelasan dari beberapa sumber yang kami
baca tentang asbabul wurud yang secara pasti menjelaskan hadist di atas. Namun secara asbabul
wurud makronya hadist diatas memerintahkan kita untuk lebih berhati-hati dalam memelih
pasangan hidup yang sesuai dengan syar’i.

Hadist-Hadist Lain yang Mendukung

Dalam menghubungkan hadist di atas kami akan kaitkan dengan beberapa hadist tentang memilih
pasangan. Pertama akan dikaitkan dengan memilih calon istri yang baik :

a)      Baik Akhlaknya (sholihah)


 

2668- ‫َن‬ ِ ‫ بْنُ َش ِريكٍ أَ َّن ُه سَ مِعَ أَبَا عَ ْب ِد الرَّ حْ م‬a‫شرَ حْ ِبي ُل‬
ُ ‫ْن ُن َمي ٍْر ْال َهمْ دَ انِيُّ حَ َّد َث َنا عَ ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ي َِزيدَ حَ َّد َث َنا حَ ي َْوةُ أَ ْخبَرَ نِي‬
ِ ‫حَ َّد َثنِي مُحَ َّم ُد بْنُ عَ ْب ِد هَّللا ِ ب‬
ُ َ ْ ْ
‫اع ال ُّدنيَاال َمرْ أة الصَّالِحَ ة‬ َ َ َ ْ َ َّ َ ‫هَّللا‬ َّ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
ِ ‫ْال ُح ُبلِيَّ يُحَ دِّث عَ نْ عَ ْب ِد ِ ب‬
ُ
ِ ‫ْن عَ مْ ٍروانَّ رَ سُول ِ صَ لى ُ عَ ل ْي ِه َوسَ ل َم قا َل ال ُّدنيَا َمتا ٌع َوخ ْي ُر َمت‬

Dunia adalah hiasan, dan sebaik-baik hiasan dunia adalah wanita Sholehah”(Al-Hadist riwayat “
.muslim)[5]

“……. tiada kemanfaatan bagi orang mukmin setelah taqwa kepada Alloh ‘Aza wa Jalla selain istri
yang sholihah…..” (hadis riwayat At-turmudzi).[6]

“Empat hal yang apabila diberikan kepada seseorang, berarti orang tersebut benar-benar
memperoleh kebahagian dunia Akhirat, yaitu hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang
senantiasa berdzikir, tubuh yang senantiasa bersabar menghadapi musibah, dan Istri yang tak
pernah menghianati suami, baik bagi dirinya maupun harta suaminya.” (Al-Hadis riwayat At-
Turmudzi dan Ibn Hibban).[7]

b)     Menikah Dengan Perawan

3746 –  ‫َاذا‬ َ ‫ت َنعَ ْم َقا َل م‬ ُ ‫حَ َّد َث َنا قُ َت ْي َب ُة حَ َّد َث َنا ُس ْفيَانُ أَ ْخبَرَ َنا عَ مْ رٌو عَ نْ جَ ِاب ٍر َقال َقا َل لِي رَ سُو ُل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َه ْل َن َكحْ تَ يَا جَ ِاب ُر قُ ْل‬
ْ‫ت أَن‬
ُ ْ‫ت َف َك ِره‬ٍ ‫ت ُكنَّ لِي تِسْ عَ أَ َخ َوا‬ ٍ ‫ت يَا رَ سُو َل هَّللا ِ إِنَّ أَ ِبي قُ ِت َل ي َْو َم أ ُ ُح ٍد َو َترَ كَ تِسْ عَ َب َنا‬
ُ ‫اري ًَة تُاَل عِ بُكَ قُ ْل‬ ُ ‫أَ ِب ْكرً ا أَ ْم َث ِّيبًا قُ ْل‬
ِ َ‫ت اَل َب ْل َث ِّيبًا َقا َل َف َهاَّل ج‬
َ َ َ ُ َ ُ ُ َ ً َ َ َ ْ
َ‫اريَة خرْ قا َء مِثلهُنَّ َولكِنْ امْ رَ أة تمْ شطهُنَّ َوتقو ُم عَ لي ِْهنَّ قا َل أصَ بْت‬ َ َ ً َ َ
ِ َ‫أجْ مَعَ إِلي ِْهنَّ ج‬

