Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam sungguh begitu kompleks sekali terkait dengan beraneka ragam
peribadatannya. Apalagi di dalam Islam jenis pekerjaan keseharian pun bisa
bernilai ibadah tergantung pada niat orang yang melakukannya. Bahkan dalam
Islam, ibadah yang dijalani juga bisa berdampak pada hubungan horizontal
dengan sesama manusia. Sehingga tidak lantas semua yang bentuknya ibadah
hanya sebagai bentuk interaksi vertikal dengan Allah SWT.

Oleh karenanya Islam mensyariatkan beberapa ibadah yang dampaknya pun


juga dirasakan oleh orang banyak di sekitarnya. Semisal adalah aqiqah. Aqiqah
merupakan salah satu ajaran Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Aqiqah mengandung hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya.
Aqiqah merupakan tradisi Islam yang lumrah dilaksanakan pada hari ke tujuh dari
kelahiran seorang bayi. Aqiqah hukumnya adalah sunnah.

Tentunya setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan
mengalirkan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Oleh karenanya, aqiqah adalah
salah satu cara penting untuk menanamkan nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang
masih suci. Dengan aqiqah diharapkan sang bayi memperoleh kekuatan serta
kesehatan lahir dan batin. Mampu ditumbuhkan dan dikembangkan lahir dan
batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.

Maka dari itulah, penting kiranya untuk membahas terkait persoalan aqiqah
secara lebih konprehensif dan mendalam. Penjelasan terkait dengan hukum, tata
cara, serta beberapa pendapat ulama yang berkaitan dengannya, dan hadits-hadits
yang menjadi landasannya. Oleh karena itu untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadits II (Ibadah-Muamalah), kami menulis makalah ini dengan judul “Hadits
Aqiqah dan Hukum-Hukumnya”.

B. Rumusan Masalah
1.1. Apa pengertian dari aqiqah?
1.2. Bagaimana Hukum dan tata cara pelaksanaan aqiqah?
1.3. Apa saja hikmah yang bisa dipetik dari aqiqah?

1|Page
C. Tujuan Penulisan
1.1. Mengetahui pengertian aqiqah
1.2. Mengetahui hukum dan tata cara pelaksaan aqiqah
1.3. Mengetahui hikmah pelaksanaan aqiqah

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqiqah

‫َع الْغُاَل ِم‬ ِ ‫َدثَنَا مَحَّاد بن زي ٍد عن اَيُّوب عن حُم َّم ٍد عن س ْلما َن ب ِن ع‬


َ ‫َام ٍر‬ َّ ‫َدثَنَا اَبُو الن ُّْعمَان ح‬
َّ ‫ح‬
َ ‫قَال م‬ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َْ ُ ُ
‫ب َع ْن اب ِن ِس رْيِ يْ َن َع ْن‬ ِ َ ‫َع ِقْيقَ ةٌ َو‬
ٌ ‫تَادةُ َو ه َش ٌام َو َحبِْي‬
َ ‫ب َو َق‬
ُ ‫َأخَبَرنَا اَيُّ ْو‬
ْ ‫اد‬ َّ ‫اج ح‬
ٌ َّ‫َدثَنَا مَح‬ ٌ ‫قَال َح َّج‬
ِ ‫اص ٍم و ِه َش ٍام عن ح ْفص ةَ بِْن‬
ِ ‫اح ٍد عن ع‬
ِ ‫قَال َغي ر و‬ ِ
‫ت‬ َ َ َْ َ َ َْ َ ُ ْ َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َو‬
َ ِّ ‫َع ِن النَّيِب‬
َ ‫َس ْل َمان‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َو َر َواهُ يَِزيْ ُد بْ ُن‬ ِ ‫بَاب عن س ْلما َن ب ِن ع‬
َّ ‫َام ٍر‬
َ ِّ ‫الض يِّبِّ َع ِن النَّيِب‬ ْ َ َ ْ َ ِ ‫الر‬ َّ ‫ِس رْيِ يْ َن َع ِن‬

