PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam sungguh begitu kompleks sekali terkait dengan beraneka ragam
peribadatannya. Apalagi di dalam Islam jenis pekerjaan keseharian pun bisa
bernilai ibadah tergantung pada niat orang yang melakukannya. Bahkan dalam
Islam, ibadah yang dijalani juga bisa berdampak pada hubungan horizontal
dengan sesama manusia. Sehingga tidak lantas semua yang bentuknya ibadah
hanya sebagai bentuk interaksi vertikal dengan Allah SWT.
Tentunya setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan
mengalirkan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Oleh karenanya, aqiqah adalah
salah satu cara penting untuk menanamkan nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang
masih suci. Dengan aqiqah diharapkan sang bayi memperoleh kekuatan serta
kesehatan lahir dan batin. Mampu ditumbuhkan dan dikembangkan lahir dan
batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.
Maka dari itulah, penting kiranya untuk membahas terkait persoalan aqiqah
secara lebih konprehensif dan mendalam. Penjelasan terkait dengan hukum, tata
cara, serta beberapa pendapat ulama yang berkaitan dengannya, dan hadits-hadits
yang menjadi landasannya. Oleh karena itu untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadits II (Ibadah-Muamalah), kami menulis makalah ini dengan judul “Hadits
Aqiqah dan Hukum-Hukumnya”.
B. Rumusan Masalah
1.1. Apa pengertian dari aqiqah?
1.2. Bagaimana Hukum dan tata cara pelaksanaan aqiqah?
1.3. Apa saja hikmah yang bisa dipetik dari aqiqah?
1|Page
C. Tujuan Penulisan
1.1. Mengetahui pengertian aqiqah
1.2. Mengetahui hukum dan tata cara pelaksaan aqiqah
1.3. Mengetahui hikmah pelaksanaan aqiqah
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqiqah
1
Muhammad bin Ismail Al- Bukhori Al-Ju’fi,. Shahih Bukhori, Jilid VI, Beirut: Darul Kutub Al-
Ilmiyah, 2014, Hlm. 217.
3|Page
Hadits di atas menjadi pedoman dasar di mana seorang anak yang baru lahir
memang selayaknya diadakan sembelihan aqiqah. Selain memang sebagai bentuk
pemenuhan syariat dan menjadi warisan Nabi Muhammad, juga sebagai ungkapan
syukur orang tua atas kehadiran buah hatinya.
Aqiqah berasal dari kata al-‘aqq yang berarti asy-syaq wa al-
qath’ (memotong). Ada yang mengatakan sembelihan itu disebut aqiqah karena
dipotong tepat di kerongkongannya. Maka dari itu, terdapat kalimat al’uququl
waalidain (durhaka kepada orangtua), yang maksudnya memutuskan tali
silaturahmi terhadap orangtua. Dikatakan pula bahwa aqiqah adalah rambut yang
tumbuh di kepala bayi yang baru melahirkan dari rahim ibunya, baik manusia
maupun binatang ternak.2
Namun definisi aqiqah menurut istilah syar’i, adalah hewan yang disembelih
karena kelahiran anak sebagai rasa syukur kepada Allah Swt. dengan niat dan
syarat-syarat tertentu.3 Pengertian lain yang senada menyebutkan bahwa aqiqah
adalah menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari
itu anak diberi nama dan rambutnya dipotong.4
Sehingga, jika dikonfersi antara dua pengertian di atas, maka ada beberapa
poin penting yang meruanglingkupi pengertian aqiqah secara komprehensif,
4|Page
ِ ُ َح َّدثَيِن ِإ ْس َح
ُوسى َرض َي اللَّه َ ص ٍر َح َّدثَنَا َأبُو
َ ُأس َامةَ قَ َال َح َّدثَيِن بَُريْ ٌد َع ْن َأيِب بُْر َدةَ َع ْن َأيِب ُم ْ َاق بْ ُن ن
ِ ِإ َّ ِ َّ َّ َ َّ ت بِِه النَّيِب ِ
ُيم فَ َحنَّ َكهُ بِتَ ْمَر ٍة َو َد َعا لَه
َ صلى اللهُ َعلَْيه َو َسل َم فَ َس َّماهُ ْبَراه ُ َعْنهُ قَ َال ُول َد يِل غُاَل ٌم فََأَتْي
ِ ِإ ِ ِ
َ بالَْبَر َكة َو َد َف َعهُ يَلَّ َو َكا َن َأ ْكَبَر َولَد َأيِب ُم
وسى رواه البخاري
aqiqah dalam Islam, di antaranya; اهلل ِ ع َّق رسو ُل:عن عاِئ َشةَ رضي اهلل عنه قَالَت
اهلل صلى ُْ َ َ ْ َ َْ
رواه.َر اَ ْن مُيَا َط َع ْن ُرُؤ ْو ِس ِه َما اْالَ َذى ِ َّ يَو َم
َ الس اب ِع َو مَسَّامُهَا َو اَم ْ
ِ عليه و سلم َع ِن اْحلَس ِن و اْحلُسنْي
َ َ َ
7588 : رقم،احلاكم ىف املستدرك
6
Muhammad bin Ismail Al- Bukhori Al-Ju’fi,. Shahih ..................................................... Hlm. 216.