Di ceritakan kepada kami Qutaibah, diceritakan kepada kami Sufyan, mengabarkan kepada kami “
‘Amru dari Jabir berkata, bahwa Rasululloh saw berkata : “ Apakah kamu baru menikah wahai
.jabir? Saya menjawab: ya Ya Rasulalloh

Rosulloh berkata : Perawan atau janda?

Saya menjawab : janda

Beliau berkata : Alangkah baiknya kamu menikahi perawan, kamu dapat bermain-main
bersamanya?

Saya menjawab : Mereka, bagiku adalah merupakan saudara. Jadi saya khawatir terjadi campur
antara aku dan mereka. (HR. Imam Bukhori)[8]

Inti dari hadits ini adalah dalam memilih jodoh hendaknya yang masih perawan karena memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya ialah:

Lebih manis tutur katanyaLebih banyak keturunannyaLebih kecil kemungkinan berbuat makar
terhadap suaminyaLebih bisa menerima pemberian yang sedikit dari suamiLebih mesra ketika
diajak bercanda.[9]

c)      Menikahi Wanita Merdeka

1852 – ‫ت رَ سُو َل‬ ُ ْ‫ت أَ َنسَ ْبنَ مَالِكٍ َيقُولُسَ مِع‬ ِ ‫ار حَ َّد َث َنا َكثِي ُر بْنُ ُسلَي ٍْم عَ نْ الضَّحَّ اكِ ب‬
ُ ْ‫ْن م َُزاح ٍِم َقا َل سَ مِع‬ ٍ َّ‫َّار حَ َّد َث َنا سَ اَّل ُم بْنُ سَ و‬
ٍ ‫حَ َّد َث َنا ِه َشا ُم بْنُ عَ م‬
ْ َ َ ْ َ َ َ ‫هَّللا‬ َ ْ َ َ ُ َّ َ
َ‫ِ صَ لى ُ عَ ل ْي ِه َوسَ ل َم َيقو ُل َمنْ أرَ ادَ أنْ يَلقى َ طاهِرً ا مُطهَّرً ا فل َيتزوَّ جْ الحَ رَ ائِر‬ ‫هَّللا‬ َّ ‫هَّللا‬

Di ceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Ammar, mewartakan kepada kami Sallam bin Sawwar, “
menceritakan kepada kami Katsir bin Salim dari Adh-Dhahak bin Mujahim, dia berkata : saya
mendengar anas bin Malik mengatakan, saya mendengar Rosulalloh saw bersabda : “barang yang
mau menghendaki Alloh dalam keadaan suci dan disucikan, maka hendaklah dia mengawini
wanita merdeka. (HR. Imam ibn Majah)[10]

d)      Cantik Parasnya
1847–  ‫ْن ي َِزيدَ عَ نْ ْال َقاسِ ِم عَ نْ أَ ِبي أُمَامَةعَ نْ ال َّن ِبيِّ صَ لَّى‬ ِ ‫َّار حَ َّد َث َنا صَ دَ َق ُة بْنُ َخالِ ٍد حَ َّد َث َنا ع ُْثمَانُ بْنُ أَ ِبي ْالعَ ا ِت َك ِة عَ نْ عَ لِيِّ ب‬
ٍ ‫حَ َّد َث َنا ِه َشا ُم بْنُ عَ م‬
‫هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم أَ َّن ُه َكانَ َيقُو ُل مَا اسْ َت َفادَ ْالم ُْؤمِنُ َبعْ دَ َت ْق َوى هَّللا ِ َخيْرً ا لَ ُه مِنْ َز ْوجَ ٍة صَ الِحَ ٍة إِنْ أَمَرَ هَا أَ َطاعَ ْت ُه َوإِنْ َن َظرَ إِلَ ْيهَا سَ رَّ ْت ُه َوإِنْ أَ ْقسَ َم عَ لَ ْيهَا‬
‫أَبَرَّ ْت ُه َوإِنْ غَ ابَ عَ ْنهَا َنصَ حَ ْت ُه فِي َن ْفسِ هَا َومَالِه‬