‫ب َع ْن َج ِريْ ِر بْ ِن حَا ِزٍم َع ْن‬


ٍ ‫َأخبَريِن ابْن و ْه‬
َ ُ ْ َ ْ ‫ص بَ ُغ‬ َ ‫اِْب َر ِاهْي َم َع ِن ابْ ِن ِس رْيِ يْ َن َع ْن َس ْل َما َن َق ْولَهُ َو‬
ْ َ‫قَال ا‬
‫ص لَّى‬ ِ
َ ‫ت َر ُس ْو َل اهلل‬
ِ َ ‫الض يِّب ق‬
ُ ‫َال مَس ْع‬
ِ َّ ‫الس ْختِيَايِن ْ َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن ِس رْيِ يْ َن ح‬
ِّ َّ ‫َدثَنَا َس ْل َما ُن بْ ُن عَام ٍر‬ َّ ‫ب‬َ ‫َأيُّ ْو‬
‫َأه ِر ُق ْوا َعْنهُ َد ًما َو َِأمْيطُْوا َعْنهُ اَأْلذَى رواه البخاري‬ ِ ِ
ْ َ‫اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َي ُق ْو ُل َم َع الْغُاَل ِم َعقْي َقةٌ ف‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man berkata, telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari
Sulaiman bin Amir, ia berkata, "Pada anak lelaki ada kewajiban akikah." Dan
Hajjaj berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad berkata, telah
mengabarkan kepada kami Ayyub dan Qatadah dan Hisyam dan Habib dari Ibnu
Sirin dari Salman dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan berkata tidak satu
orang dari Ashim dan Hisyam dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari
Salman bin Amir Adl Dlabiyyi dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Yazid
bin Ibrahim juga menceritakan dari Ibnu Sirin dari Salman perkataannya, dan
Ashbagh berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb dari Jarir bin Hazim
dari Ayyub As Sakhtiyani dari Muhammad bin Sirin berkata, telah menceritakan
kepada kami Salman bin Amir Adl Dlabbi ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada anak lelaki ada kewajiban akikah,
maka potongkanlah hewan sebagai akikah dan buanglah keburukan darinya.”
HR. Bukhori. No. Hadits 5049.1

1
Muhammad bin Ismail Al- Bukhori Al-Ju’fi,. Shahih Bukhori, Jilid VI, Beirut: Darul Kutub Al-
Ilmiyah, 2014, Hlm. 217.

3|Page
Hadits di atas menjadi pedoman dasar di mana seorang anak yang baru lahir
memang selayaknya diadakan sembelihan aqiqah. Selain memang sebagai bentuk
pemenuhan syariat dan menjadi warisan Nabi Muhammad, juga sebagai ungkapan
syukur orang tua atas kehadiran buah hatinya.
Aqiqah berasal dari kata al-‘aqq yang berarti asy-syaq wa al-
qath’ (memotong). Ada yang mengatakan sembelihan itu disebut aqiqah karena
dipotong tepat di kerongkongannya. Maka dari itu, terdapat kalimat al’uququl
waalidain (durhaka kepada orangtua), yang maksudnya memutuskan tali
silaturahmi terhadap orangtua. Dikatakan pula bahwa aqiqah adalah rambut yang
tumbuh di kepala bayi yang baru melahirkan dari rahim ibunya, baik manusia
maupun binatang ternak.2
Namun definisi aqiqah menurut istilah syar’i, adalah hewan yang disembelih
karena kelahiran anak sebagai rasa syukur kepada Allah Swt. dengan niat dan
syarat-syarat tertentu.3 Pengertian lain yang senada menyebutkan bahwa aqiqah
adalah menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari
itu anak diberi nama dan rambutnya dipotong.4
Sehingga, jika dikonfersi antara dua pengertian di atas, maka ada beberapa
poin penting yang meruanglingkupi pengertian aqiqah secara komprehensif,

1. Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya


anggota keluarga baru atau kelahiran baru.
2. Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih
hewan, memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3. Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban,
sedekah, emas atau perak ataupun berupa makanan.5
Selanjutnya, terkait dengan kebiasaan pemberian nama kepada anak yang baru
lahir saat pelaksaan aqiqah, memang penting dilakukan. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits Shahih Bukhori No. 5045;
2
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1988),
hlm. 263.
3
Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah, jilid
XXX, (Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, 1983), hlm. 276.
4
Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.
317.
5
A. Hasan Asy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing,
2010), hlm. 19.

4|Page
ِ ُ ‫َح َّدثَيِن ِإ ْس َح‬
ُ‫وسى َرض َي اللَّه‬ َ ‫ص ٍر َح َّدثَنَا َأبُو‬
َ ‫ُأس َامةَ قَ َال َح َّدثَيِن بَُريْ ٌد َع ْن َأيِب بُْر َدةَ َع ْن َأيِب ُم‬ ْ َ‫اق بْ ُن ن‬
ِ ‫ِإ‬ َّ ِ َّ َّ َ َّ ‫ت بِِه النَّيِب‬ ِ
ُ‫يم فَ َحنَّ َكهُ بِتَ ْمَر ٍة َو َد َعا لَه‬
َ ‫صلى اللهُ َعلَْيه َو َسل َم فَ َس َّماهُ ْبَراه‬ ُ ‫َعْنهُ قَ َال ُول َد يِل غُاَل ٌم فََأَتْي‬
ِ ‫ِإ‬ ِ ِ
َ ‫بالَْبَر َكة َو َد َف َعهُ يَلَّ َو َكا َن َأ ْكَبَر َولَد َأيِب ُم‬
‫وسى رواه البخاري‬

Artinya: “Telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Nashr] berkata, telah


menceritakan kepada kami [Abu Usamah] ia berkata; telah menceritakan
kepadaku [Buraid] dari [Abu Burdah] dari [Abu Musa] radliallahu ‘anhu, ia
berkata, “Anak laki-lakiku lahir, kemudian aku membawanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lalu memberinya nama Ibrahim, beliau
menyuapinya dengan kunyahan kurma dan mendoakannya dengan keberkahan,
setelah itu menyerahkannya kepadaku.” Ibrahim adalah anak tertua Abu Musa.”
HR. Bukhori.6

B. Hukum dan Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah


Hukum Aqiqah adalah sunnah. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi
merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah
sepantasnya dirayakan sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi realitas
kehidupan berupa miskin dan kaya di antara umat Islam menjadikan aqiqah sulit
dilaksanakan apabila hukumnya wajib. Perintah Nabi berkenaan dengan
penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh mayoritas madzhab sebagai
anjuran  bukan perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang sama sekali
tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa atau hutang
baginya untuk membayar di masa tua atau setelah kaya nanti.
Ada banyak sekali hadits-hadits yang menjadi landasan dari disyariatkannya

aqiqah dalam Islam, di antaranya; ‫اهلل‬ ِ ‫ ع َّق رسو ُل‬:‫عن عاِئ َشةَ رضي اهلل عنه قَالَت‬
‫اهلل صلى‬ ُْ َ َ ْ َ َْ
‫ رواه‬.‫َر اَ ْن مُيَا َط َع ْن ُرُؤ ْو ِس ِه َما اْالَ َذى‬ ِ َّ ‫يَو َم‬
َ ‫الس اب ِع َو مَسَّامُهَا َو اَم‬ ْ
ِ ‫عليه و سلم َع ِن اْحلَس ِن و اْحلُسنْي‬
َ َ َ
7588 :‫ رقم‬،‫احلاكم ىف املستدرك‬

