Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid Al Azdi dan Syaiban bin Farrukh semuanya
dari Sulaiman bin Al Mughirah dan teksnya meriwayatkan milik Syaiban, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila
dari Shuhaib berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Perkara orang mu`min
mengagumkan, sesungguhnya semua urusannya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain
orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila
tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya. (HR. Muslim: 2999)1
Hadist diatas dapat kita pahami bahwa setiap apa yang diberikan kepada orang yang mukmin
adalah sebuah kebaikan. Ketika mendapatkan kebaikan maka kita harus bersyukur atasnya,
sedangkan kita mendapatkan musibah maka kita harus menanamkan sikap sabar didalam hati
kita. syukur berarti menghadirkan ingatan limpahan nikmat yang Allah berikan dengan
mengingat-ingat kenikmatan tersebut dan menampakkannya. Baik dengan cara menyebut atau
Hadis ini menjelaskan bahwa syukur merupakan sikap seorang mukmin, yakni sikap seorang
yang beriman kepada Allah Swt, dan hal itu merupakan sikap yang mengagumkan dimana bila
seorang mukmin mendapat kesenangan pasti ia bersyukur. Semakin bersyukur semakin banyak
1
Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Bab : Perkara seorang mukmin semuanya baik melalui Aplikasi Maktabah
Syamilah
kenikamatan yang didapat. Bersyukur bukan hanya sekedar ucapan saja akan tetapi dengan
selalu menjalankan perintah alla ta’ala dan menjahui larangan allah ta’alah.
Hadis riwayat Imam Muslim diatas menyandingkan kata syukur dengan sabar. Dua kata yang
memang sangat berdekatan. Jika mukmin mendapat kebahagiaan dan kenikmatan maka
bersyukur. Sebaliknya, bila mereka mendapat musibah maka mereka bersabar. Hadis tersebut
memang menekankan dua hal, yakni syukur dan sabar. Bahwa, apa yang dijalani manusia tidak
selamnya berupa keuntungan. Dalam kajian tasawuf, sikap syukur dan sabar juga disandingkan
secara bedekatan, bahwa manusia yang mulia secara spiritual di sisi Allah Swt adalah orang yang
pandai bersyukur dan sekaligus bersabar .2 Demikian halnya di dalam dunia psikologi, terbukti
bahwa syukur dan sabar merupakan dua hal yang sangat kuat bila digunakan sebagai terapi
psikologis. 3Hingga kemudian menjelma pula dalam tradisi dan budaya masyarakat yang penuh
baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia
bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar
2
Baqtiar, Dinar Restu “Konsep Syukur Syaikh Imam al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin”.2020, IAIN Kudus
3
Aisyah, Asti, & Chisol, Rohmatun “Rasa Syukur Kaitannya dengan Kesejahteraan Psikologis pada Guru Honorer
Sekolah Dasar”, 2020 Proyeksi: Jurnal Psikologi, 13(2), 109–122.
Penjelasannya bahwa Shuhaib mendapatkan hadist dari Nabi SAW, lalu hadist tersebut
disampaikankan kepada Abdurrahman bin Abu Laila, Tsabit, Sulaiman bin Al Mughirah,
kemudian Syaban bin Farrukh, lalu Hadad bin Khalid, lalu kemudian kepadaa penulis
Periwayat hadist dari tingkatan tabi’in: Abdurrahman bin Abu Laila, Tsabit,
Sulaiman bin Al Mughirah, Syaban bin Farrukh, lalu Hadad bin Khalid,
Penilaian Ulama
Para ulama memberikan komentar positif, kecuali tehadap seorang periwayat yaitu
Hudbah bin Khalid al-Aswad bin Hudbah yang dinilai dhaif oleh an-Nasa’i. Awal sanad
atau permulaan sanad yaitu di tempat rawi yang mencatat hadits, yakni Imam Muslim.
Akhir sanad yakni di tempat orang yang berada sebelum Nabi Saw., yaitu Shuhaib bin
Syaranya hadist diatas yaitu seorang mukmin bila mana mendapat kebaikan atau
kesenangan dari allah swt maka kita harus selalu bersyukur dengan apa yang allah
berikan, dan sebaliknya bila mana mendapatkan musibah maka kita harus
4
Aidah putri pratiwi, Zahrotunnisa, Dadah “Hadist tentang syukur bermakan produktivitas” VOL-8, Gunung Djati
Conference Series, 2022, hal-1013