Tidak ada keberuntungan bagi seorang mukmin setelah bertaqwa kepada Alloh kecuali memiliki ”
seorang istri yang Sholih. Yang bila disuruh, menurut dan bila di pandang menyenangkan, dan bila
janji menepati, dan bila ditinggal pergi bisa menjaga diri dan harta suaminya.” (HR. Ibnu Majah)
[11]

e)      Subur Peranakannya

َ َ ِ ‫أَ ْخبَرَ َنا عَ ْب ُد الرَّ حْ م‬


‫ار‬
ٍ َ‫ْن يَس‬ ِ ‫ْن قُرَّ َة عَ ْن َمعْ ق ِِل ب‬ ِ َ‫ْن َز َاذانَ عَ نْ مُع‬
ِ ‫او َي َة ب‬ ِ ‫ُور ب‬ ِ ‫ن َم ْنص‬aْ َ‫َن بْنُ َخالِ ٍد َقا َل حَ َّد َث َنا ي َِزي ُد بْنُ هَارُونَ َقا َل أ ْنبَأ َنا ْالمُسْ َتلِ ُم بْنُ سَ عِيدٍع‬
َ َّ َ ُ َ َ ‫اَل‬ َّ َ
ُ‫ب إِ أنهَا َتلِ ُد أ َفأ َت َزوَّ ُجهَا َف َنهَاهُ ث َّم أ َتاهُ الثا ِن َية َف َنهَاه‬ ‫اَّل‬ ْ
ٍ ِ‫ب َو َمنص‬ َ ً َ
ٍ َ‫ْت امْ رَ أة ذاتَ حَ س‬ َ ِّ َّ َ ‫هَّللا‬
ُ ‫ُول ِ صَ لى ُ عَ ل ْي ِه َوسَ ل َم َف َقا َل إِني أصَ ب‬ َّ ‫هَّللا‬ ِ ‫َقالجَ ا َء رَ ُج ٌل إِلَى رَ س‬
َّ ُ‫ُث َّم أَ َتاه‬
‫الثا ِل َث َة َف َنهَاهُ َف َقا َل َت َز َّوجُوا ْال َولُودَ ْال َودُودَ َفإِ ِّني ُم َكا ِث ٌر ِب ُك ْم‬

Rasulalloh bersabda nikahkan lah kaum sekalian kepada wanita yangbanyak anak, sebab “
sesungguhnya aku berbangga akan banyaknya kalian(umat yang banyak).(HR. Imam ibn Majah,
An-Nasai, Abu Dawud)[12]

f)    Kekayaan

3173 – ‫ َقا َل رَ سُو ُل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم‬. ‫ْن بُرَ يْدَ َة عَ نْ أَ ِبي ِه َقال‬
ِ ‫ْن َواقِ ٍد عَ نْ اب‬ ِ ‫أَ ْخبَرَ َنا َيعْ قُوبُ بْنُ إِ ْبرَ اهِي َم َقا َل حَ َّد َث َنا أَبُو ُت َم ْيلَ َة عَ نْ حُسَ ي‬
ِ ‫ْن ب‬
‫إِنَّ أَحْ سَ ابَ أَهْ ِل ال ُّد ْنيَا الَّذِي ي َْذ َهبُونَ إِلَ ْي ِه ْالمَا ُل‬