6
Muhammad bin Ismail Al- Bukhori Al-Ju’fi,. Shahih ..................................................... Hlm. 216.

5|Page
Artinya: “Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber’aqiqah untuk
Hasan dan Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan
memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)“. [HR.
Hakim, dalam Al-Mustadrak no. 7588]

ِِ ِِ ِ ِ ِ
ُ ‫ ُك ُّل غُالٍَم َرهْينَةٌ بِ َعقْي َقته تُ ْذبَ ُح َعْنهُ ي َْو َم َس ابِعه َو حُيْل‬:‫ب اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل ص قَ َال‬
‫َق‬ ٍ ‫َعن مَسُر َة بْ ِن جْن َد‬
ُ َ ْ
2838 :‫ رواه ابو داود رقم‬.‫َو يُ َس َّمى‬
Artinya: “Dari Samurah bin Jundab, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Tiap-tiap anak tergadai (tergantung) dengan ‘aqiqahnya yang disembelih
untuknya pada hari ke-7, di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama“.
[HR. Abu Dawud no. 2838].

ِِ ِ ِ ٍ
ُ ْ‫الس ابِ ِع َو حُي‬
‫لَق َرْأ ُس هُ َو‬ َّ ‫َو َم‬ َ ‫َع ْن مَسَُرةَ َع ِن النَّيِب ّ ص‬
ْ ‫ تُ ْذبَ ُح َعْن هُ ي‬.‫ ُك ُّل غُالَم ُم ْر َت َه ٌن ب َعقْي َقت ه‬:‫قَال‬
3165 :‫ رواه ابن ماجه رقم‬.‫يُ َس َّمى‬
Artinya: “Dari Samurah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Setiap anak tergadai
dengan ‘aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ke-7, dicukur
rambutnya, dan diberi nama”. [HR. Ibnu Majah no. 3165]

Namun menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai
mustahab (dianjurkan). Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus
seluruh syariat sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti
aqiqah, rajabiyah, dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap
diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan
seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat kurban telah
menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan hewan yang
dilakukan sebelumnya”.7
Adapun berkaitan dengan tata cara pelaksanaannya, banyak ulama
berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi,

7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2011), hlm. 295.

6|Page
kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah.8 Sedangkan syarat-syarat
hewan yang dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada
hewan kurban, baik dari segi jenisnya, ketidak cacatannya, dan kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan
syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
1.  Tidak cacat.
2.  Tidak berpenyakit.
3.  Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
4. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.9
Namun, ada perbedaan pendapat terkait dengan jumlah hewan yang
diperuntukkan untuk anak laki-laki dalam aqiqah. Pendapat pertama menerangkan
bahwa Rasulullah mengadakan aqiqah untuk cucu-cucu beliau, masing-masing
satu ekor kambing. Pendapat ini berlandaskan hadits;

‫َأن َر ُس ْو َل اهلل صلى اهلل عليه و سلم َع َّق َع ِن احْلَ َس ِن َو احْلُ َسنْي َكْب ًسا َكْب ًسا‬
َّ ‫َع ِن ابْ ِن َعبَاس قَ َال‬

‫رواه ابو داود‬


Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengadakan aqiqah untuk Hasan dan Husain, masing-masing satu
ekor gibas (domba).” (HR. Abu Daud no. 2841).
Pendapat kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan
dua ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits;
ِ ‫ت عب ِد الرَّمْح ِن فَس َألُوها ع ِن اْلع ِقيق‬
ِ ٍ ‫ف ب ِن م‬
‫ فَاَ ْخَبَر ْت ُه ْم‬،‫َة‬ ْ َ َ َْ َ َْ ‫صةَ بِْن‬
َ ‫اهك اَن َُّه ْم َد َخلُ ْوا َعلَى َح ْف‬
َ َ ْ َ ‫َع ْن يُ ْو ُس‬
ِ ِ ِ
ِ ‫َان و ع ِن اْجلا ِر‬ ِ ِ ‫ِئ‬
‫ رواه‬.ٌ‫يَة َش اة‬ َ َ َ ‫َر ُه ْم َع ِن اْلغُالَم َش اتَان ُم َكافَئت‬ َ ‫اَ َّن َعا َش ةَ اَ ْخَبَر ْتهَا اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل ص اَم‬
‫الرتمذي‬

