Anda di halaman 1dari 15

HADIST PERNIKAHAN SEBAGAI SUNAH NABI,LARANGAN

MEMBUJANG,KATEGORI MEMILIH JODOH,DAN MEMINANG

WANITA

Makalah Ini Dibuat Guna Untuk Memenuhi Tugas Hadis Hukum Keluarga

Dosen Pengampu : Taufid Hidayat Nazar, Lc., M.H.

Disusun Oleh :

PRODI AHWAL AL SYAKHSIYYAH B

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO

T.A 2023/2024

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Hadist Tentang Pernikahan Merupakan Sunah Nabi ..............................................3


B. Hadist Tentang Larangan Membujang ...................................................................3
C. Hadist Tentang Kategori Memilih Jodoh Dan Meminang Wanita ........................4

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................12

A. Kesimpulan .............................................................................................................12
B. Saran .......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi
umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung
dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia
yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi
pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa
mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah,karena hidup
membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena itu,manusia disyariatkan
untuk menikah.
Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang
bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang
tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan
seksual.Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga
tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini,
pemakalah akan membahas tentang pernikahan baik dari segi pengertian, hukum,
rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan hadits Nabi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan,maka
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Hadist Tentang Pernikahan Merupakan Sunah Nabi?
2. Apa Hadist Tentang Larangan Membujang?
3. Apa Hadist Tentang Kategori Memilih Jodoh Dan Meminang Wanita?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas,maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Pernikahan Merupakan Sunah
Nabi
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Larangan Membujang

1
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Kategori Memilih Jodoh Dan
Meminang Wanita

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist  Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi.
Pernikahan memiliki tujuan untuk mengharapkan keridhoanAllah SWT.
Dalam Islam pernikahan merupakan sunnah Allah dan Rasulnya seperti yang
tercantum dalam hadits berikut:
‫ بِ ُسنَّتِ ْي‬  ْ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم النِّ َكا ُح ِم ْن ُسنَّتِ ْي فَ َم ْن لَ ْم يَ ْع َمل‬ َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ َ َ‫ت ق‬ ْ َ‫ع َْن عَا ِئثَةَ قَال‬
‫ْس ِمنِّ ْي َوتَزَ َّوجُوْ ا فَِإ نِّ ْي ُم َكا ِئ ٌر بِ ُك ُم ْاالُ َم َم َو َم ْن َكانَ َذا طَوْ ٍل فَ ْليَ ْن ِكحْ َو َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد فَ َعلَ ْي ِه بِا‬
َ ‫فَلَي‬
)‫ح‬ ِ ‫ (اَ ْخ َر َجهُ اِبْنُ َما َج ْه فِ ْي ِكتَا‬ ‫م لَهُ ِو َجا ٌء‬mَ ْ‫صو‬
ِ َ ‫ب النِّكا‬ َّ ‫ لصِّ يَ ِام فَِإ َّن ال‬  
Artinya: Dari Aisyah  berkata bahwa  Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama
Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku
berarti bukan dari golongan-Ku. Hendaklah kalian menikah sungguh dengan jumlah
kalian aku berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah
menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan
perisai. (H.R. Ibnu Majah).