Dikabarkan kepada kami Ya’kub ibn Ibrahim, berkata diceritakan kepada kami Abu Tumailah dari
Husain ibn Waaqid dari ibn Buraidah dari bapakku berkata, Rasulullah SAW
bersabda:”Sesungguhnya diantara keutamaan dunia yang paling kamu senangi adalah harta.”(HR.
Imam Nasai)[13]

g)      Berasal dari keturunan baik-baik

Faktor tambahan yang tidak kalah penting yang perlu dimiliki oleh seorang yang hendak
menikahadalah harus mengetahui garis keturunan masing-masing, maksudnya dimana ia hidup,
ditempat seperti apa, rumah, dan lingkungan yang seperti apa pula. Hali ini bisa dipakai sebagai
pertimbangan kedepannya untuk meneruskan ke jenjang yang lebih serius lagi. Sebagai contoh,
seorang wanita yang dibesarkan di dalam lingkungan yang buruk akan besar dengan harta dan
kebiasaan yang haram dan buruk dan diasuh di dalam keluarga yang tak mau dipusingkan oleh
kemunkaran dan hal-hal yang haram. Wanita itu lalu terdidik dalam suasana kejelekan moral dan
akhlak walaupun wajah maupun penampilannya menarik.[14]

h)     Bukan dari keluarga dekat[15]

Faktor lain yang diminta dari seorang wanita sebagai calon istri adalah bahwa dia berasal dari
keluarga lain atau wanita asing yang terhormat. Aturan semacam ini mengandung beberapa
keuntungan diantaranya:

Syahwat dan keinginan terhadapnya semakin besarTurut membina kekokohan jalinan


sosialApabila suami istri terpaksa bercerai karena suatu sebab, tidak akan menimbulkan
keretakan yang terlalu parah antara kedua keluarga besarAnak hasil perkawinan tersebut akan
memiliki tubuh yang lebih kuat dan kecerdasaan yang lebih baik
Hukum Perjodohan Ala Siti Nurbaya
Inti dari pernikahan ala Siti Nurbaya adalah dengan paksaan.
Padahal telah disebutkan di atas hukum pernikahan yang sesuai
syariat adalah dengan adanya keridhaan dari kedua calon pengantin

By Wiwin Nugrahaeni September 22, 2014


 16  3327  3

       

Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb seluruh alam, yang terus-
menerus mengurus langit dan bumi, yang mengatur seluruh makhluk.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas Nabi kita
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wa ba’du.
Hadirnya syariat pernikahan di tengah umat manusia merupakan
rahmah bagi mereka. Syariat pernikahan yang selaras dengan watak
dan fitrah manusia menciptakan ketenangan jiwa, mewujudkan
stabilitas hidup, serta membuahkan kelembutan dalam jiwa dan
perasaan manusia. Melalui pernikahan, manusia akan bisa
membangun kehidupannya dengan penuh ketenteraman.

Disyariatkannya Pernikahan
Pernikahan adalah sunnah Nabi yang suci, dengannya kedua insan
dapat memadu kasih dengan halal dan diridhoi oleh Allah ta’ala.
Pernikahan adalah diantara nikmat Allah yang sepatutnya disyukuri
oleh setiap insan, karena dengan sebab pernikahan, banyak manfaat
yang akan didapatkan.
Allah ta’ala mensyariatkan nikah dalam firmanNya,

ِ‫سآء‬
َ ِّ ‫ن الن‬ ِّ ‫اب لَكُم‬
َ ‫م‬ َ َ ‫ماط‬ ُ ِ ‫فَانك‬
َ ‫حوا‬

 “Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai.” (QS. An-


Nisa : 3)

Pensyariatan nikah dari hadits adalah berupa perkataan, perbuatan


dan persetujuan nabi. Adapun ijma, maka kaum muslimin sepakat
adanya pensyariatan pernikahan, dan Allah ta’ala telah memotivasi
manusia untuk segera menikah, karena menikah memiliki kebaikan
yang sangat besar dan dapat mencegah dari bahaya yang besar.
Allah ta’ala berfirman,

َ َ
ْ ُ ‫منك‬
‫م‬ َ ‫حوا اْأليَا‬
ِ ‫مى‬ ُ ِ ‫وَأنك‬

“Dan nikahkanlah orang-orang yang bersendirian diantara kalian.” (QS.