Artinya: “Dari Yusuf bin Mahak bahwasanya orang-orang datang kepada


Hafshah binti ‘Abdur Rahman, mereka menanyakan kepadanya tentang ‘aqiqah.
Maka Hafshah memberitahukan kepada mereka bahwasanya ‘Aisyah
8
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hlm. 259.
9
Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fathul Qorib, Terj. Muhammad Hamim HR, jilid. III,
(Kediri: Santri Salaf Press, 2014), hlm. 161.

7|Page
memberitahu kepadanya bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan para
shahabat (agar menyembelih ‘aqiqah) bagi anak laki-laki 2 ekor kambing yang
sebanding dan untuk anak perempuan 1 ekor kambing. [HR. Tirmidzi no. 1549].

dan hadits;

َ ‫ب ِمْن ُك ْم اَ ْن َيْن ُس‬ ِ ‫ قَ َال رسو ُل‬،‫ب عن اَبِي ِه عن ج ّد ِه قَ َال‬


‫ك َع ْن‬ َّ ‫اهلل ص َم ْن اَ َح‬ ُْ َ َ ْ َ ْ ْ َ ٍ ‫َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َعْي‬
ِ َ‫ان م َكافَِئت‬
‫ رواه امحد‬.ٌ‫ان َو َع ِن اْجلَا ِريَِة َشاة‬ ِ ِ ِِ
ُ َ‫َولَده َف ْلَي ْف َع ْل َع ِن اْلغُالَم َشات‬
Artinya: “Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berkehendak untuk meng’aqiqahkan
anaknya maka kerjakanlah. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang
sebanding dan untuk anak perempuan satu ekor kambing”. [HR. Ahmad no.
2725].
Ulama Syafiiyah dan Hambali mengatakan bahwa disunnahkan berakikah
untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan
dengan satu ekor. Namun boleh juga mengakikahi dengan satu ekor kambing
untuk anak laki-laki karena ada hadits Ibnu ‘Abbas yang menyebutkan demikian.
Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa akikah untuk
anak laki-laki dan perempuan itu sama yaitu dengan satu ekor.
Sehingga kesunnahan untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor
kambing ini hanya berlaku untuk orang yang mampu melaksanakannya, karena
tidak semua orang mampu untuk mengaqiqahi bayi laki-laki dengan dua kambing.
Ini termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) berdasarkan himpunan
berbagai dalil.10 Selain itu, menurut banyak ulama aqiqah itu hanya berlaku bagi
anak kecil, namun sebagian ulama lain menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan
setelah seseorang itu dewasa.
Sedangkan tata cara pembagian daging aqiqah sama halnya dengan
pembagian daging kurban. Hanya saja disunnahkan memasak daging sembelihan
aqiqah dan tidak memberikannya dalam keadaan mentah. Imam Ibnul Qayyim

10
Abu Muhammad ‘Ishom, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta: Litera
Sunny, 1997), hlm. 31.

8|Page
dalam kitabnya Tuhfatul Maudud mengatakan “Memasak daging aqiqah termasuk
sunnah”.11

C. Hikmah Disyariatkannya Aqiqah


Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam tentunya mengandung hikmah
serta ibrah untuk bisa dipetik oleh umat manusia. Sebab ibadah tidak harus
senantiasa berkonotasi dengan dinamika hubungan vertikal dengan Sang Pencipta,
melainkan juga bisa direalisasikan sebagai bentuk menjalin hubungan yang baik
secara horizontal sesama makhluk ciptaan-Nya.
Aqiqah pun juga demikian. Ada beberapa hikmah yang bisa dirasakan oleh
umat muslim dalam pelaksanaan aqiqah. Syaikh Abdullah Nashih Ulwan dalam
kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam mengatakan bahwa aqiqah memiliki beberapa
hikmah di antaranya;
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam.
2. Sebagai perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang baru
lahir.
3. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah swt sekaligus
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah swt dengan
lahirnya sang anak.
4. Sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam
dan bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah
SAW pada hari kiamat.
5.  Memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
6. Kabar gembira bagi fakir miskin yang menerima daging aqiqah.
7. Sebagai bentuk revolusi mental umat Islam dengan menjadi pribadi yang
dermawan dan mengendalikan diri agar tidak bakhil.12

11
Muhammad bin Qoyyim al-Jauziyyah, Tuhfatul Maudud bi Ahkam al-Maulud, Terj. Menyambut
Buah Hati, (Yogyakarta: Ummul Qura, 2015), Hlm, 96.
12
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo: Insan Kamil, 2015), hlm.
754.

9|Page
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Aqiqah adalah tradisi dalam Islam yang bernilai ibadah di dalamnya.


Dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya seorang anak. Aqiqah
diwujudkan dengan sembelihan hewan -sebagaimana dalam qurban- pada hari
ke tujuh dari kelahiran sang bayi. Kemudian diikuti dengan pemotongan
rambut, pemberian nama, dan menyedekahkan daging sembelihan setelah
selesai dimasak.

Hukum dari pada aqiqah adalah sunnah menurut mayoritas ulama. Hanya
madzhab Hanafiyah yang malah menganggapnya sebagai perkara mubah
lantaran semua tradisi sembelihan sudah dihapus dengan adanya qurban.
Begitu pula terkait jumlah hewan yang dijadikan aqiqah, di kalangan ulama
pun menuai perbedaan. Madzhab Syafi’i dan Hambali menyepakati bahwa 2
ekor untuk bayi laki-laki dan seekor untuk bayi perempuan. Berbeda halnya
dengan Madzhab Maliki dan Hanafi yang memperuntukkan hewan aqiqah
dengan 1 ekor baik bagi bayi laki-laki maupun perempuan.

Namun, di balik pelaksaan aqiqah, terdapat kemanfaatan dan hikmah yang


bisa didapat baik secara kasat mata maupun tidak. Hikmah-hikmah tersebut
seperti halnya sebagai ucapan rasa syukur, bentuk pendekatan kepada Allah,
dan menjalin rasa ukhuwah yang baik. Kesemuanya haruslah bersinergi dan
terasa dampaknya dalam tataran kehidupan umat Islam sepanjang zaman.

10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

 Al-Ghazi, Muhammad bin Qasim. 2014. Fathul Qorib. Terj. Muhammad


Hamim HR. jilid. III. Kediri: Santri Salaf Press.
 Al-Jauziyyah, Muhammad bin Qoyyim. 2015. Tuhfatul Maudud bi Ahkam al-
Maulud. Terj. Menyambut Buah Hati. Yogyakarta: Ummul Qura.
 Al-Ju’fi, Muhammad bin Ismail Al-Bukhori. 2014. Shahih Bukhori. Jilid I.
Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah.
 Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Depok: Gema
Insani.
 Bakry, Hasbullah. 1988. Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
 Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi. 1990. Fiqih Islam Lengkap. Jakarta:
Rineka Cipta.
 ‘Ishom, Abu Muhammad. 1997. Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam).
Yogyakarta: Litera Sunny.
 Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait. 1983. Al-Mausu’ah Al-
Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah. Jilid XXX. Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan
Agama Kuwait.
 Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
 Ulama’i, A. Hasan Asy’ari. 2010. Aqiqah dengan Burung pipit. Semarang:
Syar Media Publishing.
 Ulwan, Abdullah Nashih. 2015. Pendidikan Anak dalam Islam. Solo: Insan
Kamil.

11 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai