WANITA
Makalah Ini Dibuat Guna Untuk Memenuhi Tugas Hadis Hukum Keluarga
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARI’AH
T.A 2023/2024
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Kesimpulan .............................................................................................................12
B. Saran .......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi
umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung
dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia
yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi
pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa
mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah,karena hidup
membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena itu,manusia disyariatkan
untuk menikah.
Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang
bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang
tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan
seksual.Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga
tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini,
pemakalah akan membahas tentang pernikahan baik dari segi pengertian, hukum,
rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan hadits Nabi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan,maka
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Hadist Tentang Pernikahan Merupakan Sunah Nabi?
2. Apa Hadist Tentang Larangan Membujang?
3. Apa Hadist Tentang Kategori Memilih Jodoh Dan Meminang Wanita?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas,maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Pernikahan Merupakan Sunah
Nabi
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Larangan Membujang
1
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Hadist Tentang Kategori Memilih Jodoh Dan
Meminang Wanita
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi.
Pernikahan memiliki tujuan untuk mengharapkan keridhoanAllah SWT.
Dalam Islam pernikahan merupakan sunnah Allah dan Rasulnya seperti yang
tercantum dalam hadits berikut:
بِ ُسنَّتِ ْي ْصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم النِّ َكا ُح ِم ْن ُسنَّتِ ْي فَ َم ْن لَ ْم يَ ْع َمل َ ِال َرسُوْ ُل هللا َ َت ق ْ َع َْن عَا ِئثَةَ قَال
ْس ِمنِّ ْي َوتَزَ َّوجُوْ ا فَِإ نِّ ْي ُم َكا ِئ ٌر بِ ُك ُم ْاالُ َم َم َو َم ْن َكانَ َذا طَوْ ٍل فَ ْليَ ْن ِكحْ َو َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد فَ َعلَ ْي ِه بِا
َ فَلَي
)ح ِ (اَ ْخ َر َجهُ اِبْنُ َما َج ْه فِ ْي ِكتَا م لَهُ ِو َجا ٌءmَ ْصو
ِ َ ب النِّكا َّ لصِّ يَ ِام فَِإ َّن ال
Artinya: Dari Aisyah berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama
Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku
berarti bukan dari golongan-Ku. Hendaklah kalian menikah sungguh dengan jumlah
kalian aku berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah
menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan
perisai. (H.R. Ibnu Majah).
3
Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri
kami.” (HR Bukhori No 4685)
4
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.
Karena pernikahan terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah
SWT.2
Dari hadits Aisyah diatas menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah
Nabi dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina
rumah tangga maka segerralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi
Muhammad saw, tapijika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa,
karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.
Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam 4
golongan yaitu:
1. Golongan orang yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai
belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
2. Golongan yang tidak mempunyai hasrat untukmenikah dan tidak punya
belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
3. Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja.
Golongan inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.
4. Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah,
sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di
utamakan menikah.3
Menurut Al-Ghazali,sebagai sunnah Nabi pernikahan mempunyai tujuan yang
dikembangkan menjadi 5, yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia manyalurkan syahwatnyadan menumpahkan
kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara dari kejahatan dan kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang.
Selain daripada yang dijelaskan diatas, pernikahan juga memiliki faidah yang
besar yaitu untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu
5
dari kebinasaan. Sebab seseorang perempuan apabila ia sudah menikah maka
nafkahnya wjib ditanggung suaminya. Pernikahan juga berguna untuk
memelihara kerukunan anak cucu sebab kalau tidak dengan menikah tentulah
anak tidak berketentuan siapa yang akan mengutusnya.