An-Nuur : 32)

َ
Dalam ayat ini, kata‫مى‬ َ ‫اْأليَا‬ mencakup orang-orang yang masih
bujangan, perawan, janda maupun duda, dan sebagian ahli tafsir
mengatakan ayat ini diperuntukkan kepada para wali untuk segera
menikahkan orang-orang yang tidak menikah, baik masih bujang atau
sudah duda. Sehingga dari hal ini, sungguh salahlah perkataan orang
terhadap orang-orang yang telah duda atau janda karena ditinggal
mati pasangannnya dengan dikatakan laki-laki atau perempuan yang
tidak setia jika mereka menikah kembali.Ayat ini juga menunjukkan
adanya perintah kepada seluruh kaum muslimin untuk menyuruh
orang-orang yang masih bersendiri untuk menikah dan membantu
pernikahan mereka.

Manfaat Disyariatkannya Pernikahan


 Dalam suatu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫منِّي‬
ِ ‫سنَّتِي فليس‬
ُ ‫ فمن لم يعمل ب‬، ‫سنَّتِي‬
ُ ‫ح من‬
ُ ‫النكا‬

“Nikah itu adalah sunnahku, maka siapa yang meninggalkan sunnahku


maka ia bukan umatku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ُ
ِ‫م القيامة‬
َ ‫م يو‬
َ ‫م‬ ُ ُ ‫مكَاث ِ ٌر بِك‬
َ ‫م األ‬ ُ ‫جوا فإني‬
ُ َّ‫ت َ َزو‬

“Hendaklah kalian menikah supaya jumlah kalian banyak, karena aku


akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat yang lain di hari
kiamat.”  ( HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)

 Dan hadits-hadits yang semakna dengan hal tersebut sangat banyak.


Dari hadits di atas, terlihat demikian besar perhatiaan Islam terhadap
pernikahan, karena dengan pernikahan akan muncul manfaat yang
sangat besar, baik untuk kedua pasangan tersebut, anak-anaknya,
masyarakat dan agama, serta kebaikan-kebaikan yang lainnya.

Di antara manfaat pernikahan adalah:

1. Terjaganya kemaluan lelaki dan perempuan dan akan


menundukkan pandangan keduanya dari melihat apa yang
tidak halal dan menjaga diri dari istimta’ (berlezat-lezat) dengan
sesuatu yang haram. Istri dapat membentengi kemaluan suami
dan sebaliknya sehingga terhindar dari perzinaan.
2. Menjaga kelestarian umat manusia di muka bumi karena
dengan menikah akan lahir generasi-generasi penerus bagi
pendahulunya.
3. Akan mendapat pertolongan Allah.
4. Mendapatkan pahala yang tidak didapatkan oleh orang yang
belum menikah.
5. Memperbanyak jumlah kaum muslimin dengan keturunan yang
lahir dalam pernikahan, sehingga menambah hamba-hamba
Allah ta’ala yang beriman, dan dapat terwujud keinginan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membanggakan
akan banyaknya umat beliau di hadapan umat lain. Begitu juga
dengan banyaknya kaum muslimin, akan terwujud sikap saling
tolong-menolong dalam aktivitas dunia
6. Menjaga nasab, menjaga kekerabatan dan hubungan rahim.
7. Pernikahan akan menumbuhkan kedekatan hati, cinta dan
kasih sayang di antara suami istri.
8. Dengan terjalinnya hubungan pernikahan, akan berkumpul dua
insan untuk bersama membina rumah tangga dan keluarga,
dimana keluarga merupakan inti tegaknya masyarakat dan
kebaikan bagi masyarakat. ( Taisiirul ‘Alaam Syarhu ‘Umdatil
Ahkaam, Syaikh Abdurrahman Alu Bassam).
Perjodohan Ala Siti Nurbaya

Perjodohan ala Siti Nurbaya merupakan cerita yang telah melegenda


tentang tradisi kawin paksa atau pernikahan yang dijodohkan. Siti
Nurbaya telah jatuh hati kepada seorang pemuda yang merupakan
teman akrabnya sejak kecil. Siti Nurbaya adalah seorang gadis
berparas cantik, begitu pun dengan pemuda tersebut. Suatu ketika
pemuda tersebut menyampaikan kepada ayah Siti Nurbaya untuk
menikahi anaknya. Namun karena suatu urusan yang sangat
mendesak, pemuda tersebut terpaksa meninggalkan Siti Nurbaya ke
luar kota. Mereka berdua saling berkirim surat untuk melepas rindu.