B. Hadist Bukhori Tentang Larangan Membujang


‫حدثنا أحمد بن يونس حدثنا إبراهيم بن سعد أخبرنا ابن شهاب سمع سعيد بن المسيب يقول سمعت‬
ْ‫و‬mmَ‫ون التَّبَتُّ َل َول‬m ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى ع ُْث َمانَ ب ِْن َم‬
ٍ m‫ظ ُع‬ َ ِ ‫ َر َّد َرسُو ُل هَّللا‬: ‫سعد بن أبي وقاص يقول‬
َ َ‫َأ ِذنَ لَهُ اَل ْخت‬
m‫ص ْينَا‬
‫عد بن أبي‬mm‫مع س‬mm‫ه س‬mm‫يب أن‬mm‫ شعيب عن الزهري قال أخبرني سعيد بن المس‬m‫حدثنا أبو اليمان أخبرنا‬
‫ه‬mm‫از ل‬mm‫و أج‬mm‫ون ول‬m ْ ‫انَ ب ِْن َم‬mm‫لم َعلَى ع ُْث َم‬mm‫ه وس‬mm‫وقاص يقول لقد َر َّد ذلك يعني النبي صلى هللا علي‬
ٍ m‫ظ ُع‬
َ َ‫التَّبَ ُّت َل اَل ْخت‬
m‫ص ْينَا‬
Artinya:
“Diceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, diceritakan kepada kami Ibrahim bin
Sa’ad, dikabarkan kepada kami Ibnu Syihab, telah mendengar Sa’id bin Al-Musayyab
berkata: Saya telah mendengar Sa’id bin Abi Waqas berkata: Rasulullah SAW
menolak hidup membujang yang dilakukan Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau
mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri kami.” Diceritakan kepada kami
Abu Al-Yaman, dikabarkan kepada kami Syu’aib dari Az-Zuhri berkata dikabarkan
kepadaku Sa’id bin Al-Musayyab, bahwasannya ia mendengar Sa’ad bin Abi Waqas,
ia berkata: Rasulullah SAW menolak hidup membujang yang dilakukan Usman bin

3
Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri
kami.” (HR Bukhori No 4685)

C. Hadis  Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh dan meminang


wanita.
‫ال تُ ْن َك ُح ْال َمرْ َأةُ ِالَ رْ بَ ٍع لِ َما‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َر ةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ (اَ ْخ َر َجهُ ْالبُخَا ِريُّ فِ ْي ِكتَا‬ ‫ك‬
‫ب‬ ْ َ‫ت ال ِّد ْي ِن ت َِر ب‬
َ ‫ت يَدَا‬ ْ َ‫ َولِ َج َمالِهَا َولِ ِد ْينِهَا ف‬m‫لِهَا َولِ َح َسبِهَا‬
ِ ‫ظفَرْ بِ َذا‬
)‫ح‬ِ َ ‫النِّكا‬ 
Artinya:Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa
Sallama bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan
berbahagia. (H.R. Imam Bukhari)..

D. Takhrij Hadist Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi.


Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).
Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga
untuk arti akad nikah.1 Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut syara’
yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara
laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan
dengan laki-laki. Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan, nikah menurut
istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
Menurut Zakiah Daradjat, nikah yaitu akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna
dengan keduanya. Muhammad Abu Israh memberikan pengertian yang lebih luas,
yang juga dikutip oleh Zakiah Daradjat yang mendefinisikan nikah merupakan
akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga
(suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan
memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban masing-masing.
Dari pengertian diatas, pernikahan mengandung aspek akibat hukum,
melangsungkan pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajian serta

1 Abdur Rahman Ghofur.Fiqh Munakahat.(Jakarta : Kencana prenada media group,2008)hal 7

4
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.
Karena pernikahan terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah
SWT.2
Dari hadits Aisyah diatas menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah
Nabi dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina
rumah tangga maka segerralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi
Muhammad saw, tapijika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa,
karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.
Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam 4
golongan yaitu:
1. Golongan orang yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai
belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
2. Golongan yang tidak mempunyai hasrat untukmenikah dan tidak punya
belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
3. Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja.
Golongan inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.
4. Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah,
sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di
utamakan menikah.3
Menurut Al-Ghazali,sebagai sunnah Nabi pernikahan mempunyai tujuan yang
dikembangkan menjadi 5, yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia manyalurkan syahwatnyadan menumpahkan
kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara dari kejahatan dan kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang.
Selain daripada yang dijelaskan diatas, pernikahan juga memiliki faidah yang
besar yaitu untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu

2 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencan. Cet.4,2010), hal.7-10


3 Teuku Muhammad Harbi As shidiqy. Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki Putra,2003),hal 5

5
dari kebinasaan. Sebab seseorang perempuan apabila ia sudah menikah maka
nafkahnya wjib ditanggung suaminya. Pernikahan juga berguna untuk
memelihara kerukunan anak cucu sebab kalau tidak dengan menikah tentulah
anak tidak berketentuan siapa yang akan mengutusnya.