4 Ibnu Hamzah Al – Husaini Al – Hanafi Ad – Damsyiqi, Asbabul Wurud, Terjm. Suwarta Wijaya & Zafrullah
Salim, (Jakarta : Kalam Mulia, 2006)
5 Loc.cit, Maktabah Syamilah, Shohih Muslim juz 7, no. 2488, hal. 176
6
2. Imam Ibnu Majjah dalam Sunan Ibnu Majjah
ِعي ِدm ع َْن َس، ِّريmِ mالز ْه ُّ َع ِن، ْع ٍدm َرا ِهي ُم بْنُ َسm َح َّدثَنَا ِإ ْب، َح َّدثَنَا َأبُو َمرْ َوانَ ُم َح َّم ُد بْنُ ع ُْث َمانَ ْالع ُْث َمانِ ُّي
و ٍنmmظ ُعْ انَ ب ِْن َمmmلَّ َم َعلَى ع ُْث َمmوس
َ ِهmلَّى هللا عَل ْيmص َ ِو ُل هللاm لَقَ ْد َر َّد َر ُس: قَا َل، ع َْن َس ْع ٍد، ب ِ َّْب ِن ْال ُم َسي
6
َ َ َولَوْ َأ ِذنَ لَهُ الَ ْخت، التَّبَتُّ َل
.ص ْينَا
Artinya:“Dikabarkan kepada kami Abu Marwan Muhammad bin ‘Usman
Al-‘utsmani, dikabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Az-Zuhri dari Sa’id bin
Al-Musayyab, dari Sa’d berkata: Rasulullah SAW menolak hidup membujang yang
dilakukan Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkannya, tentulah kami
sudah mengebiri diri kami.”
3. Imam Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi
7
membujang itu bukan berasal dari niatan mengharamkan perkawinan atau membenci
perkawinan maka hukumnya mubah, apalagi jika keadaan itu sebagai pilihan
menunggu antar waktu sebelum terjadinya pernikahan (belum cukup biaya). Akan
tetapi jika keadaan membujang itu lahir dari perasaan benci atau mengharamkan bagi
dirinya perkawinan maka membujangi yang demikian itu hukumnya haram.
8
Dalam hadist ini, menerangkan bahwa yang menyeru laki-laki untuk
nikah ialah: salah satu dari empat perkara diatas dan diakhiri dengan yang
berguna . Nabi SAW menyuruh mereka, jika mereka mendapat wanita yang
beragama, maka janganlah berpaling daripadanya. Ada riwayat melarang
mengawini wanita selain yang beragama, Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaki
meriwayatkan hadist Abdullah bin Amr yang disandarkan kepada Nabi SAW,
“janganlah kamu kawin dengan perempuan karena cantiknya barangkali
kecantikan itu akan membinasakannya. Dan janganlah kawin dengan
perempuan karena hartanya, barangkali kekayaan itu akan menyebabkan
durhaka, tetapi kawinlah kamu dengan perempuan karena agamanya,
sesungguhnya hamba perempuan yang hitam tak berhidung tetapi agamnya
lebih baik daripada lainnya”
Ada riwayat tentang sifat wanita yang baik, Nasai meriwayatkan hadist
Abi Huraira r.a. ia berkata : “dikatakan hai Rasulullah : wanita mana yang baik
? Beliau bersabda: Wanita yang baik, apabila dilihat menyenangkannya,
apabila disuruh mematuhinya, tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya
dengan yang tidak disukai.”
Hadist diatas merupakan dalil supaya bersahabat dengan orang yang
beragama dalam segala hal dialah yang pertama, karena bersahabat dengan
mereka dapat mengambil suri teladan dari kelakuan dan cara hidup mereka
terutama istri, maka orang yang pertama yang dipercayai tenteng agamanya,
karena ia teman berbaringnya, ibu bagi anak-anaknya, kepercayaan terhadap
harta dan rumahnya dan dirinya sendiri. 9
1) Kriteria memilih suami
Suami yang terpuji dalam pandangan islam yang memiliki sifat-sifat
kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang
kehidupan dengan benar. Melangkah pada jalan yang lurus ia bukanlah orang
yang memilki kekayaan,atau orang yang memiliki fisik yang baik dan
kedudukan yang tinggi.
Bagi para wanita haruslah berhati-hati dalam memilih suami, karena
disini suami nyalah ditentukan kebahagiaan dan keamanannya. Nabi
Muhammad saw lebih memilih seseorang yang fakir,menjaga dirinya,suci
9
jiwanya,tingkah lakunya benar ,akhlaknya baik ,daripada orang kaya yang
tidak memiliki sifat-sifat terpuji.10
Maka dari itu, dalam memilih calon suami wanita harus
mempertimbangkan beberapa hal yang ada dalam diri calon suami yang akan
dipilih.Berikut criteria bagi calon wanita muslimah.
a. Lelaki yang seagama
Dalam ajaran agama, muslimah diharamkan menikah dengan lelaki non
muslim, karena wanita akan sulit melaksanakan ibadahnyaa,anak akan
bingung memilih agama siapa dan sulitnya hubungan persaudaraan.
b. Lelaki yang kuat agamanya
Dalam memilih calon suami, wanita heendaknya memilih lelaki yang
iman dan taqwanya melebihi dirinya,karena suami adalah pemimpin.
c. Lelaki yang berpengetahuan Luas
Tugas suami adalah memimpin keluarganya menuju Ridho Allah SWT.
Dan untuk mendidik istri dan anak agar taat dan patuh terhadap syari’at islam
bukanlah hal yang mudah. Untuk itu diperlukan ilmu dan wawasan yang luas.
Ilmu dan wawasan disini bukan hanya dalam masalah agama tetapi juga
umum. Wanita hendaknya tidak memilih calon suami yang pengetahuannya
lebih rendah karena nantinya akan terjadi pemutar balikan fitrah., istri menjadi
pemimpin dalam rumah tangga.
d. Lelaki yang mampu membiayai hidup
Islam melarang lelaki yang belum mampu membiayai kebutuhan
rumah tangga menikah. Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan merupakan
awal dari terwujudnya rumah tangga yang harmonis sebalikny, islam
menganjurkan lelaki yang sudah mampu untuk segera menikah.
Diatas, terdapat satu criteria yang berlaku bagi kedua pihak,yakni calon
suami dan istri, yaitu kafa’ah ( kesejerajatan ). Yang di maksud kafa’ah ialah
kesepadanan antara calon istri dan keluarga dengan calon istri dan keluargany.
Segolongan fuqaha sepakat bahwa kafa’ah yang berlaku hanya dalam hal
agama,namun dalam mahdzab maliki, kemerdekaan juga ikut
dipertimbangkan. Ada juga beberapa suqaha yang berpendapat bahwa
nasab,kekayaan dan keselamatan dari cacat termasuk dalam lingkup kafa’ah.11
10 Didi junaidi. Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi.( Bandung: Pustaka Setia,2000 ) hal 39-
40
11 Ali yusuf As Subkhi. Op. Cit. hal 59
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melangsungkan pernikahan merupakan saling mendapat kewajiban serta
bertujuan mendapatkan keturunan, karena pernikahan termasuk pelaksanaan
11
agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharap
keridhaan Allah SWT. Rasulullah sendiri menganjurkan menikah bagi kita yang
sudah mampu untuk berkeluarga karena menikah merupakan sunnah beliau dan
nikah menjaga pandangan serta kemaluan kita. Adapun beberapa kriteria dalam
memilih jodoh yaitu: berdasarkan agamanya, keturunannya, kekayaannya dan
kecantikannya.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan, kritik dan saran yang
konstruktif sangatlah penulis harapkan demi tercapainya suatu makalh yang baik.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat memperkaya
khazanah intelektual kita.
DAFTAR PUSTAKA
Asy Shidiqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5. Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra
Usman, Achmad. 1996. Hadist Ahkam.Surabaya : Al-Ikhlas
Junaidi, Didi. 2000.Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi. Bandung : Pustaka
12
Setia
As Subkhi, Ali Yusuf. Fiqh Keluarga. Jakarta : Amzah,2010.
an-Nawawi, Muhyidin. 1995. Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi. Beirut, Lebanon: Dar al-
Kotob al-Ilmiyah.
Gozali,Abdul Rahman.2010. Fiqh Munakahat.jakarta: Kencana.
13