Suatu hari datanglah Datuk Maringgi ke rumah ayahnya untuk


menagih utang yang selama ini belum juga terlunasi. Ketika itu Datuk
melihat Siti Nurbaya dan langsung kagum dengan parasnya yang
cantik jelita. Sang datuk menawarkan kepada ayah Siti bahwa utang-
utangnya akan berstatus lunas dengan syarat dia menikahi Siti
Nurbaya. Sang ayah pun setuju dengan tawaran tersebut. Siti
Nurbaya akhirnya dinikahkan paksa dengan Datuk Maringgi tersebab
pelunasan utang ayahnya. Perlu diketahui bahwa anggapan sebagian
orang bahwa perjodohan ala Siti Nurbaya adalah tradisi atau adat
pada saat itu adalah kurang tepat.

Pernikahan Sesuai Syariat Islam

Pencarian jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam


karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh
perkara yang sarat akan adab tentangnya. Bukan “coba dulu baru
beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana slogan
pacaran kawula muda di masa sekarang. Islam telah memberikan
aturan yang jelas tentang tata cara ataupun proses sebuah
pernikahan yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.

Islam telah menjelaskan mengenai syarat sah sebuah pernikahan,


diantaranya:
1. Diketahui calon pengantin dengan jelas, dengan menyebutkan
namanya atau sifatnya yang khusus atau Sehingga tidak cukup
bila seorang wali hanya mengatakan, “Aku nikahkan engkau
dengan putriku”, sementara ia memiliki beberapa orang putri.
2. Adanya keridhaan dari masing-masing calon pengantin kepada
yang lain.
3. Adanya wali nikah. Hal ini berdasarkan hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
4.
َ ‫ال َ نِكَا‬
ٍّ ِ ‫حإِال َّ بِوَل‬
‫ي‬

5.
“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Tirmidzi,
Abu Dawud, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
dalam Shahih Sunan Ibnu Majah).

6.
1. Adanya saksi nikah sebanyak dua orang yang adil dan seorang
muslim. (Al-Fiqh Al-Muyassar fii Dhau-il Kitaabi wa Sunnah, hal.
295, Nukhbati minal ‘Ulama).
Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka pernikahan
tersebut tidak sah. Oleh karenanya tidak boleh bagi wali wanita
manapun untuk memaksa wanita yang dia walikan untuk menikahi
lelaki yang wanita itu tidak senangi.

Dahulu di zaman jahiliyah tidak ada hak untuk memilih atau pun
menolak suatu lamaran atau pernikahan yang telah dijodohkan oleh
walinya. Namun setelah datangnya Islam, Allah ta’ala begitu
memuliakan wanita dengan adanya hak penuh dalam memilih atau
menolak lamaran seseorang yang datang kepadanya atau yang telah
dijodohkan oleh walinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,

ْ ْ َ ُ َ ‫ا تُنْك‬
‫ف‬َ ْ ‫ل اللَّهِ وَكَي‬
َ ‫سو‬ُ ‫ن قَالُوا يَا َر‬
َ َ ‫ستَأذ‬ َ ‫ح الْبِك ْ ُر‬
ْ ُ ‫حتَّى ت‬ ُ َ ‫م َر وَاَل تُنْك‬
َ ‫ستَأ‬
ْ ُ ‫حتَّى ت‬ ُ ِّ ‫ح اأْل ي‬
َ ‫م‬
َ َ ‫إذ ْنها قَا‬
َ ُ ‫سك‬
‫ت‬ ْ َ‫ن ت‬ْ ‫لأ‬ َُ ِ

“Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan


dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan)
sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan
diamnya.”  (HR. Al-Bukhari No. 5136 dan Muslim No. 1419).