5|Page
Artinya: “Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber’aqiqah untuk
Hasan dan Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan
memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)“. [HR.
Hakim, dalam Al-Mustadrak no. 7588]
ِِ ِِ ِ ِ ِ
ُ ُك ُّل غُالٍَم َرهْينَةٌ بِ َعقْي َقته تُ ْذبَ ُح َعْنهُ ي َْو َم َس ابِعه َو حُيْل:ب اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل ص قَ َال
َق ٍ َعن مَسُر َة بْ ِن جْن َد
ُ َ ْ
2838 : رواه ابو داود رقم.َو يُ َس َّمى
Artinya: “Dari Samurah bin Jundab, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Tiap-tiap anak tergadai (tergantung) dengan ‘aqiqahnya yang disembelih
untuknya pada hari ke-7, di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama“.
[HR. Abu Dawud no. 2838].
ِِ ِ ِ ٍ
ُ ْالس ابِ ِع َو حُي
لَق َرْأ ُس هُ َو َّ َو َم َ َع ْن مَسَُرةَ َع ِن النَّيِب ّ ص
ْ تُ ْذبَ ُح َعْن هُ ي. ُك ُّل غُالَم ُم ْر َت َه ٌن ب َعقْي َقت ه:قَال
3165 : رواه ابن ماجه رقم.يُ َس َّمى
Artinya: “Dari Samurah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Setiap anak tergadai
dengan ‘aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ke-7, dicukur
rambutnya, dan diberi nama”. [HR. Ibnu Majah no. 3165]
Namun menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai
mustahab (dianjurkan). Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus
seluruh syariat sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti
aqiqah, rajabiyah, dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap
diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan
seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat kurban telah
menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan hewan yang
dilakukan sebelumnya”.7
Adapun berkaitan dengan tata cara pelaksanaannya, banyak ulama
berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi,
7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2011), hlm. 295.
6|Page
kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah.8 Sedangkan syarat-syarat
hewan yang dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada
hewan kurban, baik dari segi jenisnya, ketidak cacatannya, dan kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan
syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
1. Tidak cacat.
2. Tidak berpenyakit.
3. Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
4. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.9
Namun, ada perbedaan pendapat terkait dengan jumlah hewan yang
diperuntukkan untuk anak laki-laki dalam aqiqah. Pendapat pertama menerangkan
bahwa Rasulullah mengadakan aqiqah untuk cucu-cucu beliau, masing-masing
satu ekor kambing. Pendapat ini berlandaskan hadits;
َأن َر ُس ْو َل اهلل صلى اهلل عليه و سلم َع َّق َع ِن احْلَ َس ِن َو احْلُ َسنْي َكْب ًسا َكْب ًسا
َّ َع ِن ابْ ِن َعبَاس قَ َال
7|Page
memberitahu kepadanya bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan para
shahabat (agar menyembelih ‘aqiqah) bagi anak laki-laki 2 ekor kambing yang
sebanding dan untuk anak perempuan 1 ekor kambing. [HR. Tirmidzi no. 1549].
dan hadits;
10
Abu Muhammad ‘Ishom, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta: Litera
Sunny, 1997), hlm. 31.
8|Page
dalam kitabnya Tuhfatul Maudud mengatakan “Memasak daging aqiqah termasuk
sunnah”.11
11
Muhammad bin Qoyyim al-Jauziyyah, Tuhfatul Maudud bi Ahkam al-Maulud, Terj. Menyambut
Buah Hati, (Yogyakarta: Ummul Qura, 2015), Hlm, 96.
12
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo: Insan Kamil, 2015), hlm.
754.
9|Page
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum dari pada aqiqah adalah sunnah menurut mayoritas ulama. Hanya
madzhab Hanafiyah yang malah menganggapnya sebagai perkara mubah
lantaran semua tradisi sembelihan sudah dihapus dengan adanya qurban.
Begitu pula terkait jumlah hewan yang dijadikan aqiqah, di kalangan ulama
pun menuai perbedaan. Madzhab Syafi’i dan Hambali menyepakati bahwa 2
ekor untuk bayi laki-laki dan seekor untuk bayi perempuan. Berbeda halnya
dengan Madzhab Maliki dan Hanafi yang memperuntukkan hewan aqiqah
dengan 1 ekor baik bagi bayi laki-laki maupun perempuan.
10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
11 | P a g e