E. Takhrij Hadist Bukhori Tentang Larangan Membujang


a.) Asbabul Wurud
Bahwa Utsman Bin Mazh’um berkata “ Terbetik dalam hatiku untuk
mengebiri atau menyendiri di atas bukit, tetapi Rasulullah SAW melarang
sekaligus mengajarkan kepadaku bagaimana menenangkan syahwat. Beliau
berkata “ Kebiri umatku ialah puasa dan mendirikan sholat “. Di dalam
musnad Imam Ahmad dari Abdullah Bin Umar yang artinya “ telah datang
seorang laki – laki kepada Rasulullah SAW, katanya : “ Ya Rasulullah,
izinkanlah aku mengebiri diri.” Kata beliau : “ Kebiri umatku .......... dan
seterusnya.”4
Hadits inilah yang dijadikan penulis sebagai asbabul wurud, karena
dari literatur yang kami dapatkan, hadits ini berkaitan dengan larangan Rasul
untuk tabattul, jikalau Rasul tidak melarang maka sahabat akan mengebiri.
b.) Takhrij Hadits
a. Imam-imam lain yang meriwayatkan hadits serupa
1. Imam Muslim dalam Shohih Muslim

ُ‫ه‬mmَ‫ب ُم َح َّم ُد بْنُ ْال َعاَل ِء َواللَّ ْفظُ ل‬


ٍ ‫ك َح َّدثَنَا َأبُو ُك َر ْي‬ ِ ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ْال ُمبَا َر‬
ٍ ‫ ْع ِد ب ِْن َأبِي َوقَّا‬m ‫ب ع َْن َس‬
:‫ا َل‬mmَ‫ص ق‬ ِ َّ‫ي‬m ‫ي ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َس‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬ُّ ‫ك ع َْن َم ْع َم ٍر ع َْن‬ ِ ‫َأ ْخبَ َرنَا ابْنُ ْال ُمبَا َر‬
َ ‫ُون التَّبَتُّ َل َولَوْ َأ ِذنَ لَهُ اَل ْخت‬
. ‫َص ْينَا‬
5
ٍ ‫ظع‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى ع ُْث َمانَ ب ِْن َم‬ َ ِ ‫َر َّد َرسُو ُل هَّللا‬
Artinya: “Diceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, dikabarkan kepada
kami ‘Abdullah bin Al-Mubarok, diceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad
bin Al’Ala’_lafadz ini darinya_ telah diberitahukan kepada kami, Ibnu Mubarok telah
mengabarkan kepada kami dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al-Musayyab,
dari Sa’ad bin Abu Waqas, ia berkata, Rasulullah SAW menolak hidup membujang
yang dilakukan Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkannya, tentulah kami
sudah mengebiri diri kami.”

4 Ibnu Hamzah Al – Husaini Al – Hanafi Ad – Damsyiqi, Asbabul Wurud, Terjm. Suwarta Wijaya & Zafrullah
Salim, (Jakarta : Kalam Mulia, 2006)
5 Loc.cit, Maktabah Syamilah, Shohih Muslim juz 7, no. 2488, hal. 176

6
2. Imam Ibnu Majjah dalam Sunan Ibnu Majjah

‫ ِعي ِد‬m‫ ع َْن َس‬، ِّ‫ري‬mِ m‫الز ْه‬ ُّ ‫ َع ِن‬، ‫ ْع ٍد‬m‫ َرا ِهي ُم بْنُ َس‬m‫ َح َّدثَنَا ِإ ْب‬، ‫َح َّدثَنَا َأبُو َمرْ َوانَ ُم َح َّم ُد بْنُ ع ُْث َمانَ ْالع ُْث َمانِ ُّي‬
‫و ٍن‬mm‫ظ ُع‬ْ ‫انَ ب ِْن َم‬mm‫لَّ َم َعلَى ع ُْث َم‬m‫وس‬
َ ‫ ِه‬m‫لَّى هللا عَل ْي‬m‫ص‬ َ ِ‫و ُل هللا‬m‫ لَقَ ْد َر َّد َر ُس‬: ‫ قَا َل‬، ‫ ع َْن َس ْع ٍد‬، ‫ب‬ ِ َّ‫ْب ِن ْال ُم َسي‬
6
َ َ‫ َولَوْ َأ ِذنَ لَهُ الَ ْخت‬، ‫التَّبَتُّ َل‬
.‫ص ْينَا‬
Artinya:“Dikabarkan kepada kami Abu Marwan Muhammad bin ‘Usman
Al-‘utsmani, dikabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Az-Zuhri dari Sa’id bin
Al-Musayyab, dari Sa’d berkata: Rasulullah SAW menolak hidup membujang yang
dilakukan Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkannya, tentulah kami
sudah mengebiri diri kami.”
3. Imam Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi

ُّ ‫ ٌر ع َِن‬m‫ا َم ْع َم‬mَ‫اق َأ ْخبَ َرن‬


ِ ‫الز ْه‬
ِّ‫رى‬m mِ ‫ َّر َّز‬m‫ ُد ال‬m‫ا َع ْب‬mَ‫اح ٍد قَالُوا َأ ْخبَ َرن‬
ِ ‫َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ َعلِ ٍّى ْالخَ الَّ ُل َو َغ ْي ُر َو‬
‫ َعلَى‬-‫لم‬mm‫ه وس‬mm‫لى هللا علي‬mm‫ص‬- ِ ‫و ُل هَّللا‬m‫ال َر َّد َر ُس‬m َ mَ‫ص ق‬ ٍ ‫ ْع ِد ْب ِن َأبِى َوقَّا‬m‫ب ع َْن َس‬ ِ َّ‫ي‬m‫ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ْال ُم َس‬
7
َ ‫يث َح َس ٌن‬
.ٌ‫ص ِحيح‬ ٌ ‫ال َأبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬ َ َ‫ُون التَّبَتُّ َل َولَوْ َأ ِذنَ لَهُ الَ ْخت‬
َ َ‫ ق‬.‫ص ْينَا‬ ٍ ‫ظع‬ ْ ‫ع ُْث َمانَ ب ِْن َم‬
Artinya:“Diceritakan kepada kami Al-Hasan bin Al-‘Ali Al-Kholal dan tidak hanya
satu, dikabarkan kepada kami ‘Abdurrazaq, dikabarkan kepada kami Ma’mar dari Az-
Zuhri dari Sa’id bin Al-Musayyab dari Sa’id bin Abi Waqas bersabda, Rasulullah
SAW menolak hidup membujang yang dilakukan Usman bin Mazh’un. Sekiranya
beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri kami.”
Dari hadist diatas,dapat dilihat bahwa Tabattul adalah memutuskan tidak
menikah (membujang) dan memutus segala kelezatannya lalu mengkhususkan diri
beribadah. Khishaa' adalah mengikat alat kelamin dan mematikan fungsinya.
Maksudnya adalah memandulkan fungsi alat kelamin yang bisa membangkitkan
syahwat. Karena adanya syahwat akan mengganggu maksud tabattul (membujang). 
Membujang diperbolehkan bagi orang yang memang benar-benar tidak
mampu kawin sampai Allah mencukupkan rizki baginya untuk menikah. Hal ini bisa
dijadikan masa tunggu baginya dan jalan untuk lebih bisa menjaga dirinya dari fitnah.
Dianjurkan pula bagi orang yang membujang karena tidak mampu untuk berpuasa.
Oleh karena itu Bagi orang-orang yang tidak mampu untuk menikah dianjurkan untuk
berpuasa karena hal itu ibarat pengebiri.
Terlepas dari semua itu yang menjadi indikator penting dari sebuah
pembujangan adalah niat yang ada dalam diri si bujang atau gadis. Selama keadaan

6 Ibid. Sunan Ibnu Majjah Mahquq wa Masyqul juz 3, no.1848, hal. 55


7 Ibid. Sunan At-Turmudzi juz 4, no. 1106, hal. 363

7
membujang itu bukan berasal dari niatan mengharamkan perkawinan atau membenci
perkawinan maka hukumnya mubah, apalagi jika keadaan itu sebagai pilihan
menunggu antar waktu sebelum terjadinya pernikahan (belum cukup biaya). Akan
tetapi jika keadaan membujang itu lahir dari perasaan benci atau mengharamkan bagi
dirinya perkawinan maka membujangi yang demikian itu hukumnya haram.

F. Hadis  Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh dan meminang


wanita.
Dari hadist diatas ,dapat dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki
memilih istri, yaitu:
a. Berdasarkan kekayaan
Lelaki yang memilih istri dengan kekayaan harta benda diharapkan
mampu menolong ia dan memenuhi segala kebutuhannya, atau agar dapat
membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan
menguba pandangan atas kewjiban kepemilikan harta dengan agama atau
tanpa adanya kewajiban.
b. Berdasarkan Nasabnya
Nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak
orang. Lelaki yang memilih istri karena nasabnya berkeinginan agar
kedudukannya juga dapat terangkat dengan tingginya kedudukan istri.
c. Berdasarkan kecantikannya
Memilih istri hanya berdasarkan perasaan akan kecantikannya, dengan
alasan bahwa dalam pernikahan mencangkup kecantikan untuk bersenag-
senang sehingga untuk mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat
perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbutan yang dibenci
Allah SWT.
d. Berdasarkan agamanya
Nabi mengungkapkan bahwa seorang laki-laki memilih istri karena
agamanya maka ia beruntung. Seorang istri yang baik agamanya memiliki
keutamaan yang lebih baik dari kecantikan fisik.Ia dapat menyenangkan dan
baik perilakunya. Oleh karena itu,hendaklah seorang lelaki dalam memilih istri
hendaknya memprioritaskan agamanya,daripada kekayaan,nasab,dan
kecantikannya.8
8 Ali Yusuf As-Subki. Fiqh Keluarga. (Jakarta: Amzah,2010).hal 41-48

8
Dalam hadist ini, menerangkan bahwa yang menyeru laki-laki untuk
nikah ialah: salah satu dari empat perkara diatas dan diakhiri dengan yang
berguna . Nabi SAW menyuruh mereka, jika mereka mendapat wanita yang
beragama, maka janganlah berpaling daripadanya. Ada riwayat melarang
mengawini wanita selain yang beragama, Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaki
meriwayatkan hadist Abdullah bin Amr yang disandarkan kepada Nabi SAW,
“janganlah kamu kawin dengan perempuan karena cantiknya barangkali
kecantikan itu akan membinasakannya. Dan janganlah kawin dengan
perempuan karena hartanya, barangkali kekayaan itu akan menyebabkan
durhaka, tetapi kawinlah kamu dengan perempuan karena agamanya,
sesungguhnya hamba perempuan yang hitam tak berhidung tetapi agamnya
lebih baik daripada lainnya”
Ada riwayat tentang sifat wanita yang baik, Nasai meriwayatkan hadist
Abi Huraira r.a. ia berkata : “dikatakan hai Rasulullah : wanita mana yang baik
? Beliau bersabda: Wanita yang baik, apabila dilihat menyenangkannya,
apabila disuruh mematuhinya, tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya
dengan yang tidak disukai.”
Hadist diatas merupakan dalil supaya bersahabat dengan orang yang
beragama dalam segala hal dialah yang pertama, karena bersahabat dengan
mereka dapat mengambil suri teladan dari kelakuan dan cara hidup mereka
terutama istri, maka orang yang pertama yang dipercayai tenteng agamanya,
karena ia teman berbaringnya, ibu bagi anak-anaknya, kepercayaan terhadap
harta dan rumahnya dan dirinya sendiri. 9
1) Kriteria memilih suami
Suami yang terpuji dalam pandangan islam yang memiliki sifat-sifat
kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang
kehidupan dengan benar. Melangkah pada jalan yang lurus ia bukanlah orang
yang memilki kekayaan,atau orang yang memiliki fisik yang baik dan
kedudukan yang tinggi.
Bagi para wanita haruslah berhati-hati dalam memilih suami, karena
disini suami nyalah ditentukan kebahagiaan dan keamanannya. Nabi
Muhammad saw lebih memilih seseorang yang fakir,menjaga dirinya,suci

9 Achmad Usman. Hadist Ahkam. (Surabaya: Al-Ikhlas,1996).hal 146-147

9
jiwanya,tingkah lakunya benar ,akhlaknya baik ,daripada orang kaya yang
tidak memiliki sifat-sifat terpuji.10
Maka dari itu, dalam memilih calon suami wanita harus
mempertimbangkan beberapa hal yang ada dalam diri calon suami yang akan
dipilih.Berikut criteria bagi calon wanita muslimah.
a. Lelaki yang seagama
Dalam ajaran agama, muslimah diharamkan menikah dengan lelaki non
muslim, karena wanita akan sulit melaksanakan ibadahnyaa,anak akan
bingung memilih agama siapa dan sulitnya hubungan persaudaraan.
b. Lelaki yang kuat agamanya
Dalam memilih calon suami, wanita heendaknya memilih lelaki yang
iman dan taqwanya melebihi dirinya,karena suami adalah pemimpin.
c. Lelaki yang berpengetahuan Luas
Tugas suami adalah memimpin keluarganya menuju Ridho Allah SWT.
Dan untuk mendidik istri dan anak agar taat dan patuh terhadap syari’at islam
bukanlah hal yang mudah. Untuk itu diperlukan ilmu dan wawasan yang luas.
Ilmu dan wawasan disini bukan hanya dalam masalah agama tetapi juga
umum. Wanita hendaknya tidak memilih calon suami yang pengetahuannya
lebih rendah karena nantinya akan terjadi pemutar balikan fitrah., istri  menjadi
pemimpin dalam rumah tangga.
d. Lelaki yang mampu membiayai hidup
Islam melarang lelaki yang belum mampu membiayai kebutuhan
rumah tangga menikah. Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan merupakan
awal dari terwujudnya rumah tangga yang harmonis sebalikny, islam
menganjurkan lelaki yang sudah mampu untuk segera menikah.
Diatas, terdapat satu criteria yang berlaku bagi kedua pihak,yakni calon
suami dan istri, yaitu kafa’ah ( kesejerajatan ). Yang di maksud kafa’ah ialah
kesepadanan antara calon istri dan keluarga dengan calon istri dan keluargany. 
Segolongan fuqaha sepakat bahwa kafa’ah yang berlaku hanya dalam hal
agama,namun dalam mahdzab maliki, kemerdekaan juga ikut
dipertimbangkan. Ada juga beberapa suqaha yang berpendapat bahwa
nasab,kekayaan dan keselamatan dari cacat termasuk dalam lingkup kafa’ah.11
10 Didi junaidi. Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi.( Bandung: Pustaka Setia,2000 ) hal 39-
40
11 Ali yusuf As Subkhi. Op. Cit. hal 59

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melangsungkan pernikahan merupakan saling mendapat kewajiban serta
bertujuan mendapatkan keturunan, karena pernikahan termasuk pelaksanaan

11
agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharap
keridhaan Allah SWT. Rasulullah sendiri menganjurkan menikah bagi kita yang
sudah mampu untuk berkeluarga karena menikah merupakan sunnah beliau dan
nikah menjaga pandangan serta kemaluan kita. Adapun beberapa kriteria dalam
memilih jodoh yaitu: berdasarkan agamanya, keturunannya, kekayaannya dan
kecantikannya.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan, kritik dan saran yang
konstruktif sangatlah penulis harapkan demi tercapainya suatu makalh yang baik.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat memperkaya
khazanah intelektual kita.

DAFTAR PUSTAKA
Asy Shidiqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5. Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra
Usman, Achmad. 1996. Hadist Ahkam.Surabaya : Al-Ikhlas
Junaidi, Didi. 2000.Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi. Bandung : Pustaka

12
Setia
As Subkhi, Ali Yusuf. Fiqh Keluarga. Jakarta : Amzah,2010.
an-Nawawi, Muhyidin. 1995. Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi. Beirut, Lebanon: Dar al-
Kotob al-Ilmiyah.
Gozali,Abdul Rahman.2010. Fiqh Munakahat.jakarta: Kencana.

13

Anda mungkin juga menyukai