Imam Bukhari berkata, Isma’il memberitahu kami, dia berkata, Malik


memberitahuku, dari ‘Abdurrahman bin Al-Qasim dari ayahnya dari
‘Abdurrahman dan Mujammi’, dua putra Yazid bin Jariyah, dari
Khansa’ bin Khidam Al-Anshariyah radhiyallahu ‘anha,

َ َ ‫أَن أَباها زوجها وهي ثَيب فَكَرهت ذَل‬


َ َّ ‫سل‬
َّ ‫م فَ َرد‬ َ َ‫ه عَلَيْهِ و‬
ُ َّ ‫صلَّى الل‬
َ ‫ي‬ ْ َ ‫ك فَأت‬
َّ ِ ‫ت النَّب‬ ِ ْ َ ِ ٌ ِّ َ ِ َ َ َ َّ َ َ َ َّ
‫حهَا‬ َ ‫نِكَا‬

“Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda- dengan
laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu
alaihi wa sallam membatalkan pernikahannya.”  (HR. Al-Bukhari no.
5138)

Akan tetapi larangan memaksa ini bukan berarti sang wali tidak
punya andil sama sekali dalam pemilihan calon suami wanita yang
dia walikan, justru sang wali disyariatkan untuk menyarankan saran-
saran yang baik lalu meminta pendapat dan izin dari wanita yang
bersangkutan sebelum menikahkannya. Tanda izin dari wanita yang
sudah janda adalah dengan dia mengucapkannya, sementara tanda
izin dari wanita yang masih perawan cukup dengan diamnya dia,
karena biasanya seorang gadis malu untuk mengungkapkan
keinginannya. Sebagaimana dijelaskan dalilnya di dalam hadits
berikut.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Aku pernah bertanya


kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai seorang
gadis yang akan dinikahkan  oleh keluarganya, apakah perlu dimintai
pertimbangannya?” Maka Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepadanya,  “Ya, dimintai pertimbangannya.” Lalu ‘Aisyah
berkata, maka aku katakan kepada beliau, “Dia malu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Demikianlah
pengizinannya, jika ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum Pernikahan ala Siti Nurbaya Ditimbang Sesuai Syariat


Inti dari pernikahan ala Siti Nurbaya adalah dengan paksaan. Padahal
telah disebutkan di atas hukum pernikahan yang sesuai syariat
adalah dengan adanya keridhaan dari kedua calon pengantin. Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda:

ْ ْ َ ُ َ ‫ال َ تُنْك‬
َ َ ‫ستَأذ‬
‫ن‬ َ ‫ح الْبِك ْ ُر‬
ْ ُ ‫حتَّى ت‬ ُ َ ‫م َروَال َ تُنْك‬
َ ‫ستَأ‬
ْ ُ ‫حتَّى ت‬ ُ ِّ ‫ح اْألي‬
َ ‫م‬

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah


atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan
sampai dimintai izinnya.” (HR. Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458,
dinukil dari Al-Fiqh Al-Muyassar fii Dhau-il Kitaabi wa Sunnah, 295,
Nukhbati minal ‘Ulama)

Terkecuali bila si wanita masih kecil, belum baligh, maka boleh bagi
walinya menikahkannya tanpa seizinnya

 Agama Islam telah menjelaskan mengenai syariat pernikahan secara


gamblang. Diantaranya syarat sah sebuah pernikahan adalah
keridhaan dari masing-masing calon pengantin. Adapun Siti Nurbaya
dinikahkan oleh ayahnya secara paksa tanpa keridhaan darinya.
Sehingga pernikahan Siti Nurbaya merupakan pernikahan yang tidak
sesuai dengan syariat dan dilarang dalam syariat.

Fadhilatusy Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah  ditanya


mengenai hukum apakah boleh memaksa seorang anak perempuan
untuk menikah dengan lelaki yang tidak disukainya? Beliau menjawab
bahwasannya tidak boleh bagi ayah perempuan itu untuk memaksa
dan tidak boleh pula bagi ibunya untuk memaksa anak perempuan itu
menikah, meski keduanya ridha dengam keadaan agama dari lelaki
tersebut. (Al-Majmu’ah Al-Kamilah li Muallafat,  hal. 349/7 Syaikh As-
Sa’di rahmatullah.)

Itulah syariat pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam yang mulia
ini. Pernikahan tidaklah dibangun di atas paksaan melainkan karena
keridhaan atau kerelaan dari kedua belah pihak yang akan
mengarungi bahtera pernikahan. Melalui syariat pernikahan ini akan
terjaga kehormatan seseorang dan terhindar dari fitnah syahwat.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan memberikan taufiq-
Nya untuk istiqamah di atas jalan para salaful ummah.

Islam merupakan salah satu agama yang suka memberi tuntunan hidup.
Hidup tanpa aturan dalam kondisi tertentu bisa melahirkan benturan di sana-
sini. Memang tidak setiap hal diatur. Dalam sejumlah hal, Islam memberikan
keleluasaan pemeluknya untuk mengatur.

Namun begitu, Islam tidak mengatur sepenuhnya dalam satu urusan.


Misalnya saja perjodohan. Artinya, Islam tidak mengatur anak lurah harus
kawin dengan siapa. Selain kedudukan lurah di zaman Rasul belum ada,
tetapi juga Islam hanya memberikan garis-garis umum saja dalam hal ini.

Perjodohan umumnya dilakukan oleh orang tua. Mereka kerap menjodohkan


anaknya dengan seseorang yang dinilainya pantas mendampingi anak
mereka. Tentu saja niat mereka baik. Mereka tak ingin melihat anak mereka
seumur hidup didampingi pria mata keranjang, suka main tangan, atau
segala macam perilaku setan pada umumnya.

Sedikit rambu-rambu perlu diperhatikan. Orang tua perlu meminta izin anak
gadisnya untuk dijodohkan seseorang. Ini diperlukan untuk membahagiakan
hatinya. Untuk anak yang sudah menjanda, orang tua wajib meminta
persetujuan sang anak.

Ahmad bin Hijazi Al-Fasyani dalam kitab Mawahibusshomad memberi catatan


penting. Perjodohan ini tidak sampai melahirkan perseteruan antara orang
tua dan anak.

‫واعلم انه البد من عدم العداوة الظاهرة بينها وبين األب والجد‬

“Ketahuilah, (dalam perjodohan ini) tidak boleh ada permusuhan lahir antara
anak gadis dan ayah atau kakeknya.”

Karenanya, orang tua harus memperhatikan jawaban sang anak. Diamnya


sang gadis merupakan sebuah jawaban yang jelas-jelas menerima
perjodohan orang tuanya. Hal ini didasarkan pada hadis Rasul SAW yang
dikutip Ahmad Hijazi dalam kitab yang sama.

‫البكر تستأمر وإذنها سكوتها‬

“Gadis itu perlu dimintakan pendapatnya. Jawaban persetujuannya dinilai dari


diamnya,” HR Muslim.

‫وسواء أضحكت أم بكت اال اذا بكت مع صياح وضرب خد فإن ذلك يشعر بعدم الرضا‬

“Gadis itu, lanjut Ahmad Hijazi, setuju tawaran orang tuanya dinilai dari
senyumnya atau menangis haru. Namun, kalau anak gadisnya menangis yang
disertai teriak histeris atau memukul pipi, maka itu menunjukkan sang gadis
tidak ridho dengan tawaran orang tuanya.”

Kalau tidak ridho, gadis itu seumur hidup bisa menyesali putusan orang
tuanya. Tentu saja ini dapat merusak hubungan keduanya meskipun setiap
lebaran sang anak berikut anak menantunya bertandang ke rumah orang
tuanya. Dan tentu saja kerusakan hubungan orangtua-anak tidak
menghalangi sang gadis beranak-pinak dengan suami pilihan orang tuanya.
Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai